Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/120

e-Leadership edisi 120 (11-6-2012)

Kepemimpinan Ideal (I)

===========MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI JUNI 2012===============

                        KEPEMIMPINAN IDEAL (I)

                    e-Leadership 120 -- 11/06/2012

DAFTAR ISI
ARTIKEL: BAROMETER KEPEMIMPINAN KRISTEN
INSPIRASI: MENCONTOH KEPEMIMPINAN ALLAH
STOP PRESS: 40 HARI MENGASIHI BANGSA DALAM DOA

Shalom,

Pemimpin Kristen pasti selalu berupaya untuk memenuhi standar firman
Tuhan dalam mencapai keberhasilan. Dalam Alkitab pun banyak figur
pemimpin yang berusaha mencapai standar Allah dalam kepemimpinan.
Berkaitan dengan itu, edisi kali ini akan memaparkan secara khusus
satu prinsip dan petunjuk untuk menjadi pemimpin Kristen yang unggul.
Kiranya menjadi berkat.

Pemimpin Redaksi e-Leadership,
Desi Rianto
< ryan(at)in-christ.net >
< http://lead.sabda.org >

"Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan
keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan
beribadah di dalam dunia sekarang ini." (Titus 2:12)
< http://alkitab.sabda.org/?Titus+2:12 >

             ARTIKEL: BAROMETER KEPEMIMPINAN KRISTEN

"Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna,
melainkan aku [terus] mengejarnya... Aku telah belajar mencukupkan
diri dalam segala keadaan." (Filipi 3:12, 4:12)

Bagaimana membedakan pemimpin yang unggul dan cukupan? Apakah ukuran
kepuasan diri pemimpin?

Dalam dunia bisnis, ada banyak indikator yang dipakai sebagai tolok
ukur efektivitas seorang pemimpin di berbagai level (dari jajaran
supervisor sampai CEO). Indikator tersebut biasanya terkait dengan
hasil yang konkret, yang dapat dikuantifikasi seperti besar laba,
harga saham, penghematan biaya, kuantitas produk, kualitas jasa,
efisiensi waktu, dan sebagainya.

Kinerja pemimpin lalu ditunjukkan oleh angka-angka tersebut, yang
sekaligus menentukan masa bakti si pemimpin (dan juga "asap
dapurnya"). Tidak heran jika orientasi pemimpin ditentukan oleh
jumlah. Level kepuasan diri pemimpin menjadi proporsional dengan
tingginya angka-angka tersebut.

Pandangan di atas tersebut asing bagi Alkitab. Efektivitas dan kinerja
pemimpin Kristen dalam konteks organisasi, baik gereja maupun
nongereja, ditentukan bukan oleh angka-angka seperti di atas, meskipun
sering kali mereka tidak dapat menghindar dari tuntutan-tuntutan
kuantitatif tersebut. Harapan eksternal tersebut dapat menjebak
pemimpin Kristen kepada kesuksesan yang superfisial, yaitu yang tidak
esensial dan tidak biblika. Dalam konteks gereja, kesuksesan pemimpin
Kristen tidak dinilai dari jumlah pengunjung kebaktian, jumlah
baptisan, serta jumlah persembahan dan perpuluhan.

Yang harus dipertanyakan adalah sukses menurut kacamata siapa? Allah
atau manusia? Bahkan pertanyaan yang lebih mendasar: Apakah Allah
memanggil pemimpin untuk menjadi sukses? Bukankah yang Ia tuntut
adalah kesetiaan ketimbang kesuksesan?

Jadi, bagaimana kita menentukan apakah seorang pemimpin Kristen (di
gereja, di rumah, di perusahaan, di masyarakat, dll.) adalah pemimpin
unggul atau cukupan?

Alkitab tidak berdiam diri soal keunggulan dalam kepemimpinan. Bahkan
Alkitab menghadirkan rasul Paulus, yang gaya hidupnya sebagai pemimpin
bukan saja menjadi teladan, namun juga bersifat normatif. Suratnya
kepada jemaat Filipi sangat personal, karena Ia membeberkan biografi,
isi hati, dan ambisinya.

Dari sana, kita dapat menarik satu prinsip kepemimpinan yang penting:
Apa yang membuat seorang pemimpin diri menjadi indikator keunggulan
seorang pemimpin Kristen.

Tidak Berpuas Diri (Discontentment)

Tanpa kita sadari, sistem nilai dunia sering kali mengondisikan kita
untuk menjadi orang yang cepat berpuas diri.

"Jadi orang tidak perlu idealis, yang penting realistis."
"Tidak perlu jadi perfeksionis, asal tidak jelek cukuplah sudah."
"Buat apa bekerja ekstra keras, kalau semua orang santai kerjanya."

Proses mengondisikan sosial ini mendorong kita menjadi orang yang
sedang-sedang saja. Kata "mediocre" didefinisikan oleh Webster
Dictionary sebagai "sesuatu atau seseorang yang memiliki kualitas,
nilai, kemampuan, atau kinerja yang rendah."

Ketika terpenjara di rumah tahanan di Roma, Paulus menulis kepada
jemaat Filipi bahwa ia sedang mengejar sesuatu (Filipi 3:12), yaitu
pengenalan akan dan persekutuan dengan Yesus. Paulus tidak sedang
berbicara tentang pengetahuan kognitif, namun pengalaman empiris
bersama Yesus, menjadi serupa dalam penderitaan dan kematian-Nya. Bagi
Paulus, menjadi serupa Kristus berarti siap melewati pengalaman
Kalvari. Keserupaan dengan Kristus tentu menuntun kepada penderitaan.

Dalam hal itulah, ia tidak akan pernah berpuas diri. Tidak akan pernah
merasa cukup. Tidak akan pernah mencapai kesempurnaan. Kalau yang
sedang berbicara adalah seorang petobat baru, ini dapat dimaklumi.
Namun, ini rasul Paulus dengan latar belakang hidup dan riwayat hidup
yang sangat impresif.

Dia memiliki banyak keunggulan dibanding banyak orang lain dari sisi
keturunan. Pertama, dia disunat pada hari ke-8, menunjukkan kerohanian
yang begitu tinggi: taat kepada hukum Taurat dari sejak ia lahir
(lihat Kejadian 17:12). Kedua, dari bangsa Israel, menunjukkan
nasionalisme yang murni: lahir dari garis keturunan Abraham, Ishak
(bukan Ismael), dan Yakub (bukan Esau). Ketiga, dari suku Benyamin,
menunjukkan garis kesukuan yang penting: Benyamin adalah anak
kebanggaan Yakub dari istri kesayangannya -- Rahel, dan menjadi suku
yang melahirkan raja pertama bagi bangsa Israel. Keempat, orang Ibrani
asli, menunjukkan kedua orang tua tanpa garis keturunan campuran: yang
sangat saleh dan taat pada Allah. Pendek kata, ia bagaikan keturunan
bangsawan berdarah biru kelas satu.

Bukan saja ia mewarisi garis keturunan yang membuat orang lain iri, ia
sendiri menunjukkan kinerja pribadi yang luar biasa! Pertama, tentang
pendirian terhadap hukum Taurat, dia adalah orang Farisi: hidup dengan
sangat militan terhadap hukum Allah sampai ke hal-hal yang sangat
detail (lihat Kisah Para Rasul 26:5). Dia dididik oleh guru besar
Gamaliel yang sangat tersohor itu (Kisah Para Rasul 22:3). Kedua,
tentang kegiatan, dia penganiaya jemaat: sangat ganas mengejar dan
membunuh orang-orang yang ia anggap musuh Allah (lihat 1 Timotius
1:13). Ketiga, tentang menaati hukum Taurat, dia tidak bercacat:
menjaga hidup begitu rupa sampai ke titik kesempurnaan, tanpa
pelanggaran sekecil apa pun terhadap hukum Taurat, yang berisi 613
perintah dan larangan!

Tidak heran Paulus memiliki superioritas dari sisi paternal-maternal
[paternal: garis keturunan dilihat dari pihak laki-laki (ayah),
maternal: dari pihak wanita (ibu), Red], moral, spiritual, dan
intelektual. Dengan segala kelebihan di atas, ia adalah calon menantu
ideal dambaan setiap orang tua!

Namun, tatkala ia berhadapan dengan Kristus, di sana ia sadar hidupnya
penuh kerugian. Ia justru sadar bahwa seluruh latar belakang hidupnya
yang luar biasa, dapat menjadi penghalang bagi dirinya dalam menjadi
serupa dengan Kristus. Status, jabatan, dan posisi pemimpin memang
berpotensi untuk memperlambat dan bahkan menghentikan pertumbuhan
pemimpin.

Ia juga bahwa sadar kinerja kerohaniannya dalam menganiaya jemaat sama
sekali salah kaprah. Soal menaati hukum Taurat, itu bukanlah hal yang
negatif, malah sebaliknya positif. Namun, kebanggaan dan kesuksesan
tersebut bagi Paulus juga sama berpotensi menghalangi proses belajar
menyerupai Kristus. Itu sebab ia berkata: "Aku melupakan apa yang di
belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku." (Filipi
3:13) Kata "melupakan" di Alkitab tidak berarti "gagal untuk
mengingat", namun "tidak lagi dipengaruhi oleh".

Bagi Paulus kesempurnaan bukan sebuah tujuan, namun sebuah proses
mencapai keserupaan dengan Kristus yang tidak akan pernah berakhir.
Baginya, keinginannya adalah menjadi serupa Kristus dalam kematian dan
penderitaan-Nya dan hidupnya di dunia adalah bekerja memberi buah
(Filipi 1:22). Ini perjuangan terus-menerus mencapai hidup yang
semakin berpadanan dengan Injil Kristus (Filipi 1:27).

Paulus tidak pernah berpuas diri dalam mengenal Kristus, mengalami
Kristus, bekerja bagi Kristus, hidup bagi Kristus, menderita bagi
Kristus, bahkan mati bagi Kristus. Dalam hal-hal tersebut, ia tidak
kata "cukup" bagi Paulus!

Berpuas Diri (Contentment)

Rasa puas didefinisikan oleh Webster Dictionary sebagai "perasaan atau
perwujudan rasa puas dengan kekayaan, status, atau situasi seseorang".
Strong`s Greek/Hebrew Dictionary menjelaskan bahwa kata Yunani yang
dipakai dalam Filipi 4:11 "mencukupkan diri" adalah "autarkes",
berarti "cukup untuk seseorang atau sangat cukup memenuhi kebutuhan,
sehingga tidak membutuhkan bantuan atau dukungan" dan "kebebasan
keadaan eksternal". Pendek kata, kecukupan diri! Tepatnya, kecukupan
di dalam Kristus dan hanya Kristus!

Paulus menjelaskan bahwa kepuasan adalah sesuatu yang muncul tidak
secara natural dalam dirinya. Ia harus terlebih dahulu belajar untuk
mencukupkan diri dalam segala keadaan (Filipi 4:11).

Dalam keadaan lapar dan kekurangan. Penderitaan dan bahaya senantiasa
mewarnai perjalanan misi Paulus, sebagaimana ia tuturkan dalam 2
Korintus 11:23-29. Ia dipenjara, didera, disesah, dilempari batu,
diancam bahaya alam dan manusia jahat, kelaparan, kedinginan,
keletihan, dan seterusnya.

Mungkin sebagian besar dari antara kita akan sulit untuk benar-benar
mengerti level penderitaan yang dialami Paulus. Khususnya apabila Anda
adalah masyarakat kelas menengah (dengan akses internet). Sebagian
besar dari kita mungkin tidak pernah melewati pengalaman-pengalaman
Paulus.

Dalam kondisi yang sangat minus tersebut, Paulus telah belajar lewat
pengalaman riil (bukan lewat buku atau khotbah) untuk bersandar kepada
Tuhan dalam arti yang sesungguhnya. Ia telah belajar bahwa Kristus itu
cukup baginya. Bukan berkat-Nya, tapi Kristus sendiri. Kristus dan
hanya Kristus itu cukup baginya.

Dalam keadaan kenyang dan kelebihan. Dalam keadaan di mana Paulus
berlebihan, ia pun belajar mencukupkan diri. Artinya, ia tidak
mengizinkan dirinya terlena oleh kondisi eksternal, sehingga itu
mengendalikan suasana hatinya, semangatnya, dan hidupnya. Kepuasan
dirinya ada dalam Kristus, bukan manusia apalagi materi. Dia telah
belajar untuk melepaskan dirinya dengan hal-hal eksternal, untuk dapat
benar-benar melampirkan secara internal dengan Kristus.

Paulus bukan manusia super. Dia tahu perasaan lapar dan kenyang,
kekurangan dan kelebihan. Namun, ia telah belajar untuk tidak
mengizinkan hidupnya di setir oleh keduanya. Ia telah belajar untuk
mendapat rasa cukup dalam Kristus. "Segala perkara dapat kutanggung di
dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13)

Pemimpin Berukuran Raksasa!

Banyak pemimpin Kristen yang hari ini jauh berbeda dengan rasul
Paulus. Terlalu cepat berpuas diri pada hal-hal yang keliru. Merasa
sudah tahu dan mengerti banyak soal Allah, sampai-sampai kehilangan
rasa lapar dan haus akan firman-Nya. Merasa telah bekerja berat bagi
Tuhan dan banyak berkorban tenaga, pikiran, waktu, dan uang
sampai-sampai Tuhan dibuat seakan berhutang kepadanya.

Sebaliknya, pemimpin-pemimpin tersebut tidak pernah berpuas diri dalam
kondisi hidupnya. Selalu mengeluh soal bos yang selalu menuntut, soal
orang tertentu yang sulit dipimpin, soal rekan kerja yang sulit
sepaham, soal tugas yang terus menumpuk, soal keluarga yang tidak
mendukung, soal mengurus anak yang tidak pernah berakhir, soal
finansial yang tidak pernah cukup, dan seterusnya. Lalu mereka mulai
mengasihani diri.

Bidang pendidikan, bisnis, media, hukum, politik, ekonomi, dan budaya
akan terus membusuk dan semakin busuk apabila tidak digarami. Dunia
membutuhkan pemimpin Kristen yang memiliki rasa puas dan rasa tidak
puas dalam area yang tepat. Dunia memerlukan pemimpin Kristen yang
tidak pernah merasa puas dengan status quo, namun tidak pernah
memusingkan diri dengan hidupnya sendiri. Dunia menantikan pemimpin
Kristen yang ambisinya adalah Kristus, bukan dirinya sendiri. Dunia
mencari pemimpin Kristen yang unggul!

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama situs: Glorianet.org
Alamat URL: http://www.glorianet.org/index.php/sendjaya/
            1469-discontent-and-content
Judul asli artikel: Discontent and Content: Barometer Kepemimpinan
            Kristen
Penulis: Sendjaya
Tanggal akses: 1 Maret 2012

                               KUTIPAN

"Pelayanan yang berarti adalah pelayanan yang menuntut pengurbanan."
(Howard Hendricks)

                INSPIRASI: MENCONTOH KEPEMIMPINAN ALLAH

David Mukuba Gitari ialah uskup agung Gereja Anglikan Kenya periode
1996-2005. Ia berani menyampaikan suara kenabian bagi pemerintahnya,
meski itu membuat nyawanya terancam. Ia percaya para pemimpin Kenya
harus mencontoh kepemimpinan Allah, gembala yang baik. Suatu kali,
usai berkhotbah di depan banyak politisi, Gitari berpesan, "Pergilah
ke parlemen dan jadilah gembala yang baik."

Perkataan Gitari tentu didasarkan atas Alkitab. Alkitab kerap
mengibaratkan Allah maupun pemerintah sebagai gembala (misalnya Mazmur
23 dan Yehezkiel 34 bacaan hari ini). Artinya, gambaran ideal
pemerintah dalam Alkitab adalah seperti gembala yang baik; mengurus
dan melindungi rakyat. Benar, pemerintah harus meniru cara-cara Allah
menggembalakan umat-Nya.

Sayangnya, banyak pemerintah di dunia tidak berbuat demikian. Pada
zaman Yehezkiel saja, Allah harus murka kepada para pemimpin Israel
yang malah "menggembalakan dirinya sendiri". Mereka mengambil untung
sebesar-besarnya dari rakyat, mengabaikan kesejahteraan rakyat (ayat
3-6). Maka, Allah tampil sebagai lawan mereka, sebab semua rakyat
sesungguhnya adalah rakyat Allah (ayat 10).

Jika kita pejabat pemerintah, tinggi atau rendah, ingatlah bahwa kita
diberi kehormatan untuk mencontoh kepemimpinan Allah. Jangan
sia-siakan kehormatan ini. Jalankan kepemimpinan Anda secara
bertanggung jawab. Jika kita rakyat biasa, ingatlah untuk mendoakan
para pejabat. Sekiranya ada peluang, tak salah juga berseru kepada
mereka, "Pergilah ke tempat kerja dan jadilah gembala yang baik."

Diambil dari:
Nama situs: SABDA.org (Publikasi e-RH)
Alamat URL: http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/2011/10/23/
Judul asli artikel: Mencontoh Kepemimpinan Allah (Yehezkiel 34:1-10)
Penulis: SAT
Tanggal akses: 30 Maret 2012

        STOP PRESS: 40 HARI MENGASIHI BANGSA DALAM DOA

Apakah Anda terbeban untuk menanam lutut Anda bagi bangsa-bangsa yang
belum mengenal Kristus? Kami mengajak Anda meluangkan waktu sejenak
untuk berdoa bagi saudara-saudara kita, khususnya mereka yang akan
melaksanakan ibadah puasa.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun 2012 ini kita akan kembali
bersatu hati berdoa selama bulan puasa. Jika Anda rindu untuk turut
ambil bagian berdoa bagi bangsa, kami akan mengirimkan pokok-pokok doa
dalam versi e-mail untuk menjadi pokok doa kita bersama. Untuk
berlangganan, silakan kirimkan e-mail ke:
< subscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org >

Bagi Anda yang ingin agar teman-teman Anda pun bisa ikut berdoa dengan
memakai bahan pokok doa ini, silakan kirimkan alamat e-mail mereka ke
alamat e-mail redaksi di: < doa(at)sabda.org >

Marilah kita bersama berpuasa dan berdoa untuk Indonesia, agar tangan
Tuhan yang penuh kuasa menolong dan menggugah hati nurani para
pemimpin bangsa ini untuk bertekad dan bersatu mengeluarkan bangsa ini
dari kemelut berbagai masalah yang berkepanjangan. Selamat menjadi
"penggerak doa" di mana pun Anda berada dan biarlah karya Tuhan
terjadi di antara umat-Nya, khususnya bangsa Indonesia. Selamat
berdoa.

Kontak: < leadership(at)sabda.org >
Redaksi: Desi Rianto dan Yonathan Sigit
(c) 2012 Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org >
< http://fb.sabda.org/lead >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org