Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/132

e-Leadership edisi 132 (10-12-2012)

Integritas Kepemimpinan (I)

==========MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI DESEMBER 2012============

                    INTEGRITAS KEPEMIMPINAN (I)

                  e-Leadership 132 -- 10/12/2012

DAFTAR ISI
ARTIKEL: MENGEMBANGKAN KARAKTER PEMIMPIN KRISTEN (I)
INSPIRASI: INTEGRITAS

Shalom,

Integritas merupakan ciri utama seorang pemimpin, sebagaimana 
diungkapkan oleh Dwight D. Eisien Hower, "Kualitas utama pemimpin 
adalah integritas". Selain modal utama, integritas juga merupakan 
salah satu kunci keberhasilan seorang pemimpin. Bagaimana seorang 
pemimpin Kristen dapat menjadi teladan dalam perkataan dan perbuatan, 
di tengah dunia yang sarat dengan ketidakkonsistenan ini? Silakan 
temukan jawabannya di dalam edisi ini. Tuhan memberkati.

Pemimpin Redaksi e-Leadership,
Desi Rianto
< ryan(at)in-christ.net >
< http://lead.sabda.org >


Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan 
              TUHAN terbit atasmu. (Yesaya 60:1)
             < http://alkitab.mobi/tb/Yes/60/1/ >


       ARTIKEL: MENGEMBANGKAN KARAKTER PEMIMPIN KRISTEN (I)

Pendahuluan

Hampir mustahil memisahkan antara kepemimpinan Kristen dengan 
karakternya, antara kepemimpinan Kristen dengan kehidupan 
spiritualnya. Ini merupakan hal yang paling penting dan absolut jika 
hendak menjadi pemimpin Kristen yang efektif. Setiap pemimpin gereja 
yang potensial juga akan terkena diskualifikasi jika tidak menunjukkan 
kehidupan kerohanian yang baik. Itu sebabnya Yesus memberikan teladan 
dengan menjadi manusia, agar para pemimpin Kristen memiliki roh 
seorang hamba Tuhan yang dimampukan dan diperkaya oleh Roh Kudus.

Saat ini, bangsa Indonesia sangat membutuhkan pemimpin yang memiliki 
karakter. Hampir semua sisi kenegaraan dililit oleh masalah, baik 
bidang pemerintahan, pendidikan, olah raga, bahkan gereja juga tidak 
bebas dari permasalahan. Oleh karena itu, bangsa ini sangat 
membutuhkan pemimpin yang memiliki integritas.

Pembahasan dalam tulisan ini akan difokuskan pada karakter para 
pemimpin gereja, serta peran mereka dalam mengembangkan karakter 
bangsa, paling tidak menjadi teladan. Karakter yang dimaksud, bukan 
berbicara soal dedikasi dan kekudusan, walaupun itu adalah esensial. 
Tetapi, karakter ini berbicara tentang manusia sebagai ciptaan Allah, 
yang berperan mentransformasikan (mengubah) dunia ini.

Keunikan Karakter

Karakter atau pribadi atau oknum adalah suatu istilah yang menunjuk 
pada sesuatu yang hidup, yang diciptakan Allah menurut gambar dan rupa 
Allah. Ini adalah hal yang sangat penting untuk diketahui dalam 
kepemimpinan Kristen karena manusia adalah pribadi yang diciptakan 
Allah, yang memunyai keunikan khusus yang tidak ada duanya di muka 
bumi ini. Saya adalah saya, di mana tidak ada orang yang bisa 
menyamakannya. Jadi, karakter atau kepribadian kita masing-masing 
adalah unik, tidak dapat terulang, tidak dapat ditiru orang lain. 
Inilah yang berharga yang manusia miliki.

Itu sebabnya ketika berbicara tentang pengembangan karakter pemimpin 
agar bisa menjadi teladan, maka bukan berarti menciptakan keseragaman, 
melainkan pengembangan yang mengikuti model dan teladan dari Allah di 
dalam pribadi Yesus Kristus. Setiap pemimpin Kristen memiliki keunikan 
khusus sebagai pribadi di mata Tuhan. Tulisan ini tidak bermaksud 
menjadikan semua orang seragam, tetapi memperkembangkan pribadi sesuai 
dengan apa yang Tuhan sudah beri dalam kehidupan setiap orang.

Pemimpin Adalah Kunci

Di dalam tren dunia manajemen umum, fokus keberhasilan adalah kepada 
pemimpin. Peter Drucker (seorang pakar manajemen) berkata, 
"Sesungguhnya, para eksekutif yang tidak berhasil mengefektifkan 
dirinya sendiri, tentu tidak dapat mengefektifkan rekan kerja atau 
bawahannya."

Seorang pemimpin tidak dapat berharap banyak bila hanya mengandalkan 
perubahan pada orang lain, karena perubahan harus terjadi dulu pada 
diri sang pemimpin. Itulah sebabnya, kepemimpinan sebagai agen 
perubahan (agent of changes) harus melihat diri dan karakter yang ada 
pada dirinya.

Persoalan yang sering dihadapi oleh para pemimpin dewasa ini ada 
beberapa hal. Pertama, godaan untuk merasa cukup (self-sufficient). 
Artinya, para pemimpin merasa dirinya tidak memerlukan orang lain, 
padahal dia perlu. Dia tidak perlu lagi belajar, tidak perlu bekerja 
sama dengan orang lain karena sudah merasa diri cukup dengan gelar 
kesarjanaan yang diperolehnya. Padahal, bagi dunia sekarang ini 
ketergantungan, kerja sama, jaringan kerja (networking) sangat penting 
untuk mencapai keberhasilan. Apalagi kita, kita sangat perlu 
bergantung kepada sang Pencipta, yaitu Allah. Secara jelas Yesus 
mengatakan bahwa tanpa Aku, kamu tidak akan dapat berbuat apa-apa 
(Yohanes 15:5).

Godaan yang kedua adalah ingin menjadi spektakuler, yang biasa disebut 
dengan mental selebritis (celebrity mentality). Artinya, ingin cepat 
terkenal, dan bukannya bergantung pada Tuhan tetapi kepada karisma, 
pengaruh diri, dan bakatnya. Kecenderungan untuk menjadi cepat 
terkenal dan berhasil, menyebabkan banyak pemimpin muda terjebak dalam 
frustrasi karena ketidakseimbangan antara keinginan dan karakternya 
yang belum matang dalam pelayanan.

Godaan yang ketiga adalah keinginan yang berpusat pada diri (self-
centered desire) untuk berkuasa. Keinginan ini muncul dalam bentuk 
ingin menguasai orang-orang, gereja, dan keuangan. Padahal, dalam 
pelayanan, jemaat adalah milik Kristus.

Oleh sebab itu, pengembangan karakter bangsa harus dimulai dari diri 
sendiri, yang memiliki hubungan yang akrab dengan Kristus yang adalah 
pemimpinnya. Ada beberapa karakter pada diri yang perlu dikembangkan 
terlebih dahulu sebelum dapat memengaruhi orang lain:

1. Memimpin dengan contoh.

Banyak orang yang membicarakannya, tetapi hanya sedikit orang yang 
benar-benar mengertinya. Banyak orang ingin menjadi teladan, tetapi 
hanya sedikit yang mencapainya.

Seorang pemimpin Kristen berperan untuk membentuk karakter Kristen, 
bukan mentransfer pengetahuan teologi atau sekadar tahu Alkitab. 
Sebagai seorang pemimpin gereja atau pelayanan lainnya, tugas pemimpin 
adalah pembentukan karakter Kristen.

Bila demikian, maka pemimpin sendiri harus memiliki karakter yang 
bertanggung jawab dan memimpin dengan contoh (leading by example). 
Ketika kita mempelajari sejarah gereja, apakah kepentingannya bagi 
kita sehingga nama-nama dan karya mereka harus kita pelajari? Itu 
karena para pemimpin memiliki suatu karakter yang agung, sehingga 
layak untuk ditulis sebagai sejarah. Sejarah para tokoh gereja 
menunjukkan betapa mereka, sebagai manusia, telah menjadi teladan 
dalam karyanya yang semuanya bermuara dari karakternya. Nama seperti 
Paulus, Timotius, Agustinus, Polikarpus, Martin Luther, Calvin, Karl 
Barth, John Wesley (dan banyak nama lainnya tidak disebut di sini), 
semuanya dicatat karena karakter mereka dapat menjadi teladan bagi 
kita. Pertanyaannya adalah apakah sejarah akan memperlakukan kita sama 
seperti mereka karena teladan karakter yang kita miliki? Waktu yang 
akan berbicara karena "waktu adalah kesaksian yang paling terbukti 
bagi kepribadian Anda".

Hal lainnya adalah perintah Paulus yang meminta calon pemimpin yang 
dibinanya, dalam hal ini Timotius dan Titus, untuk bertumbuh dalam 
tiga hal yaitu kerohanian, kepribadian, dan kemahiran/keterampilan (1 
Timotius 4:12; Titus 2:7-8). Paulus bersikeras bahwa mereka harus 
menjadi teladan dalam seluruh aspek kehidupan rohani, karakter, dan 
keterampilan mereka dalam mengajar dan mengembangkan karunia rohani 
mereka.

2. Memimpin dengan integritas.

Dalam sebuah survei di Amerika yang ditujukan kepada kurang lebih 
1.300 pemimpin perusahaan dan pejabat pemerintahan, diberikan suatu 
pertanyaan "Kualitas apakah yang paling penting untuk dimiliki supaya 
sukses menjadi pemimpin?" Jawabannya menarik karena mayoritas, 71 
persen, memilih integritas sebagai syarat yang terpenting.

Arti kata integritas adalah keadaan yang sempurna, di mana perkataan 
dan perbuatan menyatu dalam diri seseorang. Seseorang yang memiliki 
integritas tidak akan meniru orang lain, tidak berpura-pura, tidak ada 
yang disembunyikan, dan tidak ada yang perlu ditakuti. Kehidupan 
seorang pemimpin adalah seperti surat Kristus yang terbuka (2 Korintus 
3:2).

Beberapa ciri integritas seorang pemimpin Kristen: pertama, hidup 
sesuai dengan apa yang diajarkan; kedua, melakukan sesuai dengan apa 
yang dikatakan; ketiga, jujur dengan orang lain; keempat, memberikan 
yang terbaik bagi kepentingan orang lain atau organisasi daripada diri 
sendiri; kelima, hidup secara transparan.

Integritas sebagai karakter bukan dilahirkan, melainkan dikembangkan 
secara satu per satu dalam kehidupan kita, melalui kehidupan yang mau 
belajar dan keberanian untuk dibentuk oleh Roh Kudus. Itu sebabnya, 
seorang pemimpin terkenal berani berkesimpulan, bahwa karakter yang 
baik akan jauh lebih berharga dan dipuji manusia, dibandingkan dengan 
bakat atau karunia yang terhebat sekalipun. Kegagalan sebagai pemimpin 
bukan terletak pada strategi dan kemampuannya dalam memimpin, 
melainkan pada tidak adanya integritas pada diri pemimpin.

3. Memimpin dengan jiwa dan roh.

Memimpin dengan jiwa dan roh adalah pelayanan kita nantinya, bukan 
hanya soal pekerjaan laksana seorang upahan. Sebagai contoh (ini bukan 
kisah nyata, tetapi bisa terjadi di kota-kota besar), seorang majelis 
bertanya kepada gembala dan stafnya, "Mengapa Anda sebagai gembala 
tidak berkunjung?" "Karena tidak ada uang transpor, apalagi gaji yang 
kecil ini tidak cukup untuk makan sebulan," jawab mereka. "Baiklah," 
pikir majelis yang kemudian memutuskan memberi uang transpor. Ternyata 
beberapa bulan kemudian, pelayanan kunjungan tidak jalan dan hanya 
sesekali, sehingga ditegur kembali. Jawab sang gembala dan staf, 
"Memang ada uang transpor, tetapi waktu tidak cukup. Bayangkan, untuk 
mengunjungi satu jemaat diperlukan waktu berjam-jam, apalagi jika naik 
`pete-pete` (kendaraan atau angkutan umum, Red.)." Kemudian, majelis 
memutuskan untuk membelikan motor bagi mereka. Semangat pun kembali 
berkobar, namun itu hanya berlangsung sesaat saja. Pelayanan kunjungan 
kembali tidak dilakukan setelah beberapa bulan. Ketika ditegur, mereka 
berkata, "Wah, harus buat jadwal, Bapak majelis. Karena kalau tidak, 
jam kunjungan kita bisa bertabrakan. Akan ada jemaat yang satu minggu 
dikunjungi beberapa kali." Ketika sudah diatur jadwal kunjungan, 
ternyata pelayanan kunjungan tidak berjalan juga. Dengan heran majelis 
bertanya, "Apa lagi?" Jawab sang gembala dengan staf, "Wah, Pak. Kami 
sudah banyak anak sekarang, dan tidak ada lagi yang menjaga mereka. 
Jadi, saya harus jaga mereka."

Cerita di atas hanya fiktif, tetapi tujuannya untuk menggambarkan 
bahwa banyak pemimpin tidak lagi memiliki jiwa dan roh pelayanan. 
Jawaban para pemimpin di atas masuk akal (rasional), tidak ada yang 
bisa membantahnya. Tetapi, satu yang hilang adalah panggilan pelayanan 
(sense of calling). Cerita ini menggambarkan betapa kita tidak 
memiliki hati seorang hamba, yang ada adalah mental pekerja upahan 
yang bekerja menurut standar upah. Tidak ada kecintaan akan pekerjaan 
dan mau berkorban untuk-Nya.

Kisah tentang Yesus yang membasuh kaki murid-murid-Nya dalam Yohanes 
13:1-20,
seharusnya menjadi teladan kita untuk menjadi seorang 
pemimpin yang berjiwa hamba. Pemimpin yang memiliki hati hamba adalah 
pemimpin yang dimotivasi oleh kasih untuk melayani dan memberi 
teladan.

Albert Schweitzer (misionari, musisi, dan humanis agama) pernah 
berkata tentang arti pelayanan, "Saya tidak tahu apa yang akan terjadi 
pada masa depan Anda, tetapi saya hanya tahu satu hal: di antara 
kalian yang akan memiliki kebahagiaan adalah mereka yang sungguh 
mencari dan mendapatkan prinsip bagaimana melayani."

Pemimpin yang melayani dengan jiwa dan roh, akan membentuk karakter 
dari pemimpin itu menuju ke arah watak Kristus.

Diambil dan disunting dari:
Nama situs: Daniel Ronda
Alamat URL: http://www.danielronda.com/index.php/kepemimpinan
/56-mengembangkan-karakter-pemimpin-kristen.html
Penulis: Daniel Ronda
Tanggal Akses: 4 Juni 2012


                              KUTIPAN

Kita bukan datang untuk saling bersaing, melainkan untuk saling 
melengkapi. (Bill McCartney)


                        INSPIRASI: INTEGRITAS

Istilah "Integritas" berasal dari konsep "Integrasi" dalam kalkulasi. 
Artinya, merangkum. Semua aspek dirangkumkan menjadi satu totalitas. 
Dengan kata lain, seorang yang berintegritas bertingkah laku tepat 
sesuai dengan perkataannya.

Ayub berintegritas sekalipun akhirnya ia harus ditegur/dikoreksi. Ia 
melakukan segala sesuatu sebatas pemahamannya. Integritasnya harus 
ditingkatkan, sebab pikirannya terlalu terbatas pada apa yang Ayub 
lihat di dunia fana ini. Perhatian Ayub harus diarahkan ke atas, di 
mana Tuhan ada dan koreksi itu diberikan pertama oleh Elihu, dan 
kemudian oleh Allah sendiri.

Demikian juga situasi kita. Sejak kecil sampai pada saat kita percaya 
kepada Yesus, perhatian kita terarah hanya kepada kefanaan, baik itu 
keluarga kita, lingkungan kita, maupun harapan kita. Yang harus 
disesalkan, kebanyakan orang sekalipun sudah percaya kepada Yesus, 
tidak meninjau kembali dan menapis pengertian mereka berdasarkan 
firman Allah. Oleh karena itu, mereka kurang mewakili Yesus di hadapan 
lingkungannya. Akibatnya sangat buruk karena kawan-kawannya tidak 
melihat bukti kebenaran Injil melalui mereka. Kelakuan dan tata nilai 
mereka sama seperti rekan-rekan mereka yang masih belum percaya. 
Seharusnya, yang mereka pikirkan adalah kehendak Tuhan Yesus bagi 
keluarga, lingkungan, dan bagi masa depan mereka.

Dasar integritas yang sejati diungkapkan Tuhan Yesus dalam Yohanes 
14:6,
"Akulah jalan, kebenaran dan hidup". Kebenaran dalam ayat ini 
adalah kebenaran dalam pemikiran dan perkataan. Kebenaran batiniah 
terbaca melalui kebenaran dalam penghayatan. "Hidup" berarti bahwa 
kebenaran itu dinyatakan dan dapat disaksikan melalui pola 
kehidupannya.

Dalam suratnya yang pertama (1 Yohanes 5:18-21), Yohanes menegaskan 
integritas ini melalui istilah lain. Kata "kita tahu" diucapkan tiga 
kali (1 Yohanes 5:18-20). Apa yang kita tahu?

1. Kita dari Allah, bukan dari si Jahat. (1 Yohanes 5:19)
2. Kita mengenal Yang Sejati, kita berada di dalam Yang Sejati, dan 
   bahwa Yesus Kristus adalah Sang Sejati.

Kemudian, dalam 1 Yohanes 5:21 diberikan suatu peringatan yang sangat 
tegas, "Waspadalah terhadap segala berhala", yaitu terhadap segala 
ajaran dan kelakuan yang tidak dapat dibenarkan berdasarkan firman 
Tuhan.

Diambil dari:
Judul majalah: Sahabat Gembala, Januari 2005
Penulis: Tidak dicantumkan
Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung
Halaman: 46 -- 47

Kontak: < leadership(at)sabda.org >
Redaksi: Desi Rianto dan Yonathan Sigit
Tim Editor: Davida Welni Dana, Berlian Sri Marmadi, dan Santi Titik 
Lestari
(c) 2012 Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org >
< http://fb.sabda.org/lead >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org