Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/16

e-Penulis edisi 16 (17-2-2006)

Menyunting Tulisan

 
<>--------------------------------oo--------------------------------<>
                            < e-Penulis >
                       (Menulis untuk Melayani)
                        Edisi 016/Pebruari/2006
<>------------------------------------------------------------------<>
                          MENYUNTING TULISAN
<>------------------------------------------------------------------<>
= DAFTAR ISI =
    * Dari Redaksi: Menyunting Tulisan
    * Artikel     : Swasunting; Sampai Sejauh Mana?
    * Tips        : Menyunting dan Menulis Ulang
    * Asah Pena   : 11 Fakta Pramoedya Ananta Toer
    * Stop Press  : Pembukaan Kelas Virtual PESTA Periode Apr-Mei 2006

<>------------------------------------------------------------------<>
= DARI REDAKSI =

  Salam kasih,

  Dengan tema yang menarik, ide segar, dasar dan sumber kuat, lengkap
  dan dapat dipertanggungjawabkan, serta judul `provokatif`, membuat
  tulisan Anda sekarang telah siap untuk dipublikasikan. Namun, ketika
  rekan Anda datang untuk membacanya, mendadak keningnya berkerut.
  Tulisan Anda tidak enak dibaca! Isinya sebenarnya bagus, tapi
  penyajiannya terlalu berbelit-belit, penggunaan kata-katanya kurang
  pas, banyak ejaan yang salah dan susunan kalimatnya kurang teratur.
  Pendek kata, tulisan Anda ternyata belum siap untuk dipublikasikan,
  karena masih perlu diedit.

  Mengedit atau istilah lain yang sering dipakai adalah "menyunting",
  merupakan langkah penting untuk menyiapkan suatu naskah yang siap
  dikirim atau dipublikasikan. Apakah yang dimaksud dengan menyunting?
  Langkah apa saja yang perlu dilakukan dalam menyunting suatu naskah?
  Bisakah saya melakukan penyuntingan terhadap naskah saya sendiri?
  Edisi e-Penulis kali ini, kami harap dapat membantu Anda untuk
  mengetahui lebih banyak tentang masalah sunting-menyunting naskah.
  Harapan kami pengetahuan yang Anda dapat ini akan menolong Anda
  menghasilkan naskah yang lebih baik dan lebih siap terbit. Selain
  itu, jangan lewatkan Kolom Asah Pena yang kali ini mengetengahkan
  salah satu sosok penulis Indonesia terkemuka "Pramoedya Ananta
  Toer".

  Selamat menulis!

  Redaksi e-Penulis,
  (Ary)

<>------------------------------------------------------------------<>
= ARTIKEL =

                    SWASUNTING; SAMPAI SEJAUH MANA?
                    ==============================

  Swasunting itu sulit, karena menuntut kita agar obyektif dan kritis
  terhadap hasil kerja sendiri. Untuk mampu berbuat begitu, dibutuhkan
  disiplin, sedangkan imbalannya adalah produk yang meningkat mutunya.
  Pertanyaannya ialah, berapa kali swasunting yang harus dilakukan
  oleh seorang penulis?

  Tidak ada jawaban yang gampang untuk pertanyaan itu. Sejauh
  menyangkut tulisan saya sendiri, banyaknya swasunting yang saya
  butuhkan ialah sebanyak yang saya lakukan sampai saya sendiri puas,
  tetapi bahkan itu pun tidak sepenuhnya akurat. Meskipun demikian,
  seperti kebanyakan penulis, saya tidak sepenuhnya merasa puas dengan
  apa yang telah saya tulis. Saya tahu bahwa draft pertama saya tidak
  pernah sudah cukup baik, dan draft kedua saya jarang sudah cukup
  baik. Saya biasanya membuat beberapa draft, dan saya mungkin
  menulis-ulang, merevisi, menata-ulang, dan memoles lagi beberapa
  bagian tertentu dari naskah saya, terutama bagian pendahuluannya,
  nyaris tanpa henti. Padahal, saya mungkin akhirnya jengkel dan
  membuang semua itu dan menggantinya dengan tulisan baru yang segar.
  Saya percaya bahwa kerelaan untuk melakukan ini merupakan bukti
  integritas seseorang selaku penulis.

  SASARAN SWASUNTING

  Kekeliruan umum yang dilakukan oleh banyak penulis adalah salah
  memahami sasaran-sasaran khusus yang seyogyanya dikejar dalam
  menyunting karya tulisnya sendiri. Banyak penulis sudah puas dengan
  penilaian subjektif semata-mata mengenai keelokan bahasa mereka.
  Padahal, ada sejumlah sasaran dalam swa-penyuntingan yang menuntut
  jauh lebih banyak analisis logis daripada apresiasi artistik.
  Berikut ini sejumlah bidang masalah yang lazim:

  1. Kesalahan Ketatabahasaan
  ---------------------------
  Kesalahan-kesalahan yang paling lazim sudah dikenal dengan baik.
  Sayang bahwa banyak di antaranya mencerminkan ungkapan yang
  digunakan dalam percakapan sehari-hari. Demikianlah maka secara
  kurang sadar kita jadinya menerima bentuk-bentuk infinitif terpisah,
  kalimat yang berawal dengan konjungsi dan berakhir dengan kata
  preposisi, dan participle yang menggantung. Hal yang sama terjadi
  pula pada aturan mengenai tanda baca lainnya.

  Semua itu bukan kesalahan besar. Sekarang ini, umumnya dipandang
  lebih baik untuk memisah suatu kata kerja infinitif daripada membuat
  konstruksi yang kaku. Dalam beberapa hal tertentu seorang penulis
  melakukan kesalahan ketatabahasaan yang disengaja, misalnya ketika
  membuat tiruan percakapan. Meskipun demikian, penting bagi kita
  mewaspadai masalah yang muncul dan membetulkannya jika memang perlu.

  2. Perpindahan yang Menyentak
  -----------------------------
  Jembatan haruslah disediakan untuk memuluskan perpindahan dari satu
  topik, paragraf atau kalimat kepada yang berikutnya. Jika jembatan
  itu tidak ada maka pembaca akan tersentak atau bahkan menjadi
  bingung. Ini secara khusus berlaku ketika kita telah selesai
  membahas suatu pokok masalah dan mulai beralih ke pokok masalah yang
  baru. Di sini, kita perlu memberikan isyarat kepada pembaca agar
  siap mengikuti perpindahan pokok bahasan kita itu. Kadang-kadang
  peralihan itu segera kelihatan dengan sendirinya dari sifat-hakikat
  bahan bahasan.

  Kadang-kadang kata atau rangkaian kata sederhana seperti "akan
  tetapi", "meskipun demikian", "pada sisi yang lain", "sebaliknya",
  atau "di samping itu", sudah cukup untuk memperkenalkan unsur baru.
  Dalam kasus lain, khususnya jika perpindahan atau peralihan itu
  sangat tiba-tiba, dan pokok persoalan yang akan dikemukakan sama
  sekali tidak berkaitan dengan pokok soal sebelumnya, kita mungkin
  perlu menyatakannya dengan jelas dan menulis kalimat atau paragraf
  pengantar agar pembaca tetap dapat mengikuti.

  3. Ambiguitas
  -------------
  Inilah daerah atau bidang yang menuntut kewaspadaan istimewa karena
  merupakan masalah umum dalam penulisan dan sering kali tidak mudah
  dilacak atau dideteksi oleh penulis. Ambiguitas atau ketaksaan,
  kekaburan makna, biasanya bersumber pada perumusan yang kurang jitu
  dalam penulisan. Ketika Anda menghadapi suatu kalimat atau paragraf
  yang mencurigakan, tanyakan pada diri sendiri: "Mungkinkah ini cukup
  masuk akal untuk memancing lebih dari satu tafsir?" Jika kita
  melatih diri sendiri untuk melakukan hal ini, kita akan terkejut
  karena sangat sering kita perlu menulis-ulang bagian-bagian yang
  mudah disalahpahami oleh pembaca umumnya.

  4. Kata yang Betul dan yang Salah
  ---------------------------------
  Kita semua mempunyai lebih dari satu kosakata. Kita sekurangnya
  mempunyai tiga: kosakata untuk membaca, berbicara, dan menulis.
  Gagasan populer bahwa luasnya kosakata merupakan hal penting untuk
  penulisan adalah gagasan yang keliru. Memang kosakata yang luas akan
  membantu kita karena hal itu menolong dalam menyusun dan mencerna
  gagasan, sementara keterbatasan kosakata membatasi lingkup jangkauan
  kita. Akan tetapi, jika kita menginginkan agar pembaca mudah
  memahami kita, kosakata itu perlu kita jaga agar tetap sederhana.

  Satu di antara persoalannya adalah menemukan dan menggunakan kata
  yang betul dengan tepat untuk menyampaikan maksud Anda. Misalnya,
  kata `keras kepala` pada masa sekarang dapat digunakan untuk memuji
  atau untuk mengecam. Akan tetapi, ada kata-kata tertentu yang
  memiliki siratan makna tersendiri, semuanya tergantung bagaimana
  cara kita menggunakannya.

  Kamus tidak membantu dalam hal tersebut. Kamus memang menyebutkan
  definisi lengkap, tetapi tidak menjelaskan segala-galanya mengenai
  konotasinya. Yang lebih dibutuhkan hanya kepekaan kita terhadap
  penggunaan dan nuansa makna yang membedakan kata yang satu dengan
  padanannya.

  Kita harus pula mempertimbangkan kata-kata yang "betul" dan yang
  "salah" dalam kaitan dengan penerimaannya atau penafsirannya oleh
  pembaca terutama yang berkaitan dengan budaya dan sejarah yang
  dialami oleh pembaca berkenaan dengan kata tersebut.

  TUJUAN MENYELURUH SWASUNTING

  Ada yang mengatakan bahwa suatu tujuan pokok dalam penyuntingan
  adalah mengurangi banyaknya kata. Gagasan ini didasarkan pada
  pemikiran bahwa para penulis umumnya suka berpanjang-panjang, sering
  mengulang-ulang, dan berlebihan kata. Selaku penulis yang telah
  menerbitkan jutaan kata, saya akui kesalahan saya atas tuduhan itu.
  Bahkan setelah saya menanggung jerih payah dan kesedihan karena
  membuang jutaan kata tulisan saya sendiri, penyunting saya pun masih
  membuang lebih banyak lagi, dan saya pun hanya bisa mengakui bahwa
  saya memang terlalu banyak mengobral kata.

  Tujuan keseluruhan swa-penyuntingan ialah menekan pengobralan kata
  itu dan hasilnya adalah teks yang lebih ketat, dengan gaya yang jauh
  lebih hidup dan gesit, serta lebih enak dibaca.

  Bahan disunting dari sumber
  Buku     : Memulai dan Mengelola Bisnis Penulisan dan Penyuntingan
  Penulis  : Herman Holtz
  Penerbit : Grasindo, Jakarta, 2000
  Halaman  : 226 - 231

<>------------------------------------------------------------------<>
= TIPS =

                     MENYUNTING DAN MENULIS ULANG
                     ============================

  Penulis yang baik harus selalu dan selalu menyunting tulisannya
  serta memperhatikan alur dan ritme tulisan mereka. Dan mereka juga
  harus mengetahui apa makna dari tiap kata yang mereka pakai.

  Anda menyunting tulisan dengan tujuan untuk menyingkat, mempertajam,
  menyederhanakan dan menjelaskan, untuk meningkatkan urutan dan
  logika pikiran, dan untuk menguji semuanya dari sudut pandang
  seorang pembaca. Saat Anda mengedit, tanyakan pada diri sendiri
  pertanyaan berikut:

  - Sudahkah saya memakai kata kerja dalam kalimat aktif?
  - Sudahkah saya menempatkan subyek saya di dekat kata kerja?
  - Sudahkah saya memilih kata-kata yang benar-benar menerjemahkan
    maksud saya dengan tepat?
  - Sudahkah saya menghindari kalimat yang panjang dan sulit dipahami?
  - Sudahkah saya menghapus kata-kata yang tak perlu, terutama kalimat
    bercabang?
  - Sudahkah saya menghindari perpindahan nada kalimat yang menyentak
    -- dari gaya percakapan ke khotbah, dari santai ke formal?

  Satu trik untuk penyuntingan adalah dengan memikirkan kembali apa
  yang telah Anda tulis sehingga keesokan harinya Anda dapat
  `merevisinya` dengan pikiran yang segar. Apa yang Anda banggakan
  hari ini mungkin akan memalukan Anda keesokan harinya. Samuel
  Johnson memahami trik tersebut. "Baca kembali tulisanmu," katanya,
  "dan ketika mendapati satu bagian yang menurutmu bagus, kembangkan
  bagian itu!"

  Penulis Kurt Vonnegut juga mengatakan hal serupa: Miliki keberanian
  untuk menghapus. "Kefasihan bicara Anda harus dapat menjadi pelayan
  pikiran di kepala Anda," katanya. "Anda dapat memiliki patokan: Jika
  sebuah kalimat, tak peduli seberapa bagusnya, ternyata tak dapat
  menerangkan subyek Anda dengan cara yang baru dan bermanfaat, hapus
  saja!"

  Saat Anda merasa bahwa Anda telah selesai melakukan proses
  penyuntingan, periksa kembali file tulisan itu ke mesin pengecek
  tata bahasa sekali lagi, meski Anda mungkin sudah pernah
  melakukannya. Jangan langsung mengabaikan semua anjuran yang muncul.
  Tetap perhatikan peringatan seperti "kalimat pasif" atau "kalimat
  panjang" sebagai kesempatan untuk melakukan penyuntingan secara
  kasar. Apakah ada alternatif cara lain untuk menuliskan topik Anda?
  Saat menyunting tulisan, ujilah semuanya dari sudut pandang pembaca,
  pastikan tak ada yang terlewat, periksa keakuratannya dan cobalah
  untuk mempersingkat, mempertajam, mengembangkan dan menyederhanakan
  tulisan tersebut.

  Tanyakan pada diri Anda pertanyaan-pertanyaan berikut:

  - Apakah susunannya sudah teratur? Apakah pembaca dapat mengetahui
    mana awal, pertengahan dan akhir tulisan saya? Apakah saya telah
    memberikan pembaca sebuah alur yang jelas dan mudah dimengerti?
    Apakah semua sudah terdengar logis?
  - Apakah sudah jelas? Apakah tulisan saya sudah tidak lagi terlalu
    abstrak atau lebih membumi?
  - Bagaimana nada kalimat saya? Dalam membuat percakapan, apakah saya
    terlalu `cerewet` atau terlalu `basa-basi`? terlalu resmi? kasar?
    terlalu lembut?
  - Apakah usaha saya untuk menyisipkan humor berhasil? Jika memang
    mendukung, permainan kata atau sebuah kisah lucu mungkin akan bisa
    cocok dan bagus dipakai. Namun jika Anda sendiri masih ragu,
    lupakan saja! Humor yang gagal akan menghasilkan kegagalan.

  Selera humor akan membantu -- baik untuk tulisan Anda atau opini
  mengenai diri Anda. Nat Schmulowitz adalah seorang yang sederhana,
  yang juga seorang pengacara, sejarawan, dan penulis. Dia mengatakan
  bahwa humor bisa lebih menarik daripada sejarah, dan untuk
  menjelaskan lebih lanjut pernyataannya tersebut, ia menulis:
     "Orang sombong, orang picik atau orang yang sedang marah tidak
     dapat menertawakan dirinya sendiri, atau ditertawai. Namun
     seseorang yang dapat menertawakan dirinya sendiri, atau
     ditertawai, telah selangkah lebih maju ke kewarasan yang sempurna
     yang membawa kedamaian di bumi dan perbuatan yang baik kepada
     sesama."

  Demikianlah. Kerja keras Anda telah selesai. Namun masih ada satu
  langkah lagi. Perlihatkan tulisan Anda pada beberapa orang yang Anda
  hormati dan lihat seperti apa Anda kelihatannya. Selanjutnya tulis
  kembali. (t/ary)

  Bahan diterjemahkan dari:
  Buku          : Secrets of Succesful Writing
  Judul Artikel : Rewriting and Editing
  Pengarang     : Dewitt H. Scott
  Penerbit      : Reference Software International, USA, 1989
  Halaman       : 129 - 131

<>------------------------------------------------------------------<>
= ASAH PENA =

  Satu-satunya penulis Indonesia yang pernah berkali-kali menjadi
  kandidat pemenang Nobel Sastra. Seorang penulis yang begitu dihargai
  di luar negeri namun justru dianiaya oleh pemerintah di negerinya
  sendiri. Itulah Pramoedya Ananta Toer (biasa disebut Pram saja) yang
  bulan ini merayakan ulang tahunnya yang ke 81 tahun. Apa saja yang
  bisa kita pelajari dari kehidupan sastrawan yang karyanya, kata
  banyak orang, adalah `bacaan wajib` bagi setiap orang Indonesia yang
  ingin menjadi penulis ini? Simak saja beberapa hal berikut:

               11 Fakta mengenai Pramoedya Ananta Toer
               =======================================

  1. Pendidikan
  -------------
  Sebagai putra sulung tokoh Institut Boedi Oetomo, Pram kecil malah
  tidak begitu cemerlang dalam pelajaran di sekolahnya. Tiga kali tak
  naik kelas di Sekolah Dasar, membuat ayahnya menganggap dirinya
  sebagai anak bodoh. Akibatnya, setelah lulus Sekolah Dasar yang
  dijalaninya di bawah pengajaran keras ayahnya sendiri, sang ayah,
  Pak Mastoer, menolak mendaftarkannya ke MULO (setingkat SLTP). Ia
  pun melanjutkan pendidikan di sekolah telegraf (Radio Vakschool)
  Surabaya atas biaya ibunya. Biaya pas-pasan selama bersekolah di
  Surabaya juga hampir membuat Pram gagal di ujian praktik. Ketika
  itu, tanpa mempunyai peralatan, ia tetap mengikuti ujian tersebut
  namun dengan cara hanya berpura-pura sibuk di samping murid yang
  terpandai. Walau begitu, secara umum nilai-nilai Pram cukup baik dan
  ia pun lulus dari sekolah meski karena meletusnya perang dunia II di
  Asia, ijazahnya yang dikirim dari Bandung tak pernah ia terima.

  2. Asmara
  ---------
  Kisah asmara Pram juga tidak lepas dari pengaruh realitas kemiskinan
  yang bahkan masih jamak menghinggapi kehidupan para penulis dan
  seniman masa kini. Perkawinan pertamanya berakhir dengan perceraian
  dan diusirnya Pram dari rumah mertuanya karena hasil yang ia peroleh
  dari menulis yang belum menentu tak dapat menafkahi keluarganya.
  Sementara ia masih hidup tak menentu, suatu hari, meski tak memiliki
  uang sepeser pun, ia mengunjungi sebuah pameran buku pertama di
  Indonesia dan melihat salah seorang wanita penjaga stan yang menarik
  perhatiannya. Ia pun nekad datang dan berkenalan dengan wanita yang
  ternyata bernama Maemunah tersebut. Setiap hari ia berlama-lama
  menemani Maemunah duduk di stan itu layaknya seorang penjaga. Bahkan
  sampai ketika Presiden Soekarno juga mengunjungi dan melihat
  gadisnya tersebut, dengan bercanda ia gambarkan adegan itu sebagai
  "buaya kedahuluan buaya." Keteguhan dan pendekatannya pun membawa
  hasil, Maemunah terbukti adalah istri yang selalu tetap setia
  mendampinginya dalam segala suka duka mereka sampai sekarang.

  3. Penjara
  ----------
  Penjara adalah tempat yang cukup akrab dengan kehidupan Pram. Dalam
  tiga periode (zaman Belanda, Orde Lama dan Orde Baru), ia selalu
  sempat mencicipi penjara. Alasannya pun beragam, mulai dari
  keterlibatannya dalam pasukan pejuang kemerdekaan pada zaman
  penjajahan Belanda, masalah bukunya "Hoa Kiau di Indonesia" yang
  merupakan pembelaan terhadap nasib kaum Tionghoa di Indonesia namun
  tidak disukai pemerintah Orde Lama, sampai akibat tuduhan terlibat
  dalam Gerakan 30 September 1965 oleh rezim Orde Baru yang dijalani
  tanpa melewati proses peradilan. Namun justru di dalam penjara
  itulah, lahir beberapa karyanya, termasuk masterpiece "Tetralogi
  Buru" dan juga roman "Arus Balik".

  4. Tetralogi Buru
  -----------------
  "Tetralogi Buru" (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah,
  Rumah Kaca) adalah karya yang ia buat selama masa pembuangan di
  Pulau Buru. Seri novel yang mengisahkan tentang Minke, yang pada
  dasarnya adalah kisah hidup seorang jurnalis pribumi Indonesia
  pertama R.M. Tirto Adi Soerjo, itu pada awalnya dikisahkan secara
  lisan kepada sesama tahanan di Buru karena tidak adanya fasilitas
  alat tulis. Titik terang mulai muncul 10 tahun kemudian saat Pram
  yang selalu berada di bawah sorotan dunia internasional (yang
  karenanya membuat ia tidak mengalami siksaan seberat tahanan lain,
  meski gendang telinganya tetap rusak akibat siksaan aparat) mendapat
  sebuah mesin tik kiriman penulis Prancis Jean Paul Sartre. Namun,
  mesin tik yang masih baru itu sendiri tak pernah sampai ke
  tangannya, Angkatan Darat malah menggantinya dengan mesin tik
  bobrok, yang pitanya harus dibuat sendiri oleh para tahanan itu
  dengan bahan seadanya. Karya Tetralogi Buru juga hampir saja tak
  dapat diselamatkan seperti banyak karya-karya Pram lainnya yang
  dibakar oleh tentara. Tetapi jasa-jasa orang asing seperti seorang
  pastor Jerman dan seorang warganegara Australia bernama Max Lane
  yang berhasil menyelundupkan keluar dan akhirnya menerbitkan
  Tetralogi Buru itu di luar negeri. Tak heran jika Pram pernah
  berkata, "Karya saya sudah diterjemahkan ke dalam 36 bahasa, tapi
  saya tidak pernah dihargai di dalam negeri Indonesia.", 5. Pandangan dan Ideologi
  -------------------------
  Berbeda dengan pemerintah Orde Baru yang menudingnya sebagai
  komunis, Pram sendiri mengaku bahwa ia tak pernah memihak ideologi
  apapun. Ia selalu mengatakan bahwa ia hanya berpihak pada keadilan,
  kebenaran dan kemanusiaan. Pramisme, demikian katanya jika ditanya
  tentang ideologi yang dianutnya. Walau demikian, dalam berbagai
  kesempatan, ia sering mengatakan bahwa salah seorang tokoh yang
  paling ia kagumi adalah Bung Karno. Meski begitu, Bung Karno sendiri
  tidak begitu menyukai Pram. Bermula ketika Pram menghadap Bung Karno
  untuk membicarakan mengenai hidup para seniman, Pram mengatakan
  bahwa akan baik jika diadakan konferensi pengarang Asia Afrika. Usul
  itu disambut oleh Presiden dan ia pun lantas menunjuk Pram sebagai
  ketua panitianya. Pram menolak dan mengatakan kalau saat ini ia
  masih terlalu sibuk. Penolakan ini membuat Bung Karno marah. Sejak
  itu Bung Karno pun tak pernah menyukainya, ia menganggap Pram
  sebagai sosok yang angkuh.

  6. Sejarah
  ----------
  Dalam banyak tulisannya seperti novel "Arok Dedes", "Tetralogi
  Buru", "Di Tepi Kali Bekasi", "Jalan Raya Pos Jalan Daendels", dll.,
  Pram terbukti sebagai seorang sejarawan handal yang menawarkan cara
  pandang sejarah yang berbeda. Sementara sejarah yang ada selama ini
  menurutnya hanyalah sejarah para penguasa dan peperangan, ia pun
  selalu berusaha memotret dan menggali sejarah dari sudut pandang
  rakyat dan kaum jelata. Saat ini, ketika kesehatan membuatnya tak
  dapat menulis lagi, kegiatannya adalah mengumpulkan kliping untuk
  proyek ensiklopedia Nusantara yang tebalnya bahkan telah mencapai 4
  meter! Proyek itu sendiri rencananya akan mulai dikerjakan dengan
  uang honor yang akan diterima jika ia menerima penghargaan Nobel.

  7. Nobel
  --------
  Selain berkali-kali dinominasikan untuk meraih penghargaan Nobel
  Sastra, sampai saat ini, telah berbagai penghargaan ia terima dari
  banyak penjuru dunia. Dari penghargaan Ramon Magsaysay di Filipina
  yang sempat menimbulkan polemik di Indonesia sampai Pablo Neruda
  Award di Chili. Mengenai belum berhasilnya ia merebut Nobel Sastra
  itu, seorang tokoh sastra Indonesia pernah mengatakan bahwa
  sebenarnya dulu Pram pernah hampir dapat meraih penghargaan
  tersebut, sebelum seorang tokoh yang berpengaruh di Indonesia
  mendatangi juri-juri penilai nobel tersebut dan membisikkan kalimat
  "Pramoedya is ....", 8. Reputasi Internasional
  -------------------------
  Sekitar 200 buku Pram telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa:
  dari Yunani, Spanyol, Belanda, Jerman, Korea, Jepang, Turki, sampai
  bahasa Malayalam -- suatu bahasa etnis di India. Dari pameran sampul
  karya Pram yang baru-baru ini diadakan di Teater Kecil Taman Ismail
  Marzuki, Jakarta, banyak sampul depan terjemahan ini memakai aksara
  non-Latin, seperti aksara Thailand, Turki, Jepang, Korea, Rusia.
  Dari semua ini, terjemahan novel Pram ke bahasa Rusia memang paling
  awal. Sebelum karya berjudul "Sekali Peristiwa di Banten Selatan",
  pada tahun 1957 misalnya telah terbit edisi Moskwa untuk karya
  berjudul "Cerita dari Blora", dan kemudian pada 1959 terbit "Cerita
  dari Blora" dalam bahasa Turkmengozidat, Ashkabad. Tahun 1962 juga
  terbit "Na Brehu Reky Bekasi", yang merupakan edisi Chek untuk "Di
  Tepi Kali Bekasi.

  9. Panjang Umur
  ---------------
  Apa resep rahasia panjang umur menurut Pram? Sering tersenyum, atur
  pernafasan, makan bawang putih dan minum anggur merah, demikian yang
  selalu dikatakan Pram di berbagai kesempatan. Sebelum terkena
  serangan stroke pada tahun 2000, karena terpengaruh kebiasaannya
  selama berada di Pulau Buru, Pram selalu menghabiskan waktu dan
  menjaga kesehatannya dengan mencangkul. Sedikit bergurau waktu itu
  ia mengatakan bahwa mungkin ia tak akan hidup sampai selama ini jika
  tak menjalani kamp kerja paksa di Buru. Namun di luar semuanya,
  memang tak ada yang tahu nasib dan umur seseorang selain
  Penciptanya.

  10. Film
  --------
  Meski beberapa karyanya terdahulu telah difilmkan di beberapa negara
  asing, walau masih cenderung ke film non-komersil dan peredarannya
  dilarang di Indonesia. Berita terakhir mengabarkan bahwa beberapa
  karya utama Pram seperti "Tetralogi Buru" serta beberapa karyanya
  seperti "Gadis Pantai", "Mangir", dll. telah disetujui untuk
  difilmkan atas kerjasama beberapa sineas dan rumah produksi lokal
  dengan biaya miliaran rupiah. Jumlah ini sendiri adalah tawaran
  paling rendah, karena sebelumnya ia bahkan telah menolak sutradara
  tenar Amerika Oliver Stone yang kabarnya berani membeli hak
  memfilmkan "Bumi Manusia" sekitar US$ 1,5 juta (sekitar 15 miliar
  rupiah). Menurut putrinya, Astuti Ananta Toer, Pram menginginkan
  orang Indonesia yang menjadi produsernya.

  11. Kabar Terakhir
  ------------------
  Di usianya yang ke 81 tahun, Pram dikabarkan sedang sakit. "Bapak
  sakit karena sedih mendengar berita berbagai bencana yang menimpa di
  Indonesia," kata keluarganya. Kesehatannya berangsur membaik setelah
  rombongan cucunya datang ke kediamannya di Bojong membawa gitar dan
  organ. Pram kini memang selalu menunggu dengan harap kedatangan

  Cindy, Vicky, Aditya, Angga, Cynthia, Rofa, dan Gitra -- para
  cucunya dari generasi MTV. Pram, yang pada dasarnya seorang
  penyendiri itu, kangen mendengar para cucunya yang berusia SMP
  sampai SMA itu bernyanyi riang apa saja -- dan karenanya selalu
  bangkit daya hidupnya. "Pram suka banget dinyanyikan itu, lho, lagu
  Amor, amor, juga Ave Maria. Pernah cucu-cucu menyanyikan lagu Peter
  Pan, Pram tidak ngerti, tapi ia seneng banget," kata Titik putrinya.

  Tulisan dirangkum oleh Ary Cahya Utomo dari sumber-sumber:
  - Kurniawan, Eka, 2002, Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme
    Sosialis, Jendela, Yogyakarta
  - Teeuw, Arnold, 1997, Citra Manusia Indonesia dalam Karya Pramoedya
    Ananta Toer, Pustaka Jaya, Jakarta
  - Toer, Pramoedya Ananta, 2006, Jalan Raya Pos, Jalan Daendels,
    Lentera Dipantara, Jakarta
  - Toer, Pramoedya Ananta, 1995, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu, Lentera,
    Jakarta
  - Sumber-sumber media cetak, elektronik, dan lisan

<>------------------------------------------------------------------<>
= STOP PRESS =

  Informasi berikut ini sangat berguna bagi para penulis Kristen yang
  melayani Tuhan melalui dunia literatur. Dengan memiliki dasar-dasar
  iman Kristen yang teguh maka hasil karya Anda dapat sekaligus
  menjadi alat untuk menyebarkan kasih Tuhan dan melakukan misi Tuhan
  di dunia ini.

        Pembukaan Kelas Virtual PESTA Periode April - Mei 2006
        ======================================================

  PESTA (Pendidikan elektronik Studi Teologia Awam) kursus Online yang
  diselenggarakan oleh Yayasan Lembaga SABDA untuk membekali orang-
  orang Kristen awam, khususnya yang ada di `market place` untuk
  diperlengkapi dengan pengetahuan teologia. Kursus yang dibuka adalah
  adalah Kelas "DASAR-DASAR IMAN KRISTEN (DIK). Bahan DIK ini terdiri
  dari 10 Pelajaran yang akan mempelajari tentang pokok-pokok
  pengajaran penting dalam iman Kristen, khususnya tentang penciptaan
  manusia, kejatuhan manusia dalam dosa, rencana keselamatan Allah
  melalui Yesus Kristus dan hidup baru.

  Waktu Pelaksanaan:
  Tgl. 1 Maret - 31 Maret 2006 : Waktu pendaftaran kursus.
  Tgl. 1 April - 25 April 2006 : Waktu bagi peserta untuk mempelajari
                                 materi kursus serta mengumpulkan
                                 Tugas menjawab pertanyaan dari
                                 10 Pelajaran.
  Tgl. 1 Mei - 31 Mei 2006     : Waktu berdiskusi (via milis) tentang
                                 bahan DIK bagi peserta yang telah
                                 mengumpulkan semua Tugas.
  Biaya: GRATIS!

  Jika Anda tertarik, segeralah menulis email ke:
  ==>     < staf-PESTA(at)sabda.org >

  Atau langsung mengisi Formulir Pendaftaran yang tersedia di Situs
  PESTA Online di alamat:

  ==>     http://www.pesta.org/formulir.php?jenis=kelas

  Untuk mendownload bahan kursus:

  ==>     http://www.pesta.org/kursus.php?modul=dik

<>------------------------------------------------------------------<>
Staf Redaksi   : Ary, Puji, dan Endah
Berlangganan   : Kirim email ke <subscribe-i-kan-penulis(at)xc.org>
Berhenti       : Kirim email ke <unsubscribe-i-kan-penulis(at)xc.org>
Kirim bahan    : Kirim email ke <staf-penulis(at)sabda.org>
Arsip e-Penulis: http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis/
Situs CWC      : http://www.ylsa.org/cwc/
<>------------------------------------------------------------------<>
      Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA.
             Didistribusikan melalui sistem network I-KAN.
                     Copyright(c) e-Penulis 2006
                  YLSA -- http://www.sabda.org/ylsa/
                       http://katalog.sabda.org/
                    Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
<><-------------------------------oo-------------------------------><>

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org