Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/96

e-Leadership edisi 96 (13-6-2011)

Kepemimpinan Kristen Era Pascamodern (I)

============MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI JUNI 2011=============

               KEPEMIMPINAN KRISTEN ERA PASCAMODERN (I)

                  e-Leadership 96 -- 13/06/2011

DAFTAR ISI
ARTIKEL: STRATEGI PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN KRISTEN PADA ERA 
         PASCAMODERN (I)
INSPIRASI: MEMIMPIN SAMPAI AKHIR (1 SAMUEL 12:1-25)

Shalom,

Pascamodern menjadi suatu tantangan yang paling utama dan serius bagi
pemimpin Kristen pada akhir abad XX. Bagi penganut pascamodernisme,
tidak ada satu pun kebenaran yang objektif, sebaliknya semua kebenaran
terbatas di antara kebenaran-kebenaran lainnya. Secara umum, dapat
dikatakan bahwa pascamodern adalah suatu sikap menyeluruh, asumsi, dan
merupakan pandangan dunia terhadap realitas yang ada.

Berkaitan dengan dengan itu, redaksi telah menyiapkan sebuah pengantar
dasar untuk memahami pengertian mengenai istilah pascamodern dan
karakteristik masyarakat pascamodern pada umumnya. Pembahasan tersebut
akan menjadi awal edisi kali ini, sebelum masuk dalam pembahasan
strategi pengembangan kepemimpinan Kristen di tengah-tengah era ini.
Kiranya artikel dan inspirasi ini, menjadi wawasan untuk kita semakin
lebih kritis, agar tidak terjebak ke pelbagai pandangan pascamodern
saat ini.

Tuhan memberkati.

Pimpinan Redaksi e-Leadership,
Desi Rianto
< ryan(at)in-christ.net >
< http://lead.sabda.org >

"Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala,
sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti
merpati." (Matius 10:16) < http://alkitab.sabda.org/?Matius+10:16 >

                 ARTIKEL: STRATEGI PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN
                     KRISTEN PADA ERA PASCAMODERN (I)

Pendahuluan

Dari tahun ke tahun, orang berduyun-duyun ke kota besar untuk mengadu
nasib dan mendapatkan pekerjaan. Pesona kota seperti Jakarta begitu
menjanjikan. Begitu banyak gedung megah dan tempat rekreasi, sarana
transportasi yang beragam menjadi simbol dari kemajuan. Pada sisi
lain, hubungan antar manusia di kota-kota besar makin renggang.
Manusia cenderung makin bergaya hidup materialistis dan
individualistis. Mengapa? Konon telah terjadi perubahan yang besar di
berbagai tempat di belahan dunia, bahkan secara menyeluruh terjadi
perubahan dari masyarakat industri ke masyarakat informasi, dari
masyarakat modern ke masyarakat pascamodern.

Secara global, perubahan yang cepat di dalam masyarakat pascamodern,
akan memengaruhi seluruh kehidupan manusia termasuk komunitas Kristen.
Antisipasi para ahli terhadap perubahan dalam masyarakat pascamodern
begitu gencar dibahas. Ironisnya dalam komunitas kepemimpinan Kristen,
hal tersebut kurang mendapat perhatian yang proporsional. Tulisan ini
mencoba menganalisis masyarakat pascamodern dengan permasalahannya,
dan mengetengahkan sebuah strategi pengembangan kepemimpinan Kristen,
sebagai tindakan antisipasi dan langkah strategis menyongsong
masyarakat pascamodern di Indonesia.

Upaya Memahami Pascamodernisme

A. Pengertian Istilah

Istilah pascamodern telah digunakan dalam banyak bidang kehidupan
dengan gencar. Istilah ini banyak dibicarakan orang, namun dengan
persepsi yang berbeda-beda. Istilah ini pun digunakan orang di
berbagai bidang dengan mencengangkan, namun maknanya menjadi kabur.
Istilah pascamodern digunakan dalam bidang musik, seni rupa, fiksi,
drama, fotografi, arsitektur, kritik sastra, antropologi, sosiologi,
geografi, dan filsafat.

Istilah pascamodern muncul pertama kali di wilayah seni. Menurut
Hassan dan Jencks, istilah ini pertama-tama dipakai oleh Federico de
Onis pada tahun 1930-an dalam karyanya, "Antologia de la Poesia
Espanola a Hispanoamericana", untuk menunjukkan reaksi yang muncul
dari dalam modernisme. Kemudian di bidang historiografi oleh Toynbee
dalam "A Study of History" (1947). Di sini istilah itu merupakan
kategori yang menjelaskan siklus sejarah baru, yang dimulai sejak
tahun 1875 dengan berakhirnya dominasi Barat, menyurutkan
individualisme, kapitalisme, dan kekristenan, serta kebangkitan
kekuatan budaya non-Barat. Disinggung pula tentang pluralisme dan
kebudayaan dunia, hal-hal yang masih esensial dalam pengertian tentang
pascamodern masa kini.

Dalam bidang sosial-ekonomi, istilah pascamodern diartikan sebagai
kian berkembangnya kecenderungan yang saling bertolak belakang, yang
bersama dengan makin terbebasnya daya instingtif, dan kian
meningkatkan kesenangan dan keinginan, akhirnya membawa logika
modernisme ke kutub kejauhan. Itu terjadi terutama melalui
intensifikasi ketegangan-ketegangan struktural masyarakat. Di bidang
kebudayaan, pascamodern diartikan sebagai logika kultural yang membawa
transformasi dalam suasana kebudayaan umumnya. Pascamodern dimulai
dalam tahapan dengan kapitalisme pasca Perang Dunia II. Pascamodern
muncul berdasarkan dominasi teknologi reproduksi dalam jaringan global
kapitalisme multinasional kini.

Istilah pascamodern di bidang filsafat, menunjuk pada segala bentuk
refleksi kritis atas paradigma-paradigma modern dan atas metafisika
pada umumnya. Di bidang kemasyarakatan (sosiologi), pascamodern
diartikan sebagai pola pikir manusia yang bergeser dari masyarakat
industri menjadi masyarakat informasi.

B. Sebab-Sebab Timbulnya Pascamodern

Era pascamodern muncul dengan sendirinya, dan kemunculannya
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain:

1. Pandangan Dualistis

Pandangan dualistis membagi seluruh kenyataan menjadi subjek dan
objek, spiritual dan material, manusia dan dunia. Hal ini telah
mengakibatkan objektivitas alam secara berlebihan dan pengurasan alam
semena-mena, yang akhirnya mengakibatkan krisis ekologi.

2. Pandangan Modern

Pandangan modern yang objektif dan positif cenderung menjadikan
manusia seolah objek, dan masyarakat direkayasa bagaikan mesin.

3. Krisis Moral dan Religi

Dalam modernisme, ilmu-ilmu positif-empiris mau tak mau menjadi
standar kebenaran tertinggi. Akibat dari hal ini adalah nilai-nilai
moral dan religius kehilangan kewibawaannya. Alhasil, timbullah
disorientasi moral-religius, yang pada gilirannya mengakibatkan
meningkatnya kekerasan, terasing, depresi, dan mental.

4. Materialisme

Bila kenyataan mendasar tidak lagi ditemukan dalam religi, maka
materilah yang dianggap sebagai kenyataan mendasar. Materialisme
ontologis ini didampingi dengan materialisme praktis, yaitu hidup pun
menjadi keinginan yang tak habis-habisnya untuk memiliki dan
mengontrol hal-hal material. Aturan main utamanya tak lain adalah
"survival of the fittest" (kelangsungan hidup melalui proses adaptasi,
Red.), atau dalam skala lebih besar, persaingan pasar bebas. Etika
persaingan dalam mengontrol sumber-sumber material inilah yang
merupakan pola perilaku dominan individu, bangsa, dan perusahaan-
perusahaan modern.

5. Militerisme

Oleh sebab norma-norma religius dan moral tak lagi berdaya bagi
perilaku manusia, maka norma umum objektif cenderung menghilang.
Akibatnya, kekuasaan yang menekan dengan ancaman kekerasan adalah
satu-satunya cara untuk mengatur manusia. Ungkapan paling gamblang
adalah militerisme dengan persenjataan nuklirnya. Meskipun demikian,
perlu dicatat bahwa religi dapat menjadi alat legitimasi militerisme.

6. Bangkitnya Tribalisme

Muncul kecenderungan dalam masyarakat mentalitas yang mengunggulkan
suku dan kelompok sendiri (tribalisme). Ironisnya, setelah perang
dingin berlalu, agama menjadi kategori identitas penting yang
cenderung mendukung kelompok-kelompok yang saling bertengkar, yang
pada gilirannya justru mendukung tribalisme itu sendiri.

C. Berbagai Aliran Gerakan Pascamodernisme

Munculnya pascamodernisme dilandasi oleh beragam aliran pemikiran.
Keragaman gerakan ini barangkali bisa dimasukkan ke dalam tiga
kategori. Namun, kategori ini tidak bisa dilihat secara ketat, sebab
ia dimaksudkan hanya sebagai alat bantu untuk melihat aneka gerakan
itu secara lebih jernih dan global.

Kategori pertama, pemikiran-pemikiran dalam rangka merevisi
kemodernan, cenderung kembali ke pola berpikir pramodern. Sebutlah
misalnya ajaran yang biasa menyebut dirinya New Age Movement (Gerakan
Zaman Baru, Red.). Mungkin bisa pula dimasukkan di sini
pemikiran-pemikiran yang mengaitkan diri dengan wilayah mistik.

Kedua, pemikiran-pemikiran yang terkait erat pada dunia sastra dan
banyak berurusan dengan persoalan linguistik. Kata kunci yang populer
untuk kelompok ini adalah dekonstruksi. Mereka cenderung mengatasi
pandangan dunia (worldview) modern melalui gagasan yang anti pandangan
dunia sama sekali. Mereka mendekonstruksi atau membongkar segala unsur
yang penting dalam sebuah pandangan dunia, seperti diri, Tuhan,
tujuan, makna, dunia nyata, dan sebagainya. Awalnya, strategi
dekonstruksi ini dimaksudkan untuk mencegah kecenderungan
totalitarianisme (kekuasaan mutlak, Red.) pada segala sistem. Namun,
akhirnya cenderung jatuh ke dalam relativisme dan nihilisme.

Ketiga, pemikiran yang hendak merevisi modernisme tidak menolak
modernisme itu sendiri secara total, melainkan dengan memperbarui
premis-premis modern di sana-sini. Mereka tidak menolak sains pada
dirinya sendiri, melainkan hanya sains sebagai ideologi atau
"scientism" saja, di mana kebenaran ilmiah yang dianggap kebenaran
yang paling sahih. Mereka tetap mengakui sumbangan besar modernisme
bagi hidup manusia umumnya, seperti terangkatnya rasionalitas,
kebebasan, pentingnya pengalaman, dan sebagainya. Mereka merumuskan
secara baru rasionalitas, emansipasi, objektivitas juga kebenaran.
Istilah "dialog" dan "konsensus" menjadi kata kunci, seperti halnya
juga intersubjektivitas (kondisi antara subjektivitas dan
objektivitas, Red.), komunikasi, dan sebagainya.

D. Karakteristik Masyarakat Pascamodern

Dewasa ini telah terjadi pergeseran yang cepat dari masyarakat
industri menuju masyarakat informasi, yang menuntun kepada pergeseran
dalam pola berpikir manusia. Beberapa ciri corak hidup dan pola pikir
masyarakat pascamodern antara lain:

1. Manusia dipandang sebagai makhluk terpecah. Tidak ada kebenaran
padanya; yang ada hanya kebenaran individu yang merupakan pilihan
individualis untuk diikutinya.

2. Pascamodern menempatkan akal manusia mengambang dan tidak lagi
berkuasa. Banyak kebenaran dapat diikuti dan dipercayai, sekalipun
saling bertentangan.

3. Dalam pandangan pascamodern tentang teknologi, manusia menciptakan
masalah untuk menangani sendiri. Tidak ada alasan untuk merasa bahwa
masa depan akan lebih cerah dari sekarang.

4. Pascamodern melihat agama-agama memiliki kebenaran sendiri yang
harus diterima sama seperti yang lain. Agama dan kebudayaan yang
beragam harus dihargai karena memiliki keunikan masing-masing.

5. Kehidupan masyarakat perkotaan akan semakin sekuler,
individualistis, dan materialistis, tetapi mereka cenderung mencari
kelompok-kelompok "primordial".

Diambil dan disunting dari:
Judul Jurnal: PELITA ZAMAN, Volume 14, Nomor 1 (Mei - Oktober 1999)
Judul asli artikel: Strategi Pengembangan Kepemimpinan Kristen Pada
                    Era Pascamodern
Penulis: Joppy A. Saerang
Penerbit: Yayasan Pengembangan Pelayanan Kristen Pelita Zaman,
          Bandung 1999
Halaman: 14 -- 18

KUTIPAN

Perjalanan pencerahan yang sejati bukanlah dengan mencari panorama
baru, tetapi dengan memiliki pandangan yang baru. -- Marcel Proust

INSPIRASI: MEMIMPIN SAMPAI AKHIR (1 SAMUEL 12:1-25)

Tidak banyak pemimpin yang mengakhiri kepemimpinannya dengan baik. Ada
yang jatuh di tengah jalan karena ambisi pribadi, ada pula yang jadi
gila kuasa sehingga tidak mau turun, meski sudah waktunya.

Era hakim-hakim berakhir dan era kerajaan dimulai. Samuel sudah
menghantar umat Israel sesuai dengan panggilannya sebagai hakim dan
nabi. Saul sudah diterima dan dilantik sebagai raja. Berikutnya
kepemimpinan Samuel akan dilanjutkan oleh Raja Saul. Bentuk dan cara
kepemimpinan pasti berbeda, tetapi hal-hal esensial harus sama.

Pertama, kepemimpinan Samuel bersih dari ambisi dan kepentingan
pribadi (ayat 3-5), maka Saul dan setiap pemimpin harus menyadari
godaan besar untuk menyelewengkan kuasa dan otoritas yang mereka
miliki. Kedua, kepemimpinan Samuel berpusat kepada Tuhan. Tuhan adalah
Pemimpin Utama (ayat 7-17). Samuel menegaskan dan mengajarkan bahwa
umat Tuhan harus setia dan taat kepada Tuhan. Walaupun Tuhan
memberikan raja sesuai permintaan mereka, kesetiaan utama tetap
ditujukan kepada Tuhan. Bahkan raja pun harus tunduk kepada Dia (ayat
14). Ketiga, kepemimpinan Samuel didasarkan pada keadilan dan
kebenaran Allah, juga pada belas kasih dan kesetiaan-Nya (ayat 20-25).
Memang umat berdosa ketika meminta raja, tetapi saat mereka mengakui
dan menyesali dosa, Tuhan mengampuni dan memulihkan.

Dalam beberapa hal, kepemimpinan Saul memiliki kualitas seperti yang
ditunjukkan Samuel. Namun itu baru permulaan. Masih harus diuji,
apakah Saul sukses sampai akhir.

Godaan untuk menyelewengkan otoritas dan kuasa yang dipercayakan
kepada kita, sangat besar. Juga tak sedikit oknum pemerintahan,
masyarakat, gereja, maupun rumah tangga, yang kacau karena
kepemimpinan yang tidak konsisten dalam menegakkan kebenaran dan
keadilan. Bila kita menjadi pemimpin, berilah diri kita dipimpin oleh
Tuhan lebih dulu. Bila kita tidak dalam posisi pemimpin, dukunglah
para pemimpin kita, salah satunya dengan doa.

Diambil dari:
Nama situs: SABDA.org (Publikasi e-SH)
Alamat URL: http://www.sabda.org/publikasi/e-sh/2008/06/23/
Judul artikel: Memimpin Sampai Akhir (1 Samuel 12:1-25)
Penulis: Tidak dicantumkan
Tanggal akses: 2 Februari 2011

Kontak: < leadership(at)sabda.org >
Redaksi: Desi Rianto, Yonathan Sigit
(c) 2011 Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org >
< http://fb.sabda.org/lead >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org