Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/166 |
|
e-Penulis edisi 166 (4-6-2015)
|
|
__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________ Edisi 166/Juni/2015 Tema: Pembentukan Istilah dalam Bahasa Indonesia (II) e-Penulis -- Pembentukan Istilah dalam Bahasa Indonesia (II) Edisi 166/Juni/2015 DAFTAR ISI DARI REDAKSI: BAHASA YANG BERADAPTASI TIP MENULIS: PROSES PENYERAPAN BAHASA ASING KE DALAM BAHASA INDONESIA TOKOH PENULIS: MARIANNE KATOPPO DARI REDAKSI: BAHASA YANG BERADAPTASI Laiknya organisme hidup, bahasa tidak hentinya berkembang dengan melahirkan istilah-istilah baru. Tumbuh dalam ekosistem teknologi yang semakin maju dan tumbuh pesat, bahasa dipaksa beradaptasi dengan memunculkan kosakata baru untuk memperkenalkan produk-produk teknologi. Kita mengenal kata "gawai" beberapa tahun lalu sebagai "pekerjaan" atau "perkakas", tetapi sekarang kita juga memakainya sebagai padanan dari "gadget". Ini hanya satu contoh kecil saja, masih ada bidang-bidang lain yang membutuhkan adaptasi bahasa oleh bahasa Indonesia. Meski mencampurkan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, lebih banyak diterapkan oleh penutur bahasa Indonesia sekarang, bukan berarti menciptakan kosakata baru bahasa Indonesia menjadi tidak penting. Sebaliknya, kondisi ini seharusnya menantang para penutur bahasa Indonesia untuk memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Pada edisi kali ini, e-Penulis membagikan tip menciptakan kosakata baru dengan metode serapan dari bahasa asing. Dengan membaca tip ini, diharapkan para Sahabat e-Penulis akan terpicu untuk mereka-reka kosakata baru dalam bahasa Indonesia ketika menjumpai istilah asing. Mari memperkaya bahasa Indonesia. Pemimpin Redaksi e-Penulis, Berlin B. < berlin(at)in-christ.net > < http://pelitaku.sabda.org > TIP MENULIS: PROSES PENYERAPAN BAHASA ASING KE DALAM BAHASA INDONESIA Diringkas oleh: Santi T. Proses Penyerapan Bahasa Asing ke dalam Bahasa Indonesia Proses penyerapan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia dapat dipertimbangkan jika salah satu syarat di bawah ini terpenuhi, yaitu: 1. Istilah serapan yang dipilih cocok konotasinya. 2. Istilah yang dipilih lebih singkat dibandingkan dengan terjemahan Indonesianya. 3. Istilah serapan yang dipilih dapat mempermudah tercapainya kesepakatan jika istilah Indonesia terlalu banyak sinonimnya. Kata serapan masuk ke dalam bahasa Indonesia dengan empat cara: 1. Adopsi Pemakai bahasa mengambil bentuk dan makna kata asing itu secara keseluruhan. Contoh: supermarket, plaza, mall. 2. Adaptasi Pemakai bahasa hanya mengambil makna kata asing itu, sedangkan ejaan atau penulisannya disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia. Contoh: "Pluralization" menjadi "pluralisasi". 3. Penerjemahan Pemakai bahasa mengambil konsep yang terkandung dalam bahasa asing itu, lalu kata tersebut dicari padanannya dalam bahasa Indonesia. Contohnya: "Try out" menjadi "uji coba". 4. Kreasi Pemakai bahasa hanya mengambil konsep dasar yang ada dalam bahasa Indonesia. Cara ini mirip dengan cara penerjemahan, tetapi tidak menuntut bentuk fisik yang mirip seperti cara penerjemahan. Misal, kata dalam bahasa aslinya ditulis dalam dua atau tiga kata, sedangkan dalam bahasa Indonesianya hanya ditulis satu kata. Contoh: "Spare parts" menjadi "suku cadang". Kata Serapan sebagai Bagian Perkembangan Bahasa Indonesia Kata serapan lumrah terjadi antarbahasa. Proses serap-menyerap kata terjadi setiap kali ada kontak bahasa melalui pemakainya. Bunyi bahasa dan kosakata merupakan unsur bahasa yang bersifat terbuka/mudah menerima pengaruh sehingga dalam kontak bahasa proses serap-menyerap unsur asing akan terjadi. Hal ini terjadi bisa dikarenakan adanya kebutuhan dan kemampuan seseorang yang kurang memahami bahasa sendiri. Dalam proses penyerapan bahasa, pasti akan timbul perubahan-perubahan. Sebab, tidak ada proses penyerapan yang terjadi secara utuh. Proses penyerapan terjadi dengan beberapa penyesuaian, baik dalam ejaan antarbahasa maupun ucapan. Dalam hal kosakata, bahasa Indonesia telah banyak menyerap unsur-unsur asing. Beberapa kosakata bahasa Indonesia juga dipengaruhi oleh bahasa asing, seperti bahasa Belanda, bahasa Arab, bahasa Inggris, dan bahasa Sanskerta. Unsur-unsur bahasa asing ini masuk ke Indonesia ketika bangsa Indonesia mengalami kontak budaya dengan bangsa asing. Unsur- unsur asing telah menambah sejumlah besar kata ke dalam bahasa Indonesia. Dengan adanya perkembangan bahasa ini, maka muncullah masalah-masalah kebahasaan. Misalnya, adanya kosakata yang diserap secara utuh dan dengan penyesuaian-penyesuaian, yang ternyata tidak lepas dari permasalahan analogi dan anomali bahasa. Perspektif Analogi dan Anomali Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia 1. Perspektif Analogi Analogi adalah keteraturan bahasa. Satuan bahasa dikatakan analogis bila satuan tersebut sesuai dengan konvensi-konvensi yang berlaku. Perubahan/penyesuaian yang terjadi dalam kata serapan dapat diketahui dengan membandingkan kata-kata sebelum masuk ke dalam bahasa Indonesia dan setelah masuk ke dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi, kata serapan yang dikaitkan dengan analogi bahasa dilakukan dengan membandingkan unsur-unsur intern bahasa penerima pengaruh itu sendiri. Artinya, untuk mengetahui bahwa kata tersebut benar-benar kata serapan, maka perlu dilihat aslinya tanpa harus mengetahui proses perubahan/penyesuaian. Hal yang perlu diingat adalah bagaimana keadaan kata tersebut setelah masuk ke dalam bahasa Indonesia -- sistem fonologi, sistem ejaan, dan struktur bahasa. 1.1 Analogi dalam Sistem Fonologi Banyak kata serapan yang sesuai dengan sistem dalam bahasa Indonesia, baik melalui proses penyesuaian atau tanpa proses penyesuaian. Contoh: Aksi - action (Inggris) Derajat - darrajat (Arab) Jika dikaitkan dengan kenyataan historis, fonem /kh/ dan /sy/ diakui sebagai fonem lazim dalam sistem fonologi bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994:15). Namun, bila diselidiki lebih teliti secara historis, kedua fonem ini bukan fonem asli Indonesia. Semua kata yang menggunakan fonem /kh/ dan /sy/ masih bisa dilacak aslinya berasal dari bahasa Arab. Jika fonem /kh/ dan /sy/ bukan asli Indonesia, maka pada awal munculnya dalam bahasa Indonesia bisa dianggap sebagai gejala penyimpangan/anomalis. Namun, setelah berlangsung lama, disertai frekuensi penggunaannya yang tinggi, maka dianggap sebagai gejala yang analogis. Fonem-fonem lain yang merupakan fonem serapan adalah /f/, /q/, /v/, dan /x/. 1.2 Analogi dalam Sistem Ejaan Sistem ejaan berhubungan dengan pembakuan. Pembakuan didasarkan pada Ejaan Yang Disempurnakan. Ada pembahasan khusus tentang penulisan unsur serapan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994:38). Menurut taraf integrasinya, unsur pinjaman ke dalam bahasa lndonesia dibagi menjadi (1) unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia. Contoh: reshuffle. (2) Unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia -- merupakan analogi bahasa. Contoh: Sentral - central. 2. Perspektif Anomali Anomali adalah penyimpangan/ketidakteraturan bahasa. Satuan bahasa dikatakan anomalis bila tidak sesuai/menyimpang dengan konvensi- konvensi yang berlaku. Untuk menentukan anomali bahasa pada kata-kata serapan dalam bahasa Indonesia, kita bisa menggunakan cara memperbandingkan unsur intern dari bahasa penerima pengaruh, suatu kata yang tampak sebagai kata serapan dibandingkan atau dilihat dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Apabila kata tersebut tidak memiliki kesesuaian dengan kaidah yang berlaku, maka kata tersebut termasuk anomalis. Kata-kata yang anomalis bisa dalam bentuk fonologi, ejaan, ataupun struktur. 2.1 Anomali dalam Sistem Fonologi Munculnya anomali dalam fonologi terjadi karena adanya kata asing yang diserap secara utuh ke dalam bahasa Indonesia, tanpa mengalami perubahan penulisan dan bisa dibaca seperti aslinya. Contoh: Export asalnya export; Exodus asalnya exodus. 2.2 Anomali dalam Sistem Ejaan Semua kata asing yang secara utuh diserap ke dalam bahasa Indonesia, tanpa melalui penyesuaian dengan kaidah di dalam penulisan. Contoh: Bank - bank (Inggris); jum`at - jum`at (Arab). Selain itu, terdapat pula kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia dan ditulis sebagaimana aslinya. Jika termasuk dalam gejala anomalis, kata-kata tersebut tidak menyimpang dari kaidah dalam bahasa Indonesia. Contoh: era - era (Inggris); formal - formal (Inggris). 2.3 Anomali dalam Struktur Struktur yang dimaksud adalah struktur kata. Kata bisa terdiri dari satu morfem, bisa juga tersusun dari dua morfem atau lebih. Kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia bisa terdiri dari satu morfem, dua morfem atau lebih. Misalnya: federalisme - federalism (Inggris); bilingual - bilingual (Inggris); eksploitasi - exploitation (Inggris). Proses penyerapan untuk kata-kata tersebut dilakukan secara utuh sebagai satu satuan. Contohnya, kata "Federalisme" tidak diserap secara terpisah yaitu "Federal" dan "isme". Kata serapan dari bahasa Inggris yang memiliki akhiran "tion", diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi berakhiran "si" karena mengalami penyesuaian. Ternyata hal ini memunculkan masalah kebahasaan, yaitu munculnya akhiran "sasi" yang melekat pada kata-kata yang tidak berasal dari bahasa Inggris, seperti: islamisasi - islam + sasi; kristenisasi - kristen + sasi Dalam linguistik, proses pembentukan ini disebut "anologi". Istilah anologis wajar digunakan karena menggunakan bentuk yang sesuai dengan bentuk yang telah ada. Maksudnya, penggunaan struktur neonisasi didasarkan pada kata "mekanisasi" dan sejenisnya yang telah ada. Akhiran "sasi" dalam bahasa Indonesia termasuk gejala anomali bahasa. Mengapa? Karena jika kita bandingkan dengan kaidah gramatikal, khususnya berkaitan dengan struktur morfologi kata, akhiran (sasi) di dalam bahasa Indonesia tidak ada. Hal ini berpotensi memunculkan permasalahan baru, yaitu masalah pengakuan dari para pakar yang memiliki legalitas di dalam bahasa. Akhiran (sasi) merupakan gejala anomali apabila akhiran "sasi" dianggap tidak resmi dalam bahasa Indonesia. Namun, jika akhiran "sasi" bisa diterima sebagai akhiran dalam bahasa Indonesia, maka ada perubahan dari anomali menjadi anologi. Proses penyerapan seperti ini juga terjadi pada bahasa Arab. Contoh: insani - insani; duniawi - dunyawi. Diringkas dari: Nama situs: Adinda Perindu Surga Alamat URL: http://arnisardianti.blogspot.com/2012/12/proses-penyerapan-bhs-asing-ke-dalam.html Penulis artikel: Adinda Perindu Surga Tanggal akses: 26 Maret 2015 TOKOH PENULIS: MARIANNE KATOPPO Dirangkum oleh: N. Risanti Henrietta Marianne Katoppo lahir pada bulan Juni 1943 di Tomohon, Sulawesi Utara. Dibesarkan dalam keluarga yang mendukung kesetaraan gender dan budaya yang cenderung kebarat-baratan, menjadikan dirinya terlibat dalam dunia sastra dan isu-isu kemanusiaan sejak masa kecil. Ayahnya, Elvianus Katoppo, yang merupakan Menteri Pendidikan di Negara Indonesia Timur pada masa Republik Indonesia Serikat, menjadi orang yang memperkenalkannya pada pemikiran mandiri serta perspektif sejarah. Beliau sendiri merupakan salah satu tokoh pendiri Universitas Kristen Indonesia di Jakarta serta Lembaga Alkitab Indonesia pada tahun 1954. Sejak berusia 8 tahun, Marianne Katoppo telah mulai aktif menulis. Karyanya yang pertama pada waktu itu diterbitkan dalam rubrik anak- anak pada harian berbahasa Belanda, Nieuwsgier, di Jakarta. Pada tahun 1960-an, Marianne menulis beberapa cerpen untuk harian Sinar Harapan dan majalah bulanan Ragi Buana. Karyanya "Raumanen", yang mengetengahkan kisah tentang pertemuan budaya dengan bentrokan yang terjadi di dalamnya, mendapat penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1975. Novel karyanya yang lain adalah "Dunia Tak Bermusim" (1974), "Anggrek Tak Pernah Berdusta" (1977), "Terbangnya Punai" (1978), "Rumah di Atas Jembatan" (1981). Katoppo menyelesaikan studi teologinya pada tahun 1977 di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta dengan gelar Sarjana Teologia. Pada tahun 1978, ia mengikuti pendidikan di Institut Ekumenis, di Bossey, Swiss, dan memperoleh gelar theol.lic. pada tahun 1992. Ia adalah teolog feminis pertama di Indonesia sekaligus Asia dengan karyanya yang berjudul "Compassionate and Free: An Asian Woman`s Theology" (1979). Tulisannya itu kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda, Jerman, Swedia, dan Tagalog, serta dipakai sebagai buku ajar di berbagai sekolah teologi dan seminari di seluruh dunia. Berbicara banyak atas nama perempuan yang tertindas dan ditindas, membuat Marianne Katoppo bertarung melawan sejarah yang anti-Tuhan. Teologi Katoppo mengalir dari refleksinya sebagai seorang perempuan kristiani Asia yang mengakui kembali identitasnya sebagai ciptaan yang merdeka, yang menanggapi panggilan Allah untuk peduli terhadap individu lain yang menderita. Bagi wanita ini, kebebasan adalah sesuatu yang terkait erat dengan belas kasih, dan seharusnya juga digunakan untuk membebaskan individu lainnya. Tokoh Amanda dalam novel karyanya, "Terbangnya Punai", menjadi representasinya akan sebuah bentuk kebebasan sejati. Dalam karya-karyanya, sosok perempuan senantiasa menjadi karakter utama dan pusat pergumulan, dengan idealisme serta pemikiran mereka yang terkadang tak mudah dipahami bahkan disalahpahami oleh pembacanya. Ia kemudian mengambil kembali makna asli dari kata "perempuan", yang berarti pribadi, dengan tidak lagi menggunakan kata wanita. Dalam novel "Terbangnya Punai" (1978), Marriane menyatakan dengan jelas bahwa memanggil seseorang dengan nama yang benar berarti menghormati kemanusiaan orang tersebut. Dengan memulihkan makna asli dari kata "perempuan", Marianne Katoppo berusaha melucuti mitos tentang wanita yang diciptakan oleh masyarakat yang bersifat patriarki. Wanita sendiri mengandung makna "aroma", yang menjadikan posisi wanita sebagai objek, dalam konotasi yang negatif. Sementara, menjadi "seorang perempuan" berarti menjadi pribadi yang "ada" dengan hak yang sama. Mendiskriminasi perempuan dalam berbagai bidang kehidupan sesungguhnya adalah praktik yang menjadikan kaum perempuan sebagai **liyan, bukan sebagai ciptaan Allah yang setara, berharga, dan mendapat penghargaan. Catatan: **liyan: `the others`, atau `yang lain`. Dalam konteks ini, liyan adalah sesuatu yang tidak dianggap, tidak bermakna, dan tidak penting dalam kehidupan --> suatu bentuk perendahan. Sumber bacaan: 1. Andalas, P. Mutiara., S.J. 2007. "Marianne Katoppo: A Poet of God amidst the World of the Others". Dalam http://theologianatcalvary.blogspot.com/2007/10/marianne-katoppo-poet-of-god-amidst.html 2. "Marianne Katoppo". Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Marianne_Katoppo 3. 1996. "Marianne Katoppo". Dalam http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1996/03/26/0022.html 4. Andalas, Mutiara. 2013. "One Billion Rising: Marianne Katoppo (II)". Dalam http://filsafat.kompasiana.com/2013/02/16/one-billion-rising-marianne-katoppo-ii-536030.html Kontak: penulis(at)sabda.org Redaksi: Berlin B., Santi T., dan N. Risanti Berlangganan: subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-penulis/arsip/ BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2015 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |