Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/150

e-Leadership edisi 150 (9-9-2013)

Keterampilan Kepemimpinan (I)

==========MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI SEPTEMBER 2013============

                   Keterampilan Kepemimpinan (I)
  
                 e-Leadership 150, 9 September 2013
                             
e-Leadership -- Keterampilan Kepemimpinan (I)
Edisi 150, 9 September 2013

Shalom,

Perbedaan yang terdapat dalam tiap individu merupakan anugerah dari Tuhan. 
Namun, tak jarang, perbedaan itu menjadi masalah dan konflik yang timbul dalam 
sebuah organisasi kepemimpinan. Seorang yang ekstrover akan memiliki kesulitan 
untuk bergaul dengan seorang introver. Seorang perfeksionis akan mengalami 
masalah dengan pribadi yang santai dan spontan. Lalu, bagaimana jika Anda harus 
berhadapan dengan rekan pemimpin yang sulit, yang selalu bertentangan dengan 
Anda? Bukankah ini akan menjadi hambatan yang besar dalam pelayanan dan 
persekutuan Anda? e-Leadership edisi kali ini akan membahas topik tersebut, 
sekaligus menguraikan langkah-langkah yang harus Anda ambil jika memiliki 
permasalahan ini. Allah dan kasih, menjadi dua hal yang pada akhirnya akan dapat 
selalu kita andalkan. Selamat membaca, Tuhan Yesus memberkati!

Staf Redaksi e-Leadership,
N. Risanti
< http://lead.sabda.org >


Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului 
dalam memberi hormat. (Roma 12:10) < http://alkitab.mobi/tb/Rom/12/10/ >


         ARTIKEL: BERHADAPAN DENGAN REKAN PEMIMPIN YANG SULIT

Bukankah indah bila kita dan setiap orang dalam tim kepemimpinan kita selalu 
menomorsatukan Kristus dan melayani umat Allah dalam semangat kasih, 
keselarasan, dan kerendahan hati? Sayangnya, itu bukanlah gambaran dari 
kebanyakan tim kepemimpinan. Kita semua dinodai oleh dosa, dan bahkan dalam 
pelayanan, kita berhadapan dengan ketegangan, masalah, dan frustrasi.

Firman Allah memerintahkan kita untuk saling menerima, mengasihi, melayani, dan 
memperhatikan. Kadang-kadang, ketegangan muncul karena langkanya komunikasi 
antarpemimpin, terutama dalam bidang-bidang pengambilan keputusan dan perwujudan 
sasaran. Karena itu, dibutuhkan beberapa pedoman dalam proses mengambil 
keputusan.

Tetapi, betapa pun hebatnya kita berusaha menerapkan firman Allah dan juga 
melaksanakan prinsip-prinsip manajemen, kita tidak akan pernah mampu seutuhnya 
menghapuskan perbedaan-perbedaan kepribadian yang menyebabkan timbulnya masalah. 
Para pemimpin berasal dari latar belakang yang berbeda dan memiliki temperamen 
yang berbeda. Mereka serupa dengan pedal gas dalam sebuah mobil. Sebaliknya, 
yang lainnya sangat berhati-hati dan kadang-kadang terlalu sering menginjak 
pedal rem.

Ketika kita mendapati bahwa kita sulit bergaul dengan orang lain, kita bisa saja 
mengeluh. Bagaimana mungkin saya dapat bekerja sama dengan tim kepemimpinan 
lain? Seorang karyawan biasanya tidak memiliki suatu pilihan -- ia dipilih untuk 
melayani dalam melakukan tugas tertentu. Tetapi, Tuhan yang Mahakuasa sering 
memiliki rencana bagi kita. Belajar untuk bekerja sama dengan orang lain 
merupakan bagian dari proses-Nya untuk menguduskan kita. Memang tidak pernah 
mudah dan bahkan sering menyakitkan. Akan tetapi, Allah memberikan kasih karunia 
dan hikmat khusus dalam berhadapan dengan rekan sekerja yang sulit diajak kerja 
sama.

Suko menjabat sebagai sekretaris dalam sebuah lembaga Kristen. Entah mengapa, ia 
merasakan bahwa Tomo tidak pernah mau bertatap muka dengannya dalam menghadapi 
isu-isu penting. Ketika ia memiliki gagasan cemerlang, Tomo selalu memberikan 
banyak alasan untuk menentangnya. Karena menjabat sebagai Bagian Keuangan, Tomo 
dapat menggunakan uang atau karena kurangnya dana -- membuat suatu alasan untuk 
menolak suatu gagasan. Suko dapat saja mengabaikan rekan pemimpinnya, tetapi 
tindakan itu tidak akan menyelesaikan masalah karena ia masih akan terus-menerus 
bekerja sama dengan Tomo. Dapat saja ia bertindak kasar, tetapi jauh dalam lubuk 
hatinya, ia berpendapat bahwa tindakan itu tidak akan bermanfaat dan tidak 
sesuai dengan apa yang sudah direncanakan Allah bagi dirinya melalui hubungan 
kerja ini.

Pada suatu hari, ketika mereka sedang berdua dalam ruangan Suko, hampir 
bersamaan waktu mereka menyatakan bahwa mereka tidak pernah saling mengenal 
dalam keadaan tidak formal. Mereka hanya memiliki hubungan kerja, dipaksa dalam 
suasana lembaga dan pertemuan bisnis. Suko mengemukakan masalah hubungan mereka 
yang kurang serasi. Tomo merenung sejenak, kemudian berkata, "Saya lega Anda 
menyatakan hal ini. Sebagaimana Anda ketahui, saya adalah seorang yang introver. 
Dan, mungkin karena latar belakang matematika saya, saya cenderung bersikap 
hati-hati dan penuh perhatian. Anda, di pihak lain, terus datang dengan gagasan 
baru dan melemparkannya kepada kami. Jadi, saya melihatnya sebagai kewajiban 
saya untuk melawannya dengan gagasan yang berlawanan .... Ini merupakan gagasan 
Hegel: Anda mengajukan sebuah tesis, saya mengekspresikan antitesis dan saya 
berharap bahwa anggota komisi akan menyatakan sintesis. Tetapi, saya baru-baru 
ini mendeteksi bahwa lebih sering daripada tidak ada suatu ketenangan yang 
kaku." Dan, sementara mereka meneruskan pembicaraan, Suko menyadari bahwa secara 
tidak sadar, ia telah memproyeksikan suatu citra akan suatu visi 
ketidakpedulian. Ia selama ini selalu menjadi orang yang mengeluarkan gagasan 
dan langsung bertindak. Ia merasa agak malu karena ia tidak berperasaan dan 
tidak mendoakan Tomo, yang ternyata, sedang menggumuli beberapa masalah 
keluarga. Pernikahan kedua orang tuanya sedang retak dan kakak laki-lakinya 
terlibat dalam suatu kecelakaan lalu lintas. Mereka akhirnya menutup pertemuan 
mereka dalam doa bersama sambil mengakui dosa mereka kepada Tuhan, dan ketika 
Tomo meninggalkan ruangan tersebut, mereka saling berpelukan, mengucap syukur 
bahwa Allah telah menolong mereka memulihkan keretakan hubungan mereka.

Akan tetapi, tidak semua pemimpin bersikap terbuka terhadap Allah. Apakah Anda 
ingat kepada Diotrefes? Rasul Yohanes mengalami saat-saat sulit dengan pemimpin 
yang satu ini. Diotrefes ingin menjadi yang utama (3 Yohanes 9), dan ia secara 
aktif terlibat dalam suatu kampanye gosip melawan Rasul Yohanes (ayat 10). Rekan 
yang angkuh ini juga bersikap tidak sopan dan telah mengusir beberapa orang 
percaya dari jemaat setempat. Kelihatannya, tak seorang pun yang dapat 
mengendalikan Diotrefes, tetapi Rasul Yohanes dengan jelas mengisyaratkan bahwa 
ia harus mendisiplinkannya secara pribadi (ayat 10). Untunglah, ini hanya sebuah 
kasus ekstrem. Jika kita harus berhadapan dengan orang yang serupa Diotrefes di 
zaman sekarang ini -- mendominasi para pemimpin yang menentang doktrin dan 
praktik para rasul -- kita juga harus bertindak tegas. Tetapi, kita hanya dapat 
melakukan hal ini dalam persekutuan bersama yang lain, yang juga memiliki 
keyakinan bahwa orang itu memerlukan tindak disiplin. Kalau demikian halnya, 
kita harus memperhadapkan dia dengan ketegasan dan kasih, dan jika ia tak mau 
bertobat, tindakan menentukan harus diambil untuk memindahkannya dari 
kedudukannya dalam kepemimpinan rohani.

Tipe-Tipe Lain dari Pemimpin Bermasalah

Para pemimpin bermasalah termasuk mereka yang berpegang teguh pada status 
istimewa mereka, tetapi tidak siap untuk memikul tanggung jawab kepemimpinan. 
Para pemimpin seperti itu membiarkan semangat tim menurun. Para bawahan 
menderita karena mereka bekerja tidak dengan sepenuh hati. Mereka perlu 
diingatkan bahwa kepemimpinan menyuarakan tanggung jawab dan mereka perlu 
motivasi untuk melakukan tugas. Kadang-kadang, alasan mengapa seseorang gagal 
melakukan kewajiban adalah karena ia merasa tidak terlatih secara memadai untuk 
melaksanakan suatu tugas tertentu. Walaupun kita senang melihat iman dari rekan 
pemimpin kita semakin kuat, adalah penting bahwa kita tidak merusak mereka 
dengan tidak memberi mereka latihan yang cukup, sumber pengetahuan, dan 
dukungan.

Ada di antara kita yang menghadapi masalah kronis lainnya, yaitu pemimpin yang 
terlalu sibuk. Mereka memiliki terlalu banyak pekerjaan mendesak sehingga mereka 
tidak mungkin memberikan perhatian penuh kepada apa pun dan mereka gagal untuk 
melaksanakan tugas-tugas khusus. Pernah dalam suatu rapat komisi di mana seorang 
pemimpin Kristen yang teramat sibuk menyampaikan beberapa topik yang tidak ada 
dalam agenda acara. Ia membuat suatu proposal yang tidak umum dan segera 
terlihat bahwa setiap orang dalam ruangan itu mulai merasa gelisah. Setelah 
beberapa lama, ketua memintanya untuk menjelaskan salah satu proposalnya dan 
wajahnya seketika menjadi merah padam. "Oh, saya minta maaf, saya baru saja 
membicarakan sebuah proyek yang seharusnya dibicarakan pada lembaga lain."

Sayangnya, beberapa organisasi menduga bahwa mereka hanya dapat mengadakan 
transaksi bisnis mereka dan memenuhi tujuan mereka jika mereka memiliki nama-
nama terkenal dalam lembaga mereka. Saya percaya bahwa memang penting untuk 
memiliki para pemimpin Kristen yang terkenal untuk mendukung organisasi, tetapi 
kita tidak perlu sampai mengisap mereka ke dalam lembaga kita. Nama-nama mereka 
dapat saja muncul sebagai penasihat khusus sehingga memberikan rasa percaya 
kepada orang lain dalam pekerjaan yang kita lakukan. Seharusnya, kita selalu 
mengundang mereka untuk menjadi anggota komisi orang-orang yang siap membagikan 
prioritasnya kepada persekutuan kita atau gereja kita. Karena kalau tidak, kita 
akhirnya akan berhadapan dengan para pemimpin Kristen yang teramat sibuk yang 
sarat dengan maksud-maksud baik, tetapi yang tidak pernah menyelesaikan tugasnya 
dengan baik. Adalah suatu kebijaksanaan yang berhikmat untuk memasukkan orang-
orang yang siap untuk bekerja keras, sekalipun mereka bukanlah pemimpin yang 
berpengalaman.

Tiga Merupakan Angka yang Bermanfaat

Seorang sahabat karib saya pernah berkata, "Selalu ada tiga sisi dari sebuah 
argumentasi: Anda, saya, dan kebenaran!" Sungguh benar pernyataan tersebut! 
Salah satu kesulitan ketika berbicara dengan rekan pemimpin kita ialah bahwa 
kita tidak selalu menyampaikan pesan kita dengan ketepatan dan kejelasan 
sehingga pendengar sering salah mengerti. Kita dapat mengatasi hal ini dengan 
memperbaiki komunikasi, dan bahwa lawan bicara kita telah menyampaikan pesannya 
dengan benar atau lebih baik lagi, kedua belah pihak setuju untuk mencatat semua 
keputusan yang tercapai. Tetapi, bagaimana jika Anda harus bekerja sama dengan 
seseorang yang memiliki latar belakang berbeda, yang tidak menginginkan 
kelugasan seperti itu? Mungkin kepribadian orang itu sama kerasnya dengan Anda. 
Bagaimana Anda bekerja sama dengan pemimpin yang sulit seperti ini? Menurut 
pengalaman saya, adalah sangat bermanfaat untuk menghadirkan orang ketiga dalam 
pertemuan dan diskusi Anda. Bila kita termasuk para pemimpin yang kuat, kita 
lebih suka memegang pendirian kita dan mendapati sangat sulit untuk menghargai 
sudut pandang lawan bicara kita. Orang ketiga dapat menolong kedua belah pihak 
untuk melihat persoalannya secara objektif, dengan demikian meredakan ketegangan 
dan menjelaskan salah pengertian.

Bahkan, seandainya kerja sama Anda sangat baik dengan rekan pemimpin Anda, bila 
Anda akan mengambil keputusan yang sangat penting, Anda akan mendapati manfaat 
kehadiran orang ketiga. Orang ketiga yang dapat dipercaya sering kali mengubah 
jalannya pertemuan, bertindak sebagai sebuah jembatan bagi Anda berdua dan 
menolong Anda untuk maju bersama.

Bila Anda berhadapan dengan pemimpin yang sulit, saya menasihatkan supaya Anda 
pertama-tama berdoa, meminta Allah untuk menyelidiki hati dan sikap Anda (Mazmur 
139:23-24). 
Kadang-kadang, masalahnya ada di dalam diri kita sendiri; kita dapat 
saja memiliki prasangka yang berlebihan terhadap seseorang. Hal ini memang bisa 
terjadi, terutama bila kita sedang lelah dan tertekan. Kita pertama-tama harus 
memiliki hubungan yang benar dengan Allah.

Akan tetapi, seandainya kita sudah berusaha untuk mengidentifikasi masalah yang 
memengaruhi hubungan kita dengan pemimpin lain, dan kelihatannya bahwa 
kesalahannya terletak di pihak mereka, apa yang harus kita lakukan? Kita tidak 
dapat hanya melupakannya atau mendendam terhadap mereka. Sebaliknya, kita harus 
membicarakan kebenaran dalam semangat kasih (Efesus 4:15). Bagi beberapa di 
antara kita, hal ini dapat membuat diri kita menjadi rentan karena dengan 
melakukan hal itu, kita membuka diri kita terhadap kritikan dan bahkan mungkin 
penolakan. Tetapi, kepemimpinan yang penuh kasih berusaha menjernihkan halangan-
halangan dalam komunikasi dan hubungan.

Sebuah prinsip utama dalam bekerja sama dengan orang lain, terutama mereka yang 
mungkin berbeda dari kita dan mereka yang kita dapati sukar untuk dihadapi, 
ialah dengan menekankan kesetiaan kita kepada Tuhan Yesus. Ia adalah Tuhan kita 
dan hanya Dialah yang dapat mempersatukan kita kembali. Ia memiliki keistimewaan 
dalam menghancurkan halangan! Hanya Dialah yang dapat menolong kita untuk saling 
mengasihi dan melayani di dalam kerajaan-Nya.

Diambil dan disunting dari:
Judul buku: Sahabat Gembala, Edisi Maret -- Mei 1995
Penulis: Chua Wee Hian
Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1995
Halaman: 19 -- 23


                               KUTIPAN

Kedewasaan rohani tidak diukur dari seberapa tinggi pencapaian pelayanan kita, 
tetapi seberapa lurus kita berjalan dalam ketaatan. (Daniel Ronda)


                        INSPIRASI: KETULUSAN DAUD

Hubungan antara Raja Saul dan Daud tidak selalu diwarnai oleh ketulusan hati. 
Ada saat Saul membenci Daud karena umat Israel lebih mengelu-elukan Daud. Mereka 
bersorak, "Saul mengalahkan beribu-ribu, sedangkan Daud berlaksa-laksa."

Itu membuat Saul marah dan menaruh dendam, sampai berniat untuk membunuh Daud. 
Di pihak lain, Daud punya sikap berbeda. Ia mempunyai hati yang tulus. Walaupun 
Daud mempunyai kesempatan untuk membunuh Saul, namun Daud tidak melakukannya 
karena ia mencintai Saul, yang juga adalah orang yang diurapi Allah (1 Samuel 
24:7).

Cinta dan ketulusan hati Daud sangat kentara ketika ia mendengar bahwa Saul dan 
sahabat karibnya, Yonatan, gugur di medan perang. Ia sungguh merasa sedih. 
Ratapan sedihnya diungkapkan dengan kata-kata yang sangat menyentuh: "Betapa 
gugur para pahlawan di tengah-tengah pertempuran! Yonatan mati terbunuh di 
bukit-bukitmu. Merasa susah aku karena engkau, saudaraku Yonatan, engkau sangat 
ramah kepadaku; bagiku cintamu lebih ajaib daripada cinta perempuan." (2 Samuel 
1:25-26)

Tidak dapat dimungkiri bahwa rasa iri, marah, dan dendam, kadang kala meliputi 
kita, misalnya saat kita merasa diremehkan atau disaingi.

Daud mengajarkan kepada kita untuk memiliki kualitas-kualitas hati seperti 
ketulusan, kesejatian, cinta, dan bela rasa, yang perlu untuk membangun relasi 
kita, baik dengan sesama maupun dengan Tuhan, walaupun ada saat kita disakiti 
atau diperlakukan tidak baik.

Tuhan Yesus Kristus, berilah aku hati yang tulus, penuh semangat persaudaraan, 
agar aku selalu berkenan kepada-Mu dan sesamaku. Amin.

Diambil dan disunting dari:
Nama situs: Sesawi
Alamat URL :http://www.sesawi.net/2012/01/21/ketulusan-daud/
Penulis: Romo Ignatius Slamet Riyanto
Tanggal akses: 30 Juni 2013


Kontak: leadership(at)sabda.org
Redaksi: Ryan, Berlin B., dan N. Risanti
Berlangganan: subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org