Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/1

e-Penulis edisi 1 (26-10-2004)

Motivasi untuk Menulis

<><=============================><>*<><============================><>
                       ><><>< e-Penulis ><><><
                      (Menulis untuk Melayani)
                      Edisi 001/Nopember/2004
<><================================================================><>
                        MOTIVASI UNTUK MENULIS
<><=============================><>*<><============================><>
=#= DAFTAR ISI =#=
    * Dari Redaksi : Salam Kenal
    * Artikel      : Motivasi untuk Menulis
    * Kesaksian    : Menulis Menyelamatkan Hidup Saya
    * Pojok Bahasa : Penggunaan Huruf Kapital
    * Info dari "Christian Writer´s Club"
<><=============================><>*<><============================><>
=#= DARI REDAKSI =#=

  Salam Perkenalan!

  Puji syukur kepada Tuhan Yesus, oleh karena pertolongan-Nya, maka
  publikasi elektronik "e-Penulis" ini bisa terbit untuk
  memperlengkapi orang-orang Kristen yang gemar menulis.

  Kerinduan untuk menerbitkan Publikasi e-Penulis ini berawal dari
  keyakinan bahwa setiap orang sebenarnya memiliki kemampuan untuk
  menulis. Namun, banyak yang tidak tahu bagaimana menulis dengan baik
  atau bagaimana membuat tulisannya menjadi berkat bagi orang lain
  sehingga memuliakan nama Tuhan. Oleh sebab itu, visi publikasi
  e-Penulis ini adalah untuk membuka wawasan para penulis Kristen,
  baik pemula atau yang sudah senior, untuk dapat mengenal pelayanan
  literatur Kristen dengan lebih baik. Selain itu, melalui wadah ini
  diharapkan mereka juga dapat melatih ketrampilannya di bidang tulis-
  menulis.

  Kiranya kerinduan kami ini mendapat sambutan yang hangat dari
  masyarakat Kristen Indonesia. Karena itu, kami mengajak semua orang
  yang tertarik dalam bidang tulis-menulis untuk bergabung bersama
  dalam Milis Publikasi "e-Penulis". Mari kita saling berbagi ilmu dan
  pengalaman dan mengasah ketrampilan menulis kita untuk kemuliaan
  nama Tuhan.

  Sebagai persembahan perdana, Redaksi e-Penulis telah menyiapkan
  artikel yang akan menolong pembaca mengetahui apa yang seharusnya
  menjadi daya pendorong dalam menulis. Ketika seseorang bertanya
  kepada Anda, "Mengapa Menulis?", apa jawaban Anda? Kami harap,
  artikel yang disajikan di sini dapat menjadi perenungan bagi Anda
  yang sedang bergumul dengan pertanyaan tersebut.

  Kami juga ingin mengajak Anda untuk membaca kesaksian Caryn Mirriam
  Goldberg, Ph.D. tentang pengalamannya, bagaimana ia terjun dalam
  dunia penulisan. Sajian kami yang lain adalah Pojok Bahasa yang
  secara praktis mengulas tentang pemakaian huruf kapital sesuai
  dengan aturan EYD.

  Nah, selamat bergabung dengan Milis Publikasi "e-Penulis". Kiranya
  Tuhan akan terus memperjelas panggilan Anda untuk menulis, sehingga
  dapat menjadi berkat yang akan memuliakan nama-Nya.

  Tuhan memberkati!

  Tim Redaksi

  [Kami mohon maaf, oleh karena masalah teknis, maka Publikasi
  e-Penulis Edisi Perdana baru bisa diterbitkan pada awal Nopember
  2004. Terima kasih atas perhatian dan pengertian Saudara.]

<><=============================><>*<><============================><>
=#= ARTIKEL =#=

                        MOTIVASI UNTUK MENULIS
                        ======================

  Kata "motivasi" sering digunakan orang tanpa mengetahui arti yang
  sebenarnya. Padahal, kata ini sangat berkaitan dengan penulisan.
  Oleh karena itu, coba kita perhatikan apakah arti kata motivasi
  menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Menurut kamus ini,
  "Motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau
  tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu;
  atau usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok
  orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai
  tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan
  perbuatannya."

  Pengertian yang diberikan dalam kamus ini cukup memadai untuk
  mendukung pembicaraan dalam tulisan ini. Banyak orang menulis karena
  dorongan sesuatu yang kurang jelas baginya, yang secara sadar atau
  tidak sadar, merekam dorongan hatinya dalam bentuk tulisan. Dorongan
  yang kuat dan tidak terbendung itu adalah modal utama bagi seorang
  penulis yang ingin berhasil untuk menuangkan buah pikirannya. Tanpa
  dorongan itu, hasilnya kurang memuaskan. Tetapi bila dorongan yang
  kuat itu diwujudkan untuk mengejar kepuasan batiniah, dilahirkan
  dalam bentuk yang diinginkan, maka kepuasan yang tiada taranya akan
  diperoleh.

  Dorongan itu diperoleh mungkin secara tiba-tiba, mungkin pula secara
  kebetulan karena terlibat dalam percakapan atau ketika membaca
  sebuah buku, atau mendengarkan sebuah kabar yang menarik. Ada
  sesuatu yang mendesak-desak dalam dadanya yang hendak dicetuskan,
  suatu kobaran yang tidak terbendung. Dan seorang penulis yang sudah
  "jadi" akan memanfaatkan kesempatan ini untuk melahirkan karyanya.
  Tidaklah mengherankan apabila ia dapat menuliskan karyanya dalam
  tempo yang relatif "singkat". Dadanya serasa sesak dan tangannya
  bergerak dengan lincah di atas mesin ketik. Segalanya terasa
  berjalan dengan mudah dan lancar, hanya karena adanya suatu motivasi
  yang kuat di dalam dirinya.

  Jika motivasinya bersifat religius, maka "Injil" yang dianggap
  ´Kabar Baik´ itu akan mendesaknya untuk memberitakan-Nya kepada
  orang lain yang belum pernah mendengar. Ia tidak akan pernah dapat
  tidur nyenyak sebelum ia mencurahkan kabar baik itu dari dalam hati
  dan pikirannya. Ia akan menuliskan pesan yang mengetuk hatinya,
  dalam bentuk artikel. Suatu rasa puas yang luar biasa akan
  dirasakannya setelah melihat tulisan atau artikel itu muncul dalam
  majalah. Di sini ada sesuatu yang mendorongnya, dorongan untuk
  menuliskan kabar Injil, sesuatu berita baik yang mendatangkan
  kebahagiaan kepada orang lain.

  Tetapi ada juga orang yang terdorong menulis sebuah artikel karena
  uang. Pengharapan yang diletakkannya di depan ialah uang, setiap
  kali ia menyelesaikan bagian demi bagian dari tulisannya, ia
  mengharapkan tulisannya segera selesai, karena tidak lama lagi ia
  akan mendapatkan uang sebagai imbalannya. Maka pikirannya dipenuhi
  dengan uang. Pada umumnya, dorongan seperti ini tidak mendatangkan
  hasil yang memuaskan. Ia cenderung menulis dengan cepat hanya
  sekedar untuk memperoleh imbalan. Berbeda dengan dorongan "Injil"
  yang dikatakan di atas, yang membuat orang meletakkan pengharapan di
  depan, kepuasan batin karena orang lain akan memperoleh berita
  keselamatan. Kita tahu bahwa uang memang penting, tetapi uang bukan
  tujuan utama. Uang adalah imbalan yang menyusul kemudian. Yang
  diutamakan ialah penyampaian ide dan sesuatu yang amat berharga bagi
  sesama.

  David E. Hensley menyebutkan empat kata yang penting untuk diingat
  dan diperhatikan oleh seorang penulis atau calon penulis. Keempat
  kata itu adalah sikap, perspektif, disiplin, dan visi. Keempat kata
  itu sangat erat kaitannya dengan motivasi dalam penulisan. Berikut
  ini saya akan menjabarkan pemikiran yang disampaikannya itu.

  1. Sikap
  --------
  Seorang penulis ataupun pemula harus memiliki keyakinan atas kerja
  ataupun karya yang digarapnya. Ia harus memiliki suatu sikap
  tertentu yang jelas dan unik. Ibarat fisik penulis itu sendiri, ia
  bisa saja memiliki organ yang serupa dengan organ tubuh orang lain,
  tetapi yang jelas, ia berbeda dari siapa pun. Ia tidak akan pernah
  sama dengan orang lain. Tuhan telah menciptakan manusia dalam wujud
  yang unik. Ia tidak sama dengan orang lain, dan orang lain tidak
  sama dengan dia. Ia merupakan suatu unikum. Setiap individu adalah
  unik, memiliki ciri kepribadian sendiri; dan karena itu, memiliki
  sikap hidup yang jelas dan berbeda dari corak yang dimiliki orang
  lain.

  Di dalam berkarya pun ia harus bersikap demikian. Ia memiliki sikap
  hidup yang telah terbentuk. Sebagai orang Kristen, ia memiliki sikap
  hidup yang tidak dapat ditawar-tawar. Sikap hidup yang unik inilah
  yang melahirkan karya yang unik pula, karya yang memiliki corak yang
  Kristiani.

  Ia dapat melakukan sesuatu yang mungkin tidak dapat dilakukan orang
  lain, tentu dengan caranya sendiri. Karena hal ini telah menjadi
  bagian dari hidupnya, maka sadar atau tidak sadar, sikapnya akan
  tampak dalam karya-karyanya. Keyakinannya memberi warna pada
  karyanya, suatu unikum yang tidak dimiliki orang lain. Barangkali,
  sikap ini memberi warna yang dominan bagi karya-karyanya, karena apa
  yang dihayatinya, itulah yang diungkapkannya. Karya yang unik dan
  mandiri itu senantiasa menunjukkan kesegarannya. Ia memiliki nafas
  yang menghidupi setiap gerak-geriknya. Orang yang membacanya akan
  hanyut di dalam sajiannya! Para editor pada umumnya menginginkan
  naskah yang demikian.

  2. Perspektif
  -------------
  Seorang penulis pemula harus memiliki stamina. Ia harus menjadi
  pembaca yang baik, yang sanggup merendahkan hati untuk berguru
  kepada orang lain, lingkungan, dan pengetahuan. Ia memiliki
  pandangan yang jauh ke depan. Ibarat sebatang pohon, ia tidak tumbuh
  dalam satu malam saja lantas berbuah. Pohon itu tumbuh dari benih,
  mengalami proses pertumbuhan alami, melalui deraan hujan dan terik
  matahari. Mungkin juga tiupan badai akan mengukuhkan akarnya
  sehingga menukik ke dalam tanah untuk mempertahankan pertumbuhannya.
  Tahun demi tahun tantangan itu dihadapi, sampai akhirnya dahan-
  dahannya mengeluarkan buah. Tidak semua buahnya matang dengan
  sempurna, sebagian mungkin gugur sebelum waktunya, sebagian lagi
  dimakan burung, serangga, ulat, atau dijolok oleh anak-anak. Yang
  hanya sisa sebagian saja, itulah yang mendatangkan kebahagiaan bagi
  pemiliknya yang berusaha keras memeliharanya!

  Penulis pemula tidak memandang naskah-naskah yang dikembalikan
  redaksi sebagai suatu penolakan terhadap dirinya. Redaksi atau
  editor naskah, editor artikel, dan sebagainya, menolak sebuah naskah
  yang terdiri dari beberapa halaman yang ada di atas mejanya. Ia
  tidak pernah berpikir untuk menolak penulisnya! Surat ataupun kartu
  penolakan adalah sesuatu yang lumrah, apalagi bagi penulis pemula.
  Ada yang menganggapnya sebagai tangga untuk meraih sukses.

  Abraham Lincoln meraih tangga sukses melalui kegagalan yang bertubi-
  tubi. Untuk menjadi senator saja, ia harus berjuang mati-matian,
  dikalahkan berulang-ulang, sampai akhirnya ia menjadi presiden
  Amerika Serikat!

  Kartu penolakan naskah adalah jenjang pertama menuju sukses! Orang
  lain mengatakan bahwa kegagalan adalah langkah praktis menuju
  sukses. Atau ada pula yang mengatakan bahwa kegagalan itu bagaikan
  tonjolan-tonjolan batu di bukit karang terjal, tanpa tonjolan batu
  itu, pendaki tidak mungkin dapat mendakinya. Bukankah banyak dari
  antara penulis yang menerima hadiah Nobel semula menerima kartu
  penolakan dan pengembalian naskah? Seandainya artikel Anda
  dikembalikan, anggaplah bahwa editornya memiliki naskah yang cukup
  di mejanya mengenai bidang itu. Oleh karena itu, garaplah bidang
  yang lain yang mungkin belum ditulis orang atau belum banyak di
  dalam persediaan editor. Kadang-kadang, ada juga editor yang sedang
  kebingungan, lalu ia menolak naskah apa saja yang datang ke mejanya
  pada hari ia dongkol itu! Penolakan kecil adalah bagian dari proses
  perkembangan. Tetaplah memiliki tekad yang membara. Jangan berharap
  memperoleh imbalan yang cepat pada awal karier. Penulis, pada awal
  karier penulisannya, menulis hampir sepuluh tahun di pelbagai media
  massa tanpa memperoleh imbalan satu sen pun. Setiap kali honorarium
  diminta, selalu tidak mendapat jawaban dari redaksinya. Entah
  mengapa, penulis tidak tahu. Padahal media massa itu bukanlah milik
  sebuah perusahaan. Namun, sikap mereka tetap satu: membisu setiap
  kali honorarium diminta! Setelah tahun kesebelas, penulis baru
  mendapat imbalan. Imbalan itu datang dengan sendirinya, setelah
  merasa bahwa menulis bukanlah untuk memperoleh uang. Entah mengapa,
  situasi itu bagaikan koor saja! Editor dan staf redaksi adalah
  manusia juga. Stamina memang diperlukan.

  3. Disiplin
  -----------
  Seorang penulis sejak mengangkat penanya, berkenalan dengan teknik
  dan disiplin. Ia memegang pena, atau menekan tuts mesin ketik. Semua
  alat itu sudah didisiplinkan dan dimekaniskan. Pelakunya harus
  mengenal disiplin yang berkaitan dengan benda itu. Apalagi penulis
  sudah menuliskan kalimat. Maka ia pun berkenalan dengan disiplin
  lain, konvensi dan lambang-lambang huruf. Ia mulai "mempermainkan"
  huruf dalam batas-batas pengertian. Ia memberi makna kepada huruf.
  Ia harus mengetahui aturan, struktur kalimat, dan bentuk-bentuk yang
  berkaitan dengan itu. Apa yang terkandung dalam benaknya diungkapkan
  melalui alat yang memiliki disiplin itu!

  Penulis yang baik, sejak awal menggoreskan penanya sudah harus
  menyiapkan diri dengan disiplin penulisan. Ia harus menjadi pembaca
  yang setia dan mengenal tanda-tanda baca. Orang yang menghadiri
  pertemuan-pertemuan, seminar-seminar penulisan, dan penataran-
  penataran, jika tidak mempraktikkannya tidak akan memperoleh manfaat
  daripadanya. Orang yang menghadiri pertemuan seperti itu cenderung
  menganggap dirinya penulis atau pengarang, namun tidak pernah
  menulis. Hal yang demikian adalah lamunan kosong belaka.

  Orang yang tidak mengenal disiplin tidak akan memperoleh imbalan
  sama sekali! Langkah-langkah yang ditempuhnya tidak akan beraturan
  dan hasilnya pun tidak akan memuaskan.

  4. Visi
  -------
  Seorang penulis Kristen harus memiliki visi, yaitu suatu kemampuan
  untuk memandang jauh ke depan dengan mengetahui apa yang sudah
  terjadi. Ini menyangkut daya nalar dan daya khayal. Raja Salomo
  pernah berkata, "Jika tidak ada wahyu, menjadi liarlah rakyat"
  (Amsal 29:18).

  Menulis bagi seorang Kristen berarti memiliki misi tertentu yang
  membentuk visinya. Bobot tulisannya diresapi oleh tujuan misi
  tersebut. Berangkat dari situlah, ia mengembangkan kemampuannya
  untuk mencapai target yang paling luhur: menyampaikan berita
  keselamatan.

  Orang yang memiliki visi akan mempunyai pengharapan. Orang yang
  memiliki pengharapan akan memiliki tujuan, dan orang yang memiliki
  tujuan yang luhur akan memandang jauh ke depan kepada sebuah cita-
  cita yang tinggi, memuliakan Tuhan dan meluhurkan jiwa manusia di
  dunia yang fana ini.

  Karena ada visi, maka manusia memiliki kreativitas. Manusia yang
  kreatif akan senantiasa mencari kebaruan yang membahagiakan manusia.


  Bahan dikutip dari sumber:
  Judul Buku   : Bagaimana Menjadi Penulis Artikel Kristiani
                 yang Sukses
  Judul Artikel: Motivasi untuk Menulis
  Penulis      : Drs. Wilson Nadeak
  Penerbit     : Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1989
  Halaman      : 16 - 23

<><=============================><>*<><============================><>
=#= KESAKSIAN =#=

  Mengapa menulis? Apakah menulis memberikan manfaat? Kesaksian dari
  Caryn Mirriam Goldberg, Ph.D. berikut ini membantu  kita untuk
  melihat bagaimana menulis bisa menjadi pusat hidupnya. Dikatakannya
  bahwa menulis menyelamatkan hidupnya, ..... apakah juga mungkin
  dapat menyelamatkan hidup Anda?? Selamat membaca!

                   MENULIS MENYELAMATKAN HIDUP SAYA
                   ================================

  "Saya berusia empat belas tahun sewaktu duduk di tangga beton di
  depan apartemen sahabat karib saya yang segera akan menjadi mantan
  sahabat saya. Kami baru saja bertengkar hebat. Lomba berteriak ini
  akan mengakhiri persahabatan pertama saya, dan sampai saat itu,
  itulah satu-satunya persahabatan dalam hidup saya. Di rumah, kedua
  orangtua saya menghadapi perceraian terburuk abad ini, (begitulah
  pikir saya) telah membuat batas dengan membagi dua rumah kami, dan
  saya tidak yakin harus berada di sisi mana. Saya pikir, hidup saya
  hancur, dan saya tidak tahu harus berbuat apa."

  "Maka saya pun mulai menulis."

  Puisi pertama saya, tidak mengherankan, yaitu tentang bagaimana
  seseorang dapat berubah menjadi sangat kejam. Begitu pula dengan
  puisi saya yang kedua dan yang ketiga. Namun, dalam proses memegang
  pena dan menuntunnya maju mundur di atas setiap baris, saya mulai
  merasakan adanya suatu harapan. Saya mulai merasa ketakutan saya
  berkurang, tidak terlalu merasa sendiri. Saya menyukai perasaan ini,
  maka saya pun terus menulis.

  Selama dua puluh lima tahun terakhir, saya terus menulis -- kadang-
  kadang cepat dan tidak rapi, kadang selambat lalu lintas yang macet.
  Kini, saya punya rak-rak yang dipenuhi catatan harian, dan laci-laci
  yang dipenuhi puisi, esai, cerita, dan surat-surat. Menulis telah
  menjadi pusat hidup saya melebihi segala yang saya ketahui tentang
  diri saya sendiri dan dunia, bagaikan debar jantung di seluruh
  tubuh, membawa saya berulang-ulang pada kekosongan halaman dan
  kebutuhan untuk mengisinya. Menulis telah menyelamatkan hidup saya.

  Saya percaya, dengan menuangkan pikiran, puisi, dan cerita kadang
  berjam-jam setiap harinya, mencegah saya terlalu banyak berpikir
  untuk bunuh diri di saat-saat sulit dan sedih. Sebagai seorang
  remaja, saya bertanya-tanya, apakah saya layak hidup, dan menulis
  membantu saya memahami luka hati saya. Saat menulis, saya dapat
  mengumpulkan ketakutan dan emosi saya yang meluap-luap di atas
  kertas, menciptakan semacam cermin. Cermin ini menunjukkan mengapa
  saya merasa seperti yang saya rasakan, di mana saya sebelumnya
  berada, di mana saya pernah berada, dan bahkan ke mana saya mungkin
  pergi selanjutnya.

  Saya adalah salah satu siswa yang menerima catatan dalam rapor,
  "Dapat meraih prestasi lebih baik, seandainya lebih berkonsentrasi
  dan tidak terlalu banyak melamun." Meskipun saya tidak pernah
  belajar berkonsentrasi tanpa melamun, namun menulis membantu saya
  untuk berkonsentrasi dengan menunjukkan kepada saya mengenai cara
  melamun yang lebih baik -- dan di atas kertas. Cerita-cerita dan
  puisi-puisi saya menunjukkan bahwa saya benar-benar dapat memercayai
  diri sendiri dan mimpi-mimpi saya. Menulis juga membantu saya dalam
  memahami banyak mata pelajaran di sekolah, memungkinkan saya
  menyuarakan perasaan saya, tentang apa yang saya pelajari dalam
  pelajaran filsafat, sejarah, dan lainnya.

  Dalam kehidupan keluarga, menulis menunjukkan saya, sekilas, bahwa
  saya baik-baik saja. Saya banyak menulis tentang keluarga saya,
  bagaimana mereka berperilaku dan bagaimana saya menanggapinya.
  Sering saya tidak mengetahui apa yang sesungguhnya saya rasakan
  sampai saya mulai menulis. Kata-kata yang saya coretkan mencegah
  saya untuk merasa tidak berdaya, mencegah saya menutup diri dari
  dunia. Menulis, ketika itu dan sekarang, membantu saya merasakan-
  kadang-kadang sakit, sering kebingungan, selalu bimbang, dan sekali-
  sekali benar-benar gembira.

  Menulis membuka hati saya, dan dalam prosesnya, saya mulai menemukan
  diri saya sendiri.

  Menulis juga menyelamatkan hidup saya dalam hal ... kesempatan untuk
  terus menulis. Ia memberi saya cara membuat sesuatu yang terasa
  kreatif dan hidup -- sesuatu dengan daging dan tulang dan darah yang
  mungkin hidup dengan sendirinya, seperti monster Dr. Frankenstein.
  Yang terpenting, menulis membawa saya pulang. Saat mengisi catatan
  harian, saya merasa hidup ini berarti. Saya merasa menjadi bagian
  dari halaman-halaman kertas itu dan merasa diterima di sana. Tak
  seorang pun dapat merebut perasaan ini dari saya.

  Bahan dikutip dari sumber:
  Judul Buku    : Daripada Bete Nulis Aja
  Judul Artikel : Menulis Menyelamatkan Hidup Saya
  Penulis       : Caryn Mirriam-Golberg, Ph.D.
  Penerbit      : Kaifa
  Halaman       : 17 - 18

<><=============================><>*<><============================><>
=#= POJOK BAHASA =#=

                       PENGGUNAAN HURUF KAPITAL
                       ========================

  Huruf kapital (huruf besar) dipakai sebagai huruf pertama dalam:
  1. Petikan langsung.
     Contoh: Andi berkata, "Lihat Bu, apa yang telah saya buat di
             sekolah.", 2. Dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci,
     termasuk kata ganti untuk Tuhan.
     Contoh:
     - Sejauh mana Anda sudah mengenal Alkitab?
     - Ia mengasihi umat-Nya sedemikian rupa, sehingga Ia rela
       mengorbankan nyawa-Nya untuk mereka.
  3. Nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama
     orang.
     Contoh: Rasul Paulus, Nabi Musa, Raden Ajeng Kartini dan
             sebagainya.
  4. Unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang
     dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi,
     atau nama tempat.
     Contoh: Presiden Megawati, Wakil Presiden Hamzah Haz, Sekretaris
             Jendral Pertanian, Gubernur Irian Jaya, dan sebagainya.
  5. Nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
     Contoh: bangsa Indonesia, suku Jawa, bahasa Inggris, dan
             sebagainya.
  6. Nama hari, bulan, tahun, hari raya, dan peristiwa sejarah.
     Contoh: hari Senin, bulan Agustus, tahun Hijriah, hari Natal,
             Perang Padri, dan sebagainya.
  7. Nama geografi.
     Contoh: Asia Tenggara, Bukit Barisan, Jalan Diponegoro, dan
             sebagainya.
  8. Semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan,
     badan, serta nama dokumen resmi.
     Contoh: Republik Indonesia, Majelis Permusyawaratan Rakyat,
             Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
  9. Setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan,
     lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
     Contoh: Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial,
             Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, dan sebagainya.
 10. Semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam
     nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata
     di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi
     awal.
     Contoh: Ia telah menyelesaikan Asas-Asas Hukum Perdata.
 11. Unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
     Contoh: Dr. (doktor), S.S. (sarjana sastra), Prof. (profesor),
             dan sebagainya.
 12. Kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti ´bapak, ibu, saudara,
     adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
     Contoh:
     - Surat Saudara sudah saya terima.
     - Besok Paman akan datang.
 13. Kata ganti Anda.
     Contoh: Jangan menaruh barang-barang Anda di meja ini.

  Bahan diedit dari sumber:
  Judul Buku    : Berbahasa Indonesia dengan Benar
  Penulis       : Dendy Sugono
  Penerbit      : Puspaswara, Jakarta, 1994
  Halaman       : 236 - 241

<><=============================><>*<><============================><>
=#= INFO DARI "CHRISTIAN WRITER´S CLUB" =#=

  Bersamaan dengan terbitnya Publikasi Elektronik e-Penulis, Yayasan
  Lembaga SABDA (YLSA) juga menyediakan wadah dimana diharapkan
  dapat terbentuk komunitas bagi para penulis Kristen. Dalam wadah ini
  para anggota yang tergabung dapat saling berbagi visi, pengalaman
  dan pengetahuan. Wadah ini adalah sebuah situs yang diberi nama
  "Christian Writer´s Club", di alamat:

  ==> http://www.ylsa.org/cw/

  Bagi Anda yang telah menjadi anggota Milis e-Penulis, mari
  berkunjung ke "Christian Writers´ Club" untuk saling berkenalan
  dan saling menyapa. Kami juga akan senang sekali memuat kiriman Anda
  yang berupa kesaksian, khususnya tentang pengalaman Anda dalam
  mengembangkan talenta tulis-menulis. Nah, selamat berjumpa di CWC!


<><=============================><>*<><============================><>
Staf Redaksi: Tessa, Krist, Dhono, dan Puji
Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-penulis@xc.org
Berhenti    : Kirim e-mail kosong ke: unsubscribe-i-kan-penulis@xc.org
Kirim bahan : Kirim e-mail ke <staf-penulis@sabda.org>
Arsip e-Penulis: http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis/
<><=============================><>*<><============================><>
      Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA.
             Didistribusikan melalui sistem network I-KAN.
                     Copyright(c) e-Penulis 2004
                  YLSA -- http://www.sabda.org/ylsa/
<><=============================><>*<><============================><>

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org