Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/111 |
|
e-Leadership edisi 111 (23-1-2012)
|
|
==========MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI JANUARI 2012============= HARGA KEPEMIMPINAN (II) e-Leadership 111 -- 23/01/2012 DAFTAR ISI ARTIKEL: HARGA SEBUAH KEPEMIMPINAN (II) JELAJAH BUKU: MENUTUP BABAK KEHIDUPAN YANG PENTING STOP PRESS: PENDAFTARAN KELAS PESTA PASKAH 2012 Dalam edisi e-Leadership 110, beberapa aspek dari harga yang harus dibayar untuk mencapai keberhasilan dalam memimpin sudah diurai. Dalam edisi kali ini, kita akan melihat aspek yang lain, yaitu perihal membuat keputusan, persaingan, penyalahgunaan kekuasaan, kebanggaan semu dan kecemburuan, penggunaan waktu dan penolakan. Harapan kami, kedua edisi ini dapat menolong Anda mengevaluasi, apakah Anda sudah "membayar harga" untuk mencapai keberhasilan dalam tugas kepemimpinan Anda. Selamat menyimak dan kiranya menjadi berkat. Pemimpin Redaksi e-Leadership, Desi Rianto < ryan(at)in-christ.net > < http://lead.sabda.org > "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya." (Markus 9:41) < http://alkitab.sabda.org/?Markus+9:41 > ARTIKEL: HARGA SEBUAH KEPEMIMPINAN (II) Catatan: Dalam edisi lalu, sudah diuraikan aspek-aspek yang perlu diperhatikan pemimpin dalam membayar harga untuk mencapai keberhasilan, yaitu kritik, keletihan, waktu untuk berpikir, kesendirian, dan identifikasi. Di bawah ini, aspek-aspek lainnya yang harus diperhatikan untuk mencapai keberhasilan. 6. Membuat Keputusan yang Tidak Menyenangkan Harga lain yang harus dibayar oleh pemimpin ketika ia mulai mengenali atau menyamakan diri dengan anggotanya adalah membuat keputusan yang memengaruhi pencapaian akhir organisasi. Sering kali, tugas pemimpin yang efektif adalah menyingkirkan seseorang yang tidak menampilkan kinerja sesuai standar. Organisasi Kristen sering kali bermasalah dalam hal ini, karena para pemimpin secara alamiah enggan menyakiti hati anggotanya. Namun seseorang yang terus-menerus gagal menampilkan kinerja tertentu adalah hambatan bagi efektivitas organisasi. Jika orang itu dibiarkan menjalankan tanggung jawabnya, akan berpengaruh negatif bagi orang lain dan menghambat kemajuan dinamika kelompok. Semua pemimpin harus bersedia membayar harga demi kebaikan bersama. Ini tidaklah mudah, terutama saat seseorang menginginkan penilaian positif dari setiap orang. Dalam banyak kasus, ketika seseorang dimaklumi karena kinerjanya yang tidak memuaskan, ia merasa diistimewakan: ketika ia tidak mampu melakukan pekerjaannya, perlahan ia hancur dari dalam oleh tekanan dan tuntutan. Diam-diam ia mungkin berdoa untuk kelegaan! 7. Persaingan Pengorbanan lain untuk kepemimpinan adalah pengaruh persaingan. Istilah ini tidak selalu bernilai negatif. Tanpanya, manusia akan memunyai sedikit hasrat untuk meraih prestasi. Dengan adanya persaingan di bidang ekonomi, konsumen dilindungi karena hal ini membantu mencegah "pencuri memasuki pasar" dan menjamin kualitas dengan harga yang lebih murah. Namun, ada harga yang harus dibayar oleh para pemimpin jika mereka mengalami "kegelisahan dalam bersaing", baik berupa perasaan takut gagal maupun takut sukses. Rasa takut gagal melumpuhkan persaingan, karena sang pemimpin akan takut untuk maju atau terlalu melibatkan diri; prestasi tidak optimal dan pengenalan identitas gagal. Untuk mengatasi kegelisahan ini, sang pemimpin harus melakukan sejumlah uji pengalaman yang sungguh-sungguh untuk mengetahui apa sebenarnya dunia yang penuh persaingan itu, bukan seperti dikatakan oleh khayalannya. Ia harus mengubah konsep pribadinya sendiri sesuai dengan standar akal sehat. Rasa takut sukses juga dapat melemahkan. Sang pemimpin mungkin tampak sangat supel, mudah bergaul, dan ekstrover, namun harga yang harus dibayar oleh kelompok bagi orang semacam ini juga besar. Pemimpin semacam ini mungkin berjuang keras, namun biasanya akan bimbang sebelum pencapaian sebenarnya. Ia sering kali akan mencari alasan (yang menurutnya masuk akal) untuk menghalangi tercapainya tujuan akhir. Dalam suatu organisasi Kristen yang tidak melibatkan penjualan produk, persaingan harus dihindari karena roh perselisihan bertentangan dengan upaya memperkuat tubuh Kristus. "Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat." (Roma 12:10) Dengan satu pengecualian ini, sang pemimpin harus menjaga sisi kompetitifnya tetap tajam. Hanya dengan cara ini, ia memimpin secara efektif untuk mencapai sasaran. 8. Penyalahgunaan Kekuasaan Dalam sejarah panjang umat manusia, kekuasaan telah diakui sebagai karakteristik dasar kepemimpinan. Dalam setiap organisasi -- termasuk yang bersifat Kristen -- ketika seseorang diberi wewenang, ia berada dalam posisi yang sah untuk mengendalikan dan memengaruhi. Beberapa orang menganggap hal ini pembangunan ego yang mengarah kepada autokrasi. Inilah risikonya dan ada harga yang harus dibayar untuk menghindarkan diri sebagai korban dari godaan tersembunyi ini. 9. Kebanggaan Semu dan Kecemburuan Kebanggaan semu dan kecemburuan adalah kembaran. Ketenaran dapat memengaruhi kinerja seorang pemimpin. Perasaan diri tidak pernah salah dan selalu dibutuhkan dapat mengurangi efektivitasnya. Para pemimpin yang mengalami depresi berat seperti ini wajar. Setiap orang pasti memunyai suatu kebanggaan. Membanggakan anak yang berbuat baik atau sifat pasangan kita merupakan hal baik dan wajar. Namun, hal itu berubah menjadi egoisme ketika kita mengagungkan diri sampai batas di mana kita tidak punya tempat bagi orang lain. Kebanggaan semu muncul ketika kita membungkus diri, sehingga orang lain nyaris tidak kita anggap. Ini harus dilawan karena sangat berbeda dari konsep diri yang sehat, yang menilai diri dan orang lain seimbang. Pemimpin yang lama dikagumi rentan mengalami hal ini. Dia bisa salah tingkah ketika orang lain ditunjuk atau dipilih untuk tugas tertentu yang diinginkannya. Hasilnya adalah kecemburuan, ia mencurigai saingannya. Penghormatan berlebihan dapat mengarah kepada pengultusan individu. Ketika seorang pemimpin takluk kepada godaan ketenaran, masalah besar dapat memengaruhi kinerjanya. Seorang pemimpin lebih efektif jika ia dapat mengarahkan orang kepada kelompok yang dipimpinnya. Loyalitas kepada kelompok haruslah yang terutama. Pemimpin Kristen harus mengarahkan orang-orang kepada Kristus, alih-alih kepada dirinya sendiri. Kita semua ingin terkenal dan tak ada untungnya jika tak dikenal, namun harus ada keseimbangan. Seorang pemimpin harus dihormati dan dihargai agar bekerja lebih baik, namun ketenaran itu dapat ditebus terlalu mahal. Ketika tidak ada kerendahan hati, pemimpin diintai oleh perasaan diri tidak pernah salah dan selalu dibutuhkan. Ketika seseorang memunyai kebanggaan semu, mudah baginya menerima pemakluman saat melakukan kesalahan. Jika seseorang tidak memandang nilai diri sejatinya dan tidak dipimpin Roh Kudus, ia mudah jatuh dalam perangkap licin ini. Meskipun memunyai pengalaman dan kematangan, para pemimpin sering gagal memandang bahwa kita semua cenderung berbuat kesalahan. Pemimpin harus memunyai keyakinan dan tahu apa yang ia percayai, bukannya menganggap bahwa ia tidak pernah bersalah. Para pemimpin yang beranggapan demikian tidak mungkin dihormati sekian lama oleh anggota mereka. Berkaitan erat dengan hal itu adalah perasaan diri bahwa seseorang tidak tergantikan. Beberapa pemimpin menganggap organisasi mereka tidak dapat bertahan tanpa mereka, dan mereka berpegang kepada otoritas selama mungkin. Ini berisiko karena perkembangan dan kemajuan dapat tertunda beberapa tahun ketika "jubah seharusnya sudah diserahkan kepada beberapa orang yang lebih muda atau lebih baik kualitasnya." Mitos perasaan diri selalu dibutuhkan sering dilanggengkan oleh orang-orang dengan niat mulia. Sering kali organisasi menghadapi hal ini dengan para pemimpin yang lebih tua, yang perlahan menjadi kurang mampu karena usia untuk menilai kontribusi mereka secara objektif. Mereka mungkin terus menyeret tumit mereka dan sebenarnya secara tidak sadar menghalangi -- atau setidaknya memperlambat -- pertumbuhan dan perkembangan. 10. Penggunaan Waktu Dari segala sesuatu yang harus kita perhatikan, yang paling penting adalah waktu yang Allah berikan kepada kita. Ada harga yang harus dibayar dalam menggunakan waktu kita, karena tampaknya manusia terlahir dengan sifat malas. Ini harus diubah. Dalam analisis terakhir, saat kita mengelola waktu, sebenarnya kita mengelola diri. Kita harus merencanakan alokasi waktu kita sama cermatnya dengan kita harus merencanakan alokasi penghasilan kita. Untungnya, waktu dapat dipakai sebagai alat untuk kebaikan. Dari dua orang pemimpin dengan kemampuan setara, seseorang yang paling memanfaatkan waktu dengan merencanakannya lebih efektif akan jauh melampaui kinerja yang lain. Ia akan meluangkan waktu untuk berpikir kreatif dan memecahkan masalah yang penting dalam pekerjaannya. Sementara yang lain hanya berdiam diri saja sampai dia "menemukan" waktu yang tepat. Kita sering mendengar, "Aku harap aku tahu bagaimana mengatur waktuku lebih baik." Kita jarang mendengar, "Aku harap aku tahu bagaimana mengatur diriku lebih baik." Namun itulah maksud sebenarnya. 11. Penolakan Seorang pemimpin Kristen juga harus siap membayar harga penolakan pribadi. Selalu ada kemungkinan kuat bahwa di suatu tempat dia bisa difitnah karena iman atau pandangan Kristennya terhadap suatu persoalan. Inilah jalan yang dilalui Yesus, "Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya." (Yohanes 1:11) Pemimpin harus mampu senantiasa menolak pujian. Ia harus punya keberanian untuk bersedia berdiri melawan semangat zaman. Ia menempatkan pujian bagi Allah di atas pujian bagi manusia. Ia tahu bahwa "Takut kepada orang mendatangkan jerat, tetapi siapa percaya kepada TUHAN, dilindungi." (Amsal 29:25) Penilaian atau penghakiman dari orang lain tidak mengubah standar sang pemimpin, jika standar itu benar-benar berorientasi kepada Allah dan manusia. Pemimpin membutuhkan kekuatan karakter agar mampu menghadapi penolakan. Wajar jika orang yang mudah menyesuaikan diri ingin disukai. Jalan sulit akan dilewati jika pemimpin merasa diabaikan atau tidak disukai. Sering kali kemampuan orang yang tertolak tidak diketahui sampai kepergian atau kematian mereka. Lalu, dibangunlah monumen dari batu-batu yang pernah dilemparkan kepada orang itu dalam hidupnya. Meskipun sulit diterima, sang pemimpin harus siap secara emosional dan spiritual untuk menghadapi kemungkinan ini. Untuk membantu mengatasi penolakan, pemimpin harus dididik seperti para rasul yang bersandar kepada Kristus. Mungkin saat merasakan kesendirian dan terisolasi, ia merasakan kekecewaan atau penolakan. Namun, ia akan menggunakan momen depresi ini untuk menantang dan membangkitkan pemikiran-pemikiran kreatif baru, sehingga merangsangnya untuk melangkah maju menuju penilaian yang barangkali lebih realistis dari situasi sementara. Untuk menghadapi perasaan-perasaan ini, ia harus didorong oleh kasih Allah yang menggerakkannya. Pemimpin sejati tahu bahwa kekuatan yang mengendalikan hidupnya tak lain adalah Kristus yang mendorong rasul Yohanes untuk berkata, "...sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4) Sebagai seorang murid, pemimpin Kristen juga tergerak oleh kasih kepada sesama, sehingga bersedia menerima penolakan karena Kristus sendiri bersedia melakukan "kehendak Ia yang menyuruh Aku." Anda mungkin mampu memikirkan harga lain yang harus siap dibayar oleh seorang pemimpin sejati jika ia ingin bertahan dalam posisi yang menjadi tanggung jawabnya. Ketika semuanya diucapkan dan dilakukan, ketika ia bersedia membayar pengorbanan yang diperlukan untuk suatu keberhasilan, masa pelayanannya akan ditandai dengan keunggulan dan kualitas tinggi. (t/Dicky) Diterjemahkan dan disunting seperlunya dari: Judul buku: The Making of a Christian Leader Judul asli artikel: The Price of Leadership Penulis: Ted W. Engstrom Penerbit: Zondervan, Michigan, 1976 Halaman: 98 -- 102 KUTIPAN Menaklukkan kesulitan itu selalu memberi kita rahasia sukacita, sebab itu berarti mendorong garis batas dan menambah kemerdekaan kita. (Henri Frederic Amiel) JELAJAH BUKU: MENUTUP BABAK KEHIDUPAN YANG PENTING Judul buku: Menutup Babak Kehidupan yang Penting Judul asli buku: Finishing Well, Closing Life`s Significant Chapters Penulis: David W.F. Wong Penerjemah: C. Krismariana W. Penerbit: Yayasan Haggai Indonesia, Jakarta 2009 Ukuran: 15 x 21 cm Tebal: 202 halaman Sebagian besar orang dapat meraih sesuatu dengan mudah daripada mempertahankannya. Demikian juga dalam mengerjakan sesuatu. Kita bisa memulai sesuatu dengan baik, namun belum tentu dapat mengakhirinya dengan baik pula. Hal ini juga berlaku di bidang kepemimpinan. Seorang pemimpin seharusnya bersikap bijaksana dan bertindak hati-hati, sehingga apa yang dikerjakan dengan baik di awal dapat diselesaikan dengan baik pula. Buku "Finishing Well, Closing Life`s Significant Chapters" yang telah dialihbahasakan dengan judul "Menutup Babak Kehidupan yang Penting", merupakan buku yang pantas dibaca oleh semua kalangan, khususnya bagi Anda yang ingin menjadi pemimpin yang berhasil. David Wong, Wakil Presiden di International Training of Haggai Institute, yang cukup banyak menggeluti dunia kepemimpinan dan pembelajaran, juga menulis buku-buku lain seperti "Meninggalkan Kenyamanan, Meraih Kemenangan" (Journeys Beyond the Comfort Zone) dan "Perjalanan Cinta yang Teruji". Berbeda dari buku-bukunya yang lain, dalam buku "Finishing Well, Closing Life`s Significant Chapters" ini, David Wong lebih banyak membahas tentang prinsip-prinsip kehidupan, yang dituangkan secara praktis dengan ilustrasi yang relevan berdasarkan kebenaran Alkitab dan pengalaman hidupnya. Secara keseluruhan, buku ini tersusun atas bagian Pendahuluan, Akhir yang Baik dan yang Buruk, Akhir yang Terbuka, Menutup Babak, dan Kesimpulan. Dengan mengupas perjalanan hidup yang diwarnai dengan kegagalan dan keberhasilan para pemimpin dalam Alkitab, dari Saul, Salomo, Daud, Simon Petrus, sampai Paulus, David Wong menerangkan pentingnya semangat dan ketaatan untuk tetap melakukan yang terbaik sampai akhir. Pada bab terakhir, Kesimpulan, Anda juga dapat membaca 12 prinsip mengakhiri dengan baik. Setelah itu, catatan akhir dan pertanyaan diskusi juga dilampirkan untuk membantu Anda dalam mendalami isi buku ini lebih baik lagi. Anda ingin meneladani Paulus, yang mengakhiri pertandingan iman dengan baik? Segera simak buku ini, dan selamat berjuang untuk membuat akhir yang baik dalam hidup Anda! Diulas oleh: Sri Setyawati STOP PRESS: PENDAFTARAN KELAS PESTA PASKAH 2012 Apakah Anda ingin merayakan Paskah dengan lebih bermakna? Menjelang peringatan perayaan Paskah 2012, Yayasan Lembaga SABDA melalui PESTA (Pendidikan Elektronik Studi Teologia Awam) < http://pesta.org > membuka kelas khusus Paskah, yang akan mempelajari pokok-pokok penting tentang karya penebusan Kristus. Kami berharap melalui kelas diskusi ini peserta semakin memahami makna Paskah yang sejati, sehingga perayaannya tidak hanya sekadar tradisi saja. Kelas ini terbuka untuk orang Kristen awam yang rindu belajar lebih dalam mengenai makna Paskah. Kelas diskusi akan dimulai pada 22 Februari 2012. Segera daftarkan diri Anda sekarang juga dalam kelas PESTA Paskah 2012! Anda dapat menghubungi tim PESTA di alamat email: < kusuma(at)in-christ.net > untuk mendaftarkan diri dan memperoleh informasi yang lebih lengkap lagi mengenai kelas PESTA Paskah 2012 ini. Kontak: < leadership(at)sabda.org > Redaksi: Desi Rianto dan Yonathan Sigit (c) 2012 Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org > Rekening: BCA Pasar Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati < http://blog.sabda.org > < http://fb.sabda.org/lead > Berlangganan: < subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |