Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/156 |
|
e-Leadership edisi 156 (9-12-2013)
|
|
==========MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI DESEMBER 2013============ Pemimpin dan Perencanaan (I) e-Leadership -- Pemimpin dan Perencanaan (I) Edisi 156, 9 Desember 2013 Shalom, "Gagal untuk merencanakan, berarti merencanakan untuk gagal." Pernahkah Anda mendengar pepatah ini? Ya, begitu pentingnya membuat perencanaan sehingga setiap tujuan dapat dipastikan akan menemui kegagalan jika tidak memiliki perencanaan. Yusuf adalah contoh pemimpin di Alkitab yang memiliki prestasi dalam perencanaan. Di tangannya, bangsa Mesir terhindar dari bencana kelaparan yang hebat. Tentu saja ada hikmat Tuhan yang bekerja dalam peristiwa tersebut, namun tak bisa dimungkiri bahwa Yusuf memakai hikmat dari Tuhan tersebut dengan menjabarkannya ke dalam perencanaan yang matang dan bijaksana. Untuk membantu Anda dalam memahami dan membuat perencanaan yang baik, maka publikasi e- Leadership kali ini akan menyajikan artikel mengenai perencanaan. Kiranya artikel yang kami sajikan akan bermanfaat dalam memberi wawasan untuk membuat perencanaan bagi organisasi ataupun pelayanan Anda. Selamat membaca. Tuhan Yesus memberkati! Staf Redaksi e-Leadership, N. Risanti < http://lead.sabda.org > Karena hanya dengan perencanaan engkau dapat berperang, dan kemenangan tergantung pada penasihat yang banyak. (Amsal 24:6) ARTIKEL: PERENCANAAN Ini bukanlah mengenai apakah kita akan membuat rencana atau tidak. Tidak merencanakan adalah sebuah rencana di dalam rencana itu sendiri, karena perencanaan pada dasarnya tidak lebih dari upaya untuk menentukan sebelumnya apa yang akan atau tidak akan kita lakukan pada menit, jam, hari, bulan, atau tahun- tahun berikutnya. Bagi pemimpin Kristen, perencanaan mempertanyakan, apakah kita akan memengaruhi masa depan secara acak atau dengan tujuan. Karena, kita pasti akan memengaruhinya. Kita memiliki tanggung jawab untuk menentukan akan menjadi apa kita seharusnya atau apa yang seharusnya kita lakukan, dan karena itu haruslah kita merencanakan. Perencanaan Memiliki Catatan Riwayat yang Buruk Dalam bukunya yang sangat menarik, "The Human Side of Planning" (diterbitkan oleh Macmillan, 1969), David Ewing menyatakan bahwa pada umumnya, perencanaan memiliki catatan riwayat yang buruk. Dia benar. Ewing berpendapat bahwa kesulitan utama adalah kegagalan dari para perencana untuk mengingat dan memercayai orang-orang untuk siapa mereka membuat rencana. Tetapi, ada sisi yang lainnya. Banyak orang memiliki pemahaman tentang perencanaan yang sempit dan terbatas. Mereka membayangkan rencana sebagai dua tembok tinggi di mana mereka harus berjalan di antaranya. Beberapa orang Kristen memandang bahwa keputusan yang telah ditentukan sebagai tindakan kesombongan dan merupakan penghinaan terhadap Allah. Perencanaan Dimulai dengan Tujuan Perencanaan harus didasarkan pada tujuan yang dapat diukur dan dapat dicapai. Ada dikatakan, "Jika Anda tidak peduli ke mana tujuan Anda, semua jalan akan membawa Anda ke sana." Tidaklah selalu mudah untuk mendefinisikan dengan jelas mau menjadi apa kita atau apa yang ingin kita lakukan, tetapi kegagalan dari sebagian banyak rencana terletak pada dimulainya dari tujuan yang tidak jelas. Komunikasi merupakan hal yang paling sulit, dan jika tujuan kita tidak jelas dan tidak bisa disampaikan, tujuan itu tidak akan menjadi rencana yang jelas dan dapat dikomunikasikan. Perencanaan adalah Berusaha untuk Menulis Sejarah Masa Depan Manusia adalah makhluk yang berorientasi pada masa depan. Ia berencana atas dasar apa yang telah dirasakan di masa lalu, namun ia mencoba untuk memproyeksikan pemahaman ini ke masa depan. Kecuali untuk proyek yang paling sederhana dan terdekat, sangat tidak mungkin bahwa prediksi kita tentang masa depan akan 100 persen akurat. Pepatah lama yang berbunyi "Jika sesuatu bisa salah, mungkin itu akan salah" adalah cara lain untuk mengatakan bahwa terdapat begitu banyak kemungkinan bahwa sesuatu selain dari apa yang kita duga dan harapkan, akan terjadi, bahwa kemungkinan hal-hal terjadi sesuai dengan cara kita, sangatlah kecil. Dari sudut pandang Kristen, sebagian besar hidup adalah kegagalan! "Hampir menyelesaikan sesuatu sama dengan tidak menyelesaikannya sama sekali", 99 persennya adalah dosa (kegagalan). Namun, kita telah belajar bahwa kita hidup di dunia yang tidak sempurna. Yang tak diharapkan dan tak terduga terus membuat kita kehilangan keseimbangan. Perencanaan berupaya untuk menghapus kabut dari jendela masa depan dan mengurangi jumlah dan dampak dari hal-hal yang mengejutkan. Karena itu, perencanaan adalah upaya untuk berpindah dari "masa sekarang" ke "masa depan", untuk mengubah segala sesuatu dari "apa yang ada sekarang" ke "hal-hal yang seharusnya". Perencanaan adalah Sebuah Panah Kalau manusia tidak bisa memastikan masa depan, mengapa berencana? Pada dasarnya, itu adalah untuk meningkatkan kemungkinan bahwa apa yang kita yakini harus terjadi, akan benar-benar terjadi. Tujuan yang telah terpancang di benak kita di masa depan: "untuk mencapai api menara pengintai di atas gunung itu besok siang", "untuk menyediakan dana yang cukup sehingga anak-anak kita bisa kuliah", "untuk memulai pelayanan baru di daerah yang didiami oleh golongan minoritas", "untuk menerapkan sebuah program pelatihan baru bagi organisasi kita". Sebutkan saja! Titik panah perencanaan ibaratnya menyentuh tujuan. Langkah-langkah yang perlu dicapai meregang dari belakang dan mengikuti anak panah ke masa kini untuk membuat sebuah "rencana". Perencanaan adalah Sebuah Proses Jika rencana dianggap sebagai hal yang tetap dan tidak berubah, kemungkinan besar keduanya akan gagal. Perencanaan adalah suatu proses. Langkah yang diperlukan direncanakan, menunjuk ke arah tujuan masa depan, tetapi di saat setiap langkah besar diambil, evaluasi ulang, atau umpan balik, merupakan proses yang kita lakukan, pertama adalah menguji kembali masa depan di setiap langkah dan kedua adalah mengukur tingkat kemajuan kita. Jika kita telah menetapkan tujuan untuk memiliki seratus anggota baru di gereja selama dua belas bulan ke depan, sebaiknya kita tidak menunggu sampai bulan kesebelas untuk melihat bagaimana kita melakukannya. Jika kita berencana untuk mengemudi 1.000 mil di wilayah asing, yang terbaik adalah untuk melihat peta jalan sekali-sekali dan mengukur kemajuan. Jika kita merencanakan untuk melatih kelompok untuk sebuah tugas baru dan menempatkan mereka untuk bekerja dalam enam bulan, pos pemeriksaan di sepanjang jalan akan dibutuhkan. Namun, berulang kali kita gagal untuk mengevaluasi kemajuan. Dan, kadang-kadang, kita bahkan membuat sebuah program evaluasi dan kemudian gagal untuk menggunakannya. Mengapa? Sering kali, itu dikarenakan pengukuran yang mungkin memakan energi sebanyak energi yang dibutuhkan untuk program itu sendiri. Di lain waktu, kita begitu sibuk dengan apa yang kita lakukan sehingga kita lupa (atau tidak mau) untuk bertanya, "Bagaimana keadaan kita?" Perencanaan Membutuhkan Waktu Tetapi, setiap menit berharga. Namun, kebanyakan dari kita tidak akan mengambil waktu, kecuali kita secara sadar menyisihkannya. Membuat daftar hal-hal yang harus dikerjakan setiap hari harus menjadi kebiasaan rutin. Membuat tinjauan berdasarkan bulanan, kuartal, dan tahunan pada kalender kita akan membangun proses tersebut menjadi "pekerjaan" rutin yang perlu kita lakukan setiap hari. Dan, karena perencanaan memerlukan waktu, itu harus dimulai sedini mungkin. Sebagai contoh, di gereja jangan menunggu sampai bulan Oktober untuk mulai merencanakan untuk tahun depan! Proses ini harus dimulai paling lambat di bulan April atau Mei sehingga sebanyak mungkin orang dapat dibawa masuk, dan supaya Anda tidak tergesa-gesa ke masa depan. Karena itu, proses evaluasi harusnya hanya menjadi bagian dari perencanaan kita pada saat mencapai langkah-langkah untuk mencapai tujuan. Seseorang harus bertanggung jawab untuk pengukuran, biasanya bukan orang yang bertanggung jawab untuk pencapaian. Perencanaan adalah Pribadi dan Juga Bersama-Sama Jangan menjadi tersesat untuk percaya bahwa perencanaan untuk besok hanya berguna bagi kelompok. Penetapan tujuan dan perencanaan harus menjadi gaya hidup pribadi jika ingin benar-benar menjadi efektif. Ada hubungan langsung antara keefektifan seseorang dalam kehidupan pribadinya dan keefektifannya dalam kehidupan organisasinya. Menerapkan proses perencanaan pada hubungan keluarga dan interpersonal akan mempertajam pemahaman keseluruhan seseorang, di mana dia cocok dan bagaimana ia berhubungan dengan orang-orang di sekitarnya. Perencanaan adalah Orang-Orang Atau, seharusnya begitu! Untuk kembali ke pengamatan Ewing, untuk menghilangkan orang-orang dari persamaan perencanaan berarti mencari bencana. Setiap rencana harus disusun dan dibuat oleh orang yang melakukan pekerjaan itu. Misalnya, tugas dari komite perencanaan seharusnya tidak merencanakan untuk orang lain, melainkan untuk memberi informasi yang mereka butuhkan, yang menjadi dasar rencana mereka ("Akan menjadi seperti apa masyarakat kita dalam sepuluh tahun?"), dan untuk memberikan pelatihan, nasihat, dan koordinasi dalam perencanaan. Perencanaan Mengomunikasikan Maksud Kita Seiring dengan populasi dunia yang bertumbuh dan cara kita berkomunikasi satu sama lain yang semakin canggih, peluang untuk bekerja sama pun tumbuh semakin meningkat. Di dunia Barat, jumlah peran berbeda yang kita lakukan sebagai individu (ayah, suami, teman, rohaniwan, anggota klub, sopir, dll.) dan sebagai anggota organisasi (pelayanan, perawatan karyawan, tanggung jawab sosial, batasan hukum, dll.) tumbuh pada tingkat yang fantastis. Jumlah "persimpangan" dengan rencana orang lain pun bertumbuh menyesuaikan. Seolah-olah dunia telah menjadi benar-benar berlapis dengan jalan-jalan, jalan raya, dan jalan raya untuk lalu lintas kendaraan cepat, masing-masing dari mereka mewakili rencana seseorang (atau beberapa organisasi). Jika kita tidak jelas dalam menentukan mau ke mana kita pergi dan bagaimana kita (saat ini) merencanakan untuk sampai ke sana, kita akan menemukan diri kita terus-menerus bertabrakan dengan rencana orang lain. Dalam sebuah gereja lokal, mungkin kegagalan pemimpin paduan suara untuk mengomunikasikan rencananya tentang festival besar anak-anak pada suatu waktu di sekolah minggu adalah mengharapkan keterlibatan anak-anak yang sama dalam proyek yang baru. Dalam organisasi yang lebih besar, "tabrakan" dapat terjadi karena satu departemen tidak memadai dalam menyampaikan maksudnya untuk menggunakan ruang, waktu, atau tenaga kerja. Dalam konteks yang lebih besar, berulang kali, satu organisasi bergerak ke depan dengan rencana tanpa mengetahui tujuan dari organisasi lain atau memberitahukan rencana mereka sendiri. Hasilnya, tidak hanya tumpang tindih dan duplikasi, tetapi kebingungan besar di antara organisasi-organisasi yang berbeda, yang sedang berusaha untuk mereka layani. Dengan memberitahukan tujuan kita dan dengan jelas menunjukkan langkah-langkah yang saat ini kita rencanakan untuk dicapai, kita membangun titik persimpangan dengan orang lain yang juga membuat rencana baru dan sedang mengerjakan rencana yang lama. Langkah-Langkah dalam Perencanaan Merupakan Subtujuan Setelah semua pendekatan alternatif dianalisis, disisihkan, dan rencana akhir ditentukan, penting untuk diingat bahwa setiap langkah dari rencana sebenarnya adalah tujuan dalam dirinya sendiri. Setiap langkah, oleh karena itu, harus memiliki karakteristik yang sama dengan tujuan akhir proyek: harus dapat dicapai dan terukur. Hal ini juga harus memiliki tanggal dan nama-nama orang yang bertanggung jawab. Terlepas dari apa metode perencanaan yang digunakan (dan ada banyak), kegagalan untuk menetapkan tanggal dan individu yang bertanggung jawab untuk setiap langkah dari rencana akan mengurangi probabilitas keberhasilan. "Gagal untuk merencanakan, berarti merencanakan untuk gagal." Begitu sederhana. (t/Jing Jing) Diterjemahkan dan disunting dari: Judul buku: The Art of Management for Christian Leaders Judul bab: Planning -- Part One Penulis: Ted W. Engstrom " Edward R. Dayton Penerbit: Word Books, Waco. 1976 Halaman: 45 -- 51 KUTIPAN Kita lebih sering gagal karena memecahkan masalah yang salah daripada menemukan solusi yang salah terhadap masalah yang tepat. (Russel L. Ackoff) INSPIRASI: APAKAH ANDA BERSEDIA MENYESUAIKAN RENCANA JANGKA PANJANG ANDA KETIKA ALLAH MENGUBAH KEADAAN? Pemimpin-pemimpin Kristen yang efektif membuat rencana jangka panjang dan memberi Allah ruang untuk secara aktif mengarahkan atau mengubah rencana-rencana tersebut. (Baca Roma 15:22-29) Dalam ayat tersebut, Rasul Paulus sedang dalam perjalanan mengambil persembahan kasih dari gereja-gereja di Makedonia untuk gereja di Yerusalem yang sedang mengalami masa-masa sulit. Dalam perjalanannya ke Yerusalem, Paulus menulis surat kepada orang-orang Kristen di Roma, yang membahas beberapa rencana jangka panjang untuk mengunjungi gereja mereka dalam perjalanannya mengabarkan Injil ke Spanyol. Rencana jangka panjang umumnya didasarkan pada realitas yang ada sekarang. Banyak elemen dalam kehidupan Paulus bersifat pasti dan merupakan dasar yang baik untuk membuat rencana jangka panjang. Filipi 1:21-24 mengatakan bahwa Paulus tidak mempertanyakan akhir dari masa depannya. Paulus juga tahu bahwa ia bertugas untuk "memberitakan Injil kepada orang bukan Yahudi" (Galatia 1:15-16). Ia tahu bahwa ia berusaha menjangkau daerah-daerah di mana Kristus belum dikenal (Roma 15:17-22). Dan, Paulus tahu bahwa ia harus menyesuaikan pesannya dalam tiap situasi tertentu, sesuai dengan 1 Korintus 9:22. Meskipun rencana Paulus untuk pergi ke Roma dibangun di atas dasar bagian kehidupan Paulus yang sudah pasti, keluwesan diperlukan karena ia mungkin tidak dapat memperkirakan proses yang digunakan Allah untuk menempatkannya ke Roma. Paulus adalah contoh yang baik dari seorang pemimpin yang efektif, yang membuat rencana jangka panjang untuk masa depan yang belum pasti sambil mengupayakan sebuah strategi yang proaktif untuk menjadi efektif dalam misinya setiap hari. Pemimpin yang baik membuat rencana jangka panjang dan memiliki sebuah strategi untuk mewujudkan semua rencana itu. Pemimpin Kristen yang menghormati Allah menyimpan rencana-rencana yang fleksibel tersebut untuk berbagai perubahan situasi yang dimasukkan Allah ke dalam aktivitas harian mereka. Amsal 4:25-27: "Biarlah matamu memandang terus ke depan dan tatapan matamu tetap ke muka. Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan." (t/N. Risanti) Diambil dan disunting dari: Nama situs: Barry Werner Alamat URL: http://barrywerner.com/are-you-willing-to-adjust-your-long-range-plans-when-god-changes-circumstance-213-4/2012/12/27/ Judul asli artikel: Are you willing to adjust your long range plans when God changes circumstance? Penulis: Barry Werner Tanggal akses: 1 November 2013 Kontak: leadership(at)sabda.org Redaksi: Ryan, Berlin B., dan N. Risanti Berlangganan: subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org Arsip: sabda.org/publikasi/e-leadership/ BCA Ps. Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati (c) 2013 Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |