Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/88

e-Leadership edisi 88 (14-2-2011)

Kepemimpinan Kristen Versus Kepemimpinan Sekuler (I)

==========MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI DESEMBER 2011============

        KEPEMIMPINAN KRISTEN VERSUS KEPEMIMPINAN SEKULER (I)

                     e-Leadership 88 -- 14/02/2011

DAFTAR ISI
ARTIKEL: KEPEMIMPINAN KRISTEN VERSUS KEPEMIMPINAN SEKULER (I)
INSPIRASI: PEMIMPIN MASA DEPAN (2 RAJA-RAJA 6:1-23)

Shalom,

Bagi khalayak umum, kepemimpinan adalah suatu proses di mana seseorang
memengaruhi sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama. Tentunya,
pemahaman mengenai intisari atau dasar kepemimpinan itu sendiri
sangatlah penting bagi setiap pemimpin dalam mempraktikkan pola
kepemimpinannya. Sehingga untuk mengerti sudut pandang kepemimpinan
dengan benar, setiap pemimpin seharusnya memiliki konsep serta cara
pandang yang benar dalam menunjang dan meningkatkan potensi kiprah
sang pemimpin itu sendiri.

Oleh sebab itu, Redaksi telah menyiapkan sebuah artikel yang menyoroti
mengenai pandangan umum secara khusus mengenai kepemimpinan sekuler
yang mencakup: arti pemimpin, penyebab adanya seorang pemimpin,
persyaratan pemimpin, arti kepemimpinan, tipe kepemimpinan serta
menyoroti perbedaan gereja dan organisasi. Tidak lupa, kami juga
menyediakan kolom Inspirasi mengenai "Pemimpin Masa Depan" yang akan
membekali perjalanan kepemimpinan Anda. Kiranya sajian ini semakin
memperkaya pemahaman kita mengenai kepemimpinan.

Tuhan memberkati!

Pimpinan Redaksi e-Leadership,
Desi Rianto
< ryan(at)in-christ.net >
< http://lead.sabda.org >

   Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah
   terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang.
   (Efesus 5:8) < http://alkitab.sabda.org/?Efesus+5:8 >

  ARTIKEL: KEPEMIMPINAN KRISTEN VERSUS KEPEMIMPINAN SEKULER (BAGIAN I)

Pengertian tentang arti dan hakikat kepemimpinan sangat penting bagi
seorang pemimpin. Sebab sadar atau tidak sadar, sengaja atau tidak
sengaja, kepemimpinan yang dipraktikkan seorang pemimpin akan diwarnai
oleh pemahaman internal tentang arti kepemimpinan itu sendiri.

Demikian pula seorang pemimpin Kristen, pola kepemimpinannya akan
ditentukan oleh pemahaman dan penghayatan tentang arti kepemimpinan
itu sendiri. Jika makna kepemimpinan sekuler yang dihayati, maka
sekalipun ia dikenal sebagai "pemimpin Kristen," akan tetapi,
sesungguhnya praktik kepemimpinannya bukan "kepemimpinan kristiani."
Sebaliknya, jika ia menghayati dan menerapkan kepemimpinan yang
"kristiani" berlandaskan perspektif Alkitab, maka barulah
kepemimpinannya layak disebut kepemimpinan rohani.

Pandangan Umum Tentang Kepemimpinan

1. Arti pemimpin

Arti pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan
kelebihan, khususnya kecakapan/kelebihan di satu bidang sehingga dia
mampu memengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan
[1]. Mengutip Henry Pratt Fairchild, Kartini Kartono mengatakan,
pemimpin dalam pengertian luas, seorang yang memimpin, dengan jalan
memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, menujukan,
mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain, atau melalui
prestise, kekuasaan, atau posisinya. Dalam pengertian terbatas,
pemimpin adalah seorang yang memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas
persuasifnya, dan akseptansi/penerimaan secara sukarela oleh para
pengikutnya [2]. Berdasarkan beberapa definisi dari kata "pemimpin",
Kartini Kartono mendefinisikan pemimpin sebagai pribadi yang memiliki
kecakapan khusus, dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat
memengaruhi kelompok yang dipimpinnya, untuk melakukan usaha bersama
mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tertentu [3].

2. Penyebab munculnya pemimpin

Ada tiga teori tentang kemunculan pemimpin [4]. Pertama, Teori
Genetis. Teori ini menyatakan bahwa pemimpin lahir dari pembawaan
bakatnya sejak ia lahir, bukan dibentuk menurut perencanaan yang
disengaja. Pemimpin demikian lahir dari situasi yang bagaimanapun
juga, karena ia bersifat sudah ditetapkan (determinis dan fatalis).
Kedua, Teori Sosial. Teori ini kebalikan atau lawan teori pertama.
Pemimpin tidak muncul akibat bawaannya sejak lahir, melainkan
disiapkan dan dibentuk. Sebab itu, setiap orang bisa menjadi pemimpin
asal dipersiapkan dan dididik secara sistematis. Ketiga, Teori
Ekologis atau Sintetis. Teori ini muncul sebagai respons terhadap dua
teori terdahulu. Teori ini menyatakan bahwa pemimpin muncul melalui
bakat-bakat sejak lahir, lalu dipersiapkan melalui pengalaman dan
pendidikan sesuai dengan konteksnya.

3. Persyaratan pemimpin

Ada tiga hal penting yang menjadi persyaratan pemimpin sekuler [5].
Pertama, Kekuasaan. Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan,
otoritas, dan legalitas untuk memengaruhi dan menggerakkan bawahannya.
Kedua, Kewibawaan. Pemimpin harus memiliki kelebihan, keunggulan,
keutamaan agar ia mampu mengatur orang lain untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang tertentu. Ketiga, Kemampuan. Pemimpin harus
memiliki daya, kekuatan, keunggulan, kecakapan teknis dan sosial yang
melampaui bawahannya. Ada pula yang beranggapan bahwa pemimpin harus
memiliki kualitas-kualitas unggul seperti kemampuan berpikir tinggi,
bijaksana, bertanggung jawab, adil, jujur, memiliki rasa humor, dsb.
Sebagian lagi beranggapan bahwa pemimpin harus memiliki kemampuan
relasi dengan bawahannya, misalnya, kemampuan mengoordinasi
bawahannya, menyusun konsep dan penjabaran tujuan-tujuan, bersikap
adil, dsb. Namun, menurut pandangan umum/sekuler ini, keunggulan
pemimpin dari sisi karakter tidak bersifat mutlak, sebab bisa saja
karakter yang baik tidak terdapat pada seorang pemimpin dunia yang
paling menonjol dan dipandang paling sukses [6]. Misalnya, Hitler dan
Idi Amin yang dikenal sebagai tiran dan menimbulkan petaka dahsyat
dalam sejarah dunia dan melenyapkan banyak jiwa, memiliki tabiat yang
abnormal dan destruktif.

4. Arti kepemimpinan

Menurut Warren Bennis dan Burt Nanus, seperti yang dikutip Henry dan
Richard Blackaby, mereka menemukan ada lebih dari 850 rumusan tentang
kepemimpinan [7]. Mengutip pelbagai pandangan umum tentang makna
kepemimpinan, Kartini Kartono mengatakan kepemimpinan [8] sebagai:
Proses dengan mana seorang agen menyebabkan seorang bawahan bertingkah
laku menurut satu cara tertentu. Kegiatan memengaruhi orang-orang agar
bekerja sama untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. Kegiatan
memengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai
tujuan-tujuan kelompok. Seni untuk memengaruhi tingkah laku manusia,
kemampuan untuk membimbing orang. Kepemimpinan adalah proses pengaruh
sosial melalui mana seseorang dapat memperoleh bantuan dari orang lain
dalam mencapai sebuah gol [9]. Berdasarkan beragam pandangan di atas,
kepemimpinan berarti proses/kegiatan atau kesanggupan
menggerakkan/memengaruhi orang yang dipimpin, kemampuan menuntun
mereka mencapai tujuan-tujuan tertentu, yang bersifat individu maupun
kelompok.

5. Tipe kepemimpinan

Kepemimpinan dalam pengertian umum dapat dikategorikan berdasarkan
beberapa cara. Ada yang membagi tipe kepemimpinan sebagai [10]: 1) the
crowd-compeller, kepemimpinan yang memaksakan kehendaknya kepada
kelompok. 2) the crowd-exponent, penerjemahan atau bentuk penampilan
dari kelompok. 3) the crowd-representative, kepemimpinan sebagai
wakil/utusan dari kelompok. Ada pula pembagian tipe: 1) kepemimpinan
konservatif/kuno, 2) kepemimpinan radikal, dan 3) kepemimpinan yang
ilmiah [11]. Berdasarkan orientasi (tugas, hubungan kerja, dan hasil
efektif) kepemimpinan dapat dibagi menjadi delapan tipe: deserter
(pembelot), birokrat, misionari, developer (pembangun), otokrat,
otokrat yang bajik, compromiser (kompromis), dan eksekutif [12].

Perbedaan Antara Gereja Dan Organisasi

Bagaimanakah makna pemimpin dan kepemimpinan rohani atau Kristen?
Sebelum kita menelaah tentang definisi dan arti kepemimpinan Kristen,
maka harus dikenali perbedaan konteks dari pemimpin dan
kepemimpinannya, yakni organisasi atau gereja di mana kepemimpinan itu
dilaksanakan. Ada dua perbedaan prinsip antara gereja dan organisasi
[13] Pertama, dari segi naturnya. Hakikat gereja adalah organisme
bukan organisasi. Ada tiga pihak yang hadir dalam gereja: Kristus,
warga jemaat, dan pemimpin. Karena hakikat gereja sebagai organisme
maka setiap anggota harus memiliki relasi pribadi dengan Kristus
sebagai kepala gereja, dan sewajarnya setiap anggota memiliki
persekutuan satu dengan lainnya. Kedua, sasaran utamanya. Gereja
mengutamakan manusia lebih daripada benda, kerja, atau hasil. Oleh
sebab itu, tujuan utama gereja adalah kedewasaan dari tubuh dalam
relasi dengan Tuhan dan antar sesama di dalamnya. Sedangkan tujuan
utama organisasi adalah untuk melaksanakan tugas dan mencapai upaya
produktif [14], sehingga bisa saja mengabaikan kepentingan individu
dalam organisasi, karena yang terpenting adalah bagaimana agar bisa
mencapai target. Implikasi dari prinsip Alkitab tersebut adalah,
gereja (komunitas umat Allah) sebagai organisme, secara terbatas [15]
dapat memanfaatkan sistem organisasi dan manajemen untuk melaksanakan
fungsinya sebagai umat Allah. Namun, gereja harus tetap mempertahankan
sifat "keorganisasian" yang mengutamakan manusia, relasi antar
pribadi, dan kebergantungan kepada Kristus sebagai Kepalanya.

Catatan Kaki:

[1] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan (Jakarta: CV
    Rajawali, 1988), hlm. 33
[2] Ibid., hlm. 34
[3] Ibid., hlm. 35.
[4] Ibid., hlm. 29.
[5] Ibid., hlm. 31.
[6] Ibid., hlm. 35-37.
[7] Henry & Richard Blackaby, Kepemimpinan Rohani (Batam Centre:
    Gospel Press, 2005), hlm.33.
[8] Ibid., hlm. 38-39.
[9] Martin M. Chemers, An Integrative Theory of Leadership
    (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, 1997), hlm. 2.
[10] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, hlm. 39.
[11] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, hlm. 40.
[12] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, hlm. 30-31.
[13] Lihat Lawrence O. Richards and Clyde Hoeldtke, A Theology of
     Church Leadership (Grand Rapids: Zondervan Publishing House,
     1980), hlm. 31-42, 150-204.
[14] Martin, An Integrative Theory of Leadership, hlm. 2.
[15] Engstrom dan Dayton memandang bahwa organisasi dan manajemen
     bersifat netral, demikian pula orang yang memanfaatkannya,
     baik Kristen maupun bukan Kristen. Sedangkan Richards dan
     Hoeldtke menilai bahwa organisasi dan manajemen bersifat
     "amoral," atau netral, sedangkan manusia yang memanfaatkannya
     tidak netral dan berperan secara krusial, Kristen dan bukan
     Kristen. Lihat Richards and Hoeldtke, A Theology of Church
     Leadership, hlm. 191-204.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama situs: gkagloria.or.id/
Alamat URL: http://gkagloria.or.id/artikel/a14.php
Judul artikel: Kepemimpinan Kristen Versus Kepemimpinan Sekuler
Penulis artikel: Pdt. Ruslan Christian
Tanggal akses: 6 Desember 2010

KUTIPAN: "Satu unsur tunggal yang terpenting dalam formula sukses
          ialah mengetahui bagaimana cara membina hubungan baik
          dengan orang lain." (Theodore Roosevelt)

       INSPIRASI: PEMIMPIN MASA DEPAN (2 RAJA-RAJA 6:1-23)

Menjelang milenium ada banyak seminar yang diselenggarakan oleh gereja
maupun lembaga manajemen yang bertemakan "Kepemimpinan Abad 21".
Kebanyakan topik pembahasan mengarah pada bagaimana menjadi pemimpin
yang efektif dalam rangka menghadapi tantangan dan ancaman di milenium
baru. Elisa hidup hampir 3000 tahun yang lalu, namun model
kepemimpinannya sebagai nabi masih sangat relevan untuk diteladani
orang Kristen masa kini. Sebagai seorang pemimpin, Elisa mau
menyediakan waktu untuk bersama orang yang dipimpinnya dalam rangka
menyelesaikan masalahnya. Ia tidak hanya peduli, namun juga mau
mengidentifikasi dirinya dengan para murid. Kehadirannya akan memompa
semangat murid-muridnya untuk menyelesaikan masalahnya dan menyediakan
akses langsung pada penyelesaian lain jika masalah yang lebih besar
datang. Seperti halnya ketika mata kapak salah seorang muridnya jatuh
ke dalam air, ia langsung berseru kepada Elisa dan mengutarakan
langsung permasalahannya. Pada zaman itu, mata kapak adalah barang
langka dan mahal, apalagi barang pinjaman, maka berarti timbul masalah
yang cukup besar bagi muridnya. Kehadiran Elisa mampu berfungsi
sebagai "prevensi" (pencegahan, Red) yang sangat efektif atas masalah
yang lebih besar.

Model kepemimpinan Elisa yang lain tergambar jelas ketika negeri Aram
menyerang Israel. Sebagai pemimpin ia mampu menguasai dan menggunakan
data-data informasi yang ia dapatkan untuk menyelamatkan bangsa
Israel. Dalam menghadapi risiko ia tidak gentar, karena ia memunyai
keyakinan yang lebih besar dari yang lain, karena ia mampu melihat
kuasa Allah yang bekerja walaupun tidak kasat mata (16-17). Elisa juga
mampu mengimplementasikan strategi yang cerdik dan taktis untuk
membebaskan Israel dari ancaman Aram tanpa kekerasan yang akan
merugikan kedua belah pihak. Di atas semua itu, sebagai pemimpin ia
merupakan pemimpin yang berdoa dan dilengkapi dengan kuasa yang dari
Allah sendiri. Ini rahasia utamanya sebagai seorang pemimpin.

Model kepemimpinan yang diterapkan Elisa terbukti efektif untuk
mengatasi kesulitan maupun tantangan yang ada. Walaupun paradigma masa
sekarang berbeda dengan zaman Elisa, namun model ini masih sangat
relevan.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama situs: SABDA.org (Publikasi e-SH)
Alamat URL: http://www.sabda.org/publikasi/e-sh/2000/05/23/
Judul artikel: Pemimpin Masa Depan (2 Raja-Raja 6:1-23)
Penulis artikel: Tidak dicantumkan
Tanggal akses: 21 Desember 2010

Kontak: < leadership(at)sabda.org >
Redaksi: Desi Rianto, Yonathan Sigit
(c) 2011 Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org >
< http://fb.sabda.org/lead >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org