Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/18 |
|
e-Penulis edisi 18 (20-4-2006)
|
|
<>--------------------------------oo--------------------------------<> < e-Penulis > (Menulis untuk Melayani) Edisi 018/April/2006 <>------------------------------------------------------------------<> MENULIS ESAI <>------------------------------------------------------------------<> = DAFTAR ISI = * Dari Redaksi : Selamat Paskah * Artikel : Apakah Esai Itu? * Tips : Menulis Esai Singkat * Esai : Memaknai Paskah dan Sengsara Yesus di Dunia yang Penuh Kekerasan * Stop Press : Baru! Situs PELITAKU <>------------------------------------------------------------------<> = DARI REDAKSI = Salam kasih, Tentunya banyak orang yang sudah akrab dengan kata "esai". Di berbagai surat kabar, kita dapat melihat kolom-kolom yang khusus disediakan untuk tulisan esai yang mengupas berbagai hal. Bagi Anda yang masih ada dibangku sekolah atau kuliah, menulis esai adalah tugas yang sering diberikan oleh guru atau dosen. Namun demikian, tidak jarang ada orang yang salah mengerti tentang pengertian esai. Lalu, apakah sebenarnya esai itu? Apakah perbedaan esai dengan artikel, renungan, atau kesaksian? Nah, silakan baca artikel menarik yang kami sajikan dalam edisi kali ini. Setelah itu, tentukan sendiri kenapa seorang yang sering menulis esai bisa mendapat sebutan esais, sedangkan penulis artikel, renungan, atau kesaksian tidak mendapat sebutan seperti itu. Simak juga tips menulis esai singkat yang tentunya dapat membantu Anda yang sedang mengalami kesulitan dalam menulis sebuah esai. Masih dalam bulan Paskah, redaksi e-Penulis kali ini juga sengaja menampilkan sebuah esai yang berkaitan dengan peringatan kematian dan kebangkitan Yesus. Semoga tulisan yang ditampilkan juga dapat memberkati kita semua. Selamat Paskah 2006! Kiranya kebangkitan Yesus selalu membawa semangat dalam hidup kita. Redaksi e-Penulis, (Ary) <>------------------------------------------------------------------<> = ARTIKEL = APAKAH ESAI ITU? ================ Esai bukanlah sekadar rekaman fakta-fakta atau hasil imajinasi murni. Tulisan yang Anda buat dalam pelajaran sejarah yang dipenuhi dengan fakta-fakta yang dikumpulkan dari berbagai referensi mungkin nampak seperti sebuah esai. Namun, seberapa pun cermatnya Anda dalam menulis ulang semua fakta tersebut, meskipun dengan bahasa Anda sendiri, tulisan itu bukanlah esai. Esai juga bukan kejadian atau pengalaman yang Anda tuliskan dalam pelajaran bahasa, tak peduli betapa nyata, cerdas, menyentuh, berurutan, jelas, rinci, dan lengkapnya tulisan Anda itu. Mungkin Anda telah membuat ratusan tulisan dalam bentuk seperti di atas dan mengumpulkan semua berdasarkan `temanya`. Anda mungkin akan menyebutnya sebagai sebuah esai, tapi itu juga bukan esai. Jadi, apakah esai itu? Esai adalah ekspresi tertulis dari opini penulisnya. Sebuah esai akan makin baik jika penulisnya dapat menggabungkan fakta dengan imajinasi, pengetahuan dengan perasaan, tanpa mengedepankan salah satunya. Tujuannya selalu sama, yaitu mengekspresikan opini. Esai memang bisa berbeda menurut kualitas, jenis, panjang, gaya, dan subjek. Esai juga bisa berbentuk sederhana sampai yang sangat kompleks, namun semuanya akan menunjukkan sebuah opini pribadi sebagai analisa akhir. Inilah perbedaan mendasar antara esai dengan tulisan ekspositoris atau sebuah laporan. Sebuah esai tidak hanya sekadar menunjukkan fakta atau menceritakan sebuah pengalaman; ia menyelipkan opini penulis di antara fakta-fakta dan pengalaman tersebut. Tentu, Anda harus memiliki sebuah opini sebelum menulis esai. Hanya saja, Anda juga harus memahami apa yang sebenarnya dimaksud dengan opini itu, bagaimana menyampaikannya, dan bagaimana mengungkapkan nilai yang dibawanya. Sebelum mendapatkan opini, Anda harus lebih dulu menentukan subjek yang hendak ditanggapi karena opini harus berhubungan dengan subjek tertentu. SUBJEK ESAI Apa yang harus ditulis? Pertanyaan ini memiliki jawaban yang tidak terbatas. Anda dapat menuliskan segala jenis topik; dari persahabatan, politik, sepatu, menjual lilin, sampai esai tentang esai itu sendiri. Satu-satunya persyaratan yang harus dipenuhi adalah bahwa penulis harus cukup memahami topik tersebut sehingga ia dapat membentuk sebuah opini. Lalu, apa batasan dari `cukup memahami` itu? Jawabannya juga tidak sulit. Sebagai manusia, seperti yang lain, kita pasti `cukup memahami` dan akrab dengan banyak hal di sekitar kita; persahabatan, hubungan keluarga, pertumbuhan, makan, tidur, dan banyak lainnya. Tentunya semua itu dapat dipakai sebagai bahan menulis esai. Bagaimanapun juga, `pemahaman yang cukup` untuk menuliskan tema-tema spesifik memerlukan pengetahuan atau pemahaman akan disiplin ilmu tertentu. Kita mungkin bisa menulis sebuah esai mengenai topik seperti persahabatan tanpa perlu memberikan banyak fakta. Namun, untuk topik-topik seperti Puritanisme atau sejenisnya, tentunya kita memerlukan informasi yang dapat diuji secara `ilmiah`. Referensi sendiri bisa didapatkan dari banyak sumber, mulai dari buku sampai media internet. Menulis tentang bidang yang sesuai dengan minat kita juga akan sangat mempermudah dan mempercepat proses penulisan itu sendiri. Karenanya, seorang yang mempunyai hobi dalam satu bidang tertentu juga dapat disebut sebagai seorang yang memiliki `pemahaman yang cukup`. Bahkan, sekalipun kita tidak menaruh minat yang begitu besar dalam satu bidang pembahasan, kita tetap dapat menulis sebuah esai yang baik asalkan dapat mengumpulkan banyak fakta. Dengan membaca berbagai informasi yang bisa dipertanyakan, dibandingkan, atau yang dapat Anda nilai sendiri, pengetahuan tentang satu bidang baru juga akan Anda dapatkan dengan cepat. Menulis sebuah esai yang didasari oleh pengetahuan khusus memang cenderung lebih mudah daripada menulis esai tentang hal-hal atau pengalaman yang sudah sering ditemui di sekitar kita. Berbeda dengan kebiasaan yang sering terjadi dalam sebuah opini, seorang penulis esai hendaknya tidak boleh hanya berpegang pada `perasaan bahwa ia benar`, namun lebih beranggapan bahwa `pikiran saya benar`. Jadi, opini yang terdapat dalam sebuah esai juga harus didasarkan pada apa yang Anda pikirkan dan bukan hanya pada apa yang Anda rasakan. Yang jelas, setiap esai harus memiliki opini, dan opini yang terbaik adalah didasari oleh pikiran dan perasaan. APAKAH OPINI ITU? BAGAIMANA ANDA MEMUNCULKANNYA? Banyak orang yang mendefinisikan opini dengan sangat bebas. Segala prasangka, sentimen, tuduhan, dan segala jenis omongan yang tanpa dasar seringkali disebut sebagai sebuah opini. Namun, opini yang ingin disampaikan dalam sebuah esai harus memenuhi definisi sebagai berikut. Opini: sebuah kepercayaan yang bukan berdasarkan pada keyakinan yang mutlak atau pengetahuan sahih, namun pada sesuatu yang nampaknya benar, valid atau mungkin yang ada dalam pikiran seseorang; apa yang dipikirkan seseorang; penilaian. Ujilah opini Anda dengan definisi di atas untuk menilai apakah Anda telah memiliki topik esai yang baik. Apakah opini tersebut didasari atas keyakinan mutlak? Atau pengetahuan yang sahih? Apakah Anda dapat membuktikan kebenarannya di atas semua keraguan yang beralasan? Jika ya, berarti itu bukan opini, tetapi fakta -- atau sebuah hasil observasi yang telah diterima secara luas sehingga menjadi sebuah fakta. Fakta harus terlebih dulu diubah menjadi sebuah opini sebelum dimunculkan dalam sebuah esai. Misalnya, fakta menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara kita tahun ini adalah sekian ratus juta. Untuk mengubah fakta tersebut menjadi sebuah opini tugas Anda sekarang adalah menilainya. Anda bisa menilai bahwa budaya negara kita berubah karena pertambahan penduduk yang demikian cepat; atau perlunya perubahan kebijakan ekonomi yang dapat menjamin setiap warga bisa mencukupi kebutuhannya, dll. Dengan membuat sebuah penilaian/tanggapan, maka Anda telah mengubah fakta menjadi sebuah opini. Dengan demikian, Anda telah memiliki topik esai yang baik. Namun, tidak semua opini dapat menjadi topik sebuah esai. Jika ada pernyataan `menjalin persahabatan penting bagi hubungan antarmanusia`, pernyataan ini bisa disebut opini karena tidak dapat dibuktikan secara ilmiah atau statistik. Walau demikian, pernyataan itu merupakan opini yang lemah untuk dikemukakan dalam sebuah esai karena tidak merangsang timbulnya argumen lain. Dari segi praktis, itu adalah fakta. Untuk membuatnya menarik, Anda bisa mengubahnya menjadi opini yang lebih tajam seperti `persahabatan adalah hal terpenting bagi manusia`, misalnya. Tapi cara yang lebih efektif dalam menarik minat pembaca adalah dengan mengawalinya dengan berbagai pertanyaan menantang seperti, `apakah persahabatan antarpria lebih awet daripada wanita?` `bisakah persahabatan yang murni terjalin antara pria dan wanita, ataukah antara orang tua dan anak?`, dst. Jika kita melihat pertanyaan-pertanyaan tersebut, pembaca mungkin bisa menjawab ya atau tidak saja. Tapi bagaimana jika Anda mengubah kata tanya tersebut dengan kata tanya yang lebih memerlukan penjelasan seperti `mengapa`, `apakah`, atau `bagaimana`? - Bagaimana orang tua dapat bersahabat dengan anak? - Mengapa persahabatan antarpria lebih awet daripada antarwanita? (atau sebaliknya) - Apakah persahabatan itu? Makin banyak pertanyaan yang Anda ajukan pada diri Anda akan semakin baik. Setelah itu, Anda akan dapat mengenali pertanyaan yang penting dan yang tidak, yang terlalu luas dan yang terlalu sempit, dsb. Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, tak jarang Anda juga akan menemukan opini-opini yang belum pernah Anda sampaikan sebelumnya (artinya: Anda tidak pernah benar-benar tahu apa yang sebenarnya Anda pikirkan). Teruslah melontarkan pertanyaan. Ketika Anda menemukan satu opini pribadi yang sangat menarik berarti Anda telah memasuki wilayah seorang penulis esai. APA YANG MEMBUAT SEBUAH OPINI MENARIK? Jika diminta untuk memilih sebuah opini yang paling menarik, mungkin kita akan memilih berdasarkan minat kita karena kita akan selalu dapat menulis dengan baik topik yang kita kuasai/sukai atau yang dengan gampang kita tuliskan. Namun, topik yang menarik sesungguhnya adalah yang `bertentangan`! Jika jumlah orang yang tidak setuju dengan tulisan Anda cukup signifikan, maka bisa dipastikan pandangan Anda akan menarik perhatian. Pembaca tidak akan tertarik dengan sesuatu yang artinya memang sudah jelas dan tepat. Anda tentu boleh menuliskan hal seperti itu, namun siapa yang akan mengindahkannya? Sebuah esai akan gagal jika tidak mempunyai argumen. Setiap analisa akhir dari esai adalah argumen. Analisa akhir itulah yang menjadi opini penulis esai tentang satu topik yang berlawanan dengan opini orang lain. Kalimat `A lebih baik (atau jelek) dari B` adalah kalimat yang jelas akan menimbulkan argumentasi. Namun, Anda juga tak perlu harus menyatakan sejelas itu. Saat menyatakan bahwa `balap mobil mempromosikan keamanan berkendara`, berarti Anda telah berargumentasi dengan pendapat banyak orang yang menganggap balap mobil hanya akan mengakibatkan kecelakaan. MENGUJI PERTENTANGAN Ketika sedang membuat sebuah opini esai, usahakan agar Anda juga dapat menjawab setiap pertanyaan yang mungkin muncul dari opini yang bertentangan. Yang dimaksud dengan opini yang bertentangan tentu tidak selalu berarti berkebalikan. Jika Anda mengatakan "Animal Farm" adalah novel terbaik sepanjang masa, tentu tak akan ada orang yang cukup sembrono menyatakan "Animal Farm" sebagai novel terjelek sepanjang masa. Mungkin yang ada ialah kritik atas pernyataan Anda tersebut, yang mungkin akan mengatakan novel itu terlalu pendek, penokohannya kurang tajam, dsb. Jadi, opini yang menentang tidak selalu kebalikan dari opini Anda. Yang jelas akan ada perbedaannya. Dengan mempertimbangkan secara seksama kemungkinan pertanyaan ini, mungkin pikiran dan opini Anda akan berubah. Bagus! Anda masih memiliki opini, walau mungkin telah berubah. Opini baru itu tentu akan lebih kuat dari sebelumnya. Atau meski opini awal Anda tetap yang paling kuat, dengan menguji berbagai kemungkinan pertentangan ini, Anda akan mendapat lebih banyak ide untuk mempertahankan pendapat Anda. Meski demikian, opini hanyalah sebuah pendapat pribadi tentang kebenaran. Anda tidak bisa mengharapkan opini esai Anda menjadi bukti ilmiah. Tujuan Anda adalah untuk meyakinkan, bukan membuktikan. Kekuatan esai Anda diukur dari keberhasilannya meyakinkan pembaca. Setiap opini esai Anda pada akhirnya dapat diuji kekuatannya dengan dua pertanyaan berikut. 1. Bisakah sebuah argumen yang valid dibuat untuk menentangnya? 2. Bisakah saya mempertahankan pendapat melawan argumen tersebut? Jika keduanya Anda jawab "ya" berarti Anda sudah boleh lega dan yakin bahwa Anda telah berhasil membuat esai yang menarik. PERCAYA PADA APA YANG ANDA KATAKAN Topik sebuah esai memang harus berupa argumen. Namun, argumen tersebut harus jujur dan cerdas. Anda memang boleh mengemukakan opini yang berlawanan dengan pendapat banyak orang. Namun, menyatakan sebuah opini berani hanya untuk menarik perhatian adalah tindakan yang konyol. Lebih buruk lagi, tindakan itu menunjukkan suatu ketidakjujuran. Anda mungkin bisa berhenti melakukan tindakan konyol, namun ketidakjujuran tidak bisa diobati. Kejujuran adalah hal terpenting karena ketidakjujuran dalam esai akan segera tercium oleh pembaca. Jadi, selalulah percaya pada apa yang Anda katakan, walau sekali lagi ini bukan berarti Anda harus reaktif menolak semua pendapat yang menentangnya. (t/ary) Bahan diterjemahkan dan diedit (dengan beberapa penyesuaian konteks perkembangan zaman) dari: Buku : The Lively Art of Writing Penulis : Lucile Vaughan Payne Judul Artikel : What is An Essay? Penerbit : Follett Publishing Company, 1965 Halaman : 13 - 22 <>------------------------------------------------------------------<> = TIPS = MENULIS ESAI SINGKAT ==================== Praktik menulis berikut ini bertujuan menanamkan secara lebih mendalam cita rasa tata susunan (a sense of structure) dalam menulis karangan. Cita rasa ini membangun kepercayaan diri dalam menghadapi tugas atau pekerjaan menulis karangan apa pun. Dengan cita rasa ini, kita percaya akan dapat memberikan tatanan kepada gagasan-gagasan kita. Pada umumnya, orang suka dan ingin dapat mengarang untuk mengungkapkan dan menyampaikan gagasannya kepada orang lain supaya dipahami. Kalau mengarang sering dirasakan sebagai momok, mungkin dikarenakan belum tertanam dalam diri kita sense of structure itu. Kita berlatih membangun cita rasa ini dengan mengandaikan kita telah mengadakan penelitian, telah mengumpulkan data dengan metode pengamatan, wawancara, partisipasi, studi pustaka atau metode yang lain, telah melihat bermacam-macam hubungan antara data itu (hubungan sebab akibat, hubungan syarat, hubungan cara, hubungan tujuan, hubungan keanggotaan, hubungan jenis, hubungan contoh, hubungan detail, dan hubungan unsur), dan telah mengonsepsikan kerja atau kegiatan mengarang menurut dasar-dasar mengarang. Ada delapan langkah dalam praktik menulis esai singkat, yaitu sebagai berikut. Pertama, tuliskanlah (rumuskanlah) sebuah pernyataan gagasan pokok, berupa satu kalimat lengkap. Gagasan pokok merupakan pandangan atau pendirian Anda tentang topik yang Anda pilih. Bila Anda mengarang sebuah esai, pembicaraan Anda hendaknya terarah kepada gagasan pokok itu. Tujuan mengarang ialah membeberkan gagasan pokok Anda tentang suatu hal. Kedua, untuk mengarang esai yang Anda rencanakan itu, pikirkan dan rumuskanlah pikiran-pikiran utama yang mendukung dan membeberkan gagasan pokok Anda itu. Ketiga, untuk mengembangkan dan menjelaskan tiap pikiran utama itu, temukanlah dan tuliskanlah evidensi-evidensi atau fakta-fakta penguatnya. Keempat, sekarang cobalah membangun sebuah paragraf dengan pikiran utama dan pikiran-pikiran pengembangnya. Sebelumnya, hendaknya ditentukan modelnya: model P-D-K (Pendirian-Dukungan-Kesimpulan), model P-S-P (Pendapat-Sanggahan-Pendirian), atau model Inversi (model yang menempatkan gagasan pokok karangan di bagian akhir). Selain itu, hendaknya diterapkan dan diurutkan unsur-unsur atau komponen-komponen yang telah ditentukan takarannya. Unsur-unsur pembangun paragraf adalah pembuka, pikiran utama, pikiran pendukung, pikiran penjelas, peralihan, dan kesimpulan. (Pikiran pengembang di sini dibedakan menjadi pikiran pendukung dan pikiran penjelas.) Sementara yang dimaksud dengan "takaran" ialah berapa jumlah pikiran pendukung dalam paragraf. Kelima, bila tiap-tiap pikiran utama Anda sudah lengkap dengan pikiran-pikiran pengembangnya, bangunlah paragraf-paragraf berikutnya dengan berpola P-D-K atau pola yang lain. Namun, ingatlah selalu gagasan pokok yang hendak Anda tuju lewat esai ini. Keenam, setelah paragraf-paragraf tubuh esai itu selesai dibangun, susunlah paragraf kesimpulannya. Ketujuh, setelah Anda membangun paragraf-paragraf tubuh esai dan menyusun paragraf kesimpulannya, sekarang pikirkanlah sebuah paragraf pengantar untuk memperkenalkan topik atau masalah dan untuk menarik minat pembaca. Mungkin cerita kecil atau lukisan singkat atau kutipan akan berguna untuk tujuan itu. Dalam paragraf pengantar esai dengan model P-D-K atau P-S-P, dinyatakan juga gagasan pokok esai. Dalam paragraf pengantar esai dengan model Inversi, paragraf pengantar hanya membeberkan (menceritakan atau melukiskan) sedikit pembukanya saja. Kedelapan, setelah memiliki paragraf-paragraf tubuh esai, paragraf kesimpulan, dan paragraf pengantar, sekarang revisilah draf-draf itu dengan menambah atau mengurangi isinya, dengan cara mengubah atau membetulkan pemakaian/pemilihan kata, frase, dan kalimat. Kemudian, tulislah kembali esai Anda, dengan urutan paragraf pengantar, paragraf-paragraf tubuh esai, dan paragraf kesimpulan. Bahan dirangkum dan diedit dari: Buku : Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah Judul Artikel : Menulis Esai Singkat Penulis : Aloisius Widyamartaya dan Veronica Sudiati Penerbit : Grasindo, Jakarta, 1997 Halaman : 56 - 70 <>------------------------------------------------------------------<> = ESAI = MEMAKNAI PASKAH DAN SENGSARA YESUS DI DUNIA YANG PENUH KEKERASAN ================================================================ Secara jujur, bisa dikatakan saya tidak termasuk orang yang ikut terperangah ketika akhirnya saya benar-benar memperoleh kesempatan melihat rangkaian adegan-adegan penyiksaan Kristus dalam film "Passion of Christ" sekitar 2 tahun lalu. Mungkin ini karena gaung kontroversinya yang oleh beberapa kalangan dianggap mempromosikan kekerasan sekaligus propaganda yang menyudutkan golongan tertentu itu sudah lebih dulu saya dengar. Artinya, bayangan tentang darah dan penyiksaan yang akan dimunculkan sudah terlebih dulu ada di benak saya. Di lain waktu, tiba-tiba perasaan saya demikian bergejolak ketika melihat sebuah tayangan berita televisi yang memperlihatkan tindakan aparat ketertiban kota yang meringkus paksa seorang nenek yang hanya ingin mengamankan surat-surat penting miliknya yang masih ada di rumah yang akan segera dihancurkan oleh pria-pria berseragam itu. Berbeda dengan "Passion of Christ" yang pro-kontranya demikian hingar-bingar itu, beberapa menit tayangan peringkusan paksa nenek tua di Bandung tersebut hanya merupakan berita lalu dan bisa jadi hanya akan ditayangkan sekali itu saja untuk kemudian segera dilupakan. Nenek itu tentu tidak sendirian. Jutaan bahkan miliaran orang di dunia ini, baik secara langsung atau tak langsung, fisik atau nonfisik serta dalam berbagai bentuk dan kuantitas juga mengalami kekerasan dalam hidupnya. Mulai dari peristiwa-peristiwa besar seperti serangan teroris terhadap gedung WTC, bom Bali, atau London, dan korban-korban kekejian lainnya di berbagai belahan dunia. Semua itu adalah bukti tak terbantahkan. Jangan lupakan pula negeri kita sendiri, Indonesia, yang sejak berabad-abad telah menjadikan pembantaian dan kekerasan sebagai makanan sehari-hari. Beberapa dari kitapun mungkin pernah mengalaminya sendiri tanpa perlu berada di daerah-daerah seperti Aceh, Ambon, Poso, Papua, Sampit, Buru atau melihat penjarahan dan pemerkosaan di bulan Mei 1998, menjadi sasaran penculikan militer maupun menjadi korban pembantaian bersama jutaan orang lainnya demi melancarkan jalan kelahiran sebuah rezim militeristik yang korup. Tindakan main hakim sendiri untuk penjahat (atau yang disangka sebagai penjahat) yang tertangkap, tawuran anak sekolah, kekerasan terhadap anak atau wanita, kekerasan majikan terhadap pekerja, sampai yang `sekadar` spanduk ancaman di perempatan jalan atau tayangan `pendidikan` tentang kehidupan hewan liar yang saling memangsa, maupun film-film kartun atau kisah para superhero yang saling membalas dendam dan ditonton anak-anak kita, semuanya adalah kekerasan, namun semua seakan sudah menjadi hal biasa. Kekerasan sepertinya telah menjadi satu hal tak terpisahkan dari budaya dan peradaban manusia yang mengklaim diri telah maju ini. Di tengah semua ini, kita merayakan momen Paskah dengan persembahan teatrikal berisi penderitaan Yesus dalam menebus dosa kita di kayu salib. Sementara banyak khotbah atau renungan yang dibawakan pada masa-masa tersebut yang seringkali diusahakan untuk bisa menggambarkan sedetail mungkin tentang bagaimana cambuk, paku, atau mahkota duri itu melukai, merusak, dan menyakiti-Nya. Semua dilakukan guna membangkitkan emosi jemaat yang tak jarang sampai menangis tersedu-sedu. Dan memang itulah kenyataannya, Yesus tidak mati lewat hukuman pancung, hukuman gantung, atau diumpankan ke binatang buas. Dia juga tidak mati `mudah` di tangan regu tembak, kursi listrik, atau suntikan mati. Pendek kata, penderitaan dan proses bayar harga yang dijalani Kristus tentu harus tetap kita refleksikan senantiasa, namun di satu sisi dengan momen Paskah yang tentu akan segera berlalu, apakah perasaan terhadap derita dan sengsara Kristus bisa selalu kita hayati di dunia yang penuh kekerasan ini? Jawaban atas pertanyaan itu sebenarnya ada di peristiwa Paskah itu sendiri. Paskah bukanlah sebuah peringatan kematian seseorang yang dianggap sebagai Tuhan. Sebaliknya, Paskah adalah peristiwa puncak di mana Yesus menyatakan keilahian-Nya ketika Ia mengalahkan maut, yang secara otomatis juga menggenapi janji dan penebusan-Nya. Di sini tentu akan lebih tepat jika kita mulai meletakkan penghayatan akan derita Kristus sebagai sebuah teladan untuk hidup dengan berani berkorban dan ditempa dalam proses yang tidak selalu nyaman. Saya rasa inilah yang lebih penting ketimbang hanya `menjual` gambaran penderitaan Tuhan kita atau sekadar untuk membangkitkan perasaan dan emosi. Paskah adalah simbol pengharapan yang sangat jelas dan menjadi ciri khas kekristenan. Jika sekarang kita menyadari betapa besar ancaman hancurnya kehidupan dan jalinan hubungan antarmanusia di sekitar kita akibat berbagai kekerasan di atas, betapa tepat jika optimisme Paskah ini dapat selalu kita bawa dan bagikan pada orang lain untuk bergandeng tangan dalam kasih-Nya mengubah kondisi yang ada. Selamat Paskah! "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku" (Matius 25:40). Tulisan diambil dari CWC (Christian Writers` Club): Penulis : Marco Alamat URL : http://www.ylsa.org/cwc/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=225&mode=thread&order=0&thold=0 <>------------------------------------------------------------------<> = STOP PRESS = BARU! SITUS PELITAKU ==================== Dalam rangka mendukung pelayanannya dalam pengembangan dunia tulis menulis Kristen. Setelah terlebih dulu meluncurkan situs komunitas CWC (Christian Writers` Club) dan publikasi e-Penulis, Puji Tuhan! kali ini dengan gembira kami mengumumkan bahwa Yayasan Lembaga SABDA kembali meluncurkan sebuah situs baru yang diberi nama Situs PELITAKU (singkatan dari: Penulis Literatur Kristen dan Umum). Situs PELITAKU khusus dirancang untuk para penulis Kristen, baik mereka yang masih menjadi pemula ataupun yang sudah berpengalaman. Di dalamnya Anda akan menemukan berbagai bahan artikel, panduan, dan kisah-kisah yang berkaitan dengan dunia penulisan. Tujuan dibangunnya situs ini adalah untuk mendukung pelayanan bagi penulis- penulis Kristen agar mereka dibekali dengan bahan-bahan yang cukup sehingga dapat berkarya bagi kemuliaan Tuhan. Nah, bagi Anda yang memiliki minat untuk mengembangkan karir dalam dunia penulisan Kristen ataupun yang masih sekadar ingin belajar menulis, segeralah berkunjung ke Situs PELITAKU di: ==> http://www.sabda.org/pelitaku/ <>------------------------------------------------------------------<> Staf Redaksi : Ary, Puji, dan Endah Berlangganan : Kirim email ke <subscribe-i-kan-penulis(at)xc.org> Berhenti : Kirim email ke <unsubscribe-i-kan-penulis(at)xc.org> Kirim bahan : Kirim email ke <staf-penulis(at)sabda.org> Arsip e-Penulis: http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis/ Situs CWC : http://www.ylsa.org/cwc/ <>------------------------------------------------------------------<> Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA. Didistribusikan melalui sistem network I-KAN. Copyright(c) e-Penulis 2006 YLSA -- http://www.sabda.org/ylsa/ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati <><-------------------------------oo-------------------------------><>
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |