Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/139 |
|
e-Penulis edisi 139 (15-8-2013)
|
|
__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________ Edisi 139/Agustus/2013 Tema: Menulis Antologi (I) e-Penulis -- Menulis Antologi (I) Edisi 139/Agustus/2013 DAFTAR ISI DARI REDAKSI: ANTOLOGI: SALAH SATU IMPIAN PENULIS BARU ARTIKEL: LARISNYA BUKU ANTOLOGI POJOK BAHASA: KETERJAJAHAN BAHASA STOP PRESS: PEMBUKAAN KELAS DASAR-DASAR IMAN KRISTEN (DIK) SEP/OKT 2013! DARI REDAKSI: ANTOLOGI: SALAH SATU IMPIAN PENULIS BARU Salah satu mimpi, sekaligus standar keberhasilan, seorang penulis adalah terbitnya sebuah buku yang berisi hasil karyanya. Pencapaian ini tidak hanya dimiliki oleh para penulis terkenal/senior saja, tetapi "penulis baru" pun punya kesempatan yang sama dalam hal ini. "Larisnya Buku Antologi" dalam artikel kali ini, bisa menjadi jawaban atas keragu-raguan yang selama ini dirasakan para penulis baru dalam melangkah di bidang penulisan, bahkan ketika mereka berani bermimpi kapan tulisan mereka dibukukan. Bukan hanya sebatas inspirasi saja, melainkan artikel kali ini bisa membuka paradigma para penulis bahwa ada kesempatan untuk menunjukkan hasil karya mereka bersama dengan penulis-penulis yang lainnya. Redaksi juga mengajak semua Sahabat e-Penulis untuk peduli pada Bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa harus dipikirkan secara bijaksana seiring dengan perkembangan bahasa dan begitu banyaknya istilah asing yang mulai menggoda paradigma dan cara pengucapan kita. Simaklah sajian Pojok Bahasa dengan saksama dan pertahankan Bahasa Indonesia selamanya! Selamat membaca, Tuhan memberkati. Staf Redaksi e-Penulis, Santi T. < http://pelitaku.sabda.org > ARTIKEL: LARISNYA BUKU ANTOLOGI Menurut pengamatan saya, yang bergabung dalam kelompok-kelompok penulis dan sering berkunjung ke toko buku, buku yang ditulis secara keroyokan sedang menjadi tren. Hampir setiap hari saya menerima pengumuman tentang ajakan menulis sebuah buku secara bersama-sama dengan beberapa penulis. Dan di toko buku, mata saya selalu menangkap deretan buku yang ditulis oleh lebih dari satu penulis. Maksud keroyokan di sini adalah beberapa penulis ikut andil dalam terciptanya sebuah buku. Satu penulis bisa menulis satu bab atau satu kisah saja dalam sebuah buku. Sementara, bab atau kisah selanjutnya ditulis oleh penulis lain. Jumlah penulis dalam buku jenis ini beragam, tetapi yang pasti lebih dari satu. Ada satu penulis yang berperan sebagai koordinator terciptanya buku tersebut. Koordinator inilah yang mempunyai ide tema atau judul sebuah buku yang akan dibuat. Selanjutnya, ia mengumumkan kepada khalayak bahwa ia mencari naskah tentang suatu tema untuk dibukukan. Ia mengumpulkan naskah dari para penulis, memilih tulisan yang sesuai, menyusunnya menjadi satu naskah buku, lalu menyerahkannya kepada penerbit. Penulis yang naskahnya terpilih akan mendapatkan imbalan, bisa berupa royalti atau mereka akan mendapatkan buku antologi tersebut secara gratis. Nama koordinator ini nantinya akan terpajang di sampul buku bersama beberapa nama penulis yang sudah cukup dikenal, agar bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi buku tersebut. Buku yang ditulis secara keroyokan ini disebut buku antologi. Menurut Wikipedia, secara harfiah antologi diturunkan dari kata Bahasa Yunani yang berarti karangan bunga atau kumpulan bunga. Maka, bisa diartikan bahwa antologi adalah sebuah kumpulan dari karya-karya sastra. Masih menurut Wikipedia, antologi awalnya hanya berupa kumpulan puisi. Namun, pada perkembangan selanjutnya, antologi bisa berupa kumpulan cerpen, novel, kisah-kisah nyata, dan lain sebagainya. Bagi orang yang baru menginjakkan kaki di dunia kepenulisan buku, proyek buku antologi ini bisa dijadikan sarana untuk melatih keterampilan menulis. Banyak penulis buku yang lebih dahulu berkarya secara keroyokan sebelum benar-benar menulis buku sendiri. Mereka akan senang ketika naskah mereka masuk dalam sebuah buku antologi. Hal ini menambah kepercayaan diri mereka untuk menulis. Tidak jarang mereka membeli buku antologi tersebut dalam jumlah banyak lalu membagi- bagikannya kepada sahabat, keluarga, dan handai tolan secara gratis. Sebuah euforia. Bagi koordinator, sebuah buku antologi juga sangat menguntungkan. Koordinator ini tidak perlu menulis puluhan atau ratusan halaman naskah agar namanya terpampang di sampul sebuah buku. Otomatis, mereka adalah pemilik naskah buku tersebut meskipun naskahnya ditulis oleh banyak penulis. Menurut pengamatan saya, salah satu alasan penerbit menerima naskah buku antologi ini yaitu pertimbangan pasar. Buku antologi yang saat ini banyak beredar, ditulis oleh puluhan penulis yang kebanyakan disebut sebagai "penulis baru". Euforia para "penulis baru" menjadi keuntungan tersendiri bagi penerbit. Mereka menjadi seperti tenaga marketing gratis bagi penerbit untuk memasarkan buku antologi tersebut. Semakin banyak jumlah penulis sebuah buku antologi, maka akan semakin banyak jumlah tenaga marketing gratis bagi buku tersebut. Maka, kebanyakan buku antologi laris manis di pasaran. Tentu ada hal-hal lain yang membuat sebuah buku antologi laris manis di pasaran, seperti tema dan isi yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pembaca. Bagi yang belum membuat buku antologi, bisa mencobanya sekarang. Diambil dan disunting dari: Nama situs: republika.co.id Alamat URL: http://www.republika.co.id/berita/komunitas/women-script-co/12/04/26/m32zf1-larisnya-buku-antologi Penulis: A. Yahya Hastuti Tanggal akses: 30 Juli 2013 POJOK BAHASA: KETERJAJAHAN BAHASA Ketika saya mengikuti bakti sosial di salah satu kecamatan di Gunung Kidul, seorang staf kelurahan tidak dapat lagi mengatakan ruang atau tempat, bisanya mengucapkan "spis" (mungkin sering mendengar orang mengucapkan kata Bahasa Inggris "space"). Lantaran globalisasi dan internasionalisasi, menyatakan Sekolah Dasar saja sampai lupa, bisanya "elementary school". Apakah ini pertanda kemajuan atau keterjajahan bahasa kita? Mengatakan bon-bin (kebon binatang) saja sudah susah, bisanya cuma `zoo`. Ternyata, dari pengamatan saya, beberapa akademisi pun mulai kesulitan mengucapkan "lokakarya, rapat/pertemuan, berbagi/menyampaikan, omong-omong, menerbitkan, janji, acara/peristiwa", dan masih banyak lagi. Mereka lebih fasih dan nyaman mengucapkan/menggunakan "workshop, meeting, share/sharing, by the way, publish, appointment, event". Dalam suatu rapat, ada peserta yang berkata, "Saya ingin share informasi tentang masalah ini .... Akhirnya, saya berterima kasih kepada Pak Anu atas `sharingnya`." Saya tidak tahu apa yang sebenarnya ada dalam benak pembicara dan apakah kata "share" dan "sharing" dapat diganti dengan kata Bahasa Indonesia yang benar-benar membawa makna yang dimaksud. Kalau ditengok di kamus Oxford, makna yang paling pas dalam konteks tersebut adalah "to tell other people about your ideas, experiences, and feelings" yang padan katanya adalah menyampaikan, menjelaskan, atau memberi tahu. Mungkin perkataan peserta rapat itu dapat dinyatakan dalam bahasa yang menawan seperti: "Saya ingin menyampaikan informasi tentang masalah ini .... Akhirnya, saya berterima kasih kepada Pak Anu atas penyampaian gagasannya." Mungkin orang menggunakan kata sar ser agar lebih gagah atau memang tidak tahu makna kata itu atau tidak tahu Bahasa Indonesianya, padahal bisa pinjam kamus atau langsung lihat di iPadnya, lalu merasakan maknanya. Memang banyak kata yang kita belum menemukan padan katanya karena sifatnya sebagai nama atau merek (proper name) atau istilah yang sangat teknis, khususnya dalam bidang teknologi informasi seperti iTune, AppStore, iPod, Cydia, Wi-Fi, Podcast, CDMA, GSM, BlackBerry, Apple, dan sebagainya. Namun, untuk nama jenis seperti "download, save, cut, left-justified, copy, file", dan semacamnya, kita harus berusaha untuk mencari padan kata yang pas dan menawarkannya. Istilah `unduh` nyatanya sudah berterima (acceptable) sebagai ganti `download`. Sebaliknya, nama yang khas Indonesia yang tidak ada di negara lain tetap dipertahankan seperti apa adanya misalnya "rotan, orang hutan, salak, dhuwet, rambutan, gudeg, lodeh, joglo", dan sebagainya. `Salak`, misalnya, tidak perlu disebut "snake fruit". Kita didik orang asing untuk menyebutkan nama-nama khas Indonesia agar melekat dalam benak mereka sehingga nama-nama itu menginternasional. Kita harus berani menjajah orang asing dalam hal bahasa. Diambil dan disunting dari: Nama situs: suwardjono.staff.ugm.ac.id Alamat URL: http://www.suwardjono.staff.ugm.ac.id/bahasa-kita/146-sab21.html Penulis: Suwardjono Tanggal akses: 30 Juli 2013 STOP PRESS: PEMBUKAAN KELAS DASAR-DASAR IMAN KRISTEN (DIK) SEP/OKT 2013! PESTA kembali membuka kelas Dasar-dasar Iman Kristen (DIK) untuk periode Sep/Okt 2013. Kelas diskusi ini akan mempelajari pokok penting iman Kristen, seperti Penciptaan, Manusia, Dosa, Keselamatan, dan Hidup Baru dalam Kristus. Segeralah mendaftar karena kelas diskusi akan dimulai pada pertengahan bulan September 2013. Kirimkan permohonan Anda untuk mengikuti kelas DIK ini, ke Admin PESTA < kusuma(at)in-christ.net >. Setelah itu, Admin akan mengonfirmasikan dengan mengirimkan tugas awal. Jika Anda ingin mendapatkan modul DIK secara online, silakan akses di: ==> < http://pesta.org/dik_sil > Kontak: penulis(at)sabda.org Redaksi: Yudo, Santi T., dan Berlin B. Berlangganan: subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-penulis/arsip/ BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |