ARTIKEL
Pemimpin Kristen dan Tantangan Zaman
Kepemimpinan adalah suatu hal yang sangat kompleks.
Itulah pesan utama dari buku ini.
Ia menjadi semakin kompleks pada abad ke-21 ini karena tiga elemen yang membentuknya mengalami berbagai perubahan yang sangat mendasar dan signifikan secara bersamaan. Ketiga elemen tersebut -- pemimpin, pengikut/kolaborator, konteks -- saling memengaruhi satu dengan yang lain sehingga level kompleksitas kepemimpinan semakin tinggi.
Berbagai perubahan berskala global telah dan sedang melewati pemimpin dalam berbagai sektor (perusahaan, universitas, gereja, dan institusi lainnya). Revolusi teknologi, telekomunikasi, dan transportasi telah merombak total cara manusia hidup dan bekerja. Modernisasi menyebabkan hidup manusia semakin terfragmentasi dalam kotak sekuler dan rohani. Karakteristik manusia abad ke-21 dapat dirangkum sebagai berikut: bergaya hidup hedonis dan materialistis, berpikir dalam kerangka relativisme, bekerja dengan etika pragmatis, dan berorientasi pada diri sendiri (aku-diriku-punyaku). Di sisi lain, ekses negatif dari globalisasi semakin memperlebar jurang yang memisahkan antara si kaya dan si miskin, baik secara sosial, finansial, maupun intelektual.
Fenomena di atas kita rasakan secara riil di Indonesia. Angka kemiskinan dan pengangguran sangat tinggi, sementara daya saing nasional kita begitu rendah. Level korupsi dan moral semakin membuat orang merasa putus asa. Akses terhadap pendidikan dan fasilitas hidup sehat ada pada tingkat yang memprihatinkan. Ketika hak asasi manusia serta kebebasan dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam hidup berkomunitas masih menjadi sesuatu yang harus diperjuangkan, toleransi dalam berbagai dimensi pluralitas yang ada dalam bangsa kita tidak akan pernah dapat direalisasikan secara menyeluruh.
Dalam konteks itulah, tugas dan tanggung jawab pemimpin menjadi semakin kompleks, berat, dan melelahkan. Menjadi pemimpin memang sulit.
Namun, menjadi pemimpin Kristen yang sejati jauh lebih sulit. Pemimpin Kristen memang menghadapi tantangan zaman yang sama dengan yang dihadapi oleh pemimpin non-Kristen. Akan tetapi, tugas dan tanggung jawab pemimpin Kristen dua bahkan tiga kali lipat lebih kompleks, berat, dan melelahkan karena ia dipanggil untuk memimpin dengan standar biblikal yang sangat ideal. Sebagaimana diuraikan dalam bab-bab buku ini, konsep, karakter, dan kompetensi kepemimpinan Kristen begitu sulit untuk dimiliki dan diterapkan.
Jauh lebih mudah menjadi pemimpin yang beroperasi dengan prinsip, pola, dan perilaku yang sekuler. Jauh lebih menyenangkan menjadi pemimpin bila kepala, hati, dan tangannya digerakkan oleh hal-hal yang memuaskan dirinya sendiri. Namun, itu bukan sebuah pilihan bagi pemimpin Kristen.
C.S. Lewis menulis bahwa seorang Kristen memiliki keunggulan yang penting dibanding orang lain, bukan karena ia lebih baik dan suci atau karena ia lebih dikasihi Tuhan, melainkan karena ia tahu dan mengerti bahwa ia adalah seorang manusia berdosa dalam dunia yang berdosa (a fallen man in a fallen world). Hal ini perlu dipahami dengan sungguh-sungguh oleh pemimpin Kristen.
Ketika seorang pemimpin Kristen mengerti bahwa ia tidak lebih dari seorang yang berdosa dalam dunia yang berdosa, seharusnya ia sadar bahwa segala hal yang melekat pada dirinya adalah anugerah Allah. Panggilan Allah terhadap dirinya untuk memimpin orang lain adalah anugerah Allah. Otoritas, tanggung jawab, peran, kapabilitas, kuasa, posisi, akses, dan fasilitas kepemimpinan yang ia miliki juga adalah pemberian Allah.
Itu sebabnya, kebergantungan total kepada belas kasihan Allah menjadi krusial bagi pemimpin Kristen. Dari sanalah, ia beroleh kekuatan, kemampuan, dan keberanian untuk berdiri menjawab tantangan zaman.
Setiap pemimpin Kristen berada di antara Allah dan manusia dalam dunia yang telah dicemari dengan sistem nilai yang sangat antagonis terhadap iman Kristen, dunia yang semakin memusuhi Allah, tetapi tetap dikasihi-Nya.
Dalam Yehezkiel 22, Allah begitu geram melihat kebobrokan umat-Nya yang melampaui batas-batas kewajaran. Celakanya, para pemimpin umat tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Demikian mereka dilukiskan:
Pemimpin-pemimpinnya di tengah-tengahnya seperti singa yang mengaum, yang menerkam mangsanya: Manusia ditelan, harta benda dan barang-barang berharga dirampas .... Imam-imamnya memperkosa hukum Taurat-Ku dan menajiskan hal-hal yang kudus bagi-Ku .... Pemuka-pemukanya di tengah-tengahnya adalah seperti serigala-serigala yang menerkam mangsanya dalam kehausan akan darah, yang membinasakan orang-orang untuk menguntungkan diri sendiri secara haram. ... Nabi-nabinya ... melihat penglihatan yang menipu dan memberi tenungan bohong bagi mereka (Yehezkiel 22:25-28).
Allah lalu berfirman, “Aku mencari di tengah-tengah, mereka seorang yang hendak mendirikan tembok atau yang mempertahankan negeri itu di hadapan-Ku, supaya jangan Kumusnahkan, tetapi Aku tidak menemuinya” (Yehezkiel 22:30).
Sungguh tragis!
Jika hari ini Allah kembali mengumandangkan panggilan tersebut, apakah Ia akan menemui hal yang sama? Atau, Ia akan menemukan seseorang yang berani berdiri untuk menjawab panggilan tersebut dan dengan hati gentar berkata:
Inilah aku, Tuhan, hamba-Mu yang berdosa.
Hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.
Hamba datang mempersembahkan diri untuk Kaupakai sesuai kehendak-Mu.
Biarlah belas kasihan-Mu menyertai hamba sampai akhir.
Karena hanya bagi-Mulah segala kemuliaan dan hormat.
Amin.
Audio Pemimpin Kristen
Diambil dari: |
Judul buku |
: |
Jadilah Pemimpin Demi Kristus |
Judul artikel |
: |
Pemimpin Kristen dan Tantangan Zaman |
Penulis artikel |
: |
Sen Sendjaya, Ph.D. |
Penerbit |
: |
Literatur Perkantas |
Halaman |
: |
259 -- 262 |
|