Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/118 |
|
e-Leadership edisi 118 (14-5-2012)
|
|
============MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI MEI 2012=============== SPIRITUALITAS PEMIMPIN ROHANI (I) e-Leadership 118 -- 14/05/2012 DAFTAR ISI ARTIKEL: MENAKAR KEABSAHAN DIRI SEBAGAI PEMIMPIN ROHANI (I) INSPIRASI: UBAHLAH DUNIA (MATIUS 4:18-22) STOP PRESS: DAPATKAN BUNDEL BULETIN PARAKALEO! Shalom, Secara umum, istilah spiritualitas berkaitan erat dengan hal kerohanian dan batin seseorang. Sederhananya, spiritualitas dapat diartikan sebagai natur rohani yang menjelaskan kadar karakter atau kualitas rohani seseorang. Dalam kepemimpinan rohani, spiritual merupakan faktor utama yang perlu mendapat perhatian khusus. Mengapa? Spiritualitas menyangkut panggilan seseorang sebagai seorang pemimpin rohani, yang tidak mungkin terlepas dari hal-hal rohani. Banyak pertanyaan berkaitan dengan kepemimpinan rohani, di antaranya pertanyaan mengenai tujuan dan motivasi seorang pemimpin rohani. Dalam artikel edisi ini, akan dijabarkan jawaban dari kedua pertanyaan tersebut -- tujuan dan motivasi seorang pemimpin rohani, ke dalam 3 bagian, yaitu: 1. Membangun kepemimpinan di atas kehendak Allah. 2. Meneguhkan kepemimpinan dengan motivasi agung sebagai pemimpin rohani. 3. Membuktikan kepemimpinan dengan memperjuangkan hal besar yang inklusif, yang akan diakhiri dengan suatu refleksi. Secara khusus, dalam edisi ini, kita hanya akan membahas bagian yang pertama -- membangun kepemimpinan di atas kehendak Allah. Dua bagian berikutnya akan dilanjutkan dalam edisi yang akan datang. Selamat menyimak. Tuhan memberkati. Pemimpin Redaksi e-Leadership, Desi Rianto < ryan(at)in-christ.net > < http://lead.sabda.org > "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11) < http://alkitab.sabda.org/?Roma+12:11 > ARTIKEL: MENAKAR KEABSAHAN DIRI SEBAGAI PEMIMPIN ROHANI "... kamu yang rohani, harus memimpin orang ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut...." (Galatia 6:1b) Pengantar Seorang pemimpin yang sejati, tahu siapa dirinya, mengapa ia ada, di mana ia berada, ke mana ia akan pergi, dan apa yang akan dicapainya. Kebenaran ini menegaskan bahwa sejatinya, seorang pemimpin harus tahu apa yang menyebabkan ia ada dan berada, serta mengapa ia ada sebagai pemimpin. Hal ini menjelaskan tentang beberapa pertanyaan penting, antara lain: pertama, apa landasan bagi legitimasi kepemimpinannya, yang memberikan otoritas serta keyakinan kepadanya untuk menjadi pemimpin. Landasan legitimasi yang memberi otoritas ini sekaligus memberikan indikator tentang landasan, dinamika, dan arah kepemimpinan dari organisasi yang dipimpinnya. Kedua, apa motivasi yang mendorongnya untuk berada pada tempat di mana ia berada sekarang sebagai pemimpin. Pertanyaan ini mempertanyakan tentang nilai anutan yang memberikan dorongan kepada pemimpin untuk mewujudkan keberadaannya. Ketiga, apa visi dan misi kepemimpinannya yang memberikan arah dan tugas yang akan dikerjakan untuk menggapai idealisme kepemimpinannya. Meneguhkan kebenaran kepemimpinan ini, seorang pemimpin sejati harus memastikan faktor-faktor prima yang merupakan dinamika bagi keberadaannya sebagai pemimpin. Menjawab untaian aspek yang membawa seseorang menjadi pemimpin seperti ini, La Rochefoucauld mengatakan: "Kejayaan orang-orang besar harus selalu diukur dari cara yang mereka gunakan untuk mencapai kejayaan tersebut." Pernyataan ini menegaskan bahwa suatu pencapaian kepemimpinan yang absah dan bernilai agung adalah bila dibangun di atas kebenaran yang mendasari motif, sifat, sikap kata, perbuatan, dan cara yang digunakan untuk berada sebagai pemimpin. Dari perspektif Kristen, seorang pemimpin yang adalah pemimpin rohani, haruslah menjawab pertanyaan penting, antara lain: "Apakah keberadaannya sebagai pemimpin selaras dengan kehendak Allah yang sejati; Apakah kepemimpinannya digapai dengan motivasi luhur sebagai pemimpin rohani sejati; Apakah kepemimpinannya diperuntukan guna memperjuangkan hal besar bagi kepentingan banyak orang, yang sejatinya merupakan pembuktian diri sebagai pemimpin besar. Dalam upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan di depan, maka ada tiga hal yang akan dibincangkan, yaitu: 1. Membangun kepemimpinan di atas kehendak Allah. 2. Meneguhkan kepemimpinan dengan motivasi agung sebagai pemimpin rohani. 3. Membuktikan kepemimpinan dengan memperjuangkan hal besar yang inklusif, yang akan diakhiri dengan suatu refleksi. 1. Membangun Kepemimpinan di Atas Kehendak Allah Dasar bagi pembuktian keabsahan diri seorang pemimpin adalah memahami apa sesungguhnya kehendak Allah bagi dirinya, rumah tangga, dan kepemimpinannya. Adalah tidak mudah untuk memastikan serta menegaskan apa yang disebut kehendak Allah ini. Sebagai contoh, seseorang bisa saja atas nama "kehendak Allah", memaksakan kehendaknya atas orang lain atau bertindak licik, guna mencapai tujuan dengan menghalalkan berbagai macam cara. Dalam hubungan ini, haruslah dipahami bahwa kehendak Allah adalah hakikat-Nya yang berdaulat, di mana dapat dikatakan bahwa jika TUHAN Allah menghendaki sesuatu, maka kehendak-Nya itu pasti terjadi. Pernyataan ini menarik untuk disimak. Pertama, kita harus belajar membedakan kehendak Allah dan kehendak atau usaha manusia. Kehendak Allah adalah selaras dengan hakikat-Nya, pasti dan harus sama dengan sifat khas-Nya -- mahabenar, mahasuci, mahaadil, mahahikmat, mahabaik, mahatepat, mahatahu, mahahadir, mahaarif, yang nyata dari firman-Nya, serta terbukti dalam tindakan-Nya. Dapat ditegaskan bahwa karena kehendak Allah itu sempurna, maka penggenapannya juga sempurna. Kedua, kita akan melihat dari sisi lain, yang berhubungan dengan meyakini sesuatu sebagai kehendak Allah, dan mematutkannya dengan tanggung jawab manusia. Pertanyaan penting yang harus dijawab adalah, sejauh mana sesuatu yang disebut kehendak Allah itu dapat dibedakan dari sikap membiarkan apa saja terjadi. Atau dengan meyakini bahwa sesuatu itu adalah kehendak Allah, maka kita terdorong untuk melakukan apa yang diyakini sebagai kehendak Allah, pada hal, pertanyaan besar yang muncul ialah, "Apakah kehendak Allah yang sejati, yang ada pada diri-Nya itu sejalan dengan tindakan saya?" Kalaupun saya mengatakan bahwa itu adalah sejalan, maka pertanyaan berikutnya ialah, "Apakah benar itu adalah sejalan, dan apa sesungguhnya tolok ukurnya?" Karena, jangan-jangan, saya memaksakan kehendak diri saya dan berlindung di balik "kehendak Allah". Ketiga, kita perlu memastikan apa yang disebut kehendak Allah itu dengan kebenaran Firman, suara batin, faktor hukum, keadilan sosial ekonomi, nilai luhur kultural sosial, dan hak-hak individu, rumah tangga, hak masyarakat, serta hak organisasi. Semua ini haruslah menjadi pertimbangan, karena melibatkan orang lain dan banyak orang yang adalah manusia ciptaan Allah, di mana kita semua memiliki tanggung jawab moral yang melekat pada hakikat dan citra diri kita sebagai ciptaan Tuhan yang mulia. Di sini kita dapat berkata bahwa, kehendak Allah yang berdaulat itu pasti terlaksana, tetapi pertanyaan penting yang harus ditanyakan ialah, "Bagaimana hubungannya dengan saya secara pribadi yang menyikapinya?" "Apakah saya yakin bahwa ini benar-benar kehendak Allah?" "Apakah Roh Kudus sungguh berperan di dalamnya?" "Apakah semua ini selaras dengan kebenaran Firman?" "Apakah suara batin saya selaras dengan kehendak Allah, atau karena demi keinginan berkuasa, keinginan mendominasi, keinginan dihormati, keinginan berada di atas orang lain, saya `memelintir kehendak Allah`?" Keempat, kita perlu memastikan apa yang disebut kehendak Allah itu, dan akibat-akibat yang akan ditimbulkan oleh apa yang disebut sebagai tindakan yang mengatasnamakan kehendak Allah itu sendiri. Adalah tidak mudah untuk menjawab semua pertanyaan ini. Suatu tindakan yang dianggap benar oleh seseorang, belum tentu dianggap benar oleh orang lain. Tindakan yang mengatasnamakan kehendak Allah sekalipun, belumlah tentu kehendak Allah yang sejati. Kelima, kita harus membedakan apa yang sesungguhnya menjadi kehendak Allah itu dengan keputusan-keputusan yang berbasis sistem demokrasi, sistem hukum privat atau sistem hukum positif atau suatu tindakan yang bersifat formal, yang sering dilihat sebagai pengabsahan kehendak Allah itu. Pokok ini sangat perlu untuk disimak dengan saksama oleh mereka yang berniat baik, bermaksud benar, dan bertindak dengan kehendak mulia, untuk membiarkan kehendak Allah terjadi secara bertanggung jawab. Dalam menerapkan kebenaran tentang kehendak Allah ini, kita diminta arif untuk menyikapinya, baik dari sikap hati, dalam pikiran, sifat, sikap, kata, serta tindakan, sehingga yang kita katakan kehendak TUHAN itu benar-benar kehendak-Nya yang selaras dengan rencana-Nya yang kekal. Dalam hal ini, kita perlu mendengar nasihat "Kong Hu Cu" (Konfusius) yang mengatakan, "Mengetahui apa yang baik tetapi tidak melakukannya adalah sikap pengecut yang paling buruk." Lebih dari itu, firman Allah menegaskan, "... barang siapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya." (Yakobus 2:25) Semua ini harus kita sikapi dengan kerendahan hati serta kemauan untuk taat kepada TUHAN Allah dengan mengingat firman-Nya yang menegaskan, "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat itu." (Ulangan 29:29) Kehendak Allah tetaplah suatu misteri yang kekal! [Bersambung ke e-Leadership edisi 119] Diambil dan disunting seperlunya dari: Nama situs: DR. Yakob Tomatala Alamat URL: http://yakobtomatala.com/2011/06/26/ menakar-keabsahan-diri-sebagai-pemimpin-rohani/ Penulis: Dr. Yakob Tomatala Tanggal akses: 22 Maret 2010 KUTIPAN "Keyakinan kita kepada Kristus tidaklah menjadikan kita malas, cuek, atau ceroboh, melainkan justru membangkitkan kita, mendesak kita, dan menjadikan kita aktif hidup benar dan berbuat baik. Tidak ada keyakinan diri yang setara dengan ini." (Ulrich Zwingli) INSPIRASI: UBAHLAH DUNIA (MATIUS 4:18-22) Steve Jobs adalah seorang jenius yang sangat kreatif dari perusahaan Apple Computer. Dia menantang John Sculley, pimpinan perusahaan Pepsi-Cola dengan sebuah pertanyaan, "John, apakah Anda ingin menghabiskan sisa hidup Anda dengan menjual air manis, atau Anda ingin sebuah kesempatan untuk mengubah dunia?" Jobs tahu bahwa seorang pemimpin sekelas Sculley, akan sanggup mengangkat perusahaannya ke level yang sangat tinggi. Tantangan itu diajukan pada tahun 1983. Sculley pun menerima tantangan tersebut. Kemudian, mereka bekerja sama dengan membuat iklan yang sangat menarik. Dan, tidak beberapa lama, perusahaan Apple Computer pun bisa berkompetisi dalam percaturan dunia elektronik. Itu tidak akan terjadi kalau Sculley tidak menerima tantangan yang diajukan oleh Jobs. Yesus mengeluarkan tantangan kepada para nelayan yang sedang menebarkan jala dan yang sedang membereskan jala mereka. Tantangan untuk mengubah dunia! Dia menantang mereka dengan berkata, "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." Sebagaimana Sculley, para nelayan itu pun tidak mau berlama-lama untuk menerima tantangan tersebut. Singkat cerita, segelintir orang biasa itu pun akhirnya mulai mengubah dunia. Awal pengubahan dunia itu terjadi pada hari Pentakosta. Tiga ribu orang lebih diubahkan oleh pemberitaan Injil mereka. Hari-hari berikutnya, sudah tidak dihitung lagi jumlah orang-orang yang rela untuk berubah. Hanya dikatakan, "Dan makin lama makin bertambahlah jumlah orang yang percaya kepada Tuhan, baik laki-laki maupun perempuan." Dunia sudah mulai berubah. Seiring berjalannya waktu, maka perubahan itu terjadi "sampai ke ujung bumi". Menarik untuk memerhatikan pendapat para kritikus tentang perubahan ini. "Tetapi ketika mereka tidak menemukan keduanya, mereka menyeret Yason dan beberapa saudara ke hadapan pembesar-pembesar kota, sambil berteriak, katanya: `Orang-orang yang mengacaukan seluruh dunia telah datang juga ke mari`". Ini artinya, bagi orang-orang dunia, perubahan dunia yang positif itu merupakan perubahan yang negatif. Dengan kata lain, perubahan dunia yang dimaksudkan orang dunia tidak sama dengan perubahan dunia yang dimaksudkan Tuhan. Murid-murid Yesus mengikuti "jalurnya" Tuhan. Hari ini, tantangan Yesus tetap berlaku. Yesus berkata, "Apakah selama hidupmu, kamu akan menjadi orang biasa saja. Maukah kamu mengubah dunia?" Mari kita menerima tantangan itu. Mungkin langkah kita terbatas, kita hanya bisa mengubah dunia di sekitar kita. Tidak masalah! Sebab, suatu hari kelak, ketika Yesus datang untuk kedua kalinya, Dia akan mengubah seluruh dunia. Yang penting di sini adalah kesediaan kita untuk menjadi agen-agen perubahan itu. Sekalipun tantangan banyak, ada yang berupa filosofi, teologi, atau secara fisik, tetapi Tuhan akan menolong kita menyelesaikan misi perubahan dunia itu. Diambil dari: Nama buku renungan: Manna Sorgawi, 30 Januari 2012 Penulis: Tidak dicantumkan Penerbit: YPI Kawanan Kecil Divisi Renungan Harian, Jakarta Utara STOP PRESS: DAPATKAN BUNDEL BULETIN PARAKALEO! Buletin Parakaleo berisi tulisan-tulisan dari penulis dan konselor Kristen yang telah berpengalaman dalam bidangnya, seperti Yakub Susabda, Esther Susabda, Paul Gunadi, dan Paul Soetopo. Buletin Parakaleo ini diterbitkan oleh Departemen Konseling Sekolah Tinggi Teologi Reformed Injili Indonesia sejak tahun 1984 hingga tahun 2007 [buletin ini sekarang sudah tidak terbit lagi]. Saat ini tersedia bundel Buletin Parakaleo yang berisi 56 edisi (lengkap). Jika Anda berminat untuk mendapatkan bundel buletin Parakaleo ini, silakan mengisi form pemesanan di bawah ini. Pesanan Bundel Parakaleo akan dikirim lewat pos ke alamat pemesan (mohon tulis alamat yang lengkap). Sebagai ganti biaya cetak dan ongkos kirim, pemesan bisa memberikan sumbangan sukarela lewat transfer Bank: Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati ----------------> potong di sini <------------------- FORM PEMESANAN BUNDEL PARAKALEO Nama Pemesan: Alamat lengkap: Kota: Kode Pos: No. HP: Email: Jumlah yang dipesan: .... bundel (masing-masing berisi 56 edisi -- lengkap) ----------------> potong di sini <------------------- Kirimkan kembali form ini dan bukti transfer ke: ==> konsel(at)sabda.org Atau kirimkan data Anda lewat SMS ke: 088-1297-9100 Kontak: < leadership(at)sabda.org > Redaksi: Desi Rianto, Yonathan Sigit (c) 2012 Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org > Rekening: BCA Pasar Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati < http://blog.sabda.org > < http://fb.sabda.org/lead > Berlangganan: < subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |