Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/142

e-Leadership edisi 142 (22-4-2013)

Potensi Kepemimpinan (I)

==========MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI MEI 2013============

                    POTENSI KEPEMIMPINAN (I)
               
                  e-Leadership 142, 13 Mei 2013

Shalom,

Salah satu kualitas yang dimiliki seorang pemimpin adalah potensi di 
dalam dirinya. Saat ini, banyak bermunculan pemimpin yang berkarisma, 
tetapi tidak memiliki potensi menjadi pemimpin yang cakap. Ada juga 
pemimpin yang kurang mengenal dirinya sehingga tidak dapat menemukan 
dan menggali potensi dalam dirinya. Potensi tidak hanya berkaitan 
dengan pengetahuan, tetapi lebih kepada kemampuan untuk mewujudkan 
harapan organisasi. Lalu, bagaimana menemukan dan mengembangkan 
potensi sebagai pemimpin? Ingin tahu jawabannya? Silakan menyimak 
sajian e-Leadership kali ini. Tuhan memberkati.

Pemimpin Redaksi e-Leadership,
Ryan
< ryan(at)in-christ.net >
< http://lead.sabda.org >


Dalam kesesakan aku telah berseru kepada TUHAN. TUHAN telah menjawab 
            aku dengan memberi kelegaan. (Mazmur 118:5) 
               < http://alkitab.mobi/tb/Mzm/118/5/ >


          ARTIKEL: MENINGKATKAN POTENSI KEPEMIMPINAN ANDA

Baru-baru ini, saya membaca buku "Spiritual Leadership" karya J. 
Oswald Sanders sementara saya mempelajari makalah yang saya tulis di 
seminari. Saya selalu menggumulkan gagasan tentang kepemimpinan jenis 
ini di gereja. Pada dasarnya, saya percaya bahwa semua orang Kristen 
adalah pemimpin dalam hal-hal tertentu. Setiap orang Kristen 
setidaknya memiliki pengaruh terhadap satu orang. Karena itu, bahkan 
jika hanya menjadi pemimpin bagi satu orang saja, mereka tetap dapat 
disebut sebagai pemimpin.

Hal yang saya gumulkan mengenai kepemimpinan, dalam gereja dan di 
antara orang-orang Kristen, adalah bahwa kita sering mengartikan 
kepemimpinan sebagai sesuatu yang mulia, bukan sebagai sebuah wujud 
penyangkalan diri. Saya mengingat kembali apa yang dikatakan oleh Tom 
Lin beberapa minggu yang lalu sebagai tantangan bagi diri saya, 
"Gereja Amerika telah menjadikan kepemimpinan sebagai hal yang agung, 
sesuatu yang mengagumkan -- kita tidak pernah mengajar remaja-remaja 
kita untuk berani terlibat dalam penderitaan. Padahal, jika kita 
membaca Alkitab, Yesus justru meminta para pemimpin untuk menyangkal 
hal-hal yang paling mereka sukai."

Dengan memiliki gambaran kepemimpinan yang seperti itu dalam benak 
saya, maka saya dapat merasa nyaman berbicara tentang peningkatan 
potensi kepemimpinan dengan cara mencari hal-hal spesifik yang dapat 
menjadi pusat perhatian kita. Dengan memusatkan perhatian kepada hal-
hal yang spesifik itu, kita dapat menggunakan pengaruh yang kita 
miliki dengan lebih baik lagi. Sementara gereja menyambut generasi 
milenium yang baru sebagai para pemimpin, masih banyak dari mereka 
yang tertinggal di luar dan sekarang mencari-cari sesuatu yang 
nantinya dapat menolong mereka untuk memimpin.

Mengapa kita berfokus pada potensi kepemimpinan, bukan pada 
kepemimpinan itu sendiri? Banyak orang, terutama orang-orang muda, 
hanya memiliki pengaruh terhadap sedikit orang, tetapi sedang mencari 
cara untuk mengembangkan kemampuan mereka untuk menjadi pemimpin yang 
kuat. Dengan demikian, fokus kita ada pada potensi itu.

Sanders menyoroti beberapa prinsip yang ia ambil dari Hudson Taylor 
(seorang misionaris Inggris terkenal yang melayani di Tiongkok) tentang 
bagaimana cara para pemimpin meningkatkan potensi kepemimpinan mereka. 
Saya menemukan beberapa wawasan yang sangat berharga dalam keenam 
bidang yang menjadi pusat perhatian Sanders dengan komentar pribadi 
dari saya.

1. Organisasi

Para pemimpin yang baik memiliki kemampuan untuk menganalisis bidang 
mana saja yang berfungsi di bawah standar dan mampu membuat rencana 
untuk memperbaiki situasi tersebut. Sebuah organisasi gereja dan 
kepemimpinan rohani bukanlah hanya tentang (atau tidak harus melulu 
tentang) efisiensi semata, namun kita juga tidak boleh menerima 
inefisiensi begitu saja. Meningkatkan kualitas kepemimpinan berarti 
memberi fokus yang lebih pada rincian administrasi.

2. Fokus Rohani

Ke mana kita membawa orang-orang di sekitar kita? Saya menyukai 
pepatah yang berkata, "Air akan naik sampai setinggi sumbernya" 
sebagai pengingat yang berguna dalam hal ini. Kesehatan rohani orang-
orang di sekitar kita harus menjadi perhatian utama. Sebab dengan 
kesehatan rohani itulah, mereka bisa menjadi pribadi yang benar-benar 
efisien. Meningkatkan kepemimpinan berarti kita memimpin orang lain 
kepada Allah, bukan kepada kita.

3. Level Keterlibatan

Dibutuhkan percakapan yang alot untuk membangun ataupun membangun 
kembali kepercayaan dan kejujuran. Pemimpin yang buruk menghindari 
percakapan yang alot. Ketika masalah diabaikan, moral akan jatuh, dan 
kinerja akan menurun. Gereja-gereja tempat saya beribadah, dibesarkan 
sebagai seorang anak pendeta, dan yang sekarang menjadi tempat 
pelayanan saya, banyak ditentukan oleh manuver politik yang 
menempatkan cengkeraman pada moral mereka yang terlibat dalam 
kepemimpinan gereja. Meningkatkan kepemimpinan berarti memahami 
tingkat moral orang-orang yang ada di sekitar dan sengaja berupaya 
meningkatkannya.

4. Hubungan

Para pemimpin yang bertumbuh harus semakin banyak berinvestasi ke 
dalam kehidupan orang-orang, bukan kepada struktur yang memberi mereka 
jabatan. Para pemimpin yang terbaik tahu bagaimana dan kapan perlu 
terlibat dengan orang-orang di sekitar mereka. Meningkatkan 
kepemimpinan berarti lebih memperhatikan hubungan-hubungan tersebut. 
Salah satu aspek dalam hubungan antarpribadi yang menantang saya 
akhir-akhir ini adalah dalam hal mendengarkan. Meskipun saya menyukai 
interaksi dengan orang lain, tetapi saya adalah seorang pendengar yang 
buruk. Henri Nouwen pernah berkata, "Keindahan dari mendengarkan orang 
lain adalah bahwa orang-orang yang didengarkan akan mulai merasa 
diterima, dan mulai menganggap kata-kata mereka lebih serius. Dengan 
demikian, mereka akan menemukan jati diri mereka.",
5. Pemecahan Masalah

Pemimpin harus mampu memecahkan masalah yang sulit. Perhatikan kutipan 
ini, "Menciptakan masalah memang mudah, tetapi memecahkannya sulit." 
Hal ini sejalan dengan hal-hal sebelumnya, sebab pemecahan masalah 
selalu dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja administrasi, tingkatan 
moral, dan kualitas sebuah hubungan.

6. Penciptaan

Ini merupakan hal yang saya pergumulkan secara pribadi. Saya cenderung 
hebat dalam hal mewujudkan ide-ide, bukan menciptakannya. Karena itu, 
setiap minggu saya harus benar-benar memberi ruang pada diri saya 
untuk berpikir di luar kotak. Saya juga mencoba untuk bekerja sama 
dengan orang-orang di sekitar saya yang mampu menghasilkan ide-ide 
kreatif sepanjang waktu. "Mengkritik rencana lebih mudah daripada 
membuatnya," adalah kalimat yang baik untuk mengingatkan kita. 
Meningkatkan kepemimpinan berarti kita harus lebih sering menciptakan 
ide daripada mengkritiknya. (t/Jing Jing)

Diterjemahkan dari:
Nama Situs: Manofdepravity.com
Alamat URL: http://manofdepravity.com/2012/03/improving-leadership-potential/
Judul asli artikel: Improving Leadership Potential
Penulis: Tyler
Tanggal akses: 2 April 2013


                              KUTIPAN

Terkadang Allah membiarkan suatu proses berjalan begitu lambat untuk 
membuat iman kita yang kecil tumbuh lebih cepat. (Benny Solihin)


             INSPIRASI: ORANG-ORANG MUDA PENUH POTENSI

Hananya, Misael, dan Azarya termasuk orang-orang yang diangkut ke 
pembuangan di Babel. Mereka masuk dalam kategori orang-orang muda. 
Kata Ibrani "yeled" biasanya dipahami sebagai pria yang masih berusia 
antara 15 sampai 18 tahun. Septuaginta memakai kata Yunani 
"neaniskos", sebuah kata yang juga dipakai dalam kisah "Orang Muda 
yang Kaya" (Matius 19:16-26). Di satu sisi, mereka adalah orang-orang 
yang belum berpengalaman. Di sisi lain, mereka adalah orang-orang yang 
penuh potensi. Aspesnas tahu akan potensi mereka, ia yakin orang-orang 
seperti merekalah yang diharapkan oleh Nebukadnezar untuk menjadi kaki 
tangannya.

Mereka adalah orang-orang muda yang berasal dari keturunan raja dan 
dari kaum bangsawan. Sebagai orang-orang yang "berdarah biru", tentu 
mereka pernah mengecap pendidikan yang lebih baik daripada orang muda 
Israel pada umumnya. Ini sesuai dengan rencana Nebukadnezar yang 
menginginkan supaya tulisan dan bahasa orang Kasdim diajarkan kepada 
mereka. Mereka adalah orang-orang muda yang tidak memiliki cela. Cela 
di sini bisa menunjuk kepada cacat fisik dan cacat moral. Orang-orang 
yang memiliki cacat fisik dianggap tidak layak berada di istana raja, 
apalagi jika cacatnya berkaitan dengan kelancaran proses belajar 
mengajar, seperti mata, telinga, dan tangan. Demikian juga dengan 
orang-orang yang memiliki cacat moral, tidak mungkin cocok untuk 
bekerja di istana. Ulangan 32:5 menjelaskan tentang orang-orang yang 
memiliki cacat moral, "Berlaku busuk terhadap Dia, mereka yang bukan 
lagi anak-anak-Nya, yang merupakan noda, suatu angkatan yang bengkok 
dan belat-belit." Mereka juga harus berperawakan baik. Memilih orang-
orang muda yang berperawakan baik untuk dijadikan pegawai istana 
adalah kebiasaan di dunia Timur Dekat kuno. Secara intelektual, 
kualitas mereka tidak perlu diragukan lagi, sebab mereka adalah orang-
orang muda yang memahami berbagai-bagai hikmat, yang berpengetahuan 
banyak, dan yang mempunyai pengertian tentang ilmu. Sudah pasti mereka 
adalah orang-orang muda yang cerdas dan cerdik.

Ada hal-hal yang tidak mungkin dapat kita tiru dari teman-teman Daniel 
ini, yaitu mengenai latar belakang keluarga dan perawakan. Mungkin 
kita bukan orang yang berasal dari keluarga kerajaan, kita bukan 
seorang raden. Kita juga tidak memiliki perawakan yang baik. Bahkan, 
mungkin ada cacat dari salah satu anggota tubuh kita. Itu tidak 
masalah! Karena, persaingan di dunia modern tidak melulu berdasarkan 
garis keturunan dan keberadaan fisik. Akan tetapi, ada hal lain yang 
bisa kita teladani dari teman-teman Daniel, yaitu bermoral baik, 
cerdas, dan cerdik. Untuk bisa dipercaya di mana pun berada, kita 
harus bermoral baik, yaitu jujur, setia, tulus, dan tunduk bukan 
memberontak. Kita juga harus berwawasan luas, tidak "gaptek" dan tetap 
mau belajar. Niscaya, kita akan menjadi orang yang berguna di mana pun 
kita berada.

Diambil dan disunting dari:
Nama buku renungan: Manna Sorgawi, 02 Januari 2013
Judul asli artikel: Orang-orang Muda Penuh Potensi (Daniel 1:3-4, 6)
Penulis: Tidak dicantumkan
Penerbit: YPI Kawanan Kecil Divisi Renungan Harian, Jakarta Utara 2013


Kontak: leadership(at)sabda.org
Redaksi: Ryan, Davida, dan N. Risanti
Berlangganan: subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip
BCA Ps. Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
        

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org