ARTIKEL
Puisi di Alkitab
Diringkas oleh: Santi T.
Puisi dan musik mulai digunakan orang Israel sejak awal sejarah mereka. Dalam Perjanjian Lama (PL), Adam memakai syair untuk memuji Allah atas pasangannya yang baru (Kejadian 2:23). Musa juga menyanyikan sebuah nyanyian kepada Allah atas pembebasan orang Israel dari Mesir (Kel. 15). Dari masa para hakim, Alkitab mencatat banyak syair (Hak. 5:2-31, 14:14,18). Namun, sebagian besar puisi di Alkitab berasal dari zaman Raja Daud (1012 -- 972 SM) dan sesudahnya. Meskipun di Perjanjian Baru tidak terdapat kitab syair yang lengkap seperti pada PL, tetapi di dalamnya terdapat banyak puisi.
I. Jenis-Jenis Puisi di Perjanjian Lama
Berbagai jenis puisi bisa kita temukan dalam PL, yaitu
- Syir: syair yang diiringi alat musik.
- Mizmor: nyanyian atau himne ibadat.
- Qina: nyanyian penguburan/syair ratapan.
- Tehilla: himne pujian.
- Masyal: amsal/nyanyian sindiran.
Setiap penyair Ibrani mengungkapkan perasaan pribadinya melalui tulisan. Kebanyakan kitab syair berisi puisi lirik. Selain itu, banyak kitab di Alkitab berisi puisi gnomic (hikmat). Puisi kenabian biasanya menggambarkan sebuah visiun dari Allah, sedangkan puisi sejarah bercerita tentang peristiwa-peristiwa nyata dari masa lalu sebagai sebuah epik.
II. Sifat Puisi Perjanjian Lama
Setiap penyair menggunakan teknik khusus dalam menyampaikan pesannya. Tiga teknik tersebut adalah:
- Rbyme (sajak): berkaitan dengan bunyi kata-kata.
- Meter (irama syair): berkaitan dengan pemakaian aksen dari kata-kata penyair untuk menetapkan irama dalam tiap baris dan suatu pola irama di seluruh syair itu.
- Paralelisme: teknik yang paling sering dipakai oleh para penyair di PL. Ada 3 jenis dasar paralelisme: yang lengkap, yang tidak lengkap, dan "tangga".
A. Paralelisme Lengkap
Terdapat pengulangan pikiran yang tepat atau pikiran yang berlawanan dari satu baris dalam baris yang berikut:
Israel tidak mengenal Umat-Ku tidak memahaminya (Yes. 1:3).
Dalam ayat ini, arti Israel adalah sama dengan umat-Ku. Kata "tidak mengenal" adalah sejajar dengan "tidak memahaminya". Terdapat kata-kata yang berbeda dalam tiap baris untuk mengungkapkan gagasan yang sama.
Dalam paralelisme lengkap terdapat pula paralelisme antitesis -- pengungkapan sebuah gagasan dalam satu baris dan gagasan yang bertentangan dalam baris berikutnya. Contoh: Anak yang bijak menggembirakan ayahnya, tetapi orang yang bebal menghina ibunya (Amsal 15:20).
Terdapat pula paralelisme lengkap jenis lainnya, yaitu mengulang gagasan dalam suatu baris dengan istilah-istilah kiasan atau simbolis -- paralelisme emblematic.
Seperti arang untuk bara menyala dan kayu untuk api, demikianlah orang yang suka bertengkar untuk panasnya perbantahan (Amsal 26:21).
B. Paralelisme Tidak Lengkap
Tidak terdapat pengulangan seluruh gagasan dari baris pertamanya dalam baris kedua dari syairnya.
(1) Sebab itu orang fasik (2) Tidak akan tahan (3) Dalam penghakiman,
(1) begitu pula orang berdosa (3) Dalam perkumpulan orang benar (Mazmur 1:5)
Perhatikan bahwa baris kedua tidak mengulang unsur 2, tetapi mengulang unsur 1 dan 3. Dalam hal ini, penyair tidak berusaha untuk mencocokkan seluruh gagasan dari baris pertama dalam baris kedua, tetapi ia melakukan sebuah pola sejajar. Hal ini disebut compensation (penggantian).
C. Paralelisme Memuncak
Bentuk paralelisme yang paling menarik adalah paralelisme "tangga" atau memuncak.
(1) Sebab sesungguhnya musuh-Mu, (2) ya Tuhan.
(1) Sebab sesungguhnya musuh-Mu (3) Akan binasa,
(1) Semua orang yang melakukan kejahatan (3) akan dicerai-beraikan (Mazmur 92:10).
Penyair tidak menggunakan unsur kedua dari baris pertamanya (ditandai sebagai nomor 2). Gagasan itu ditambahkannya ke dalam unsur yang ketiga.
D. Metode-Metode Lain
Ada beberapa metode lain dalam puisi Ibrani. Misalnya akrostik, yang memulai tiap baris dari syair dengan sebuah huruf yang berbeda dari alfabet Ibrani. Contohnya dalam Mazmur 119, yang dibagi dalam 22 set, yang masing-masing set terdiri atas 8 ayat, satu set untuk tiap huruf dari alfabet Ibrani. Setiap ayat dalam setiap set dimulai dengan huruf Ibrani yang sama, dimulai dengan aleph, huruf pertama dalam alfabet Ibrani. Semua ayat dalam set kedua dimulai dengan beth, huruf kedua dalam alfabet Ibrani, dan begitu seterusnya.
Kadang-kadang, puisi Ibrani akan mengulang bunyi dari tiap kata. Tujuannya untuk membuat aliterasi, seperti dalam syair bahasa Inggris, "Peter Piper picked a peck of pickled peppers ...." Kadang, perulangan juga terjadi pada akhir tiap kata, yang dinamakan asonansi (seperti "potato-tomato").
Puisi Ibrani banyak menggunakan kiasan untuk menolong pembaca memahami pesan penyair. Sering kali, penyair Ibrani menggambarkan Allah dengan memakai istilah-istilah yang sesuai dengan manusia, dengan perasaan dan ciri-ciri tubuh seperti manusia. Misalnya, "Hal itu memilukan hati-Nya" (Kej. 6:6) dan "telinga-Nya" (II Sam. 22:7). Metode ini disebut antropomorfisme.
Metode-metode lain yang juga digunakan adalah hiperbol (membesar-besarkan fakta), simile (menyamakan orang dengan objek), metafora, dan metonimia (penggunaan simbol secara puitis). Meski jarang menggunakan sajak dan irama syair, puisi Ibrani itu kaya dan kreatif.
III. Konteks Sastra
Sebelum kitab-kitab syair di Alkitab muncul, banyak puisi telah digubah di Mesir, Mesopotamia, dan Kanaan. Dalam kitab Mazmur, kebanyakan syairnya berupa syair liris -- syair ini sesuai dengan puisi liris yang terdapat di Sumer, Mesir, dan Babilonia. Orang Sumer -- orang-orang yang pada zaman purba menduduki Lembah Mosopotamia -- banyak menghasilkan Sastra Timur Dekat yang paling kuno, seperti himne, mazmur pujian, dan doa dalam bentuk puisi. Karya penyair Sumer digolongkan menurut subjek dan alat musik yang dipakainya. Syair-syair liris ini memiliki panjang 400 baris. Panjangnya syair-syair Mesir berbeda-beda dan terdiri atas doa dan pujian. Hal menarik dari syair-syair Mesir ialah bahwa sang kekasih dinamakan "saudara laki-laki" (bdg. Kis. 5:12, 8:1-3). Kita menemukan adanya syair ratapan di antara sastra Sumer dan Mesir, berasal dari waktu sebelum 2000 SM. Dengan demikian, ketiga jenis puisi telah ditemukan di luar Alkitab.
Puisi di Alkitab memiliki gaya artistik yang sangat mirip, adanya tema-tema dan kiasan-kiasan yang serupa, dengan puisi dari Ugarit dan Babilonia. Hal ini membuat William F. Albright, arkeolog, mengambil kesimpulan bahwa puisi PL telah digubah pada zaman purba. Struktur puisi PL berada di tengah-tengah puisi Mesopotamia dan Ugarit. Seluruh puisi di Alkitab mempunyai persamaan dengan puisi Ugarit dalam tata bahasa, kosakata, dan kiasan. Namun, puisi alkitabiah berbeda karena keelokannya yang unggul, ungkapan artistik, dan konsep-konsep moral dan rohani.
IV. Kitab-Kitab Syair
Terdapat enam kitab di Alkitab yang berisi puisi liris dan puisi singkat dan tegas. Kitab-kitab yang liris adalah kitab Mazmur, Ratapan, dan Kidung Agung. Kitab-kitab yang berisi puisi singkat dan tegas adalah kitab Amsal, Ayub, dan Pengkhotbah.
V. Kitab-Kitab Hikmat
Dalam kitab Ayub, Amsal, dan Pengkhotbah, terdapat bagian terbesar dari puisi gnomic (hikmat) PL. Puisi hikmat lainnya terdapat dalam Mazmur 1, 4, 10, 14, 18:21-27, 19, 37, 90, 112, dan juga dalam Habakuk 3. Puisi hikmat terbagi menjadi 3 kategori:
- Amsal-amsal populer.
- Teka-teki/perumpamaan.
- Pembahasan panjang lebar mengenai masalah-masalah hidup.
Banyak syair hikmat orang Yahudi berisi hikmat ilahi, yaitu kebenaran Allah yang dinyatakan. Pada masa hakim-hakim, para pemimpin Yahudi memakai amsal, dongeng perumpamaan, dan teka-teki untuk menyampaikan kebenaran Allah (Hak. 14:14, 18, 8:21, 9:6-21). Banyak syair hikmat dari daerah Timur Dekat zaman dahulu mencoba membuat persamaan antara dunia alami dengan kehidupan rohani manusia. Contohnya, amsal orang Mesir tentang Amen-emopet (Ca. 1150-950 sM) yang mirip dengan Amsal 22:17-23:23. Namun, kita tidak mempunyai bukti bahwa Kitab Amsal mengambil ide-ide dari amsal orang Mesir atau sastra kuno lainnya.
Sastra hikmat PL disusun dari kumpulan tulisan orang-orang yang mencatat ajaran orang-orang bijaksana (Amsal 1:6, 22:17) yang sedang memberi nasihat kepada raja. Ada pula istilah "hikmat populer", yaitu hikmat yang dimiliki oleh orang bijaksana yang tidak melayani di istana. Orang-orang bijak seperti ini memiliki andil sepanjang zaman PL, sama seperti yang terdapat di antara bangsa-bangsa lain di Timur Dekat zaman kuno.
VI. Puisi Perjanjian Baru
Di Perjanjian Baru tidak ada kita yang seluruhnya ditulis dalam bentuk puisi, tetapi banyak puisi terdapat di PB. Ada juga banyak bagian prosa yang bersifat sangat puitis. Ketika Paulus berkhotbah kepada para cendekiawan Yunani di atas Areopagus, ia mengutip perkataan tiga pujangga:
- Epimenides dari Kreta (Kis. 17:28, "Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada"; "Dasar orang Kreta pembohong, binatang buas, pelahap yang malas").
- Aratus dari Kilikia dan/atau Kleantes, seorang filsuf penganut aliran Stoa (Kis. 17:28, "Sebab kita ini dari keturunan Allah juga").
- Menander ("Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik").
Bagian-bagian di PB yang bersifat puisi mengikuti pola petikan-petikan dari PL. Ada lebih dari 200 petikan langsung dari Perjanjian Lama dan barangkali 2000 sisipan sastra. Sebagai contoh dalam Lukas 1:46-55 yang terkenal sebagai Magnificat ("Jiwaku memuliakan Tuhan") karena kata-kata pembukaannya dalam terjemahan bahasa Latin. Lukas 1:67-79 terkenal sebagai Benedictus, dari terjemahan kata pembukaannya dalam bahasa Latin, "terpujilah"; Lukas 2:14 terkenal dengan versi Latin dari kata-kata pembukaannya, Gloria in Excelsis ("Kemuliaan di tempat yang mahatinggi"); dan Lukas 2:29-32 juga dikenal dengan kata-kata yang pertama dari terjemahannya dalam bahasa Latin -- yaitu, Nunc Dimitis ("Sekarang, biarkanlah pergi ...").
Kitab-kitab Injil dan Surat-Surat berisi kalimat-kalimat yang menggunakan berbagai metode puitis yang diutarakan dalam bahasa yang bersemangat dan mengalir. Contohnya, pada bagian Khotbah di Bukit. Dalam khotbah tersebut, Yesus tampil sebagai seorang pengajar dari PL yang mengajarkan hikmat. Bagian pembukaan dari khotbah-Nya (Ucapan Bahagia) menggunakan paralelisme. Seluruh nada penyajian-Nya berlawanan dengan apa yang biasanya terdapat dalam sastra klasik. "Jelaslah, Yesus sedang menetapkan patokan-patokan ideal yang berbeda dari patokan-patokan yang didukung dalam kesusastraan."
Selain itu, beberapa ayat dalam kitab Yakobus mengingatkan irama dan sifat-sifat sastra dari Khotbah di Bukit. Kitab Wahyu yang berisi banyak mazmur/himne dan syair juga menggunakan bermacam-macam paralelisme, yang mengingatkan kita pada puisi kenabian di PL. Namun, syair-syair tersebut berbeda dari Perjanjian Lama, sebab mempertalikan berbagai gelar, nama, dan kesempurnaan Allah dengan Yesus Kristus. Kitab Wahyu juga ditandai oleh simbolisme yang kuat, pengulangan, struktur paralelisme, dan lain sebagainya. Semua materi penglihatannya dituliskan dalam jenis prosa puitis yang gembira.
|