Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/131

e-Penulis edisi 131 (5-4-2013)

Ragam Profesi Penerjemah(I)

__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________
                         Edisi 130/Maret/2013
                    Tema: Ragam Profesi Penerjemah (I)

e-Penulis -- Ragam Profesi Penerjemah (I)
Edisi 131/April/2013

DAFTAR ISI
DARI REDAKSI: MENENGOK PROFESI PENERJEMAH
ARTIKEL: RAGAM PROFESI DALAM BIDANG PENERJEMAHAN
POJOK BAHASA: KREATIF DALAM MEMAKAI KATA/ISTILAH ASING 
              DALAM BAHASA INDONESIA

            DARI REDAKSI: MENENGOK PROFESI PENERJEMAH

Shalom!

Bertanyalah kepada sepuluh remaja yang Anda temui tentang profesi yang 
mereka impikan. Menurut Anda, berapa banyak dari mereka yang 
menyebutkan "penerjemah" sebagai profesi impian? Mungkin, tak seorang 
pun akan menyebutkan profesi itu. Profesi penerjemah memang tidak 
banyak "dikenal" ataupun diminati. Tentu ada banyak faktor yang 
mungkin menyebabkan hal ini. Penerjemah hampir selalu dipahami hanya 
sebagai pekerjaan mengalihkan suatu bahasa ke bahasa lain saja. 
Sesuatu yang seolah-olah bisa dilakukan oleh siapa pun yang memiliki 
kemampuan berbicara dalam dua bahasa yang berbeda. Tidak banyak orang 
yang tahu apa saja pekerjaan yang dikategorikan dalam pekerjaan 
menerjemahkan. Jika Anda tertarik untuk mengetahui aneka profesi 
penerjemah, artikel yang kami sajikan dalam edisi kali ini mungkin 
dapat menolong Anda. Pada kolom Pojok Bahasa, Anda juga dapat 
mendapatkan informasi tentang bagaimana menggunakan kata asing secara 
kreatif. Selamat membaca!

Staf Redaksi e-Penulis,
Berlin B.
< http://pelitaku.sabda.org >


         ARTIKEL: RAGAM PROFESI DALAM BIDANG PENERJEMAHAN

Dua profesi dalam bidang penerjemahan yang telah dikenal luas oleh 
masyarakat dan diakui secara resmi oleh pemerintah di Indonesia adalah 
penerjemah dan juru bahasa. Seiring dengan berjalannya waktu, 
kebutuhan pengguna jasa di bidang penerjemahan semakin bervariasi dan 
profesi di bidang ini pun semakin beragam. Dalam siaran pers untuk 
menyambut Hari Penerjemahan Internasional 2010 pada tanggal 30 
September yang lalu, Federasi Penerjemah Internasional (FIT, 
Fédération Internationale des Traducteurs) pun menyebut satu profesi 
lain di bidang penerjemahan: juru istilah (terminologist). Selain itu, 
di milis penerjemah Bahtera pun sudah sering dibahas tentang berbagai 
aspek dari profesi penerjemah film dan editor terjemahan. Jadi, 
sebenarnya apa saja ragam profesi dalam bidang penerjemahan itu?

Dari berbagai sumber yang tersedia di internet, Language Resource 
Center Wake Forest University (LRS WFU) memberikan daftar profesi 
dalam bidang penerjemahan yang paling komprehensif dan deskriptif. 
Mereka mencantumkan sebelas kategori yang terdiri dari "translator", 
"interpreter", "terminologist", "editor/proofreader", "subtitler", 
"transcriptionist", "localizor", "lexicographer", "linguist", "project 
manager", dan "language engineer". Berikut jabaran dari masing-masing 
profesi tersebut menurut LRS WFU (Language Resource Center Wake Forest 
University).

- Penerjemah (translator) adalah orang yang mengonversikan suatu 
  naskah dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Penerjemahan dapat 
  dikelompokkan menurut tiga dimensi: pendekatan, bidang, dan alat yang 
  digunakan.

- Juru bahasa (interpreter) bertugas menerjemahkan pesan lisan secara 
  verbal dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Penjurubahasaan dapat 
  dikategorikan menurut lingkungan (pengadilan, komunitas, konferensi, 
  dan telepon) serta cara penyampaian (konsekutif dan simultan).

- Juru istilah (terminologist) bertugas mencari padanan istilah 
  tertentu dari satu bahasa ke bahasa yang lain untuk memfasilitasi 
  komunikasi. Dalam hal ini, istilah merujuk pada istilah teknis yang 
  digunakan pada suatu bidang tertentu serta penyelidikan untuk 
  menemukan istilah yang paling tepat menggambarkan suatu konsep.

- Penyunting terjemahan (editor) bertugas meninjau naskah terjemahan 
  untuk memperbaiki tata bahasa dan istilah, termasuk makna keseluruhan 
  wacana serta keselarasan budaya suatu naskah.

- Penerjemah teks film (subtitler) bertugas memberikan teks terjemahan 
  yang sinkron dengan dialog dalam suatu film, video, atau televisi. 
  Meskipun sering hanya membaca naskah yang sudah diterjemahkan, 
  penyulih suara (dubber) juga kadang dianggap sebagai profesi dalam 
  bidang penerjemahan, dan bahkan dapat juga bertugas ganda sebagai 
  penerjemah dialog.

- Transkripsionis (transcriptionist) bertugas mendengarkan suara dan 
  kata-kata dari pesan lisan dari suatu bahasa, yang biasanya direkam, 
  dan mengubahnya menjadi terjemahan tertulis dalam bahasa lain.

- Pelokal (localizor) bertugas menyesuaikan suatu produk terhadap 
  suatu lokalitas, pasar sasaran, atau kelompok bahasa tertentu. 
  Pelokalan umumnya dikaitkan dengan industri perangkat lunak yang 
  merupakan konsumen terbesar layanan pelokalan, meskipun pelokalan juga 
  diperlukan dalam konteks lain.

- Leksikografer (lexicographer) bertugas mengembangkan entri atau 
  definisi suatu kata, istilah, atau konsep untuk disertakan dalam suatu 
  kamus ekabahasa atau dwibahasa. 

- Linguis (linguist) bertugas mencari padanan tepat suatu unit bahasa 
  dalam naskah sumber tanpa merujuk pada faktor-faktor budaya atau 
  kontekstual. Linguis membuat aturan sintaksis dan gramatikal untuk 
  program penerjemahan.

- Manajer penerjemahan (project manager) bertugas mengawasi seluruh 
  proses penerjemahan, berhubungan dengan klien, menjadi petugas 
  penghubung antara tim penerjemah dan klien, mengelola semua arahan 
  teknis, serta mendukung dan melacak kemajuan proyek penerjemahan.

- Insinyur bahasa (language engineer) bertugas membuat perangkat lunak 
  yang mudah disesuaikan ke dalam bahasa lain dan membuat proses 
  pelokalan menjadi lebih sederhana. Metode yang digunakan meliputi 
  pengorganisasian dan penerapan program, kerangka, dan skrip perangkat 
  lunak atau laman web yang membuat lancar pengalihan suatu perangkat 
  lunak dari satu bahasa ke bahasa lain.

Profesi bidang penerjemahan apa yang paling cocok untuk Anda?

Diambil dari:
Nama situs: blog.bahtera.org
Alamat URL: http://blog.bahtera.org/2010/10/ragam-profesi-dalam-bidang-penerjemahan/
Penulis: Ivan Lanin
Tanggal akses: 16 Oktober 2012


POJOK BAHASA: KREATIF DALAM MEMAKAI KATA/ISTILAH ASING DALAM BAHASA INDONESIA

Beberapa waktu belakangan ini, ada sebuah kata yang dapat dikatakan 
populer atau dikenal luas dalam komunikasi resmi maupun sehari-hari. 
Kata yang dimaksud adalah kata "event", yang kemungkinan besar marak 
sebagai akibat dari munculnya sejumlah `event organizer` di Indonesia 
pada tahun 1990-an, hingga kini. Kenyataan ini sesungguhnya dapat 
dikatakan sebagai sesuatu yang wajar-wajar saja sekiranya kata event 
yang mempunyai makna (1) `peristiwa, kejadian`, (2) `pertandingan, 
perlombaan`, dan (3) itu diposisikan dan dipakai oleh banyak orang 
sebagaimana mereka memanfaatkan kata-kata asing semacam computer, 
cyber, internet, dan go public.

Dilihat dari aspek pemakaiannya, kata "event" tersebut adakalanya 
memang dipergunakan dengan tepat oleh berbagai kalangan, tetapi sering 
pula dipakai secara semena-mena, istimewanya dalam pengucapan yang 
berimbas pada penulisan. Tidak terhitung lagi jumlahnya, orang 
kebanyakan -- bahkan juga petinggi negara maupun pejabat pemerintah 
lainnya -- yang mengucapkan "event" (dalam Bahasa Inggris) laiknya 
"even" (dalam Bahasa Inggris berarti "juga"). Yang sangat 
memprihatinkan, kecerobohan pemakaian ini juga dapat dijumpai dalam 
penulisan di media massa, meskipun kata "event" itu telah 
diindonesiakan atau malahan telah dianggap sebagai khazanah Bahasa 
Indonesia dengan mengubah penulisannya. Dua contoh berikut diharapkan 
dapat memberi gambaran:

a. Mereka rutin punya even, untuk menyalurkan bakat anak muda, baik 
   bidang nyanyi, fashion show, seni tari tradisional, dan banyak lagi 
   even lainnya yang berbau remaja. ("Rindu Event Remaja," Banjarmasin 
   Post. 2 0ktober 2004, h. 13)

b. Kegiatan ini diawali dengan pemukulan shuttle cock sebagai tanda 
   dimulainya iven bergengsi tersebut. Iven ini juga dihadiri oleh mantan 
   pemain bulutangkis nasional antara lain Alan Budikusuma dan Budi 
   Santoso. ("Sroyer Buka Kejuaraan Bulutangkis Pulmon Cup III 2004," 
   Cahaya Papua, 26 Juli 2004)

Pemakaian kata "even" pada kutipan pertama tampaknya merupakan suatu 
upaya mengadopsi kata event -- seperti terlihat dari judulnya -- ke 
dalam khazanah Bahasa Indonesia dengan penyesuaian dalam hal 
penulisan. Cara menuliskan "even" yang merupakan pengindonesiaan dari 
kata "event" itu, sesungguhnya merupakan suatu penulisan yang benar 
sebagaimana diatur dalam "Garis Haluan Penggantian Kata dan Ungkapan 
Asing" butir 9.2 yang berbunyi "Penyerapan melalui penyesuaian ejaan 
dengan mengutamakan bentuk tulisannya. Hasil penyerapan itu dilafalkan 
secara Indonesia". Yang menjadi masalah, bukan dalam segi penulisannya 
itu melainkan dalam pengucapannya, sebagaimana dikehendaki oleh 
ketentuan termaktub. Penulisan kata "even" (pada kutipan pertama), 
sesuai dengan pelafalan Indonesia, seharusnya memang diucapkan sebagai 
[even] atau [even] dan bukan [iev- n] sebagaimana pengucapan untuk 
kata "iven".

Namun, yang lebih perlu dipersoalkan di sini adalah landasan pemilihan 
kata "even" atau "iven" itu sendiri. Mengapa harus kata itu yang 
dipilih dan bukan, misalnya, "perlombaan" atau "pertandingan"? 
Mungkinkah penyebabnya adalah semacam rasa rendah diri atau rasa 
kurang modern yang dilandasi atas kesalahan dalam memahami pembaca?

Pertanyaan yang baru saja dilontarkan ini sangat bisa dimengerti 
jikalau dalam sebuah tulisan terdapat kata atau sejumlah kata asing 
yang dipakai secara paksa dan kurang tepat. Pemakaian kata asing itu 
sesungguhnya merupakan sesuatu yang boleh jadi mubazir, lantaran apa 
yang diwakili oleh kata asing itu sudah ada dalam khazanah Bahasa 
Indonesia. Hanya saja, dirasa adanya nada "norak", "kampungan", atau 
sekadar "biasa-biasa saja", dalam kata yang disembunyikan itu sehingga 
dicarilah kata atau istilah asing yang dikira akan memberikan suatu 
nuansa atau citra yang lebih mutakhir, masa kini, atau modern. Judul-
judul yang berbunyi "Peralatan-Anggar The Best", (Manado Post, 28 
Agustus 2004), "Akbar Mengaku Welcome" (Fajar, 7 Agustus 2004), 
"Special Price dari Executive" (Tribun Timur, 7 Agustus 2004), 
"Pameran dan Indonesia City Expo 2004: Surabaya Sebagai Meeting Point" 
(Surya, 7 Agustus 2004), misalnya, dengan penulisan yang tidak 
mempedulikan kaidah penulisan yang lazim, bukankah dapat mewakili rasa 
rendah diri atau kurang modern itu? Mengapa untuk "Peralatan Anggar 
The Best" tidak ditulis saja dengan "Peralatan-Anggar Terbaik".

Beberapa contoh yang baru saja dinyatakan ini dapat dikatakan sebagai 
hanya terjebak pada suatu pengungkapan yang cenderung "gagah-gagahan", 
yang sangat mungkin juga didasari faktor latah. Artinya, karena media 
yang lain tampak berlomba menggunakan kata-kata asing, media yang 
tidak mampu mengontrol diri dalam hal memanfaatkan pilihan kata 
Indonesia akan dengan mudah terjerembab juga dalam pemakaian kata-kata 
asing seperti telah dinyatakan dalam contoh-contoh di atas.

Contoh lain seperti "Jadikan Pelanggan Sebagai Bozz" pada rubrik 
"Bisnis Harian" dari koran Rakyat Merdeka (29 September 2004) jelas-
jelas menunjukkan kecerobohan alih-alih kekreatifan. Hal ini 
membuktikan adanya keteledoran dalam penulisan kata-kata asing, yang 
bisa saja disebabkan oleh tidak berfungsinya bagian penyuntingan pada 
media bersangkutan. Kecerobohan lain yang biasa terjadi sebenarnya 
bukan sebatas pada judul-judul saja; pada tubuh karangan sangat sering 
kita jumpai penulisan yang salah. Sebagai contoh kalimat berikut ini: 
Salah seorang anak Amien Rais "mendapatkan beasiswa di National 
University Singapore jurusan Mess Media Communication", seperti 
terungkap dalam koran Rakyat Merdeka, 27 September 2004.

Memang tidak selamanya setiap bahasa mempunyai kata atau istilah yang 
serba lengkap. Karena kenyataan yang sedemikian itulah, maka kegiatan 
pinjam-meminjam kata di antara bahasa-bahasa di dunia ini biasa 
terjadi. Namun, kendati dimungkinkan adanya pinjam-meminjam kata itu, 
tentu ada seperangkat aturan yang harus ditaati. Selain itu, 
kekonsistenan di dalam penerapan atau penulisan juga merupakan suatu 
pertanda apakah ketaatasasan sudah dilaksanakan, atau apakah 
keintelektualan telah dipakai sebagai titik tolak untuk melakukan 
suatu penyerapan kata. Namun, sejumlah media massa di Indonesia masih 
banyak yang asal-asalan dalam menerapkan kata atau istilah yang 
berasal dari kosakata asing itu, tanpa perlu meralat sesudahnya bahwa 
tindakan semacam itu merupakan cela dalam berbahasa.

Judul-judul yang berbunyi "Persib Konfiden, PSIS Pressure Ketat" (Indo 
Pos, 14 September 2003), "kover yang eye-catching" (Bintang Millenia, 
No. 184, Minggu V, April 2003), dan "Tak Ketinggalan Aksesori & Spare 
Part" (Rakyat Merdeka, 27 September 2004) merupakan contoh betapa 
kekonsistenan merupakan sesuatu yang tampaknya tidak dipedulikan. 
Lebih dari sekadar ketidakkonsistenan yang ada, persoalan pada judul-
judul yang dipakai sebagai contoh kasus ini, memperlihatkan suatu 
tindak berbahasa yang sangat amburadul dan -- seperti sudah disebutkan 
di bagian awal tulisan ini -- kerendahdirian dalam berbahasa.

Namun, pemakaian kata atau istilah asing sering kali masih 
dipertahankan pula karena istilah itu, khususnya bertautan dengan 
sejumlah kode (kultural, sosial, dan semacamnya) dan tidak serta-merta 
dapat dialihbahasakan. Contohnya, judul yang berbunyi "Kecantikan 
dengan Aroma Therapy" (Fajar, 7 Agustus 2004) sangat mungkin lebih 
dipahami oleh pembaca daripada jika istilah "aroma therapy" itu 
diganti atau diindonesiakan dengan misalnya "penyembuhan melalui 
wewangian" atau ungkapan yang lainnya.

Suatu kenyataan bahwa kita, sebagai penutur Bahasa Indonesia, tidak 
dapat melepaskan diri dari pergaulan dengan bahasa-bahasa lain. Kata 
atau istilah asing sangat boleh jadi "terpaksa" harus kita pakai 
karena kita memang tidak mempunyai tradisi atau kegiatan, dan yang 
lainnya, sebagaimana dipunyai atau dilakukan oleh bangsa lain. 
Olahraga "bungy jumping" contohnya, adalah suatu jenis olahraga yang 
datang dari luar. Hal yang patut kita lakukan adalah mencoba membuat 
istilah baru yang sepadan dengan karakteristik olahraga itu. Ada 
seseorang yang mengusulkan, saya lupa, istilah "lompataja" untuk 
olahraga itu, maka lahirlah istilah baru dan kekayaan kosakata Bahasa 
Indonesia pun bertambah. Kreativitas semacam inilah yang kita 
perlukan. Namun, tidak ada gunanya juga sekiranya kita sudah mencoba 
mencari kata atau istilah baru, tetapi hanya kita untuk diri sendiri. 
Sosialisasi merupakan keharusan, dan media massa merupakan wahana yang 
tepat untuk ini.

Diambil dan disunting dari:
Nama situs: pondokbahasa.wordpress.com
Alamat URL: http://pondokbahasa.wordpress.com/2008/08/10/pemakaian-istilah-asing-dan-kata-serapan-di-media-massa-di-indonesia/
Judul asli artikel: Pemakaian Istilah Asing dan Kata Serapan di Media Massa di Indonesia
Penulis: Ibnu Wahyudi
Tanggal akses: 2 April 2013


Kontak: penulis(at)sabda.org
Redaksi: Yudo, Santi T., dan Berlin B.
Berlangganan: subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-penulis/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org