Spiritualitas Kepemimpinan Kristen (I) |
Edisi 208, 16 Januari 2018 |
Salam kasih,
Selamat tahun baru 2018 untuk semua pelanggan e-Leadership. Bersyukur kepada Tuhan Yesus yang senantiasa berbelas kasih kepada kita. Sebagai edisi perdana pada tahun ini, kami mengangkat topik kepemimpinan spiritual yang kami harap dapat membantu mengarahkan kepemimpinan yang sedang kita emban supaya dapat berjalan selaras dengan kehendak-Nya. Kepemimpinan Kristen tidak berfokus pada agenda pribadi atau agenda tugas semata, tetapi pada agenda Allah. Bagaimana kepemimpinan spiritual menyingkapkan tentang hal ini? Anda akan mendapatkan jawabannya pada kolom Artikel di bawah ini. Selain itu, renungan karya Oswald Chambers dan inspirasi mengenai Nehemia juga akan semakin memperlengkapi wawasan Anda mengenai pentingnya campur tangan Allah dalam kehidupan kita.
Bagi Anda yang rindu untuk mendaftarkan rekan-rekan Anda supaya mendapatkan buletin e-Leadership ini, silakan mendaftar di redaksi e-Leadership. Selamat membaca. Tuhan Yesus senantiasa menyertai kita.
|
"Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu."
(Amsal 16:3)
|
RENUNGAN
Supremasi (Keutamaan) Yesus Kristus
Gerakan kekudusan masa kini tidak mempunyai realitas Perjanjian Baru yang tandas. Tidak terlihat bahwa mereka membutuhkan kematian Yesus Kristus. Yang mereka butuhkan adalah suasana atau atmosfer kesalehan, doa, dan pengabdian.
Pengalaman seperti ini tidak bersifat adikodrati atau mengundang rasa takjub. Hal ini tidak memberi tempat bagi makna penderitaan Allah, dan tidak juga ditandai dengan "darah Anak Domba" (Wahyu 12:11). Hal itu tidak dimeteraikan oleh Roh Kudus sebagai hal yang sejati, dan hal itu tidak memiliki tanda-tanda nyata yang membuat orang berseru karena kagum dan heran, "Itu adalah perbuatan Allah Yang Mahakuasa!" Akan tetapi, Perjanjian Baru hanyalah menceritakan pekerjaan Allah.
Contoh dari Perjanjian Baru tentang pengalaman kristiani adalah pengabdian pribadi yang sungguh-sungguh kepada Pribadi Yesus Kristus. Semua dari apa yang disebut pengalaman kristiani lainnya lepas dari Pribadi Yesus. Di sini, tidak ada regenerasi — tidak ada kelahiran baru dalam kerajaan tempat Kristus hidup dan memerintah di atas segalanya. Yang ada hanya pemikiran bahwa Ia adalah panutan kita.
Dalam Perjanjian Baru, Yesus Kristus adalah Juru Selamat jauh sebelum Ia menjadi panutan kita. Dewasa ini, Ia digambarkan sebagai pemimpin agama -- sebagai panutan atau teladan biasa.
Memang, Yesus adalah pemimpin agama, tetapi Ia jauh lebih dari itu. Ia adalah keselamatan itu sendiri; Ia adalah Injil Allah!
Yesus berkata, "... apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran ... Ia akan memuliakan Aku ..." (Yohanes 16:13-14). Ketika menyerahkan diri untuk menyatakan kebenaran dari Perjanjian Baru, saya menerima dari Allah karunia Roh Kudus, yang kemudian mulai menerjemahkan kepada saya apa yang telah Yesus kerjakan. Roh Allah mengerjakan dalam roh batin saya apa yang telah Yesus Kristus lakukan melalui kematian-Nya.
Alkitab setahun: Yehezkiel 35–36; 2 Petrus 1
|
ARTIKEL
Apa Itu Kepemimpinan Rohani?
Meskipun kepemimpinan spiritual melibatkan banyak prinsip yang sama dengan kepemimpinan secara umum, kepemimpinan spiritual memiliki beberapa kualitas berbeda yang harus dipahami dan dipraktikkan jika pemimpin spiritual ingin berhasil.
1. Tugas pemimpin rohani adalah untuk menggerakkan orang dari tempat mereka berada ke tempat di mana Allah menginginkannya. Ini adalah pengaruh. Begitu para pemimpin spiritual memahami kehendak Allah, mereka berusaha keras untuk mendorong pengikut mereka dari mengikuti agenda mereka sendiri menjadi mengejar tujuan Allah. Orang yang gagal menggerakkan orang menuju agenda Allah belum memimpin. Mereka mungkin telah menasihati, membujuk, memohon, atau mengintimidasi, tetapi mereka belum memimpin sampai orang-orang mereka menyesuaikan hidup mereka dengan kehendak Allah.
2. Pemimpin rohani bergantung pada Roh Kudus. Pemimpin rohani bekerja dalam paradoks karena Allah memanggil mereka untuk melakukan sesuatu yang, pada kenyataannya, hanya Allah yang bisa melakukannya. Pada akhirnya, pemimpin rohani tidak dapat menghasilkan perubahan spiritual pada manusia; hanya Roh Kudus yang bisa melakukannya. Namun, Roh sering menggunakan orang untuk menghasilkan pertumbuhan rohani pada orang lain.
3. Pemimpin rohani bertanggung jawab kepada Allah. Kepemimpinan spiritual mengharuskan rasa akuntabilitas yang kuat. Sama seperti seorang guru belum (dikatakan) mengajar sampai siswa telah belajar, para pemimpin tidak menyalahkan pengikut mereka saat mereka tidak melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan. Pemimpin tidak membuat alasan. Mereka menganggap tanggung jawab mereka adalah menggerakkan orang untuk melakukan kehendak Allah.
4. Pemimpin rohani dapat memengaruhi semua orang, bukan hanya umat Allah. Agenda Allah juga berlaku di/untuk tempat umum seperti juga di tempat ibadah. Meskipun para pemimpin spiritual pada umumnya akan menggerakkan umat Allah untuk mencapai tujuan Allah, Allah dapat memakai mereka untuk memberikan pengaruh yang besar kepada orang-orang yang tidak beriman.
5. Pemimpin rohani bekerja berdasarkan agenda Allah. Hambatan terbesar bagi kepemimpinan rohani yang efektif adalah orang-orang mengejar agenda mereka sendiri dibanding mencari kehendak Allah.
Terlalu sering, orang beranggapan bahwa seiring dengan peran (sebagai) pemimpin dibarengi dengan tanggung jawab untuk menentukan apa yang harus dilakukan. Mereka mengembangkan tujuan agresif. Mereka memimpikan mimpi yang muluk-muluk. Mereka memberikan visi besar. Kemudian, mereka berdoa dan meminta Allah untuk bergabung dengan mereka dalam agenda mereka dan memberkati usaha mereka. Bukan itu yang dilakukan pemimpin rohani. (Mereka) mencari kehendak Allah, lalu mengerahkan umat mereka untuk mengejar rencana Allah. (t/N. Risanti)
Audio Apa Itu Kepemimpinan Rohani
|
KUTIPAN
"Ia yang dituntut oleh posisinya untuk membicarakan hal-hal yang tertinggi, terdorong oleh posisinya juga untuk memberikan teladan dalam hal-hal yang tertinggi."
— Gregory The Great
|
INSPIRASI
Kuatkanlah Aku
Perdana Menteri pertama Singapura, Lee Kuan Yew, adalah tokoh yang dipuji karena telah membawa Singapura hingga menjadi seperti sekarang ini. Di bawah kepemimpinannya, Singapura bertumbuh menjadi kaya dan makmur serta menjadi salah satu negara paling maju di Asia. Ketika ditanya apakah ia pernah merasa ingin menyerah ketika dihadapkan pada kritik dan tantangan selama bertahun-tahun melayani masyarakat, ia pun menjawab, "Semua ini adalah komitmen seumur hidup."
Nehemia, yang memimpin pembangunan kembali tembok Yerusalem, juga menolak untuk menyerah. Ia menghadapi penghinaan dan intimidasi dari musuh-musuh di sekelilingnya serta ketidakadilan dari bangsanya sendiri (Nehemia 4-5). Para musuhnya bahkan secara tidak langsung menuduh bahwa Nehemia mempunyai kepentingan pribadi (6:6-7). Nehemia mencari pertolongan Allah sembari mengambil langkah-langkah untuk mempertahankan diri.
Meski menghadapi banyak tantangan, tembok Yerusalem selesai dikerjakan dalam 52 hari (6:15). Namun, pekerjaan Nehemia belumlah selesai. Ia mendorong bangsa Israel untuk mempelajari Kitab Suci, beribadah, dan memelihara hukum Allah. Setelah menyelesaikan 12 tahun jabatannya sebagai gubernur (5:14, BIS), ia datang kembali untuk memastikan bahwa perubahan yang dibawanya terus berlanjut (13:6). Nehemia berkomitmen seumur hidup untuk memimpin bangsanya.
Kita semua menghadapi beragam tantangan dan kesulitan dalam hidup. Namun, sama seperti Allah menolong Nehemia, Dia juga akan menguatkan kita (6:9) sepanjang hidup kita dalam tugas apa pun yang dipercayakan-Nya kepada kita.
"Aku berdoa, 'Ya Allah, kuatkanlah aku.'" (Nehemia 6:9, BIS)
Diambil dari: |
Judul buku |
: |
Santapan Rohani |
Judul renungan |
: |
Kuatkanlah Aku |
Penulis |
: |
CPH |
Edisi |
: |
Januari 2015 |
|
|