Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/162 |
|
e-Penulis edisi 162 (5-2-2015)
|
|
__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________ Edisi 162/Februari/2015 Tema: Jurnalisme Sipil (II)) e-Penulis -- Jurnalisme Sipil (II) Edisi 162/Februari/2015 DAFTAR ISI DARI REDAKSI: MENGENAL ELEMEN JURNALISME TIP MENULIS: ELEMEN JURNALISME TOKOH PENULIS: ABRAHAM KUYPER DARI REDAKSI: MENGENAL ELEMEN JURNALISME Pada edisi sebelumnya, telah dibahas mengenai jurnalisme warga serta ciri-ciri bahasa jurnalistik. Kini, kita telah mengetahui bentuk jurnalisme yang saat ini berkembang sebagai respons terhadap perkembangan teknologi. Apakah ada dari Sahabat Penulis yang telah mulai mengaplikasikan jurnalisme warga di media sosial yang dimiliki? Pada bagian kedua ini, Redaksi telah mempersiapkan sebuah tip yang menolong kita mengenali elemen jurnalisme. Ada sembilan elemen jurnalisme yang perlu Sahabat ketahui. Apa saja? Silakan simak edisi ini selengkapnya. Juga, jangan lewatkan tokoh penulis edisi ini yang mengangkat nama Abraham Kuyper sebagai tokoh Kristen yang multitalenta. Pemimpin Redaksi e-Penulis, Berlin B. < berlin(at)in-christ.net > < http://pelitaku.sabda.org > TIP MENULIS: ELEMEN JURNALISME Bill Kovach dan Tom Rosentiel, penyari pemikiran insan pers Amerika Serikat yang tergabung dalam Committee of Concerned terkait harapan publik atas implementasi jurnalisme, mengawali paparan dengan kesadaran bahwa setiap generasi menciptakan jurnalismenya sendiri, tetapi tujuannya tetap sama. Mulai dari sekelompok suku di Afrika sampai pulau yang paling terpencil di Samudra Pasifik, orang-orang primitif ini ternyata mempunyai definisi yang sama tentang apa yang mereka sebut berita. Orang mempunyai kebutuhan dalam dirinya -- sebuah naluri -- untuk mengetahui apa yang telah terjadi di luar pengalaman langsung diri mereka sendiri. Tahu terhadap peristiwa-peristiwa yang tidak bisa kita saksikan dengan mata sendiri ternyata menghadirkan rasa aman, kontrol diri, dan percaya diri. Namun, inti sari pemikiran insan pers Amerika Serikat yang tergabung dalam Committee of Concerned dalam melaksanakan serangkaian upaya untuk menghimpun harapan warga atas penerapan teori-teori jurnalistik itu disebut Kovach dan Rosentiel menyurut dan mengalir seiring waktu. Kendati menyurut dan mengalir, tetapi prinsip-prinsip yang selama ini disetujui wartawan dan yang diharapkan masyarakat adalah tetap dalam batas tertentu yang mudah dipahami. Prinsip-prinsip yang disebut "Sembilan Elemen Jurnalisme" itu adalah: 1. Kewajiban utama jurnalisme adalah pada pencarian kebenaran. Utama, tetapi membingungkan. Bahkan, seandainya kebenaran hanya didasarkan pada kejujuran dan fairness (tidak berat sebelah) dan balance (seimbang). Pada kenyataannya, upaya wartawan untuk "fairness" dan "balance" itu tetap saja subyektif dan dipengaruhi politik media massa. 2. Loyalitas utama jurnalisme adalah kepada warga negara. Elemen ini menjawab pertanyaan, "Untuk siapa wartawan bekerja?" Demi menjawabnya, Kovach dan Rosentiel menyarankan pemilik/perusahaan harus menomorsatukan warga, mempekerjakan manajer bisnis yang juga menomorsatukan warga, menetapkan dan mengomunikasikan standar yang jelas, menaruh akhir berita di tangan wartawan, serta mengomunikasikan standar yang jelas kepada publik. 3. Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi. Elemen ini mengingatkan prinsip dasar jurnalistik yang mengandalkan fakta sebagai sumber berita. Wartawan tidak pernah menambahi sesuatu yang tidak ada, serta tak pernah menipu audiens. Kovach dan Rosentiel lalu menyarankan insan pers untuk menerapkan prinsip intelektual dari laporan ilmiah: - berlakulah setransparan mungkin tentang metode dan motivasi Anda, - andalkan reportase Anda sendiri, - bersikaplah rendah hati. 4. Jurnalis harus menjaga independensi dari objek liputannya. Wartawan sebisa mungkin bersikap independen, tanpa takut dan tanpa tekanan, tanpa konflik kepentingan. Namun, dalam banyak kasus, wartawan tidak bisa independen secara total karena bekerja untuk majikan yang punya kekuasaan dan uang. Jalan keluar untuk kemustahilan itu menurut Kovach dan Rosentiel adalah, "Jika wartawan/media memiliki hubungan yang bisa dipersepsikan sebagai konflik kepentingan, mereka berkewajiban melakukan `full- disclosure` tentang hubungan itu." Tujuannya adalah agar pembaca waspada dan menyadari bahwa tulisan/liputan itu tidak terlalu independen. 5. Jurnalis harus membuat dirinya sebagai pemantau independen dari kekuasaan. Jurnalis senantiasa dituntut memantau kekuasaan dan menyambung lidah yang tertindas. Prinsip itu kini kerap melenceng karena peran sebagai anjing penjaga (watchdog) yang berlebihan karena lebih ditujukan untuk menyajikan sensasi. Pemantau atas kekuasaan dinilai efektif dengan reportase investigatif. 6. Jurnalis harus memberi forum bagi publik untuk kritik maupun dukungan warga. Selain harus menyajikan fakta, wartawan harus berpegang pada standar kejujuran yang sama atau kesetiaan kepada kepentingan publik. Media harus mampu menjadi ajang saling kritik dan menemukan kompromi. Forum yang disediakan untuk itu harus untuk komunitas seutuhnya, bukan hanya untuk kelompok yang berpengaruh atau yang secara demografi menarik. 7. Jurnalis harus berusaha membuat hal penting menjadi menarik dan relevan. Jurnalisme adalah mendongeng dengan sebuah tujuan, yaitu menyediakan informasi yang dibutuhkan orang untuk memahami dunia. Tantangan pertama adalah menemukan informasi yang dibutuhkan orang untuk menjalani hidup mereka, dan yang kedua adalah membuatnya bermakna, relevan, dan enak disimak. Penulisan jurnalistik yang bagus selalu merupakan hasil dari reportase mendalam yang solid, dengan imbuhan detail dan konteks yang mengikat tulisan. 8. Jurnalis harus membuat berita yang komprehensif dan proporsional. Jurnalisme adalah kartografer (pembuat peta) modern. Ia menghasilkan peta bagi warga untuk mengambil keputusan tentang kehidupan mereka sendiri. Itulah manfaat dan alasan ekonomi kehadiran jurnalisme. Seperti halnya peta, nilai jurnalisme bergantung kepada kelengkapan dan proporsionalitas. 9. Jurnalis harus diperbolehkan mendengarkan hati nurani personalnya. Setiap wartawan -- dari redaksi hingga dewan direksi -- harus punya rasa etika dan tanggung jawab personal -- sebuah panduan moral demi menyajikan berita yang akurat, adil, imbang, berfokus pada warga, berpikiran independen, dan berani. Upaya itu akan padam dengan sendirinya tanpa adanya atmosfer keterbukaan yang memungkinkan orang menentang asumsi, persepsi, dan prasangka orang lain. Diambil dan disunting dari: Nama situs: Dasar-Dasar Jurnalistik Alamat URL: http://materijurnalistikums.blogspot.com/2009/10/elemen-jurnalisme.html Penulis artikel: Rahmat Wibisono Tanggal akses: 28 Oktober 2014 TOKOH PENULIS: ABRAHAM KUYPER Abraham Kuyper (1837 -- 1920) adalah seorang pribadi yang luar biasa. Ia adalah seorang teolog Calvinis Belanda, pendeta, politisi, editor surat kabar, negarawan, jurnalis, pendidik, dan pemimpin Kristen. Sejarawan Richard Lovelace menyebutnya sebagai seorang pemikir Injili terbesar setelah Jonathan Edwards. Meskipun dikenal sebagai pendukung neo-Calvinisme, Kuyper tidak memeluk paham itu pada awal-awal hidupnya. Ia adalah seorang anak pendeta, dan menjalani pendidikannya di rumah, tetapi di perguruan tinggi, ia sempat memeluk teologi liberal dan rasionalisme. Pergumulannya bersama firman Tuhan di sepanjang hidupnya dan anugerah Allah yang diterimanya dalam tahun-tahun hidupnya sangat membantunya untuk meninggalkan modernisme dan membentuknya menjadi pendukung setia Calvinisme Injili. Abraham Kuyper menjadi gembala bagi beberapa gereja sebelum masuk ke dunia politik. Untuk mendorong minatnya ke dalam dunia politik, Abraham Kuyper juga masuk ke ranah jurnalisme dan menjadi editor di sebuah surat kabar Kristen mingguan "De Standaard" (The Standard) pada tahun 1872. Surat kabar ini kemudian menjadi corong golongan politik yang didukung Kuyper, The Anti-Revolutionary Party (ARP). Abraham Kuyper menjadi anggota parlemen pada tahun 1874 dan melayani di Majelis Rendah sampai tahun 1877. Di saat yang bersamaan ketika ia menjadi pemimpin ARP, Kuyper merasakan adanya kebutuhan untuk mendirikan sebuah universitas Kristen. Karena itu, pada tahun 1880, ia mendirikan Vrije Universiteit (Free University) di Amsterdam. Di sela-sela jadwal kerjanya yang padat sebagai dosen universitas, jurnalis, dan politisi, Abraham Kuyper masih menyediakan waktu yang sangat banyak untuk menulis buku-buku teologi dan buku rohani. Pada tahun 1893 -- 1894, "Encyclopedia of Sacred Theology" yang ditulisnya dalam tiga volume diterbitkan. Selain itu, ia juga menulis buku-buku penting tentang teologi, politik, dan rohani. Pada tahun 1898, Abraham Kuyper berkunjung ke Amerika Serikat. Di sanalah, ia menyampaikan kuliahnya yang dikenal sebagai "Stone Lectures of Calvinism" di Princeton University. Enam kuliah yang disampaikannya itu benar-benar menolong penyebaran pemikirannya kepada dunia Barat. Pada tahun 1894, ia terpilih kembali menjadi anggota perlemen, lalu menjabat sebagai Perdana Menteri Belanda dari tahun 1901 -- 1905. Abraham Kuyper meninggal pada usia 83 tahun, pada tahun 1920. Salah satu kontribusi intelektualnya yang terbesar adalah konsep yang disebut "lingkup kedaulatan". Alih-alih memandang hak individu sebagai pemberian dari negara atau para individu yang berotoritas, Abraham Kuyper percaya bahwa kita seharusnya mendukung "lembaga-lembaga penengah" (yang di kemudian hari disebut "struktur penengah") di masyarakat, seperti keluarga, gereja, sekolah, perkumpulan, wartawan, bisnis dan industri, seni, dsb.. Namun demikian, setiap lembaga penengah itu harus memiliki lingkup kedaulatan mereka masing-masing agar dapat mengawasi kekuasaan negara. Abraham Kuyper juga mengajarkan bahwa Allah adalah pemegang kedaulatan dan sumber otoritas yang "ultimate", tetapi Ia mengizinkan adanya lingkup-lingkup kedaulatan yang berlainan untuk menopang kehidupan di dunia yang telah jatuh ke dalam dosa. Sebagai seorang Calvinis, Abraham Kuyper percaya bahwa kekristenan seharusnya adalah sudut pandang yang luas dan harus memengaruhi setiap aspek kehidupan. Ia merasa bahwa kekristenan bukanlah sesuatu yang pribadi atau terkurung dalam lingkup rohani saja, melainkan sesuatu yang berdampak bagi setiap wilayah kehidupan demi kemuliaan Allah. Ia menulis pernyataan ini pada perayaan 25 tahun ia menjabat sebagai editor di "De Standaard": "Ada satu hasrat yang selama ini menguasai hidupku. Satu motivasi yang luhur, yang menjadi cambuk bagi pikiran dan jiwaku. Hasrat itu lebih cepat daripada keinginanku untuk melarikan diri dari kebutuhan suci yang diperhadapkan kepadaku. Inilah hasrat itu: Sekalipun harus bertentangan dengan seluruh musuh duniawi, hukum Allah akan ditegakkan kembali di rumah-rumah, sekolah, dan di dalam negara demi kebaikan umat manusia. Aku hendak mengukir hukum- hukum Allah dalam kesadaran negara, seperti yang disaksikan oleh Alkitab dan segala ciptaan, sampai negara menghaturkan penghormatan kembali kepada-Nya." Selain itu, perkataan terkenalnya yang lain adalah seperti yang diucapkannya pada inaugurasi perdana Free University dengan menafsirkan Mazmur 24:1, "Dalam keseluruhan hamparan kehidupan manusia, tidak sepetak pun Kristus, yaitu satu-satunya pribadi yang berdaulat, tidak menyatakan, `Itu milik-Ku!`" Dalam semangat yang sama, Abraham Kuyper juga berkata, "Kutukan itu tidak lagi ditanggungkan kepada dunia, tetapi kepada orang-orang berdosa yang ada di atasnya. Maka, alih-alih melarikan diri dari dunia dan menjadi biarawan, tugas kita sekarang adalah untuk melayani Tuhan di dunia, dalam berbagai peran kehidupan." Richard Mouw memberi komentar mengenai hal ini, "Ketika Allah menyelamatkan kita, [Kuyper] bersikeras bahwa Ia menempatkan kita dalam sebuah komunitas, yaitu umat Allah. Dan pada gilirannya, komunitas ini dipanggil Allah untuk melayani tujuan Allah di lingkup yang lebih luas. Dalam kehidupan bergereja, kita menyembah Allah yang berdaulat, tetapi kemudian Allah memerintahkan kita untuk menjadi saksi yang aktif di dalam hidup keseharian kita bagi kedaulatan Allah dalam segala sesuatu." "Bagi Kuyper, setiap orang Kristen dipanggil untuk menjadi agen Kerajaan Yesus Kristus, di mana pun mereka dipanggil untuk melayani. Sistem pemikiran yang dikembangkan oleh Kuyper adalah penguraian yang nyata tentang bagaimana kita memahami panggilan untuk melayani Kerajaan ini." Abraham Kuyper bukan hanya seorang pemikir, di sepanjang tulisan di atas, kita dapat melihat bukti-bukti bahwa ia juga seorang pelaku. Lebih daripada itu, ia juga seorang petarung. Dalam hal ini, ia mengucapkan perkataan terkenalnya lain, "Ketika prinsip-prinsip yang mendasari keyakinan terdalam Anda berkuasa atas diri Anda, maka pertempuran adalah panggilan Anda. Ketika itu, kedamaian adalah suatu dosa; Anda harus menunjukkan keyakinan Anda dengan keutuhan iman Anda di hadapan rekan dan musuh, sekalipun harus mengorbankan kedamaian Anda." Kasihnya terhadap Kristus menyamai kecerdasan dan pemahaman teologinya. Abraham adalah, "Seorang sahabat yang mendorongmu lebih dekat lagi kepada Allah." Pengaruhnya sangat menjangkau banyak orang, tokoh-tokoh seperti Herman Dooyeweerd, Cornelius Van Til, Francis Schaeffer, Alvin Plantinga, Nicholas Wolterstorff, Albert M. Wolters, Chuck Colson, dan Richard Mouw sangat berutang kepada kehidupan dan pemikirannya. Salah satu penulis biografi Kuyper, Frank Vanden Berg, mengatakan hal ini mengenai Abraham dan warisannya: "Karena Kuyper selalu memandang skala nasional dan mementingkan pembangunan fondasi rohani, ia selalu menuntut moral dan keyakinan intelektual bangsanya. Pergumulan dalam pembangunan kedua hal itu berlangsung selama bertahun-tahun sehingga telah mengubah wajah perpolitikan Belanda, bahkan dalam taraf tertentu, kehidupan negaranya. Dampak dari karir Kuyper sendiri masih dapat ditemui di berbagai bidang kehidupan masyarakat Belanda. Abraham Kuyper memiliki tempat tersendiri dalam kehidupan masyarakat Belanda sehingga jika Anda menghilangkan tokoh ini, Anda tidak akan dapat memahami beberapa dekade terakhir dari perjalanan sejarah Belanda."(t/Yudo) Diterjemahkan dari: Nama situs: CultureWatch Alamat URL: http://billmuehlenberg.com/2012/10/15/notable-christians-abraham-kuyper/ Judul asli artikel: Notable Christians: Abraham Kuyper Penulis artikel: Bill Muehlenberg Tanggal akses: 30 Oktober 2014 Kontak: penulis(at)sabda.org Redaksi: Berlin B., Santi T., dan N. Risanti Berlangganan: subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-penulis/arsip/ BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2015 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |