|
Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
https://sabda.org/https://sabda.org/publikasi/e-penulis/168 |
|
e-Penulis edisi 168 (6-8-2015)
|
|
__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________
168/Agustus/2015
Tema: Mengembangkan Bahasa Indonesia (II)
e-Penulis -- Mengembangkan Bahasa Indonesia (II)
Edisi 168/Agustus/2015
DAFTAR ISI
DARI REDAKSI: MENJADI PELAKU BAHASA INDONESIA YANG BAIK
TIP MENULIS: SIKAP GENERASI MUDA, MELESTARIKAN BAHASA INDONESIA
TOKOH PENULIS: REMY SILADO
DARI REDAKSI: MENJADI PELAKU BAHASA INDONESIA YANG BAIK
Jika pertanyaan "Siapakah yang bertanggung jawab melestarikan bahasa
Indonesia?" diajukan ke masyarakat Indonesia, bisa diyakini bahwa
sembilan puluh persen akan mengetahui jawabannya dengan benar. Ya,
para penutur asli bahasa Indonesialah yang sepenuhnya bertanggung
jawab terhadap kelestarian bahasa Indonesia. Namun, kenyataannya,
tanggung jawab itu belum sepenuhnya dipikul oleh segenap bangsa,
seperti yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda. Bahkan, orang-orang yang
bergelut dengan bahasa Indonesia sendiri pun masih banyak yang abai
terhadap penggunaan bahasa Indonesia mereka dan terhadap kelestarian
bahasa Indonesia. Sepertinya, bangsa Indonesia memang belum siap
menghadapi hujan serangan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, dalam
kehidupan berbahasa mereka.
Fakta bahwa lebih banyak anak-anak muda yang merasa lebih keren saat
mencampurkan bahasa Inggris ke dalam kehidupan berbahasa mereka
ketimbang berbahasa Indonesia dengan baik sungguh perlu mendapat
perhatian khusus dari para penutur bahasa Indonesia. Akan tetapi,
bukan untuk "memusuhi" bahasa asing tersebut, melainkan untuk
menggunakannya sebagai sumber untuk memperkaya bahasa Indonesia. Untuk
itu, e-Penulis edisi ini menyajikan tip memperkaya bahasa Indonesia,
sekaligus sikap yang dibutuhkan oleh generasi muda Indonesia terhadap
bahasa mereka sendiri. Mari kita belajar dan terus berusaha untuk
menerapkan apa yang kita ketahui baik untuk kelestarian bahasa
Indonesia.
Pemimpin Redaksi e-Penulis,
Berlin B.
< http://pelitaku.sabda.org >
TIP MENULIS: SIKAP GENERASI MUDA, MELESTARIKAN BAHASA INDONESIA
Bahasa Indonesia perlu mendapat perhatian khusus dalam hal
pelestariannya. Jika tidak, dikhawatirkan masyarakat Indonesia semakin
terbawa arus westernisasi atau budaya kebarat-baratan.
Rasanya, siapa pun akan teringat pada momen bersejarah bangsa
Indonesia, yaitu Sumpah Pemuda. Semboyan dalam sumpah itu memiliki roh
kebanggaan dan kebangsaan yang sangat tinggi. Salah satu butir dalam
Sumpah Pemuda 1928 menyatakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan. Ini berkaitan erat dengan pembinaan kepribadian masyarakat
dan bangsa Indonesia. Selain itu, bahasa Indonesia berfungsi sebagai
alat komunikasi antardaerah, antarsuku bangsa dan masyarakat etnis,
dan antarbudaya Indonesia.
Seiring dengan kemajuan komunikasi, dapat diperkirakan hampir tak ada
bahasa daerah yang luput dari pengaruh bahasa Indonesia. Namun,
sebaliknya pula bahasa Indonesia telah dipengaruhi atau diperkaya oleh
bahasa-bahasa daerah selain bahasa asing. Sumbangan bahasa daerah
ataupun bahasa asing demikian besar sehingga dalam pertumbuhan dan
perkembangannya dari bahasa Melayu, bahasa Indonesia akan memiliki
karakter tersendiri.
Pengoptimalan Peran
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia telah
menjalankan fungsi-fungsi yang diembannya. Apa yang harus dilaksanakan
adalah peningkatan peran dan fungsi bahasa Indonesia.
Pertama, meningkatkan fungsinya sebagai lambang kebanggaan dan lambang
harga diri bangsa Indonesia. Dengan fungsi ini, bahasa Indonesia
mencerminkan nilai-nilai sosial budaya, nilai-nilai harga diri dan
martabat bangsa, dan falsafah hidup yang menempatkan bangsa Indonesia
dalam kedudukan yang sama dan sederajat dengan bangsa-bangsa lain di
dunia.
Kedua, meningkatkan fungsi bahasa Indonesia sebagai lambang jati diri
bangsa yang akan menampakkan ciri khas, sekaligus membedakan bangsa
Indonesia dari bangsa-bangsa lain di dunia. Fungsi pertama dan kedua
ini berkaitan erat dengan peningkatan fungsi yang ketiga dari bahasa
Indonesia, yaitu sebagai sarana pemersatu bangsa. Fungsi ini
memungkinkan dan memantapkan kehidupan sebagai bangsa yang bersatu,
tetapi tidak sampai menghapuskan latar belakang sosial budaya dan
bahasa daerah. Ketiga fungsi ini berkaitan pula dengan fungsi keempat
bahasa Indonesia yang juga harus ditingkatkan, yaitu bahasa nasional
dalam perannya sebagai sarana perhubungan antardaerah dan antarbudaya.
Peningkatan fungsi bahasa Indonesia sebagai pendukung kebudayaan
nasional perlu pula diupayakan sehingga, dengan demikian, fungsinya
tidak sekadar sebagai pendukung kesusastraan nasional, tetapi juga
mendorong dan menggalakkan pembinaan dan pengembangan kebudayaan
nasional. Nilai-nilai moralitas yang dimilikinya akan membina sikap
manusia Indonesia yang, sekalipun memiliki kemampuan ilmu pengetahuan,
mempunyai pengaruh kuat dalam masyarakat, memiliki kekayaan atau
menduduki jabatan yang tinggi, akan tetap berkepribadian yang sopan
santun, tidak sombong atau tinggi hati. Cukup banyak ungkapan dalam
khazanah bahasa Indonesia yang berisi pesan-pesan moral bagi manusia
Indonesia yang berketuhanan serta beradat-berbudaya.
Sikap Bahasa
Dalam dunia pendidikan, bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar
pendidikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan dapat dibanggakan.
Bahasa Indonesia telah membuktikan kemampuannya bukan sekadar sebagai
bahasa pengantar pendidikan di tingkat lembaga pendidikan dasar dan
menengah, tetapi juga sebagai sarana penyebaran ilmu pengetahuan dan
teknologi serta sarana alih pengetahuan dan alih teknologi di tingkat
lembaga pendidikan tinggi. Fungsi bahasa Indonesia sebagai sarana
pengembangan dan pemasyarakatan ilmu pengetahuan dan teknologi
menuntut perhatian khusus karena kepesatan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi menuntut kedinamisan bahasa Indonesia,
terutama dalam kaitan dengan pengembangan tata istilah keilmuan.
Sikap bahasa merupakan faktor pendukung optimalisasi peran dan
kedudukan bahasa Indonesia sebagai penguat jati diri bangsa. Sikap
positif terhadap bahasa Indonesia harus terus ditingkatkan. Sikap
berbahasa mengandung keterpaduan antara sikap menghormati dan
memuliakan secara nyata serta sikap taat pada kesepakatan bangsa
mengenai peran dan kedudukan bahasa Indonesia. Hal ini sekaligus akan
sejalan dan setara dengan peningkatan dan pemantapan sikap kebersamaan
dalam membina, memelihara, dan mempertinggi harkat dan martabat bangsa
dan negara Indonesia tercinta melalui idealisme bahasa Indonesia.
Sikap bahasa yang perlu dimiliki ini dilakukan dengan berbagai upaya,
yakni:
(1) meningkatkan rasa kebanggaan memiliki dan menggunakan bahasa
Indonesia dalam berbagai keperluan dan kemanfaatannya yang
menjangkau seluruh lapisan, kelompok, dan golongan dalam
masyarakat bangsa Indonesia,
(2) menghindari penggunaan bahasa asing secara berlebihan atau di luar
garis ketentuan dan kebijakan yang telah ditentukan. Penghindaran
penggunaan bahasa asing secara berlebihan dapat disebabkan telah
ada padanannya dalam bahasa Indonesia ataupun untuk menghindari
gangguan terhadap kelancaran komunikasi. Selain itu, penggunaan
bahasa asing secara berlebihan atau di luar lingkungan dan
keperluannya selain merupakan pelecehan terhadap peran dan
kedudukan serta hasil-hasil pengembangan bahasa Indonesia, juga
melemahkan pembinaan wawasan kebangsaan,
(3) meningkatkan frekuensi pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia
dalam semua kesempatan dan aktivitas, baik resmi maupun tidak
resmi. Dari sudut pandang psikologi pendidikan, suatu keberhasilan
bukan sekadar tercapai melalui pendidikan formal dan pelatihan,
tetapi lebih-lebih melalui pembiasaan penggunaan secara terus-
menerus dalam lingkungan masyarakat dan di tengah-tengah keluarga.
Kesiapan dan peran nyata bahasa Indonesia dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara memerlukan pemantapan rasa
kecintaan dan rasa kebanggaan memiliki bahasa Indonesia. Rasa
kebanggaan memiliki bahasa Indonesia terikat erat dengan pencerminan
dan perwujudan cinta tanah air, cinta budaya Indonesia, serta cinta
terhadap keseluruhan nilai dan norma kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa Indonesia.
Kita sebagai bangsa Indonesia, sudah sepatutnya dengan bangga
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, bukan dengan gaya
bicara yang kebarat-baratan agar dianggap keren atau gaul. Bahasa
tersebut sudah jelas-jelas berbeda dengan tata krama dan aturan moral
dari budaya kita, Indonesia.
Sebagai generasi muda bangsa Indonesia, kita bertugas untuk
melestarikan dan menjaga penggunaan bahasa Indonesia, dengan cara
menggunakannya dalam percakapan sehari-hari. Dengan demikian, orang-
orang di sekitar kita bisa ikut berbicara dengan menggunakan bahasa
Indonesia yang benar, dengan diawali dari diri kita sendiri terlebih
dahulu. Jangan sampai, jika dibiarkan terus seperti ini,
keeksistensian bahasa Indonesia menjadi semakin tergeser dengan
keberadaan bahasa-bahasa gaul Indonesia/kebarat-baratan.
Sumber:
Nama situs: glennlauren.blogspot
Alamat URL: http://glennlauren.blogspot.com/2012/11/sikap-generasi-muda-melestarikan-bahasa.html
Penulis artikel: Just an ordinary
Tanggal akses: 26 Juni 2015
TOKOH PENULIS: REMY SILADO
Diringkas oleh: Berlin B.
Remy Silado adalah seniman serba bisa yang dikenal dengan banyak nama
pena: Dova Zila, Alif Danya Munsyi, Juliana C. Panda, Jubal Anak
Perang Imanuel. Nama aslinya adalah Yapi Panda Abdiel Tambayong.
Selain sebagai penulis, pria kelahiran Makassar, 12 Juli 1945 ini,
juga dikenal sebagai musisi, dramawan, bahkan pelukis.
Nama pena Remy Silado diambil dari chord pertama lirik lagu "All My
Loving" milik The Beatles: 2-3-7-6-1. Salah satu interpretasi nama ini
adalah konon, nama ini dibuat berdasarkan pengalaman pada tanggal 23
Juli 1961, ia pertama kali mencium seorang perempuan. Namun, Remy
sendiri mengaku membuatnya secara asal-asalan. Angka itu kemudian
dipakai pula untuk kelompok teater yang ia bentuk di Bandung: Dapur
Teater 23761.
Kecintaan Remy pada seni telah ada sejak ia masih duduk di sekolah
dasar. Ketika itu, ia sudah senang bermain drama dan membaca. Buku-
buku bacaan yang dibacanya pun merentang dari dongeng atau cerita
anak-anak, buku teologia (sejak kelas 5 SD), buku-buku berbahasa
Inggris, dan buku-buku sejarah. Hampir semua tokoh sejarah ia kagumi.
Namun, pada masa kecilnya, Remy tidak termasuk anak yang betah
sekolah. Dia sering membolos.
Remy melewati masa kecil dan remajanya di kota Semarang dan Solo. Ia
memulai kariernya sebagai penulis dari usia 18 tahun. Ia menulis
kritik, puisi, cerpen, dan novel. Pada tahun 1965, ia memulai karier
sebagai wartawan majalah Tempo Semarang dan redaksi majalah Aktuil
(1971). Selain menjadi jurnalis, ia juga aktif mengajar di Akademi
Sinematografi Bandung sejak tahun 1971 untuk mata kuliah estetika dan
dramaturgi. Lebih dari 50 novel, 20 di antaranya novel anak-anak dan
30-an novel keluarga telah dihasilkannya.
Pada dekade 70`an, ia muncul dengan puisi mbelingnya, yakni puisi yang
sifatnya memprotes, tetapi melalui pengungkapan yang sederhana, lucu,
dan penuh sindiran. Gaya puisi ini dianggap sebagai pembangkangan
terhadap puisi mapan, yang berbobot, dan penuh pesan, sekaligus sebuah
gebrakan dalam bidang sastra. Gebrakan puisi mbeling itu ia lancarkan
melalui majalah Aktuil, tempat ia bekerja. Kumpulan puisi mbelingnya
kemudian dibukukan ke dalam buku puisi berjudul "Puisi Mbeling". Buku
itu memuat 143 puisi eksklusif Remy dari tahun 70-an.
Gebrakan Remy tak berhenti pada puisi mbelingnya saja. Kumpulan
puisinya yang berjudul Kerygma dan Martyria ini juga berhasil mencuri
perhatian publik. Berkat buku puisinya itu, ia berhasil meraih
penghargaan dari MURI sebagai pengarang buku puisi tertebal, 1.056
halaman dan berisi 1.000 puisi.
Karya sastra Remy sering dinilai unik dan istimewa karena penggunaan
kosakata Indonesia lama yang sudah jarang digunakan, seperti pada
salah satu karyanya yang berjudul "Kerudung Merah Kirmizi". Dalam
novel itu akan ditemui kata-kata yang terbilang asing di telinga,
misalnya prayojana, tenahak, bernudub, gancang-gancang, slilit, dan
sebagainya. Namun, kekayaan kosakata ini tidak didapat dengan cara
mudah karena dia harus banyak membaca sejarah, buku, dan kamus.
"Kerudung Merah Kirmizi" berhasil mengantarkannya memenangkan
penghargaan prestisius di bidang sastra, yakni Khatulistiwa Literary
Award tahun 2002.
Mantan Ketua Teater Yayasan Pusat Kebudayaan Bandung ini juga terkenal
karena sikap beraninya menghadapi pandangan umum melalui pertunjukan-
pertunjukan drama yang dipimpinnya. Ia misalnya sempat membuat geger
karena menggelar pementasan opera di Senayan berjudul "Jesus Christ
Superstar". Ketika itu, tokoh Yesus diperankan seorang putra Papua
dari kelompok pemusik Black Brother.
Remy banyak melahirkan karya yang tema dan latar budayanya masih
jarang disentuh. Mulai dari novel yang mengangkat budaya Tionghoa
seperti Ca Bau Kan, Siau Ling dan Sam Pho Kong, Parijs van Java yang
mengisahkan kehidupan zaman kolonial Belanda di Bandung, hingga budaya
Negeri Sakura pada novel "Kembang Jepun" yang bercerita tentang rumah
pelacuran di Surabaya yang dibangun oleh orang Jepang.
Perkembangan dunia sastra dewasa ini yang ditandai dengan kemunculan
sejumlah nama penulis perempuan juga mendapat apresiasi positif dari
Remy. Menurut pria yang menguasai bahasa Mandarin, Jepang, Arab,
Yunani, dan Belanda ini, kesadaran mengembangkan sastra harus
ditumbuhkan melalui sekolah-sekolah, seperti yang dilakukan oleh Ketua
Lembaga Pendidikan dan Kesenian Jakarta (1973 -- 1977), Taufiq Ismail,
melalui lembaga Horison yang membawa kegiatan sastra ke sekolah-
sekolah di berbagai kota.
Dari bidang seni musik, Remy juga terkenal lewat lagu-lagunya yang
beraliran folk, rock, country, dan dixie yang memang berbeda dengan
musik pop Indonesia umumnya. Ia telah menghasilkan 13 album kaset yang
tidak semuanya ia nyanyikan sendiri. Ia juga menciptakan sendiri lagu-
lagu untuk drama musikalnya.
Di luar kegiatan penulisan kreatif, ia juga kerap diundang berceramah
teologi. Secara khusus, ia menekuni teologi kontekstual dan teologi
apologetik. Bakat seninya semakin lengkap dengan kemampuannya
berakting. Sederet judul film dan sinetron juga telah dibintangi Remy.
Diringkas dari:
Nama situs: Ensiklopedi Tokoh Indonesia
Alamat URL: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/286-direktori/2369-tokoh-banyak-rupa
Judul asli artikel: Tokoh Banyak Rupa
Penulis artikel: e-ti/Muli
Tanggal akses: 29 Juli 2015
Kontak: penulis(at)sabda.org
Redaksi: Berlin B., Santi T., dan N. Risanti
Berlangganan: subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-penulis/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2015 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |