Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/16 |
|
e-Penulis edisi 16 (17-2-2006)
|
|
<>--------------------------------oo--------------------------------<> < e-Penulis > (Menulis untuk Melayani) Edisi 016/Pebruari/2006 <>------------------------------------------------------------------<> MENYUNTING TULISAN <>------------------------------------------------------------------<> = DAFTAR ISI = * Dari Redaksi: Menyunting Tulisan * Artikel : Swasunting; Sampai Sejauh Mana? * Tips : Menyunting dan Menulis Ulang * Asah Pena : 11 Fakta Pramoedya Ananta Toer * Stop Press : Pembukaan Kelas Virtual PESTA Periode Apr-Mei 2006 <>------------------------------------------------------------------<> = DARI REDAKSI = Salam kasih, Dengan tema yang menarik, ide segar, dasar dan sumber kuat, lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan, serta judul `provokatif`, membuat tulisan Anda sekarang telah siap untuk dipublikasikan. Namun, ketika rekan Anda datang untuk membacanya, mendadak keningnya berkerut. Tulisan Anda tidak enak dibaca! Isinya sebenarnya bagus, tapi penyajiannya terlalu berbelit-belit, penggunaan kata-katanya kurang pas, banyak ejaan yang salah dan susunan kalimatnya kurang teratur. Pendek kata, tulisan Anda ternyata belum siap untuk dipublikasikan, karena masih perlu diedit. Mengedit atau istilah lain yang sering dipakai adalah "menyunting", merupakan langkah penting untuk menyiapkan suatu naskah yang siap dikirim atau dipublikasikan. Apakah yang dimaksud dengan menyunting? Langkah apa saja yang perlu dilakukan dalam menyunting suatu naskah? Bisakah saya melakukan penyuntingan terhadap naskah saya sendiri? Edisi e-Penulis kali ini, kami harap dapat membantu Anda untuk mengetahui lebih banyak tentang masalah sunting-menyunting naskah. Harapan kami pengetahuan yang Anda dapat ini akan menolong Anda menghasilkan naskah yang lebih baik dan lebih siap terbit. Selain itu, jangan lewatkan Kolom Asah Pena yang kali ini mengetengahkan salah satu sosok penulis Indonesia terkemuka "Pramoedya Ananta Toer". Selamat menulis! Redaksi e-Penulis, (Ary) <>------------------------------------------------------------------<> = ARTIKEL = SWASUNTING; SAMPAI SEJAUH MANA? ============================== Swasunting itu sulit, karena menuntut kita agar obyektif dan kritis terhadap hasil kerja sendiri. Untuk mampu berbuat begitu, dibutuhkan disiplin, sedangkan imbalannya adalah produk yang meningkat mutunya. Pertanyaannya ialah, berapa kali swasunting yang harus dilakukan oleh seorang penulis? Tidak ada jawaban yang gampang untuk pertanyaan itu. Sejauh menyangkut tulisan saya sendiri, banyaknya swasunting yang saya butuhkan ialah sebanyak yang saya lakukan sampai saya sendiri puas, tetapi bahkan itu pun tidak sepenuhnya akurat. Meskipun demikian, seperti kebanyakan penulis, saya tidak sepenuhnya merasa puas dengan apa yang telah saya tulis. Saya tahu bahwa draft pertama saya tidak pernah sudah cukup baik, dan draft kedua saya jarang sudah cukup baik. Saya biasanya membuat beberapa draft, dan saya mungkin menulis-ulang, merevisi, menata-ulang, dan memoles lagi beberapa bagian tertentu dari naskah saya, terutama bagian pendahuluannya, nyaris tanpa henti. Padahal, saya mungkin akhirnya jengkel dan membuang semua itu dan menggantinya dengan tulisan baru yang segar. Saya percaya bahwa kerelaan untuk melakukan ini merupakan bukti integritas seseorang selaku penulis. SASARAN SWASUNTING Kekeliruan umum yang dilakukan oleh banyak penulis adalah salah memahami sasaran-sasaran khusus yang seyogyanya dikejar dalam menyunting karya tulisnya sendiri. Banyak penulis sudah puas dengan penilaian subjektif semata-mata mengenai keelokan bahasa mereka. Padahal, ada sejumlah sasaran dalam swa-penyuntingan yang menuntut jauh lebih banyak analisis logis daripada apresiasi artistik. Berikut ini sejumlah bidang masalah yang lazim: 1. Kesalahan Ketatabahasaan --------------------------- Kesalahan-kesalahan yang paling lazim sudah dikenal dengan baik. Sayang bahwa banyak di antaranya mencerminkan ungkapan yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Demikianlah maka secara kurang sadar kita jadinya menerima bentuk-bentuk infinitif terpisah, kalimat yang berawal dengan konjungsi dan berakhir dengan kata preposisi, dan participle yang menggantung. Hal yang sama terjadi pula pada aturan mengenai tanda baca lainnya. Semua itu bukan kesalahan besar. Sekarang ini, umumnya dipandang lebih baik untuk memisah suatu kata kerja infinitif daripada membuat konstruksi yang kaku. Dalam beberapa hal tertentu seorang penulis melakukan kesalahan ketatabahasaan yang disengaja, misalnya ketika membuat tiruan percakapan. Meskipun demikian, penting bagi kita mewaspadai masalah yang muncul dan membetulkannya jika memang perlu. 2. Perpindahan yang Menyentak ----------------------------- Jembatan haruslah disediakan untuk memuluskan perpindahan dari satu topik, paragraf atau kalimat kepada yang berikutnya. Jika jembatan itu tidak ada maka pembaca akan tersentak atau bahkan menjadi bingung. Ini secara khusus berlaku ketika kita telah selesai membahas suatu pokok masalah dan mulai beralih ke pokok masalah yang baru. Di sini, kita perlu memberikan isyarat kepada pembaca agar siap mengikuti perpindahan pokok bahasan kita itu. Kadang-kadang peralihan itu segera kelihatan dengan sendirinya dari sifat-hakikat bahan bahasan. Kadang-kadang kata atau rangkaian kata sederhana seperti "akan tetapi", "meskipun demikian", "pada sisi yang lain", "sebaliknya", atau "di samping itu", sudah cukup untuk memperkenalkan unsur baru. Dalam kasus lain, khususnya jika perpindahan atau peralihan itu sangat tiba-tiba, dan pokok persoalan yang akan dikemukakan sama sekali tidak berkaitan dengan pokok soal sebelumnya, kita mungkin perlu menyatakannya dengan jelas dan menulis kalimat atau paragraf pengantar agar pembaca tetap dapat mengikuti. 3. Ambiguitas ------------- Inilah daerah atau bidang yang menuntut kewaspadaan istimewa karena merupakan masalah umum dalam penulisan dan sering kali tidak mudah dilacak atau dideteksi oleh penulis. Ambiguitas atau ketaksaan, kekaburan makna, biasanya bersumber pada perumusan yang kurang jitu dalam penulisan. Ketika Anda menghadapi suatu kalimat atau paragraf yang mencurigakan, tanyakan pada diri sendiri: "Mungkinkah ini cukup masuk akal untuk memancing lebih dari satu tafsir?" Jika kita melatih diri sendiri untuk melakukan hal ini, kita akan terkejut karena sangat sering kita perlu menulis-ulang bagian-bagian yang mudah disalahpahami oleh pembaca umumnya. 4. Kata yang Betul dan yang Salah --------------------------------- Kita semua mempunyai lebih dari satu kosakata. Kita sekurangnya mempunyai tiga: kosakata untuk membaca, berbicara, dan menulis. Gagasan populer bahwa luasnya kosakata merupakan hal penting untuk penulisan adalah gagasan yang keliru. Memang kosakata yang luas akan membantu kita karena hal itu menolong dalam menyusun dan mencerna gagasan, sementara keterbatasan kosakata membatasi lingkup jangkauan kita. Akan tetapi, jika kita menginginkan agar pembaca mudah memahami kita, kosakata itu perlu kita jaga agar tetap sederhana. Satu di antara persoalannya adalah menemukan dan menggunakan kata yang betul dengan tepat untuk menyampaikan maksud Anda. Misalnya, kata `keras kepala` pada masa sekarang dapat digunakan untuk memuji atau untuk mengecam. Akan tetapi, ada kata-kata tertentu yang memiliki siratan makna tersendiri, semuanya tergantung bagaimana cara kita menggunakannya. Kamus tidak membantu dalam hal tersebut. Kamus memang menyebutkan definisi lengkap, tetapi tidak menjelaskan segala-galanya mengenai konotasinya. Yang lebih dibutuhkan hanya kepekaan kita terhadap penggunaan dan nuansa makna yang membedakan kata yang satu dengan padanannya. Kita harus pula mempertimbangkan kata-kata yang "betul" dan yang "salah" dalam kaitan dengan penerimaannya atau penafsirannya oleh pembaca terutama yang berkaitan dengan budaya dan sejarah yang dialami oleh pembaca berkenaan dengan kata tersebut. TUJUAN MENYELURUH SWASUNTING Ada yang mengatakan bahwa suatu tujuan pokok dalam penyuntingan adalah mengurangi banyaknya kata. Gagasan ini didasarkan pada pemikiran bahwa para penulis umumnya suka berpanjang-panjang, sering mengulang-ulang, dan berlebihan kata. Selaku penulis yang telah menerbitkan jutaan kata, saya akui kesalahan saya atas tuduhan itu. Bahkan setelah saya menanggung jerih payah dan kesedihan karena membuang jutaan kata tulisan saya sendiri, penyunting saya pun masih membuang lebih banyak lagi, dan saya pun hanya bisa mengakui bahwa saya memang terlalu banyak mengobral kata. Tujuan keseluruhan swa-penyuntingan ialah menekan pengobralan kata itu dan hasilnya adalah teks yang lebih ketat, dengan gaya yang jauh lebih hidup dan gesit, serta lebih enak dibaca. Bahan disunting dari sumber Buku : Memulai dan Mengelola Bisnis Penulisan dan Penyuntingan Penulis : Herman Holtz Penerbit : Grasindo, Jakarta, 2000 Halaman : 226 - 231 <>------------------------------------------------------------------<> = TIPS = MENYUNTING DAN MENULIS ULANG ============================ Penulis yang baik harus selalu dan selalu menyunting tulisannya serta memperhatikan alur dan ritme tulisan mereka. Dan mereka juga harus mengetahui apa makna dari tiap kata yang mereka pakai. Anda menyunting tulisan dengan tujuan untuk menyingkat, mempertajam, menyederhanakan dan menjelaskan, untuk meningkatkan urutan dan logika pikiran, dan untuk menguji semuanya dari sudut pandang seorang pembaca. Saat Anda mengedit, tanyakan pada diri sendiri pertanyaan berikut: - Sudahkah saya memakai kata kerja dalam kalimat aktif? - Sudahkah saya menempatkan subyek saya di dekat kata kerja? - Sudahkah saya memilih kata-kata yang benar-benar menerjemahkan maksud saya dengan tepat? - Sudahkah saya menghindari kalimat yang panjang dan sulit dipahami? - Sudahkah saya menghapus kata-kata yang tak perlu, terutama kalimat bercabang? - Sudahkah saya menghindari perpindahan nada kalimat yang menyentak -- dari gaya percakapan ke khotbah, dari santai ke formal? Satu trik untuk penyuntingan adalah dengan memikirkan kembali apa yang telah Anda tulis sehingga keesokan harinya Anda dapat `merevisinya` dengan pikiran yang segar. Apa yang Anda banggakan hari ini mungkin akan memalukan Anda keesokan harinya. Samuel Johnson memahami trik tersebut. "Baca kembali tulisanmu," katanya, "dan ketika mendapati satu bagian yang menurutmu bagus, kembangkan bagian itu!" Penulis Kurt Vonnegut juga mengatakan hal serupa: Miliki keberanian untuk menghapus. "Kefasihan bicara Anda harus dapat menjadi pelayan pikiran di kepala Anda," katanya. "Anda dapat memiliki patokan: Jika sebuah kalimat, tak peduli seberapa bagusnya, ternyata tak dapat menerangkan subyek Anda dengan cara yang baru dan bermanfaat, hapus saja!" Saat Anda merasa bahwa Anda telah selesai melakukan proses penyuntingan, periksa kembali file tulisan itu ke mesin pengecek tata bahasa sekali lagi, meski Anda mungkin sudah pernah melakukannya. Jangan langsung mengabaikan semua anjuran yang muncul. Tetap perhatikan peringatan seperti "kalimat pasif" atau "kalimat panjang" sebagai kesempatan untuk melakukan penyuntingan secara kasar. Apakah ada alternatif cara lain untuk menuliskan topik Anda? Saat menyunting tulisan, ujilah semuanya dari sudut pandang pembaca, pastikan tak ada yang terlewat, periksa keakuratannya dan cobalah untuk mempersingkat, mempertajam, mengembangkan dan menyederhanakan tulisan tersebut. Tanyakan pada diri Anda pertanyaan-pertanyaan berikut: - Apakah susunannya sudah teratur? Apakah pembaca dapat mengetahui mana awal, pertengahan dan akhir tulisan saya? Apakah saya telah memberikan pembaca sebuah alur yang jelas dan mudah dimengerti? Apakah semua sudah terdengar logis? - Apakah sudah jelas? Apakah tulisan saya sudah tidak lagi terlalu abstrak atau lebih membumi? - Bagaimana nada kalimat saya? Dalam membuat percakapan, apakah saya terlalu `cerewet` atau terlalu `basa-basi`? terlalu resmi? kasar? terlalu lembut? - Apakah usaha saya untuk menyisipkan humor berhasil? Jika memang mendukung, permainan kata atau sebuah kisah lucu mungkin akan bisa cocok dan bagus dipakai. Namun jika Anda sendiri masih ragu, lupakan saja! Humor yang gagal akan menghasilkan kegagalan. Selera humor akan membantu -- baik untuk tulisan Anda atau opini mengenai diri Anda. Nat Schmulowitz adalah seorang yang sederhana, yang juga seorang pengacara, sejarawan, dan penulis. Dia mengatakan bahwa humor bisa lebih menarik daripada sejarah, dan untuk menjelaskan lebih lanjut pernyataannya tersebut, ia menulis: "Orang sombong, orang picik atau orang yang sedang marah tidak dapat menertawakan dirinya sendiri, atau ditertawai. Namun seseorang yang dapat menertawakan dirinya sendiri, atau ditertawai, telah selangkah lebih maju ke kewarasan yang sempurna yang membawa kedamaian di bumi dan perbuatan yang baik kepada sesama." Demikianlah. Kerja keras Anda telah selesai. Namun masih ada satu langkah lagi. Perlihatkan tulisan Anda pada beberapa orang yang Anda hormati dan lihat seperti apa Anda kelihatannya. Selanjutnya tulis kembali. (t/ary) Bahan diterjemahkan dari: Buku : Secrets of Succesful Writing Judul Artikel : Rewriting and Editing Pengarang : Dewitt H. Scott Penerbit : Reference Software International, USA, 1989 Halaman : 129 - 131 <>------------------------------------------------------------------<> = ASAH PENA = Satu-satunya penulis Indonesia yang pernah berkali-kali menjadi kandidat pemenang Nobel Sastra. Seorang penulis yang begitu dihargai di luar negeri namun justru dianiaya oleh pemerintah di negerinya sendiri. Itulah Pramoedya Ananta Toer (biasa disebut Pram saja) yang bulan ini merayakan ulang tahunnya yang ke 81 tahun. Apa saja yang bisa kita pelajari dari kehidupan sastrawan yang karyanya, kata banyak orang, adalah `bacaan wajib` bagi setiap orang Indonesia yang ingin menjadi penulis ini? Simak saja beberapa hal berikut: 11 Fakta mengenai Pramoedya Ananta Toer ======================================= 1. Pendidikan ------------- Sebagai putra sulung tokoh Institut Boedi Oetomo, Pram kecil malah tidak begitu cemerlang dalam pelajaran di sekolahnya. Tiga kali tak naik kelas di Sekolah Dasar, membuat ayahnya menganggap dirinya sebagai anak bodoh. Akibatnya, setelah lulus Sekolah Dasar yang dijalaninya di bawah pengajaran keras ayahnya sendiri, sang ayah, Pak Mastoer, menolak mendaftarkannya ke MULO (setingkat SLTP). Ia pun melanjutkan pendidikan di sekolah telegraf (Radio Vakschool) Surabaya atas biaya ibunya. Biaya pas-pasan selama bersekolah di Surabaya juga hampir membuat Pram gagal di ujian praktik. Ketika itu, tanpa mempunyai peralatan, ia tetap mengikuti ujian tersebut namun dengan cara hanya berpura-pura sibuk di samping murid yang terpandai. Walau begitu, secara umum nilai-nilai Pram cukup baik dan ia pun lulus dari sekolah meski karena meletusnya perang dunia II di Asia, ijazahnya yang dikirim dari Bandung tak pernah ia terima. 2. Asmara --------- Kisah asmara Pram juga tidak lepas dari pengaruh realitas kemiskinan yang bahkan masih jamak menghinggapi kehidupan para penulis dan seniman masa kini. Perkawinan pertamanya berakhir dengan perceraian dan diusirnya Pram dari rumah mertuanya karena hasil yang ia peroleh dari menulis yang belum menentu tak dapat menafkahi keluarganya. Sementara ia masih hidup tak menentu, suatu hari, meski tak memiliki uang sepeser pun, ia mengunjungi sebuah pameran buku pertama di Indonesia dan melihat salah seorang wanita penjaga stan yang menarik perhatiannya. Ia pun nekad datang dan berkenalan dengan wanita yang ternyata bernama Maemunah tersebut. Setiap hari ia berlama-lama menemani Maemunah duduk di stan itu layaknya seorang penjaga. Bahkan sampai ketika Presiden Soekarno juga mengunjungi dan melihat gadisnya tersebut, dengan bercanda ia gambarkan adegan itu sebagai "buaya kedahuluan buaya." Keteguhan dan pendekatannya pun membawa hasil, Maemunah terbukti adalah istri yang selalu tetap setia mendampinginya dalam segala suka duka mereka sampai sekarang. 3. Penjara ---------- Penjara adalah tempat yang cukup akrab dengan kehidupan Pram. Dalam tiga periode (zaman Belanda, Orde Lama dan Orde Baru), ia selalu sempat mencicipi penjara. Alasannya pun beragam, mulai dari keterlibatannya dalam pasukan pejuang kemerdekaan pada zaman penjajahan Belanda, masalah bukunya "Hoa Kiau di Indonesia" yang merupakan pembelaan terhadap nasib kaum Tionghoa di Indonesia namun tidak disukai pemerintah Orde Lama, sampai akibat tuduhan terlibat dalam Gerakan 30 September 1965 oleh rezim Orde Baru yang dijalani tanpa melewati proses peradilan. Namun justru di dalam penjara itulah, lahir beberapa karyanya, termasuk masterpiece "Tetralogi Buru" dan juga roman "Arus Balik". 4. Tetralogi Buru ----------------- "Tetralogi Buru" (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, Rumah Kaca) adalah karya yang ia buat selama masa pembuangan di Pulau Buru. Seri novel yang mengisahkan tentang Minke, yang pada dasarnya adalah kisah hidup seorang jurnalis pribumi Indonesia pertama R.M. Tirto Adi Soerjo, itu pada awalnya dikisahkan secara lisan kepada sesama tahanan di Buru karena tidak adanya fasilitas alat tulis. Titik terang mulai muncul 10 tahun kemudian saat Pram yang selalu berada di bawah sorotan dunia internasional (yang karenanya membuat ia tidak mengalami siksaan seberat tahanan lain, meski gendang telinganya tetap rusak akibat siksaan aparat) mendapat sebuah mesin tik kiriman penulis Prancis Jean Paul Sartre. Namun, mesin tik yang masih baru itu sendiri tak pernah sampai ke tangannya, Angkatan Darat malah menggantinya dengan mesin tik bobrok, yang pitanya harus dibuat sendiri oleh para tahanan itu dengan bahan seadanya. Karya Tetralogi Buru juga hampir saja tak dapat diselamatkan seperti banyak karya-karya Pram lainnya yang dibakar oleh tentara. Tetapi jasa-jasa orang asing seperti seorang pastor Jerman dan seorang warganegara Australia bernama Max Lane yang berhasil menyelundupkan keluar dan akhirnya menerbitkan Tetralogi Buru itu di luar negeri. Tak heran jika Pram pernah berkata, "Karya saya sudah diterjemahkan ke dalam 36 bahasa, tapi saya tidak pernah dihargai di dalam negeri Indonesia.", 5. Pandangan dan Ideologi ------------------------- Berbeda dengan pemerintah Orde Baru yang menudingnya sebagai komunis, Pram sendiri mengaku bahwa ia tak pernah memihak ideologi apapun. Ia selalu mengatakan bahwa ia hanya berpihak pada keadilan, kebenaran dan kemanusiaan. Pramisme, demikian katanya jika ditanya tentang ideologi yang dianutnya. Walau demikian, dalam berbagai kesempatan, ia sering mengatakan bahwa salah seorang tokoh yang paling ia kagumi adalah Bung Karno. Meski begitu, Bung Karno sendiri tidak begitu menyukai Pram. Bermula ketika Pram menghadap Bung Karno untuk membicarakan mengenai hidup para seniman, Pram mengatakan bahwa akan baik jika diadakan konferensi pengarang Asia Afrika. Usul itu disambut oleh Presiden dan ia pun lantas menunjuk Pram sebagai ketua panitianya. Pram menolak dan mengatakan kalau saat ini ia masih terlalu sibuk. Penolakan ini membuat Bung Karno marah. Sejak itu Bung Karno pun tak pernah menyukainya, ia menganggap Pram sebagai sosok yang angkuh. 6. Sejarah ---------- Dalam banyak tulisannya seperti novel "Arok Dedes", "Tetralogi Buru", "Di Tepi Kali Bekasi", "Jalan Raya Pos Jalan Daendels", dll., Pram terbukti sebagai seorang sejarawan handal yang menawarkan cara pandang sejarah yang berbeda. Sementara sejarah yang ada selama ini menurutnya hanyalah sejarah para penguasa dan peperangan, ia pun selalu berusaha memotret dan menggali sejarah dari sudut pandang rakyat dan kaum jelata. Saat ini, ketika kesehatan membuatnya tak dapat menulis lagi, kegiatannya adalah mengumpulkan kliping untuk proyek ensiklopedia Nusantara yang tebalnya bahkan telah mencapai 4 meter! Proyek itu sendiri rencananya akan mulai dikerjakan dengan uang honor yang akan diterima jika ia menerima penghargaan Nobel. 7. Nobel -------- Selain berkali-kali dinominasikan untuk meraih penghargaan Nobel Sastra, sampai saat ini, telah berbagai penghargaan ia terima dari banyak penjuru dunia. Dari penghargaan Ramon Magsaysay di Filipina yang sempat menimbulkan polemik di Indonesia sampai Pablo Neruda Award di Chili. Mengenai belum berhasilnya ia merebut Nobel Sastra itu, seorang tokoh sastra Indonesia pernah mengatakan bahwa sebenarnya dulu Pram pernah hampir dapat meraih penghargaan tersebut, sebelum seorang tokoh yang berpengaruh di Indonesia mendatangi juri-juri penilai nobel tersebut dan membisikkan kalimat "Pramoedya is ....", 8. Reputasi Internasional ------------------------- Sekitar 200 buku Pram telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa: dari Yunani, Spanyol, Belanda, Jerman, Korea, Jepang, Turki, sampai bahasa Malayalam -- suatu bahasa etnis di India. Dari pameran sampul karya Pram yang baru-baru ini diadakan di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Jakarta, banyak sampul depan terjemahan ini memakai aksara non-Latin, seperti aksara Thailand, Turki, Jepang, Korea, Rusia. Dari semua ini, terjemahan novel Pram ke bahasa Rusia memang paling awal. Sebelum karya berjudul "Sekali Peristiwa di Banten Selatan", pada tahun 1957 misalnya telah terbit edisi Moskwa untuk karya berjudul "Cerita dari Blora", dan kemudian pada 1959 terbit "Cerita dari Blora" dalam bahasa Turkmengozidat, Ashkabad. Tahun 1962 juga terbit "Na Brehu Reky Bekasi", yang merupakan edisi Chek untuk "Di Tepi Kali Bekasi. 9. Panjang Umur --------------- Apa resep rahasia panjang umur menurut Pram? Sering tersenyum, atur pernafasan, makan bawang putih dan minum anggur merah, demikian yang selalu dikatakan Pram di berbagai kesempatan. Sebelum terkena serangan stroke pada tahun 2000, karena terpengaruh kebiasaannya selama berada di Pulau Buru, Pram selalu menghabiskan waktu dan menjaga kesehatannya dengan mencangkul. Sedikit bergurau waktu itu ia mengatakan bahwa mungkin ia tak akan hidup sampai selama ini jika tak menjalani kamp kerja paksa di Buru. Namun di luar semuanya, memang tak ada yang tahu nasib dan umur seseorang selain Penciptanya. 10. Film -------- Meski beberapa karyanya terdahulu telah difilmkan di beberapa negara asing, walau masih cenderung ke film non-komersil dan peredarannya dilarang di Indonesia. Berita terakhir mengabarkan bahwa beberapa karya utama Pram seperti "Tetralogi Buru" serta beberapa karyanya seperti "Gadis Pantai", "Mangir", dll. telah disetujui untuk difilmkan atas kerjasama beberapa sineas dan rumah produksi lokal dengan biaya miliaran rupiah. Jumlah ini sendiri adalah tawaran paling rendah, karena sebelumnya ia bahkan telah menolak sutradara tenar Amerika Oliver Stone yang kabarnya berani membeli hak memfilmkan "Bumi Manusia" sekitar US$ 1,5 juta (sekitar 15 miliar rupiah). Menurut putrinya, Astuti Ananta Toer, Pram menginginkan orang Indonesia yang menjadi produsernya. 11. Kabar Terakhir ------------------ Di usianya yang ke 81 tahun, Pram dikabarkan sedang sakit. "Bapak sakit karena sedih mendengar berita berbagai bencana yang menimpa di Indonesia," kata keluarganya. Kesehatannya berangsur membaik setelah rombongan cucunya datang ke kediamannya di Bojong membawa gitar dan organ. Pram kini memang selalu menunggu dengan harap kedatangan Cindy, Vicky, Aditya, Angga, Cynthia, Rofa, dan Gitra -- para cucunya dari generasi MTV. Pram, yang pada dasarnya seorang penyendiri itu, kangen mendengar para cucunya yang berusia SMP sampai SMA itu bernyanyi riang apa saja -- dan karenanya selalu bangkit daya hidupnya. "Pram suka banget dinyanyikan itu, lho, lagu Amor, amor, juga Ave Maria. Pernah cucu-cucu menyanyikan lagu Peter Pan, Pram tidak ngerti, tapi ia seneng banget," kata Titik putrinya. Tulisan dirangkum oleh Ary Cahya Utomo dari sumber-sumber: - Kurniawan, Eka, 2002, Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis, Jendela, Yogyakarta - Teeuw, Arnold, 1997, Citra Manusia Indonesia dalam Karya Pramoedya Ananta Toer, Pustaka Jaya, Jakarta - Toer, Pramoedya Ananta, 2006, Jalan Raya Pos, Jalan Daendels, Lentera Dipantara, Jakarta - Toer, Pramoedya Ananta, 1995, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu, Lentera, Jakarta - Sumber-sumber media cetak, elektronik, dan lisan <>------------------------------------------------------------------<> = STOP PRESS = Informasi berikut ini sangat berguna bagi para penulis Kristen yang melayani Tuhan melalui dunia literatur. Dengan memiliki dasar-dasar iman Kristen yang teguh maka hasil karya Anda dapat sekaligus menjadi alat untuk menyebarkan kasih Tuhan dan melakukan misi Tuhan di dunia ini. Pembukaan Kelas Virtual PESTA Periode April - Mei 2006 ====================================================== PESTA (Pendidikan elektronik Studi Teologia Awam) kursus Online yang diselenggarakan oleh Yayasan Lembaga SABDA untuk membekali orang- orang Kristen awam, khususnya yang ada di `market place` untuk diperlengkapi dengan pengetahuan teologia. Kursus yang dibuka adalah adalah Kelas "DASAR-DASAR IMAN KRISTEN (DIK). Bahan DIK ini terdiri dari 10 Pelajaran yang akan mempelajari tentang pokok-pokok pengajaran penting dalam iman Kristen, khususnya tentang penciptaan manusia, kejatuhan manusia dalam dosa, rencana keselamatan Allah melalui Yesus Kristus dan hidup baru. Waktu Pelaksanaan: Tgl. 1 Maret - 31 Maret 2006 : Waktu pendaftaran kursus. Tgl. 1 April - 25 April 2006 : Waktu bagi peserta untuk mempelajari materi kursus serta mengumpulkan Tugas menjawab pertanyaan dari 10 Pelajaran. Tgl. 1 Mei - 31 Mei 2006 : Waktu berdiskusi (via milis) tentang bahan DIK bagi peserta yang telah mengumpulkan semua Tugas. Biaya: GRATIS! Jika Anda tertarik, segeralah menulis email ke: ==> < staf-PESTA(at)sabda.org > Atau langsung mengisi Formulir Pendaftaran yang tersedia di Situs PESTA Online di alamat: ==> http://www.pesta.org/formulir.php?jenis=kelas Untuk mendownload bahan kursus: ==> http://www.pesta.org/kursus.php?modul=dik <>------------------------------------------------------------------<> Staf Redaksi : Ary, Puji, dan Endah Berlangganan : Kirim email ke <subscribe-i-kan-penulis(at)xc.org> Berhenti : Kirim email ke <unsubscribe-i-kan-penulis(at)xc.org> Kirim bahan : Kirim email ke <staf-penulis(at)sabda.org> Arsip e-Penulis: http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis/ Situs CWC : http://www.ylsa.org/cwc/ <>------------------------------------------------------------------<> Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA. Didistribusikan melalui sistem network I-KAN. Copyright(c) e-Penulis 2006 YLSA -- http://www.sabda.org/ylsa/ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati <><-------------------------------oo-------------------------------><>
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |