Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/102 |
|
e-Leadership edisi 102 (12-9-2011)
|
|
============MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI SEPTEMBER 2011============= MODEL KEPEMIMPINAN ALKITAB (I) e-Leadership 102 -- 12/09/2011 DAFTAR ISI ARTIKEL: KEPEMIMPINAN BIBLIKA (I) INSPIRASI: PEMIMPIN YANG BERHASIL Shalom, Konsep kepemimpinan umum berbeda dengan konsep kepemimpinan yang ada di Alkitab. Konsep kepemimpinan umum identik dengan kekuasaan/wewenang, yang sering kali didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk memengaruhi orang lain. Akibatnya, banyak orang menganggap bahwa seorang pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang memiliki ciri-ciri khusus, seperti memunyai karisma dan daya persuasi yang sangat baik dalam menunjang aksi kepemimpinannya. Bagaimana dengan kepemimpinan Kristen? Pada dasarnya, hakikat utama kepemimpinan Kristen adalah pengungkapan kehendak Allah untuk melayani satu kelompok tertentu, yang tujuannya adalah untuk memuliakan Dia. Untuk mengetahui seperti apakah model kepemimpinan Kristen itu, maka selama bulan September, e-Leadership akan mengupas topik ini. Karena artikel yang akan kami sajikan cukup panjang, maka kami membaginya menjadi dua bagian. Kiranya sajian kami dalam edisi ini (edisi 102) dapat menjadi berkat dan meningkatkan wawasan, serta mengingatkan kembali akan panggilan setiap kita sebagai seorang pemimpin Kristen. Tuhan memberkati. Pimpinan Redaksi e-Leadership, Desi Rianto < ryan(at)in-christ.net > < http://lead.sabda.org > "Ajaran orang bijak adalah sumber kehidupan, sehingga orang terhindar dari jerat-jerat maut." (Amsal 13:14) < http://alkitab.sabda.org/?Amsal+13:14 > ARTIKEL: KEPEMIMPINAN BIBLIKA (I) Pendahuluan Setiap generasi memiliki pemimpin yang dibangkitkan Allah untuk memimpin umat-Nya. Kelihatannya, tidak pernah ada dalam sejarah, umat Allah tidak memiliki pemimpin. Setiap generasi umat Allah membutuhkan pemimpin yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan konteks historis. Artinya, pemimpin bersifat unik. Keunikan masing-masing pemimpin menyebabkan perbandingan kepemimpinan harus dilakukan dengan memerhatikan konteks historis masing-masing. Secara singkat, seorang pemimpin muncul dalam konteks dan kurun waktu tertentu. Kegagalan dan keberhasilan pemimpin terikat unik kepada konteks dan periode kepemimpinan. Keberhasilan seorang pemimpin mungkin dianggap sebagai kegagalan oleh generasi berikutnya, sehingga perbandingan evaluatif kepemimpinan seseorang sebenarnya sulit dilakukan. Perbandingan evaluatif yang dilakukan tanpa memerhatikan konteks historis akan memberikan penilaian bernuansa penghakiman. Meski demikian, tidak berarti kontinuitas sejarah kepemimpinan tidak dapat ditelusuri di dalam gereja. Gereja terus hadir di dalam sejarah di bawah kepemimpinan Kristus -- kepala gereja dan para pemimpin yang adalah hamba-hamba-Nya. Terjadinya diskontinuitas okasional kepemimpinan gereja terutama disebabkan oleh situasi atau konteks di mana gereja berada. Dengan demikian, setiap diskusi mengenai kepemimpinan gereja harus memerhatikan unsur kontinuitas dan unsur diskontinuitas. Beragam pemimpin diutus Allah untuk menjawab berbagai kebutuhan masyarakat di mana gereja berada. Para pemimpin melayani-Nya dengan menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang bersumber dari Alkitab. Kebutuhan masyarakat berubah dan berbeda pada setiap zaman, demikian juga bentuk dan model kepemimpinan. Meski aspek diskontinuitas perlu diperhatikan, namun tulisan berikut hanya membahas aspek kontinuitasnya. Pembahasan dimulai dengan merumuskan pemimpin sebagai pelayan Allah. Sebagai pelayan Allah, pemimpin menyampaikan kehendak Allah kepada komunitas yang dipimpinnya. Hakikat utama kepemimpinan adalah pengungkapan atau penyataan kehendak Allah bagi masyarakat. Secara ringkas, pemimpin adalah pelayan firman Allah. Unsur pelayanan dan firman Allah merupakan dua unsur yang tidak terpisahkan dalam kepemimpinan. Keduanya membentuk aspek kontinuitas suatu kepemimpinan. Kepemimpinan Kristen adalah kepemimpinan yang memerhatikan dimensi pelayanan dan dimensi firman Allah. Esensi fundamental suatu kepemimpinan berjalan dalam jalur pelayanan dan firman Allah. Apakah memang demikian model pemimpin dalam Alkitab? Bagian berikut akan menguraikannya secara ringkas. Model Biblika Dalam Perjanjian Lama, dijumpai relatif banyak bentuk dan model pemimpin umat. Tulisan ini hanya melihat 2 orang pemimpin ketika umat Allah berada pada masa yang sangat kritis dalam sejarahnya. Dua pemimpin tersebut adalah Musa dan Ezra. Musa memimpin umat Allah keluar dari perbudakan di Mesir, untuk hidup menjadi suatu bangsa merdeka dan berdaulat. Ezra memimpin umat Allah kembali dari pembuangan, untuk merajut kembali puing-puing kebangsaan yang sudah hancur. Musa Menurut Gerhard von Rad, Musa adalah representasi umat yang menerima perkataan dan perbuatan Allah. Panggilan Musa menjadi pemimpin bertujuan untuk memberitahukan kehendak Allah kepada umat Israel di Mesir. Dengan perkataan lain, hal paling utama dalam hidup dan pelayanan Musa adalah menyampaikan firman Allah kepada umat. Jadi, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa peran utama Musa sebagai pemimpin adalah pengajar firman Allah. Dengan nada sama Derek Tidball menulis: "Sebagai seorang pemimpin, Musa tidak dipanggil untuk menjadi orang yang kreatif, tetapi dipanggil hanya untuk menjadi perantara Allah yang setia (Ulangan 5:23-27). Tugas Musa adalah menyampaikan ketetapan-ketetapan yang Allah berikan kepadanya, dan Musa harus melakukannya dalam seluruh aspek moral, religius, dan sosial mereka. Sebagai umat, kehidupan keseharian mereka harus selaras dengan perintah-perintah Allah, yang melalui Musa sebagai perantara, memperkenalkan kehendak-Nya. Demikianlah cara Musa membangun umat Allah dan mereka menjadi umat yang berkenan." Musa telah membuka jalan bagi generasi pemimpin berikutnya, bahwa firman Allah harus menjadi aspek sentral dan fundamental dalam hidup dan kepemimpinan. Firman Allah menjadi titik awal, karena sejatinya otoritas kepemimpinan bersumber dari Allah. Menjadi pemimpin berarti menghidupkan firman Allah melalui dan di dalam hidup komunitas. Fungsi pemimpin sebagai pengajar firman Allah kepada komunitas menjadi paradigma pemimpin generasi berikutnya. Pelayanan Musa sebagai pemberita firman Allah, tidak hanya sekadar memberi informasi kognitif kepada umat Allah. Musa berusaha dengan segenap hati, agar umat Allah menghidupkan firman Allah melalui dan di dalam hidup mereka. Moralitas bangsa dibentuk oleh firman Allah. Istilah "dengan segenap hati", menunjuk pada usaha Musa yang terlebih dahulu menghidupkan firman Allah melalui dan di dalam hidupnya, barulah kemudian umat Allah belajar dari Musa bagaimana menghidupkan firman Allah dalam hidup mereka. Demikianlah Musa menjadi pemimpin. Kepemimpinan Musa diterima umat Allah karena mereka menerima firman Allah sebagai norma kehidupan. Pemimpin generasi berikut yang muncul dalam kehidupan bangsa Israel seperti para imam, para nabi, orang-orang berhikmat (wise men), antara lain memberi penekanan kuat terhadap peran dan fungsi firman Allah dalam hidup dan pelayanan. Pemimpin adalah orang yang mengajarkan kehendak Allah dalam suatu komunitas, dan memimpin mereka seperti seorang gembala yang membawa domba-domba ke padang rumput bernama ketaatan. Hanya dengan demikian pemimpin memiliki makna dan wibawa. Sebagai akibatnya, umat Allah dibangun dalam ketaatan kepada Allah untuk hidup di dunia sebagai terang dan berkat bagi bangsa-bangsa. Bangsa Israel dipilih bukan karena Allah menolak bangsa lain. Israel dipanggil untuk satu tugas yakni hidup sebagai umat Allah, sehingga bangsa-bangsa lain mengerti makna menjadi umat Allah. Bangsa Israel menjadi model bagi bangsa-bangsa lain. Dalam kaitan dengan ini, Musa berperan untuk memimpin bangsa Israel untuk hidup sebagai umat Allah, dengan melihat terlebih dahulu hidup dan pelayanan Musa yang berpusatkan pada firman Allah. Musa berhasil membawa firman Allah ke tengah-tengah hidup umat Allah, sehingga kepemimpinan Musa berakar kuat menembus berbagai periode sejarah bangsa Israel. Nama Musa terus mendapat penghormatan takzim dari masyarakat Yahudi. Ezra Ezra disebut sebagai "imam dan ahli Taurat Allah semesta langit" (Ezra 7:11,12,21). Fungsi sebagai ahli Taurat lebih menonjol dalam pelayanan Ezra. Sebenarnya, pelayanan Ezra di Yerusalem tidak terlalu lama. Ezra mengunjungi Yerusalem disertai orang-orang pembuangan yang kembali ke Yerusalem (Ezra 7:11-26). Ezra berangkat ke Yerusalem sebagai utusan raja Artahsasta, raja negeri Persia. Ezra tidak hanya dilengkapi dengan kuasa dan otoritas oleh raja Artahsasta, tetapi juga diperlengkapi dengan emas dan perak dari perbendaharaan kerajaan. Orang-orang Yahudi yang berada di pembuangan juga turut mendukung dengan memberikan uang kepada Ezra. Setelah menempuh perjalanan selama 4 bulan, akhirnya Ezra tiba di Yerusalem pada tahun 458 sebelum Era Kristus. Di Yerusalem, Ezra menerapkan firman Allah kepada komunitas umat Allah. Ezra memandang bahwa umat Allah termasuk imam-imam dan orang Lewi, telah mengabaikan firman Allah melalui perkawinan campur dengan perempuan dari etnis lain. Ezra mengajarkan kembali firman Allah, dan mendorong umat Allah untuk menaatinya dengan sepenuh hati. Setelah reformasi di Yerusalem, Ezra kembali ke Persia. Meski pelayanan Ezra relatif singkat di Yerusalem, namun ia telah memberikan dampak yang luar biasa dalam kehidupan komunitas umat Allah. Reformasi yang terjadi di tengah-tengah umat pada dasarnya adalah penegasan kembali untuk melakukan firman Allah dalam hidup sebagai umat Allah. Ezra dengan tekun mendemonstrasikan bagaimana menghidupi firman Allah dan mendorong umat Allah untuk meneladaninya. Meski Ezra telah mengadakan perubahan besar di dalam kehidupan bangsa Israel, tidak banyak yang kita ketahui tentang kehidupan pribadinya. Dibanding dengan tokoh Alkitab lainnya, informasi tentang Ezra relatif sangat singkat. Mungkin hal ini disebabkan fokus pelayanan Ezra adalah pada firman Allah. Hidup Ezra merupakan gambar hidup firman Allah. Membicarakan Ezra berarti membicarakan firman Allah. Meski informasi tentang dirinya relatif sedikit, namun perbuatan Ezra dikenang terus. Ingatan masyarakat tentang Ezra sebagai ahli Taurat tidak lekang oleh perubahan zaman. Ezra dipandang sebagai seorang tokoh masyarakat karena perannya dalam pengajaran kitab suci. Kesentralan firman Allah dalam kehidupan dan kepemimpinan Ezra begitu mencolok. Ezra dengan kuat dan konsisten mengekspresikan komitmennya kepada firman Allah, sehingga ia terus dikenang sebagai ahli Taurat. Ezra memiliki komitmen tinggi terhadap firman Allah, bahkan dianggap sebagai tokoh utama dalam gerakan ahli Taurat yang berkembang pada masa pembuangan. Di tanah pembuangan, bangsa Israel bergantung pada ahli Taurat untuk menafsirkan dan memahami hukum Musa. Para ahli Taurat berfungsi sebagai pemimpin. Ahli Taurat diterima masyarakat sebagai pemimpin disebabkan peranan mereka mengajarkan firman Allah kepada umat. Para ahli Taurat memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Ahli Taurat muncul sebagai pemimpin masyarakat, yang berasal dari semua golongan masyarakat, sehingga tidak terbatas pada kelompok para imam saja. Sebagai orang terlatih dalam penafsiran Taurat, para ahli Taurat berfungsi sebagai teolog yang melatih masyarakat untuk melakukan perintah Taurat, dan sebagai hakim dalam membuat keputusan yang menyangkut hukum agama dan hukum pidana (penal law). Hukum Taurat dipelajari dan didiskusikan oleh semua golongan masyarakat, tidak terbatas hanya pada elite agama. Jadi, Ezra tidak hanya mengawasi penulisan kembali Taurat, melainkan menghidupkan maknanya untuk dilakukan dalam masyarakat. Diambil dan disunting dari: Nama Situs: Seminari Alkitab Asia Tenggara Alamat URL: http://www.seabs.ac.id/journal/oktober2004/ Kepemimpinan%20Biblika%20%28Armand%20Barus%29.pdf Judul asli artikel: Kepemimpinan Biblika Penulis: Armand Barus Halaman: 1 -- 4 KUTIPAN "Kualitas seorang pemimpin dapat dilihat dari cara memberikan alasan dan penilaian." (Tacitus) INSPIRASI: PEMIMPIN YANG BERHASIL (MAZMUR 20) Mazmur ini kemungkinan besar lahir dalam konteks perang yang harus dilakukan raja Israel (ayat 7-10). Dalam peperangan, perhitungan yang masak, sarana perang yang baik, dan strategi adalah hal-hal utama untuk mencapai kemenangan. Namun untuk raja dan pemimpin Israel, perlu hal lain lebih penting daripada sekadar unsur strategis tadi. Pertama, raja perlu dukungan doa rakyat. Keunikan doa rakyat dalam mazmur ini tidak semata ditujukan kepada Allah, tetapi ditujukan kepada raja (ayat 2-6). Itu berarti raja diingatkan bahwa bukan saja dukungan rakyat vital bagi keberhasilannya, tetapi jawab Tuhan atas doa tersebut adalah yang terpenting. Itu berarti bahwa dukungan dan doa rakyat harus sesuai dengan kehendak Allah. Usaha dan rancangan raja ditempatkan di bawah ketentuan tempat kudus. Doa rakyat saja tidak cukup. Kedua, raja perlu dukungan hamba Allah. Suara imam atau nabi (ayat 7-9), mengingatkan raja bahwa keberhasilan itu tidak berasal dari kemampuannya semata, tetapi dari tangan kanan Allah yang perkasa (ayat 7b). Sejarah Israel dan Yehuda memiliki contoh-contoh raja yang agung dan besar. Raja-raja seperti Salomo, Omri, Yerobeam II, dan lainnya adalah raja-raja yang sukses dari segi kepemimpinan politis, perluasan wilayah, kemajuan ekonomi, dan lainnya. Tetapi mereka gagal karena mereka tidak taat, bermegah dan bersandar pada kekuatan selain Allah. Mereka bahkan murtad. Bukan kepemimpinan demikian yang kini dipaparkan Mazmur ini. Kita perlu mendoakan agar setiap pemimpin mengandalkan Allah dan melaksanakan kehendak-Nya. Diambil dari: Nama situs: SABDA.org (Publikasi e-SH) Alamat URL: http://www.sabda.org/publikasi/e-sh/2003/05/28/ Judul asli artikel: Kepemimpinan yang Berhasil (Mazmur 20) Penulis: Tidak dicantumkan Tanggal akses: 4 Juli 2011 Kontak: < leadership(at)sabda.org > Redaksi: Desi Rianto, Yonathan Sigit (c) 2011 Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org > Rekening: BCA Pasar Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati < http://blog.sabda.org > < http://fb.sabda.org/lead > Berlangganan: < subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |