TIP
Kepemimpinan Kristen yang Membumi (2)
Peran Pemimpin Memimpin secara Membumi
Pewujudan tanggung jawab kepemimpinan yang memimpin secara membumi ini menuntut adanya kesadaran pemimpin akan kebenaran berikut.
Pertama, pemimpin harus menyadari bahwa kepemimpinan adalah panggilan khusus (special calling) dari TUHAN Allah. Special calling ini melibatkan kepercayaan dan pemercayaan TUHAN Allah. Panggilan khusus ini menegaskan bahwa ada kepercayaan TUHAN atas pemimpin, yaitu Dia mengenal ke luar masuknya dalam kehidupan keseharian maupun dalam kehidupan kepemimpinan.
Panggilan TUHAN ini "meneguhkan otoritas" khusus pada pemimpin sehingga dia memiliki dasar untuk menjadi "orang yang dapat dipercaya" atau menjadi "pribadi berintegritas". Melihat dari sudut pandang keorganisasian, panggilan kepemimpinan ini menjelaskan bahwa di dalamnya, ada "pemercayaan kepemimpinan" melalui pemberian "kuasa kepemimpinan" atau leadership power[4] yang lengkap.
Leadership power inilah yang merupakan kekuatan yang meneguhkan pemimpin menjadi "pemimpin yang sah" dalam suatu organisasi. Pemercayaan kepemimpinan ini ditandai dengan adanya "tugas, kewenangan, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan pertanggungjawaban" untuk menjadi pemimpin dan terlibat dalam memimpin.
Perbuatan pemercayaan ini adalah faktor terpenting yang harus disambut dengan penuh syukur dan hormat. Sikap bersyukur menunjukkan adanya rasa berterima kasih kepada TUHAN atas perbuatan memercayakan kepemimpinan, yang merupakan tujuan-Nya yang terjadi pada momentum khusus.
Mencermati prinsip ini dari sudut pandang keorganisasian, sikap hormat menunjuk kepada adanya "rasa penghargaan kepada sesama" dari orang-orang yang ada dalam organisasi. Mereka memberi kepercayaan kepemimpinan kepada pemimpin sebagai bagian dari proses organisasi. Sikap pemimpin yang ditandai dengan rasa syukur dan hormat ini adalah cara terbaik yang menandakan adanya integritas pemimpin, yang menghindarkannya dari jebakan egoisme.
Pada sisi lain, sikap ini pada gilirannya berfungsi sebagai kekuatan etis moral yang melindungi pemimpin serta kepemimpinan organisasi sehingga dia pun terhindar dari jebakan keangkuhan dan arogansi kemanusiaan yang merusak.
Kedua, kepemimpinan dibangun di atas hubungan kemanusiaan (human relation) yang autentik, tempat keberhasilan pemimpin sepenuhnya bergantung dari hubungan-hubungan ini. Kebenaran ini mengandaikan bahwa jika pemimpin berhasil membina hubungan sesama dalam organisasi secara "internal" (internal relationship), dia telah membangun kepercayaan yang meneguhkan "semangat tim" atau team spirit dalam kepemimpinannya.
Di sini, pemimpin harus bersikap rendah hati dan tulus untuk memberikan tempat bagi setiap orang dalam hatinya, dengan sikap "menghargai pribadi, kapasitas, cara kerja, dan kontribusi setiap orang dengan selalu memberikan apresiasi" guna meneguhkan hubungan kepemimpinan.
Sikap ini adalah tindakan yang memastikan terjadinya dukungan timbal balik (reciprocal supports), menopang keberhasilan kepemimpinan sang pemimpin. Sikap pemimpin seperti ini dengan sendirinya "meneguhkan kewibawaannya", ditandai dengan adanya pengakuan dari orang-orang di sekitarnya terhadap kredibilitas dirinya.
Hubungan kepemimpinan ini akan semakin menjadi teguh jika pemimpin membangun basis relasi sosial (social base relationship) yang meluas secara "eksternal" (external relationship) dalam masyarakat pada semua strata sehingga pengaruhnya akan semakin meluas dan diakui di antara orang luar.
Ketiga, kepemimpinan merupakan pengaruh (influence) yang berkembang, yang menjelaskan seberapa besar, seberapa kuat, seberapa jauh, serta seberapa tahan sang pemimpin andal dalam "menggerakkan" atau "memimpin" orang-orangnya sehingga mereka terlibat secara sinergis (synergy) dan simultan (simultaneous) dalam upaya memimpin.
Dalam mengembangkan pengaruhnya, pemimpin harus mengelola "perilaku dan gaya kepemimpinannya" sebegitu rupa sehingga ada "sikap positif, proaktif, persuasif, asertif, responsif serta apresiatif" yang meneguhkannya. Dengan demikian, dia mampu menyentuh orang-orang yang dipimpinnya secara "empati" sehingga mereka bergerak melibatkan diri secara konsisten dalam proses kepemimpinan. Penyentuhan secara empati ini menyebabkan orang-orang yang dipimpin merasa dihormati, memiliki, dan dilibatkan, yang merupakan kekuatan yang mendorong keterlibatan mereka dalam kepemimpinan organisasi.
Keempat, kepemimpinan dipahami sebagai proses (process) yang mengharuskan pemimpin meneguhkan orang-orang yang dipimpinnya dengan berbagi visi, misi, tujuan, sasaran, dan fokus kepemimpinan organisasi sesuai dengan "perencanaan strategis" yang dicanangkan.
Dalam mengisi kepemimpinan sebagai suatu proses ini, pemimpin dituntut bersikap bijaksana, arif, dan terbuka terhadap sesama dan semua kemungkinan lain dalam organisasinya.
Pemimpin, dalam hal ini, sepenuhnya bertanggung jawab menjalankan upaya memimpin dengan menyikapi peran kepemimpinannya sebagai seorang manajer guna mengelola "semua sumber" (8M: men – manusia, machine – teknologi, material – materi, money – bujet/uang, moments – waktu, market – pasar, methods – metode, dan main infrastructures – sarana prasarana).
Pengelolaan sumber-sumber ini bertujuan untuk menopang pelaksanaan tugas-tugas organisasi secara efektif, efisien, sehat, dan produktif guna menggerakkan upaya memimpin menjadi sinergis dan simultan, menciptakan gerak kerja yang masif dan terukur.
Kelima, kepemimpinan pada gilirannya dipahami sebagai "kesuksesan bersama" (shared success) organisasi. Kepemimpinan dalam perspektif ini hanya akan terwujud dengan mekanisme yang bekerja secara timbal balik yang membawa manfaat dan keuntungan secara timbal balik pula bagi pemimpin, bawahan, dan lingkungan tempat organisasi dijalankan.
Dalam meneguhkan kiprah kepemimpinannya, pemimpin harus menyadari bahwa "dia ada demi organisasi dan kemajuan organisasi" yang dipimpinnya. Dengan demikian, jika pemimpin berkomitmen dan berdedikasi kerja tinggi serta selalu berupaya untuk mengangkat orang-orangnya dan membesarkan organisasi yang dipimpinnya, kepemimpinannya pasti berhasil.
Keberhasilan kepemimpinan seperti ini adalah keberhasilan bersama, keberhasilan yang membawa keuntungan bagi pemimpin, orang yang dipimpin, dan organisasi serta lingkungan dari fokus kerja organisasi tersebut. Kepemimpinan seperti ini juga akan ditandai dengan legasi yang menyejarah melalui perjumpaan-perjumpaan dan pengalaman-pengalaman TUHAN yang menghadirkan jaminan keberhasilan sehingga TUHAN Allah dimuliakan dan banyak orang diberkati.
Rangkuman
Kepemimpinan mengandaikan bahwa pemimpin yang menjadi pemimpin harus memastikan bahwa dia memahami dengan sesungguhnya bahwa dia adalah pemimpin. Kesadaran seperti ini membuat pemimpin mampu berpikir, bersikap, berperilaku, berkata, dan bertindak sebagai pemimpin. Secara khusus, pemimpin harus memahami alasan yang mendasar mengapa dia ada dan untuk apa sehingga dia dapat menemukan visi dan misi kepemimpinan yang karenanya dia berada.
Di samping itu, pemimpin juga harus mengetahui tujuan khusus keberadaannya sebagai pemimpin sehingga dia mampu menemukan arah serta memberikan arahan dan dukungan dalam mewujudkan upaya memimpin, meneguhkan semua komponen dalam kepemimpinan serta menyelenggarakan upaya memimpin dengan efektif, efisien, sehat, dan optimal.
Berdasarkan uraian di atas, kini timbul pertanyaan, bagaimana mewujudkan kepemimpinan yang membumi dari perspektif yang telah diuraikan di atas? Dalam mewujudkan kepemimpinan yang membumi, faktor penting yang harus dikedepankan adalah:
Pertama, pemimpin haruslah hidup dalam kesadaran bahwa kepemimpinan sesungguhnya berakar dalam konteks tempat setiap organisasi berada. Dalam kaitan ini, kepemimpinan sebenarnya bersifat kontekstual dan beroperasi dalam matriks sosial sehingga pemimpin haruslah berupaya untuk "belajar ulang" akan kenyataan sosiokultural dari situasi kepemimpinan tempat organisasinya berada.
Kedua, pemimpin haruslah mematutkan dirinya sebagai pembelajar dengan terus belajar bagaimana menyesuaikan serta mematutkan diri dengan kondisi tempat kepemimpinan dijalankan. Dalam mewujudkan tanggung jawab kepemimpinan seperti ini, pemimpin haruslah menyadari bahwa keberadaannya sebagai pemimpin dalam memimpin organisasi adalah suatu panggilan yang perlu disikapi dengan penuh penghargaan, bijak serta arif.
Ketiga, pemimpin haruslah berupaya untuk meneguhkan hubungan kepemimpinan yang dilakukan dengan membangun relasi keorganisasian yang kondusif dalam upaya membangun basis sosial, meneguhkan hubungan organisasi dengan "semangat tim" yang kuat. Relasi sosial keorganisasian yang kuat akan meneguhkan pengaruh dan kewibawaannya dalam organisasi yang dipimpinnya serta memastikan adanya sinergi yang meneguhkan kinerja semua komponen SDM.
Keempat, pemimpin juga harus secara profesional melaksanakan upaya memimpin dengan kesadaran bahwa keberhasilan kepemimpinan tergantung dari bagaimana dia meneguhkan proses organisasi. Peneguhan proses organisasi ini bertujuan untuk mewujudkan efektivitas, efisiensi, kesehatan, dan optimalisasi kerja yang membawa keberhasilan dari organisasi yang dipimpinnya.
Indikator dari upaya memimpin seperti ini terlihat pada kemampuan pemimpin untuk mengelola perilaku serta gaya kepemimpinan sehingga dia dapat bergerak top down – bottom up secara pantas serta sesuai dengan kondisi yang dituntut.
Dengan ini, pemimpin juga dapat mewujudkan upaya memimpin dengan membangun basis sosial internal dan eksternal yang kuat sehingga hubungan organisasi diteguhkan dengan team spirit yang teguh serta bersifat responsif dalam penyelenggaraan upaya memimpin.
Kelima, pada gilirannya, jika pemimpin mewujudkan pendekatan ini dengan mengatur semua sumber menopang penyelenggaraan kerja, akan terwujud proses kepemimpinan yang efektif, efisien, sehat serta produktif yang optimal menggapai visi, misi serta fokus organisasi yang telah dirancang.
[4] Kuasa Kepemimpinan atau Leadership Power adalah "kuasa lengkap untuk menyebabkan sesuatu dan apa saja terjadi dalam kepemimpinan". Aspek-aspek dari Leadership Power adalah: Kuasa Keahlian (Expert Power), Kuasa Penghargaan Sosial (Refferent Power), Kuasa Memberi Imbalan (Reward Power), Kuasa Bertindak Tegas (Coersive Power), Kuasa Resmi atau Legal (Legitimate Power), dan Kuasa Rohani (Spiritual Power). Kuasa Legal (Legitimate Power) ditandai dengan adanya: Tugas (Leadership Task), Kewenangan (Authority), Hak (Privilege), Kewajiban (Obligation), Tanggung jawab (Responsibility), dan Pertanggungjawaban (Accountability) bagi setiap pemimpin dalam kepemimpinan suatu organisasi.
Audio Kepemimpinan Kristen yang Membumi
|