Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/145

e-Penulis edisi 145 (8-11-2013)

Menulis Memoar (I)

__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________
                       Edisi 145/November/2013                           
                      Tema: Menulis Memoar (I)

e-Penulis -- Menulis Memoar (I)
Edisi 145/November/2013

DAFTAR ISI
DARI REDAKSI: MEMAKNAI KENANGAN DENGAN MENULIS MEMOAR
ARTIKEL: MENULIS MEMOAR: MENGAPA TIDAK?
POJOK BAHASA: NASIONALISASI SINGKATAN
STOP PRESS: SUMBER BAHAN NATAL BERKUALITAS DARI SABDA

         DARI REDAKSI: MEMAKNAI KENANGAN DENGAN MENULIS MEMOAR

Shalom,

Memoar bukanlah suatu barang asing bagi masyarakat kita. Ada banyak penulis 
profesional maupun tokoh-tokoh dalam berbagai bidang yang telah berbagi sepotong 
kisah hidup mereka kepada khalayak ramai. Memoar berasal dari kata "memoria" 
yang dalam bahasa Latin berarti kenangan, dan maksud penulisan memoar bermacam-
macam, seperti meluruskan sejarah, membagikan sepenggal pengalaman hidup yang 
membentuk diri seseorang, atau mungkin untuk menegaskan keberadaan diri 
seseorang. Apa pun alasannya, memoar memberi makna kepada kenangan sang penulis. 
Paling tidak, kenangan itu dapat menjadi pembelajaran bagi orang yang 
membacanya.

Pada edisi ini, kami ingin mengajak pembaca sekalian untuk mengenal lebih jauh 
tentang penulisan memoar. Jangan lupa menyimak kolom Pojok Bahasa yang kali ini 
membahas tentang upaya menasionalkan singkatan-singkatan yang berasal dari 
bahasa asing. Kiranya sajian kami ini bermanfaat bagi pembaca sekalian. Selamat 
membaca, Tuhan Yesus memberkati!

Pemimpin Redaksi e-Penulis,
Yudo
< yudo(at)in-christ.net >
< http://pelitaku.sabda.org >


                ARTIKEL: MENULIS MEMOAR: MENGAPA TIDAK?

Memoar bisa kita artikan sebagai sepenggal catatan kenang-kenangan hidup seorang 
individu. Lazimnya, memoar dibuat oleh politisi, mantan pejabat, mantan pimpinan 
militer, pebisnis, dan tokoh publik lainnya. Isi memoar "para tokoh" ini lebih 
banyak mengungkap sisi karier perjalanan hidup mereka ketimbang soal-soal yang 
menyangkut pribadi.

Pada perkembangan selanjutnya, memoar tidak melulu ditulis oleh seorang "tokoh". 
Orang awam pun kini sudah banyak yang menuliskan sisi-sisi kehidupannya yang 
menarik dalam karya tulis berbentuk memoar. Contohnya buku laris "Laskar 
Pelangi" yang ditulis oleh Andrea Hirata dan "Jakarta Under Cover" karya Moammar 
Emka, pada dasarnya jika ditilik dari penuturan penulisnya dapat dikategorikan 
sebagai memoar.

Memoar sepanjang hayat tentang perjalanan hidup diri yang kita tulis sendiri 
lazim disebut autobiografi, sedangkan bila ditulis oleh orang lain dinamakan 
biografi.

Bila kita menuliskan kesan-kesan atau peristiwa penting terhadap seseorang yang 
baru saja meninggal dinamakan in memoriam. Penulis terkemuka Indonesia yang ahli 
soal penulisan in memoriam adalah Rosihan Anwar. Tulisan Rosihan Anwar ini acap 
muncul di harian Kompas tatkala seorang tokoh publik terkemuka meninggal dunia. 
Artikel yang ditulis Rosihan Anwar itu sangat hidup, dan seolah-olah kita 
sebagai pembacanya turut serta dalam alur cerita yang dibuatnya.

Dalam sebuah wawancara di sebuah media massa, Rosihan mengakui "masih tajamnya 
ingatan" saat-saat menulis sebuah in memoriam. Walaupun Rosihan juga mengakui 
ada kekurangan-kekurangan dalam memoar yang ditulisnya lantaran hanya 
mengandalkan ingatan. Orang-orang kita seperti Rosihan Anwar itu kian langka 
jumlahnya.

Oleh karenanya, menulis sebuah memoar tidak bisa hanya mengandalkan ingatan 
belaka. Lantaran pendekatan yang hanya mengandalkan ingatan saja cenderung 
melahirkan penilaian yang bias sifatnya. Kadang pula, kekurangakuratan yang 
menyangkut detail nama orang (mungkin juga posisi dan jabatan yang disandang), 
tanggal, dan waktu tak terhindarkan dalam penulisan memoar yang hanya 
mengandalkan ingatan.

Namun demikian, agar mendekati penilaian objektif atas sebuah memoar yang kita 
tulis, diperlukan perangkat pembantu berupa bahan-bahan pendukung. Ketersediaan 
perangkat pendukung itu terletak pada soal arsip-mengarsip dokumen yang kita 
miliki. Arsip ini bisa berupa diary (catatan harian), foto, surat-surat masuk-
keluar (organisasi, departemen, lembaga, maupun koleksi pribadi), piagam 
penghargaan, medali, trofi kejuaraan, penerbitan (newsletter, majalah, koran, 
situs web), dan lain sebagainya.

Namun, bila tidak memungkinkan tersedia, bahan-bahan pendukung tetap bisa 
dilacak ke lembaga ekstern yang telah membuka akses terhadap arsip-arsip yang 
dimilikinya. Pokoknya, hal ihwal informasi yang memiliki "nilai sejarah". Soal 
ini, saya rasa merupakan kelemahan dari hampir semua orang di Indonesia. Pesan 
yang ingin saya sampaikan pada para pembaca melalui tulisan ini adalah hendaknya 
kita mulai dari sekarang mendokumentasi dan mencatat "peristiwa penting" semua 
hal yang berkaitan dengan aktivitas kita keseharian.

Bila pembaca seorang tokoh, katakanlah mantan pejabat atau pimpinan militer, 
bahan-bahan dokumentasi itu bisa dijadikan sebuah buku memoar yang berguna untuk 
orang lain. Darinya, kita mendapat pengetahuan baru tentang suatu latar belakang 
peristiwa, atau mengapa suatu kebijakan tertentu harus dilakukan atau tidak 
dilakukan.

Namun, bila pembaca bukan seorang tokoh, bahan dokumentasi itu juga bisa kita 
jadikan buku memoar. Yang pembaca cetak terbatas dan bisa dibaca oleh minimal 
anak-cucu dan kerabat dekat. Paling tidak, sekecil apa pun peran yang pernah 
kita mainkan dalam hidup; tentang kesuksesan atau kegagalan; darma bakti buat 
lingkungan dan sebagainya bisa dijadikan suri teladan untuk generasi berikutnya.

Ketimbang banyak peristiwa penting dalam hidup Anda lewat begitu saja, 
seyogianya mulai dari sekarang meluangkan waktu untuk menulis sebuah memoar. 
Siapa tahu pula, memoar yang Anda tulis itu bermanfaat bagi sesama. Barangkali 
pula, jika memoar tersebut dilirik dan diterbitkan oleh penerbit bisa 
mendatangkan rezeki tidak terduga. Mengapa tidak?

Diambil dan disunting dari:
Nama situs: Dwiki Setiyawan
Alamat URL: http://dwikisetiyawan.wordpress.com/2009/05/26/menulis-memoar-mengapa-tidak/
Penulis: Dwiki Setiawan
Tanggal akses: 7 November 2013


                 POJOK BAHASA: NASIONALISASI SINGKATAN

Akhirnya, semak hati (bingung, -red.) [saya] menjumpai dan membaca naskah dengan 
judul bermuatan singkatan asing seperti "CPO", "CSR", dan "MDGs" kiriman penulis 
artikel untuk diterbitkan di koran. Inilah bukti bahwa dengan satu gerak 
globalisasi, bahasa Indonesia bertarung dengan bahasa Inggris. Bertarung bukan 
dalam medan bahasa, melainkan dalam modal, perbankan, perdagangan, komunikasi, 
komputer, perdapuran, dan lain-lain. Di situ, bahasa dipertaruhkan.

Singkatan-singkatan itu masuk ke segenap relung perbincangan dengan kecepatan 
tsunami di Aceh. Para ahli kita terhanyut oleh kemalasan menunaikan semacam 
nasionalisasi demi kejernihan makna bawaannya ke dalam bahasa sendiri, bahkan 
untuk ranah keahlian masing-masing.

Harus diakui, percumalah mengindonesiakan "ATM" dan "SMS". Kedua makhluk dari 
lingkup perbankan dan komunikasi ini telah menyebar dengan laju tak terbendung 
dari Glodok hingga pelosok, dari rangkaya sampai paria, dari yang ningrat ke 
yang melarat. Dua-duanya menjadi generik dalam beragam bahasa anak segala 
bangsa. Semujur "WC" pendahulunya, "ATM" dan "SMS" langsung dilantik sebagai 
lema dalam kamus ekabahasa Inggris mutakhir. Tak banyak singkatan mendapat 
kehormatan diperlakukan sebagai kata.

Akan tetapi, apa perlunya mempertahankan "CPO", "CSR", "MDGs", dan seterusnya 
dalam teks Indonesia? Bertambahkah wibawa secarik tulisan hanya dengan gincu 
semacam itu?

Hampir semua penulis artikel yang mengaku sebagai doktor pertanian melumuri 
naskahnya dengan "CPO" ketika membahas kelapa sawit. Bayangkan, minyak sawit 
mentah yang tersua di kilang-kilang seantero dunia sebagian besar berpaspor 
Indonesia, tetapi di tangan sarjana pertanian kita selalu ditulis sebagai "crude 
palm oil" -— digenapi dengan singkatan "CPO" -- bukan "minyak sawit mentah" atau 
"MSM". "Crude palm oil" bukanlah rangkaian kata pembentuk idiom. Tak sulit 
mengalihkan kata demi kata Inggris itu ke dalam kata demi kata Indonesia. Kamus 
Inggris-Indonesia John M. Echols dan Hassan Shadily memadankan "crude oil" 
dengan "minyak mentah", "palm oil" dengan "minyak sawit".

Asal tahu saja, "CPO" tidak serta-merta "crude palm oil". The Free Dictionary 
(FARLEX) mendaftarkan paling tidak 71 singkatan "CPO" yang dikenal setakat ini: 
Chief Petty Officer, certified pre-owned, compulsory purchase order, civilian 
personnel online, Central Police Office, cost per output, dan seterusnya. "CPO" 
bukan singkatan sakral yang tak boleh dialihkan ke bahasa lain.

Istilah "corporate social responsibility" mulai dikenal pada akhir 1960-an 
ketika perusahaan multinasional bertumbuh di negara-negara maju, tetapi baru 
menyerbu teks-teks berbahasa Indonesia sebagai "CSR" sejak 2004. Di harian ini 
(KOMPAS, -red.), sang pemulanya adalah seorang ekonom pada artikelnya dalam 
edisi 21 Agustus 2004: "Bagi bisnis modern, isu tanggung jawab sosial perusahaan 
(corporate social responsibility/CSR) adalah bagian amat penting yang tidak 
boleh diabaikan. Hampir di seluruh laporan tahunan (annual report) perusahaan-
perusahaan besar, program CSR selalu terpampang rapi dan mengesankan."

Sulitkah mengganti "CSR" dengan TJSP, MDGs dengan SPM, dan seterusnya? Tak usah 
berharap ekonom dan fisikawan kita dianugerahi Nobel.

Dengan menggarap nasionalisasi istilah untuk bidang masing-masing, ilmuwan kita 
sebetulnya menimbun harta tak ternilai dalam usaha mengungkapkan gagasan dan 
konsep pengetahuan ke dalam bahasa persatuan ini.

Diambil dan disunting dari:
Nama situs: Rubrik Bahasa
Alamat URL: http://rubrikbahasa.wordpress.com/2011/04/15/nasionalisasi-singkatan/
Penulis: Salomo Simanungkalit
Tanggal akses: 7 November 2013


         STOP PRESS: SUMBER BAHAN NATAL BERKUALITAS DARI SABDA

Kami yakin Anda yang aktif di pelayanan pasti sudah mulai berpikir untuk 
mempersiapkan Natal, bukan? Nah, dengan gembira kami menginformasikan bahwa 
Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) telah menyediakan berbagai bahan seputar Natal, 
yang bisa Anda temukan di situs Natal Indonesia, Youtube, dan Facebook Natal. 
Melalui situs, Anda bisa mendapatkan banyak bahan seperti: Renungan Natal, 
Artikel Natal, Cerita/Kesaksian Natal, Drama Natal, Puisi Natal, Tips Natal, 
Bahan Mengajar Natal, Blog Natal, Resensi Buku Natal, Gambar/Desain Natal, Lagu 
Natal, dll.. Situs ini sangat interaktif karena semua pengunjung bisa 
mendaftarkan diri, berpartisipasi aktif dengan mengirimkan tulisan, menulis 
blog, memberikan komentar, dan mengucapkan selamat Natal kepada pengunjung yang 
lain.

Selain situs, Anda bisa mendapatkan bahan Natal berupa video audio melalui 
Youtube. Anda juga bisa bergabung di komunitas Facebook Natal sehingga Anda bisa 
saling mendukung, berbagi hal-hal seputar Natal, dan menambah relasi dengan 
saudara-saudari seiman. Jadi, tunggu apa lagi? Segera kunjungi sumber-sumber 
bahan Natal dari YLSA. Mari berbagi berkat pada perayaan hari kedatangan Kristus 
ke dunia 2000 tahun yang lalu ini, dengan menjadi berkat bagi kemuliaan nama-
Nya.

- Situs Natal: http://natal.sabda.org/
- Youtube:
1. Kisah Natal Matius: http://www.youtube.com/watch?v=q8tSbbQPGZg
2. Kisah Natal Lukas: http://www.youtube.com/watch?v=MWxqm9U-KeY
3. Carita Natal Mateus: http://www.youtube.com/watch?v=w3Vt18UvxsU
4. Carita Natal Lukas: http://www.youtube.com/watch?v=j0ThUUrWVV8
- Facebook Natal: http://fb.sabda.org/natal


Kontak: penulis(at)sabda.org
Redaksi: Yudo, Santi T., dan Berlin B.
Berlangganan: subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-penulis/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org