Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/92

e-Leadership edisi 92 (11-4-2011)

Kepemimpinan yang Melayani (I)

============MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI APRIL 2011=============

                    KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI (I)

                     e-Leadership 92 -- 11/04/2011

DAFTAR ISI
ARTIKEL KHUSUS: UNTUK MEMBEBASKAN KITA DARI KESIA-SIAAN CARA HIDUP
                NENEK MOYANG KITA
ARTIKEL: SIMBOL KEPEMIMPINAN YANG MULIA
INSPIRASI: PERWUJUDAN KETELADANAN

Shalom,

Alkitab memberikan sosok keteladanan yang nyata mengenai tindakan
melayani dalam rancangan praktik kepemimpinan. Kepemimpinan Agung
Yesus sarat dengan keteladanan yang nyata yaitu kepemimpinan yang
melayani. Pelajaran kepemimpinan yang paling berharga adalah ketika
Yesus mengajarkan bahwa seorang pemimpin hendaknya orang yang mau
melayani, bukan justru minta dilayani, sebab melayani adalah simbol
kepemimpinan yang mulia. Pemimpin yang punya hati sebagai hamba adalah
seorang pemimpin yang besar.

Nah, tentunya Anda sudah tidak sabar lagi untuk menyimak sajian yang
telah kami siapkan sebagai pedoman kongkret setiap pemimpin Kristen
saat ini. Kiranya wawasan yang bernilai tentang meningkatkan kehidupan
kepemimpinan melayani yang lebih konstruktif dan berbelas kasih kepada
sesama, merupakan bagian dari kepemimpinan kita.

Pimpinan Redaksi e-Leadership,
Desi Rianto
< ryan(at)in-christ.net >
< http://lead.sabda.org >

Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang terbesar di antara kamu
hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai
pelayan. (Lukas 22:26) < http://alkitab.sabda.org/?Lukas+22:26 >

             ARTIKEL KHUSUS: UNTUK MEMBEBASKAN KITA DARI
              KESIA-SIAAN CARA HIDUP NENEK MOYANG KITA
                   Diringkas oleh: Desi Rianto

Bacaan: 1 Petrus 1:18-19

Orang-orang sekuler di Barat memiliki kesamaan dengan orang-orang
primitif yang percaya kepada pengaruh belenggu nenek moyang, yaitu
kita harus hidup menurut kutuk atau luka dari nenek moyang kita. Masa
depan kelihatannya sia-sia dan tidak memberikan kebahagiaan.

Alkitab berkata, "Kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia
yang kamu warisi dari nenek moyangmu," Alkitab sedang berbicara
mengenai cara hidup yang hampa, yang tak berarti, yang berakhir dengan
kehancuran, dan semua itu berhubungan dengan nenek moyang kita.
Alkitab tidak mengatakan bagaimana bagaimana hal itu berhubungan. Yang
penting adalah kita sudah dibebaskan dari perbudakan cara hidup nenek
moyang.

Pembebasan dari perbudakan tersebut bukan dengan barang yang fana,
bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan penderitaan dan
kematian Yesus. Saat Kristus mati, Allah memerhatikan hubungan kita
dengan nenek moyang kita. Allah ingin membebaskan kita dari
kesia-siaan yang kita warisi dari nenek moyang. Ini merupakan salah
satu tujuan terbesar kematian Kristus.

Tidak ada kutuk yang dapat menimpa Anda ketika dosa Anda telah
diampuni, dibenarkan, dan ditebus oleh Pencipta alam semesta. Saat
Yesus mati, seluruh berkat surgawi telah dibeli untuk mereka yang
beriman kepada-Nya. Ketika Allah memberkati, tidak ada yang bisa.
Tidak ada luka yang diakibatkan oleh orang tua yang tidak bisa
disembuhkan oleh Yesus. Tebusan ini disebut "darah [Kristus] yang
mahal" dan memiliki daya membebaskan yang tak terkira. Tidak ada
perbudakan yang bisa menghalanginya. Oleh karena itu, marilah kita
melepaskan perak dan emas dan menerima pemberian Allah.

Diringkas dari:
Judul buku asli: The Passion of Jesus Christ
Judul buku terjemahan: Penderitaan Yesus Kristus
Penulis: John Piper
Penerjemah: Stevy Tilaar
Penerbit: Momentum Surabaya, 2005
Halaman: 64 -- 65

                ARTIKEL: SIMBOL KEPEMIMPINAN YANG MULIA

"Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan
untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi
banyak orang." (Matius 20:28)

Dalam masyarakat ada banyak teori atau ukuran yang dituntut mengenai
kepemimpinan. Seorang pemimpin harus begini, harus begitu, harus
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu. Di kalangan Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) ada sebelas asas kepemimpinan
ABRI yang terkenal itu, seperti ambeg parama arta, waspada purba
wasesa adalah simbol kepemimpinan wasesa, prasaja, satya, dll.. Ada
asas kepemimpinan ajaran Ki Hajar Dewantara yang dimasukkan ke dalam
sebelas asas kepemimpinan ABRI, yaitu: ing ngarsa sung tuladha, ing
madya mangun karsa, tut wuri handayani (yang di depan memberi
teladan/contoh, yang di tengah membangun prakarsa/semangat, dari
belakang mendukung, Red.).

Di kalangan masyarakat Hindu, terkenal asas kepemimpinan yang disebut
"hastha barata" atau delapan langkah persyaratan. Seorang pemimpin
harus seperti matahari yang memberi daya tenaga kepada semua orang
tanpa pilih kasih, seorang pemimpin harus seperti bulan purnama yang
menyejukkan hati; simpatik; disayang oleh semua orang; yang ceria
tidak pernah mengeluh; dsb., seorang pemimpin harus seperti samudra
yang luas; yang momot (membawa, Red.); tidak pernah menolak tugas apa
saja; semua ditampung dengan penuh kesabaran, seorang pemimpin harus
seperti bumi yang menumbuhkan kesejahteraan bagi setiap orang yang mau
mengolahnya; bersifat murah hati. Seorang pemimpin harus seperti
bintang di langit..., begitu seterusnya.

Dalam Alkitab kriteria atau persyaratan seorang pemimpin yaitu seorang
pemimpin hendaknya orang yang mau melayani, bukan justru minta
dilayani, sebab melayani adalah simbol kepemimpinan yang mulia. Itulah
ajaran Tuhan Yesus yang terdapat dalam Matius 20:28. Ajaran Tuhan itu
lalu dijabarkan menjadi persyaratan yang amat luas dalam surat-surat
para Rasul secara rinci dan detail. Apa yang tertulis dalam Sebelas
asas kepemimpinan ABRI dan dalam Hastha Barata, serta asas-asas yang
lainnya tercakup semua dalam Alkitab, hanya penggambarannya yang
berbeda.

Jika kita pelajari secara teliti, semua asas atau persyaratan
kepemimpinan dapat kita simpulkan ke dalam dua kata: "Keteladanan
Melayani". Di sinilah letak perbedaan antara kepemimpinan Alkitab dan
kepemimpinan dunia. Dalam Matius 20:25 Tuhan Yesus berfirman: "Kamu
tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya
dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan
keras atas mereka." Kepemimpinan dunia diselenggarakan berdasarkan
kepentingan sang pemimpin sendiri, sedang kepemimpinan Tuhan Yesus
dilaksanakan untuk kepentingan orang lain.

Ajaran Tuhan Yesus muncul sebagai jawaban atas keinginan dan
permohonan ibu anak-anak Zebedeus, dan juga tentu menjadi keinginan
kedua anaknya -- rasul Yohanes dan rasul Yakobus. Permohonannya -- hal
ini juga diingini oleh setiap orang, sebenarnya merupakan cetusan
ambisi yang ingin anaknya lebih maju dalam kehidupannya. Suatu usaha
yang wajar. Tetapi karena status pemimpin itu diminati oleh orang
banyak, keinginan atau usaha untuk merebut kursi kepemimpinan selalu
mendapat tantangan dari orang lain. Keinginan Yohanes dan Yakobus
mendapat tantangan, semua rasul lainnya menjadi marah (Matius 20:24).

Memang benar, kursi pemimpin di mana pun pasti menjadi rebutan orang.
Pemilihan umum pada hakikatnya menjadi ajang perebutan kursi pemimpin
bangsa. Sudah dicanangkan: berebut boleh, tetapi harus LUBER
(langsung, umum, bebas, rahasia). Tetapi kita semua tahu, para
kontestan tergoda menghalalkan segala cara untuk merebut kursi DPR.
Siapa orangnya yang tidak mau menjadi pemimpin? Menduduki jabatan
pimpinan berarti mendapat kehormatan, kepercayaan, fasilitas,
kekuasaan, dan biasanya juga kekayaan. Kehormatan, kekuasaan dan
kekayaan merupakan tiga serangkai godaan yang menggiurkan insan
manusia di segala tempat dan zaman. Yohanes dan Yakobus tergoda, lalu
berusaha dengan memohon langsung dan terjadilah keributan di antara
rekan-rekannya.

Melihat suasana tegang dan meributkan itu, Tuhan Yesus tidak mencela
permohonan Yohanes dan Yakobus dan juga tidak menyalahkan sepuluh
rasul lainnya, tetapi memanggil mereka seperti seorang Bapak yang
mengumpulkan anak-anaknya dan mengajarkan: "Tidaklah demikian di
antara kamu. Barang siapa ingin menjadi besar diantara kamu, hendaklah
ia menjadi pelayanmu." (Matius 23:11) Tidak salah jika orang ingin
menjadi besar, ingin menjadi pemimpin. Tetapi pemimpin yang berhasil
adalah pemimpin yang mau melayani. Dalam Kerajaan Kristus, menjadi
pemimpin harus menjadi pelayan orang banyak. Diantara bangsa-bangsa di
dunia, ada banyak contoh memimpin yang tidak melayani kecuali diri
sendiri, seperti bekas Presiden Marcos, Idi Amin, Syah Iran, Hitler,
dan lain-lain. Mereka ditumbangkan rakyat mereka karena mereka tidak
mau menjadi pelayan bangsanya. Tuhan Yesus mengajarkan, seorang
pemimpin haruslah pemimpin yang melayani. Kelihatannya sederhana
sekali, tetapi tidak gampang menjadi pemimpin semacam itu, sebab harus
berani tidak memiliki kekuasaan, tidak mendapat kehormatan, dan tidak
memunyai kekayaan, meskipun sudah bekerja sekeras-kerasnya dengan
sekuat tenaga. Bahkan ada kemungkinan, nyawanya menjadi taruhan demi
keselamatan anak buahnya atau bangsanya yang dipimpin.

Ajaran Tuhan Yesus mengenai pemimpin yang melayani telah tersebar di
seluruh dunia. Jutaan orang Kristen rela tidak menerima kekuasaan,
tidak menerima kehormatan, dan kekayaan dalam melakukan tugas
pekerjaan kepemimpinan. Melayani telah menjadi simbol kepemimpinan di
segala bangsa. Hasil kerja seorang pemimpin yang mau melayani,
mendatangkan kesejahteraan yang dapat dinikmati banyak orang yang
dipimpinnya. Hanya saja, pola kepemimpinan yang melayani ini tidak
diminati banyak orang. Pola kepemimpinan yang melayani adalah
kepemimpinan yang mulia dan paling bernilai, karena kepemimpinan
semacam ini yang memberikan keteladanan.

Selain dalam Matius 20:28, Yohanes 13:14, juga memberikan keteladanan
perihal tentang kepemimpinan yang melayani. Tuhan Yesus memberikan
keteladanan tidak hanya dalam kesucian hidup, kesetiaan akan tugas
panggilan, ketekunan melaksanakan norma hidup atau hukum Taurat,
tetapi juga dalam hal mengasihi dan melayani, bahkan sampai kepada
memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan banyak orang.

Tuhan mengajarkan, bahwa diri-Nya akan diolok-olok dan disalibkan
sebagai korban tebusan. Tetapi saat itu, para murid belum mengerti
arti dari perkataan Tuhan Yesus, meskipun sudah tiga kali Tuhan
memberitahukan. Mereka mengira bahwa kedudukan yang tinggi dalam
Kerajaan Surga (duduk di sebelah kanan dan kiri Tuhan Yesus) dapat
dicapai tanpa penderitaan, karena Tuhan Yesus berkuasa mengatur tempat
dalam Kerajaan itu. Mereka salah mengerti. Mereka menyangka
penderitaan (melayani) dapat dielakkan. Oleh sebab itu, Tuhan Yesus
menekankan supaya mereka mau menjadi hamba atau pelayan sesamanya.
Siapa yang mau dan ingin menjadi pemimpin, mereka hendaknya memahami
dan melaksanakan kepemimpinan yang melayani, yang berisi pengorbanan
dan penebusan.

Pengertian kata "pemimpin" tidak hanya terbatas dalam arti orang yang
menduduki jabatan seperti kepala, ketua, komandan, direktur, manajer,
bupati, panglima, dan sebagainya. Arti kata pemimpin yaitu semua orang
yang melakukan tugas pekerjaannya, dalam bidangnya masing-masing. Ada
yang tinggi, besar, dan luas tugas kewajibannya, ada pula yang kecil
terbatas. Semua orang pada dasarnya adalah pemimpin di lingkungannya
sendiri; dalam tempat kerja, dalam rumah tangga, dalam kelompoknya.
Tukang parkir mobil dan juru rawat, contohnya, sebenarnya seorang
pemimpin. Seorang tukang parkir, semua orang yang mengendarai mobil
yang akan parkir, dia hakim atau dosen, harus tunduk kepada petunjuk
tukang parkir. Demikian pula setiap orang yang sakit di rumah sakit,
entah dia presiden atau gubernur, dia harus tunduk dan patuh kepada
juru rawat. Dengan pengertian demikian, maka sebenarnya kita semua
memiliki sifat-sifat kepemimpinan pada umumnya, dan yang terutama kita
wajib memiliki sifat kepemimpinan Kristen seperti Tuhan Yesus.

Setiap orang, siapa saja, akan merasa senang jika mendapat perlakuan
atau pelayanan yang baik dari orang lain. Tetapi sesungguhnya dalam
hati nurani kita, ada suara nyaring, kita lebih merasa bahagia kalau
dapat berkorban dan melayani bagi orang lain (Kisah Para Rasul 20:35).
Memberikan segelas air minum atau sebungkus nasi kepada pengemis, itu
membahagiakan hati kita. Makin besar pelayanan dan pengorbanan kita,
makin besar pula rasa bahagia yang dapat kita nikmati, apalagi kalau
kita mungkin berpikir, siapa tahu Tuhan menjelma pada diri pengemis
yang kita tolong itu -- tentu akan kita akan bahagia sekali.

Oleh sebab itu, ulurkan tangan dan langkahkan kaki untuk melayani
sesama yang memerlukan pengorbanan dan bantuan kita. Itulah kewajiban
kita -- para murid Kristus. Siapa yang mau melayani, dialah yang akan
menduduki tempat-tempat terhormat dalam Kerajaan Allah.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buletin: SABDA MULIA
Edisi buletin: Nomor 303, Maret 2011
Penulis: Tidak dicantumkan
Distributor: K.H. Soekamta
Penerbit: BAKORDEP KLASIS SURAKARTA TIMUR
Halaman: 49 -- 53

                                 KUTIPAN

Hal pertama untuk menjadi seorang pemimpin adalah dengan menjadi
pelayan. (John C. Maxwell)

                   INSPIRASI: PERWUJUDAN KETELADANAN

Kalau Anda ingin orang lain berbuat baik kepada Anda, berbuat baiklah
dulu kepada mereka. Kalau Anda ingin orang lain bersikap sopan
terhadap Anda, bersikap sopanlah dulu terhadap mereka. Kalau Anda
ingin orang lain tersenyum kepada Anda, tersenyumlah lebih dulu kepada
mereka.

Ratusan tahun sebelum masehi, seorang guru dari China, Lao Tzu, pernah
memberikan sebuah nasihat yang hingga kini masih berlaku dalam membina
hubungan antar manusia, "perlakukanlah orang lain sebagaimana Anda
diperlakukan." Aturan ini sering dikenal dengan sebutan "Pedoman
Emas".

Secara natural, manusia cenderung bereaksi sebagaimana diharapkan
orang lain. Misalnya, ketika saya memperlakukan Anda sebagai orang
baik, tentu Anda akan bereaksi sebagai orang baik. Charles C. Manz
dalam bukunya "The Leadership Wisdom of Jesus" mengatakan: cara Anda
memperlakukan orang lain dapat menjadi bentuk pemenuhan diri. Sebagai
seorang pemimpin, Anda akan menemukan apa yang Anda cari dalam diri
orang lain. Pernahkah Anda mengalaminya?

Diambil dari:
Judul buku: The Leadership Wisdom
Penulis: Paulus Winarto
Penerbit: PT Elex Media Komputindo, Jakarta 2006
Halaman: 41

Kontak: < leadership(at)sabda.org >
Redaksi: Desi Rianto, Yonathan Sigit
(c) 2011 Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org >
< http://fb.sabda.org/lead >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org