Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/171 |
|
e-Penulis edisi 171 (5-11-2015)
|
|
__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________ 171/November/2015 Tema: Kala Penulis Merayakan Natal (I) e-Penulis -- Kala Penulis Merayakan Natal (I) Edisi 171/November/2015 DAFTAR ISI DARI REDAKSI: YUK, MENULIS TENTANG NATAL DALAM BERBAGAI MEDIA! ARTIKEL: MENULIS NATAL UNTUK ERA DIGITAL POJOK BAHASA: ETIKA DAN ETIKET STOP PRESS: PUBLIKASI E-REFORMED DARI REDAKSI: YUK, MENULIS TENTANG NATAL DALAM BERBAGAI MEDIA! Salah satu kelebihan penulis ialah ia bisa melihat atau menilai sesuatu dari berbagai sudut pandang yang berbeda, lalu menuliskan hasil pengamatannya itu menjadi sebuah tulisan yang menarik. Jika Anda seorang penulis atau bercita-cita menjadi penulis, mari gunakan momen berharga pada waktu dekat ini, yaitu Natal, untuk mengasah otak Anda berpikir dan menilai Natal dari berbagai sudut pandang. Lalu, tulislah hasil pengamatan Anda secara kreatif! Nah, edisi e-Penulis kali ini akan banyak berperan untuk menolong Anda menghasilkan tulisan yang kreatif dalam berbagai media sesuai zaman ini -- era digital. Penasaran apa maksudnya? Baca saja, yuk! Selamat menulis dan berkreasi. Tuhan Yesus memberkati. Staf Redaksi e-Penulis, Santi T. < http://pelitaku.sabda.org > ARTIKEL: MENULIS NATAL UNTUK ERA DIGITAL Ditulis oleh: Berlin B. Saat Natal menjelang, kita seolah merasakan suasana damai yang sedang mendekat. Untuk menyambutnya, kita merencanakan atau mengharapkan suatu pengalaman baru selama Natal. Hal itu mungkin berupa pertemuan dengan keluarga besar, melakukan retret keluarga, berbagi sukacita bersama para pemulung, menceritakan kisah-kisah Natal kepada anak-anak jalanan, dsb.. Banyak hal bisa kita kerjakan untuk merayakan dan memaknai Natal dalam hidup kita. Bagaimana dengan seorang penulis? Entah apa ungkapan yang lebih tepat, tetapi seorang penulis seolah dikaruniai kemampuan khusus untuk melihat hal-hal secara berbeda dan dari berbagai sudut pandang. Itulah bekal yang memampukannya mengubah hal atau peristiwa sederhana menjadi sebuah mahakarya. Momen semeriah dan sekhidmat Natal tentu juga tidak akan luput dari pengamatan seorang penulis. Bagi seorang penulis, ini merupakan momen saat sumur ide membual tanpa perlu menimbanya. Yang menjadi masalah adalah bagaimana penulis akan mengemas setiap ide yang muncul sebelum, selama, dan sesudah Natal. Selama ini, kita mungkin mengabadikan cerita, pengalaman, dan pelajaran Natal dengan menulisnya dalam bentuk renungan pribadi, cerita pendek, atau naskah drama untuk dimainkan di gereja masing-masing. Bagaimana jika penulis menambahnya dengan cara- cara baru? Mungkin beberapa ide berikut ini dapat menginspirasi para penulis untuk memaksimalkan karyanya. Dalam perkembangan teknologi yang semakin pesat, opsi distribusi dan format karya para penulis pun semakin diperluas. Saat ini, teknologi memungkinkan kita untuk mendistribusikan karya bukan hanya di gereja lokal atau penerbit Kristen, melainkan juga di situs/blog pribadi, di media sosial, YouTube, Slideshare, dan sebagainya. Pada satu sisi, ini berarti jangkauan penikmat karya tulisan kita akan semakin luas. Karya kita tidak hanya dinikmati oleh orang-orang yang kita kenal saja, tetapi juga mereka yang bahkan kita belum pernah bertemu atau mengenalnya. Namun, pada sisi lain, itu juga berarti bahwa penulis zaman ini paling tidak harus bersedia memikirkan cara mengemas karya mereka dalam format-format yang lain. Ini akan menuntut penulis, terutama mereka yang masuk ke dalam kategori kaum "digital immigrant" (orang-orang yang lahir sebelum tahun 2000 -- lawan dari digital native), untuk mempelajari hal-hal baru yang berkaitan dengan teknologi saat ini. Seperti diketahui, era "classic writing" sepertinya telah digeser oleh era "digital writing". Classic writing identik dengan tumpahan ide/informasi dalam format teks yang panjang, yang ditulis oleh seseorang yang memiliki kemampuan kebahasaan yang baik. Sementara itu, digital writing merupakan tumpahan ide/informasi yang singkat dalam berbagai format: teks dan multimedia seperti gambar, video, dan audio. Karena itu, era digital writing tidak "dikuasai" oleh mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang baik saja. Mungkin bisa dikatakan semua orang bisa menjadi penulis pada era ini. Lihat saja bagaimana remaja sekarang memasang status mereka di media sosial hampir setiap hari. Itu merupakan ide atau informasi yang mereka sampaikan dalam satu atau dua kalimat/paragraf. Suka tidak suka, itu merupakan gaya baru dalam menyampaikan informasi pada zaman ini. Beberapa penulis mungkin enggan untuk meninggalkan zona nyaman mereka untuk membaur ke era kepenulisan yang baru ini, tetapi biasanya, penulis yang tetap lestari adalah penulis yang beradaptasi. Kembali ke semangat menyambut Natal tadi. Saat ini, Anda mungkin telah mengantongi sejumlah gagasan untuk menyambut Natal. Sebelum menerapkan gagasan tersebut, mungkin Anda perlu melihatnya kembali apakah (satu) gagasan tersebut dapat dikemas dalam berbagai bentuk (format) sehingga dapat dimanfaatkan oleh lebih banyak orang. Misalnya, Anda ingin menulis naskah drama Natal. Ada berbagai format yang bisa Anda manfaatkan, antara lain: 1. Video Selain menulis naskahnya, Anda bisa membuat rekaman videonya untuk dipasang di situs seperti YouTube. Karya Anda tidak hanya akan dinikmati oleh banyak orang, tetapi juga akan mendapatkan respons dari mereka. Hal ini akan bermanfaat untuk perbaikan karya-karya Anda selanjutnya. 2. Audio Anda bisa membaca naskah dan merekamnya sehingga menjadi audio untuk ditawarkan ke radio-radio Kristen, atau dikompilasi dengan cerita audio Natal lainnya ke dalam satu CD dan dibagikan ke teman-teman atau gereja-gereja. 3. Video Slideshow Anda bisa meringkas tulisan Anda dan membuatnya sebagai alat bantu cerita ke anak-anak sekolah minggu, atau untuk diunggah dalam format video slideshow. Sebagian orang tidak menyukai teks yang panjang. Mereka lebih senang mendapatkan poin-poin ringkas yang lebih mudah diingat, dan biasanya cerita yang disertai dengan visualisasi akan lebih diingat seseorang. 4. Blog/Situs/Media Sosial/Aplikasi Seluler Kalau Anda hanya berencana merayakan Natal bersama keluarga di rumah, Anda bisa merangkum yang Anda lakukan bersama keluarga dan membagikan pelajarannya di blog/situs pribadi Anda, memasangnya di media sosial Anda, mengirimkannya ke grup-grup aplikasi semacam WhatApps, Line, BBM, dsb., atau mengirimkannya via email ke teman-teman Anda. Bahkan, Anda dapat membuat video inspiratif singkat dari pelajaran tersebut dan mengunggahnya di situs-situs sosial media. Pada intinya, ide apa pun yang telah Anda miliki, upayakanlah itu untuk dapat dikemas dalam berbagai format. Dengan kata lain, Anda menciptakan karya sekali, tetapi mendistribusikannya ke mana pun (create once, distribute everywhere). Dengan mengemasnya dalam berbagai format, "bingkisan Natal" Anda akan lebih dapat dinikmati oleh semua kalangan usia. Jika kita mengemas karya dalam berbagai format, sisi positif lain yang bisa kita sumbangkan adalah kita berkontribusi dalam memenuhi dunia maya dengan bahan-bahan bernilai kekristenan. Saat ini, tempat baru yang paling banyak menerima pengunjung adalah "dunia maya". Tengok saja apa yang dilakukan anak-anak sekolah saat mendapat tugas dari sekolah. Mereka berselancar di internet untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan tugas mereka. Apa yang dilakukan orang saat bercengkerama di warung, saat bepergian dengan angkutan umum, saat waktu senggang di rumah, bahkan saat mendengarkan khotbah di gereja? Mereka asyik menggunakan gawai untuk mengeksplorasi dunia maya. Kita tidak pernah tahu kapan atau bagaimana mereka yang berselancar di dunia maya itu akan menemukan bahan-bahan kekristenan yang sebenarnya mereka butuhkan meskipun mereka tidak berniat mencarinya. Beberapa orang mengatakan itu sebagai kebetulan, tetapi orang Kristen menyakini bahwa itu rencana Tuhan. Jika dunia maya itu kita penuhi dengan bahan- bahan yang bernilai kristiani, peluang untuk mereka yang belum mengenal Tuhan untuk mendapatkan sarana pengenalan kepada Tuhan semakin besar. Mari menulis untuk mengenalkan dan memuliakan Tuhan. Sumber bacaan: Yayasan Lembaga SABDA. 2015. "Berekspresi di Era Digital Final". Dalam http://www.slideshare.net/sabda/berekspresi-di-era-digital-final POJOK BAHASA: ETIKA DAN ETIKET Beberapa waktu lalu, dalam rubrik "Klasika" Kompas edisi 5 Maret 2012 dimuat artikel singkat, "Etika Berbicara di Telepon". Di situ dijelaskan bagaimana operator telekomunikasi di perusahaan harus menjalankan tugasnya. Misalnya, ia tidak boleh bicara dengan nada tinggi. Nada bicara harus selalu dijaga dan tetap tenang. Sebagai pembuka percakapan, ia harus mengucapkan salam dan menyebutkan namanya kepada lawan bicara. Sebelum menutup pembicaraan, ia tidak boleh lupa mengucapkan terima kasih kepada lawan bicara, dan seterusnya. Tidak disangkal, semua petunjuk itu berguna dan malah penting karena penampilan seorang operator telepon untuk sebagian menentukan "wajah" perusahaan bagi dunia luar. Namun, tidak benar bahwa hal-hal itu menyangkut etika. Petunjuk-petunjuk tadi bicara tentang etiket saja, bukan tentang etika. Mestinya penulis memakai judul "Etiket Berbicara di Telepon". Seperti sering terjadi, di sini pun etika dicampuradukkan dengan etiket. Padahal, dua pengertian itu sangat berbeda: etika mengacu ke ranah moral, sedangkan etiket mengacu ke ranah sopan santun. Memang benar, ada alasan juga mengapa etika dan etiket sering disamakan. Pertama, bentuk kedua kata itu dalam bahasa Indonesia sangat mirip, seolah-olah yang satu hanya sekadar variasi dari yang lain. Kedua, dan lebih penting lagi, baik etika maupun etiket mengandung norma bagi tingkah laku kita. Menurut etiket, kita sebagai pegawai perusahaan tidak boleh berbicara dengan pelanggan di telepon dengan nada tinggi atau dengan cara tidak sabar. Menurut etika, kita tidak boleh berdusta melalui telepon (ataupun dengan cara lain). Dalam dua contoh ini, etiket dan etika memberi norma tentang perilaku yang sama, tetapi dari sudut pandang yang sangat berbeda. Etiket menyoroti baik-buruknya perilaku dalam arti sopan santun. Etika menyoroti baik-buruknya perilaku dalam arti moral. Di sini, tentu tidak dimaksudkan bahwa segi sopan santun tidak penting dalam pergaulan di masyarakat. Hanya mau dikatakan bahwa segi moral jauh lebih penting lagi. Mengapa demikian? Karena etiket hanya memandang manusia dari luar, sedangkan etika menilai manusia dari dalam dengan melihat ke dalam hatinya. Misalnya, kita menyaksikan bagaimana seorang koruptor melalui pembicaraan di Blackberry-nya dengan pejabat pemerintah merencanakan suatu usaha korupsi besar- besaran. Perilakunya sangat sopan. Berulang kali kita dengar, "Ya, Pak", "Tidak, Pak", "Terima kasih, Pak", dengan nada halus dan hormat. Namun, bagaimana dari sudut etika? Walaupun kita tidak mengerti isi pembicaraan karena orang itu terus pakai kode, pada kenyataannya perilakunya sangat tidak etis. Barangkali sekarang sudah jelas mengapa etika dan etiket tidak boleh dicampuradukkan. Kalau kita lakukan begitu, kita bisa membuat kesalahan fatal dalam menilai tingkah laku orang. Banyak penipu berhasil dalam melakukan kejahatan justru karena berlaku sangat halus dan sopan. Sambil sepenuhnya memenuhi norma etiket, orang tetap bisa munafik. Etiket bisa menjadi kedok untuk menyembunyikan perbuatan yang tidak etis sekalipun. Dalam konteks etika, hal itu tidak mungkin. Diambil dan disunting dari: Nama situs: Rubrik Bahasa Alamat URL: https://rubrikbahasa.wordpress.com/2012/04/13/etika-dan-etiket/#more-2305 Penulis artikel: K. Bertens Tanggal akses: 20 Januari 2015 STOP PRESS: PUBLIKASI E-REFORMED Bergabunglah menjadi pelanggan Publikasi e-Reformed untuk mendapatkan artikel/tulisan Kristen yang bercorakkan teologi Reformed. Dengan berlangganan publikasi e-Reformed, Anda akan mendapat berbagai peninggalan karya-karya tulisan yang sangat berguna dari tokoh-tokoh Reformed di masa lampau ataupun di masa sekarang ini. Untuk berlangganan secara gratis, silakan mengirimkan alamat email Anda ke < subscribe-i-kan-untuk-reformed(at)hub.xc.org >. Mari, mempelajari kebenaran Tuhan bersama publikasi e-Reformed! Kontak: penulis(at)sabda.org Redaksi: Berlin B., Santi T., dan N. Risanti Berlangganan: subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-penulis/arsip/ BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2015 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |