Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/128

e-Penulis edisi 128 (23-2-2013)

Pengaruh Budaya Nusantara dalam Sastra Indonesia (II)

__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________
                        Edisi 128/Februari/2013
     Tema: Pengaruh Budaya Nusantara dalam Sastra Indonesia (II)

e-Penulis -- Pengaruh Budaya Nusantara dalam Sastra Indonesia (II)
Edisi 128/Februari/2013

DAFTAR ISI
DARI REDAKSI: KRITIK BUDAYA LEWAT TULISAN
TIP MENULIS: MENGAMATI BUDAYA
TOKOH PENULIS: LAURA INGALLS WILDER
PENA MAYA: TAUFIQISMAIL.COM

DARI REDAKSI: KRITIK BUDAYA LEWAT TULISAN

Shalom!

Budaya dan kebiasaan masyarakat di sekitar kita sering kali kurang 
mendapat perhatian karena banyak orang menganggapnya sebagai sesuatu 
yang tidak perlu dipikirkan secara serius. Padahal, jika kita tidak 
menganggap suatu budaya atau kebiasaan sebagai sesuatu yang penting, 
kita tentu tidak dapat memberi masukan atau kritik terhadapnya. Jika 
demikian, masyarakat pemilik budaya itu tentu tidak akan bertumbuh dan 
terus melakukan hal yang sama dalam beberapa generasi berikutnya.

Banyak sastrawan besar Indonesia yang tidak hanya menerima budaya dan 
kebiasaan pada zamannya secara mentah-mentah. Sastrawan seperti 
Pramoedya Ananta Toer, Taufiq Ismail, dan Sutan Takdir Alisjahbana 
misalnya; mereka peka terhadap suatu kecenderungan yang terjadi pada 
masyarakat, lalu menyuarakan pandangan mereka supaya orang lain juga 
bisa memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi. Suara mereka yang 
terangkum dalam tinta dan kertas mendapat tanggapan dari banyak pihak, 
ada yang setuju, ada yang tidak, ada yang memberi penghargaan, ada 
pula yang dengan keras menentang hingga berusaha membungkam suara-
suara mereka. Meski demikian, mereka sudah melakukan bagiannya, 
bagaimana dengan kita?

Pemimpin Redaksi e-Penulis,
Yudo
< yudo(at)in-christ.net >
< http://penulis.sabda.org >


                   TIP MENULIS: MENGAMATI BUDAYA
                        Ditulis oleh: Yudo

Dalam artikel pada edisi yang lalu, kita sudah membahas tentang 
bagaimana budaya memengaruhi kesusastraan suatu daerah. Namun, jika 
kita menyelisik lebih dalam, yang mendapat pengaruh langsung dari 
budaya bukanlah karya sastra itu sendiri, melainkan para penulisnya. 
Jika kita mengamati para sastrawan besar Indonesia, kita bisa melihat 
bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak hanya terbuka terhadap 
budaya pada zamannya, tetapi juga dengan aktif merekam budaya itu 
dalam tulisan-tulisan mereka. Sekali lagi, budaya yang kita maksud 
dalam hal ini bukan hanya hal-hal yang bersifat tradisional saja, 
melainkan kebiasaan-kebiasaan yang bisa dikategorikan dalam kebiasaan 
modern atau kontemporer.

Jadi, apa yang sebenarnya kita butuhkan untuk dapat merekam budaya 
yang ada di sekitar kita? Di bawah ini ada beberapa tip sederhana yang 
dapat membantu kita untuk semakin peka terhadap budaya di sekitar kita 
dan merekamnya:

1. Membuka diri terhadap keadaan sosial-budaya sekitar kita.

Membuka diri berarti aktif mencari tahu tentang kondisi lingkungan 
kita. Tidak perlu yang muluk-muluk, dengan mengamati kondisi sosial 
yang ada di lingkungan tempat tinggal kita saja, kita sudah bisa 
mendapatkan banyak hal yang berkaitan dengan budaya atau kebiasaan, 
baik yang positif maupun yang negatif. Kita bisa mengamati pola 
kebiasaan masyarakat ketika diperhadapkan pada suatu kondisi seperti 
pernikahan, kematian, hari-hari raya, hari-hari khusus yang ditetapkan 
pemerintah, ataupun kebiasaan umum lainnya yang dilakukan oleh 
masyarakat di sekitar kita.

2. Mencari sumber-sumber literatur yang membahas suatu budaya atau 
   kebiasaan.

Ada banyak buku dan sumber lainnya yang bisa membantu kita memahami 
keadaan sosial-budaya di sekitar kita. Bahan-bahan ini tidak hanya 
akan membuka pemahaman kita mengenai asal usul budaya yang kita amati, 
tetapi juga akan membawa kita kepada sumber-sumber yang lain, sehingga 
pemahaman kita mengenai budaya itu akan semakin dalam. Selain itu, 
dengan membaca banyak referensi, kita juga bisa melihat suatu budaya 
dari berbagai sudut pandang.

3. Bersikap kritis terhadap budaya yang diamati dan menyajikannya 
   dalam bentuk yang mudah diterima.

Jangan takut bersikap kritis terhadap budaya yang kita amati. Jangan 
hanya mencermati asal usulnya, tetapi amatilah juga sisi positif dan 
negatifnya, apa manfaat dan akibatnya, bagaimana budaya itu membentuk 
generasi selanjutnya. Dengan demikian, kita bisa menolong orang lain 
untuk melihat suatu budaya atau kebiasaan secara objektif. Perlu 
diingat bahwa hasil pengamatan atau pandangan kritis kita terhadap 
budaya tidak melulu berupa esai atau tulisan yang bersifat serius. 
Kita bisa mengemasnya dalam bentuk narasi atau puisi sehingga bisa 
lebih mudah diterima oleh masyarakat.

Ingatlah bahwa selalu akan ada pihak lain yang mungkin tidak setuju 
dengan hasil pengamatan kita, akan tetapi jangan berkecil hati. Dari 
ketidaksetujuan itulah, justru muncul diskusi-diskusi lanjutan yang 
pada akhirnya juga akan tetap memberi kontribusi kepada masyarakat 
kita. Tetaplah semangat dalam berkarya!

Sumber bacaan:
1. Sesario Putra Pradana . 2011. "Masyarakat dan Kebudayaan" dalam 
   http://kakikolongmeja.blogspot.com/2011/04/masyarakat-dan-kebudayaan.html
2. _______________. 2012. "Apresiasi Budaya GodeanBukti Kepedulian 
   Masyarakat" dalam 
   http://oase.kompas.com/read/2012/11/07/23441368/Apresiasi.Budaya.Godean.Bukti.Kepedulian.Masyarakat
3. ________________. 2012. "Kultur Budaya" dalam 
   http://disporbudpar.cirebonkota.go.id/index.php/Kesenian/kultur-budaya.html

             
              TOKOH PENULIS: LAURA INGALLS WILDER

Laura Ingalls Wilder adalah nama di belakang buku seri yang paling 
disukai anak-anak, "Little House" (Rumah Kecil). Novel-novel yang 
ditulisnya banyak mendapat inspirasi dari pengalaman masa kecilnya 
selama tahun 1800-an di daerah Barat yang masih liar. Anak Laura, 
Rose, adalah orang yang mendorongnya untuk menulis pengalamannya 
tersebut. Buku-bukunya semakin terkenal setelah dijadikan serial 
televisi pada tahun 1974 -- 1983.

Laura Elizabeth Ingalls Wilder lahir di sebuah desa di Pepin, 
Wisconsin, pada 7 Februari 1867. Ia merupakan anak kedua dari empat 
bersaudara yang lahir dari pasangan Philip Ingalls dan Caroline Lake 
Quiner. Semua saudarinya, Marry, Carrie, dan Grace, juga pernah muncul 
dalam novel yang ditulisnya. Ketika masih kecil, kepindahan Laura dan 
keluarganya dari satu tempat ke tempat lainnya benar-benar membangun 
pengalaman yang kaya dan kisah-kisah yang menarik dalam ingatannya. 
Tempat-tempat yang pernah ditinggali oleh keluarganya termasuk wilayah 
Minnesota, Iowa, Missouri, Kansas, Perbatasan Indian, dan Perbatasan 
Dakota. Keluarga ini akhirnya menetap di De Smet, Dakota Selatan; di 
sanalah mereka mengalami musim dingin kedua yang amat buruk. Musim 
dingin yang disebut-sebut sebagai salah satu musim dingin terburuk 
yang pernah dialami kawasan itu, kemudian ditulisnya dalam salah satu 
buku berjudul, "The Long Winter" ("Musim Dingin yang Panjang". Dalam 
buku itu, Laura mengingat pengalaman masa remajanya dalam bertahan di 
temperatur yang dingin dan serba kekurangan.

Karena seringnya berpindah, Laura tidak dapat mengikuti pendidikan 
secara rutin, tetapi keadaan itu berubah setelah mereka tinggal di De 
Smet. Laura juga pernah mengerjakan beberapa pekerjaan sebelum 
mendapat sertifikat mengajar pada tahun 1882. Saat itu, ia baru 
berusia 15 tahun. Selama tiga tahun, Laura mengajar di sebuah sekolah 
di desa kecil sembari melanjutkan pendidikannya. Meski tidak terlalu 
suka mengajar, Laura tetap melakukannya demi menyokong keuangan 
keluarganya. Pendidikan dan karier mengajarnya berakhir ketika ia 
menikahi Almanzo Wilder yang berusia 10 tahun lebih tua darinya pada 
25 Agustus 1885. Ketika itu, Laura masih berusia 18 tahun. Dalam 
novelnya yang berjudul "The First Four Years" ("Empat Tahun Pertama"), 
Laura mendedikasikan dirinya untuk membantu suaminya di pertanian 
mereka. Pada tahun 1886, Laura melahirkan anak pertamanya, Rose. Dalam 
tahun-tahun awal itu, pasangan ini mengalami banyak kesulitan, Laura 
harus tegar ketika suaminya menderita difteri dan mengalami 
kelumpuhan. Kesulitan besar lain yang juga harus dialaminya adalah 
ketika rumah yang dibangunnya bersama Almanzo terbakar.

Pada tahun 1884, keluarga ini memulai perjalanan mereka ke Mansfield, 
Missouri, tempat yang akan menjadi rumah mereka hingga akhir hayat. 
Wilder menulis catatan harian mengenai pengalaman mereka selama 
perjalanan ini dan mengirimkannya, untuk diterbitkan di surat kabar De 
Smet News sesampainya di Mansfield. Catatan pengalaman ini menjadi 
karya Wilder yang pertama kali diterbitkan dan menjadi permulaan 
karier kepenulisannya. Setelah itu, ia juga mulai mengirimkan karyanya 
ke lebih banyak lagi penerbit, termasuk McCall`s Magazine dan Country 
Gentleman. Selain itu, ia juga menjadi editor untuk rubrik mengenai 
peternakan di St. Louis Star dan menjadi editor kepala selama dua 
belas tahun di Missouri Ruralist.

Wilder mulai mengumpulkan kembali pengalaman masa kecilnya ke dalam 
buku-buku cerita setelah didorong oleh putrinya. Mengambil setting di 
Wisconsin, "Little House in the Big Woods" ("Rumah Kecil di Rimba 
Besar") diterbitkan pada tahun 1932 dan diikuti oleh "Farmer Boy " 
("Anak Petani") pada tahun 1933 dan "Little House on the Prairie " 
("Rumah Kecil di Padang Rumput") pada tahun 1935. Sampai sekarang, 
para pembacanya tetap terpikat oleh karya Laura yang menggambarkan 
sisi hangat kehidupan nyata. Pada 10 Februari 1957, tiga hari setelah 
ulang tahunnya yang ke-90, Wilder meninggal dan dimakamkan di samping 
makam suami dan putrinya di kuburan kota Mansfield, Missouri. (t/Yudo)

Diterjemahkan dari:
Nama situs: Famous Authors
Alamat URL: http://www.famousauthors.org/laura-ingalls-wilder
Penulis: tidak dicantumkan
Tanggal akses: 18 Januari 2013


                    PENA MAYA: TAUFIQISMAIL.COM

Siapa yang tak kenal Taufiq Ismail? Salah satu pujangga terbaik 
Indonesia ini selalu memukau pembaca puisinya dengan diksi-diksi yang 
manis dan cerdas, sambil terus mengejutkan mereka dengan ide-ide yang 
terkandung dalam tiap bait puisinya. Jika Sahabat e-Penulis kesulitan 
menemukan puisi-puisi Taufiq Ismail, Sahabat bisa berkunjung ke 
taufiqismail.com. Di situs ini, Sahabat bisa membaca kumpulan puisi 
beliau yang berjumlah ratusan. Tunggu apa lagi? Segeralah berkunjung 
ke situs resmi beliau melalui tautan di bawah ini. Selamat menjelajah! 
(Yudo)

==> http://taufiqismail.com


Kontak: penulis(at)sabda.org
Redaksi: Yudo, Santi T., dan Berlin B.
Berlangganan: subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-penulis/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org