Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/394

e-Konsel edisi 394 (14-3-2017)

Mengembangkan Keterampilan Sosial

e-Konsel -- Mengembangkan Keterampilan Sosial -- Edisi 394/Maret 2017
 
Gambar: Situs Christian Counseling Center Indonesia (C3I)

Publikasi Elektronik Konseling Kristen
Mengembangkan Keterampilan Sosial

Edisi 394/Maret 2017
 

Salam konseling,

Meskipun pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, keterampilan sosial setiap pribadi harus tetap dikembangkan. Keterampilan ini adalah faktor penting yang akan membuat seorang pribadi mampu menempatkan diri secara tepat dalam berelasi dan membangun hubungan yang bermakna dengan orang lain. Yang termasuk dalam ranah keterampilan sosial adalah empati, etiket, kemampuan untuk mengetahui cara menjalin persahabatan dan menjaga hubungan pertemanan, termasuk kecakapan dalam komunikasi verbal, nonverbal, dan menilai situasi maupun kondisi. Seorang konselor Kristen juga perlu mengembangkan keterampilan sosial agar dapat melakukan pelayanan konseling dengan efektif. Untuk itu, edisi e-Konsel bulan ini mengangkat tema Mengembangkan Keterampilan Sosial. Mari kita belajar bersama tentang arti empati dan cara membangun keterampilan sosial sebagai hal yang penting dalam pelayanan konseling Kristen. Tuhan Yesus memberkati.

N. Risanti

Staf Redaksi e-Konsel,
N. Risanti


CAKRAWALA Mengerti (Berempati)

Dalam rangka menurunkan kolesterol, akhir-akhir ini, saya sering bersepeda dari rumah ke pusat konseling Pastorium, terus ke SAAT, dan akhirnya pulang ke rumah. Karena bersepeda inilah, saya lebih mengerti beberapa hal yang sebelumnya tidak saya pahami. Pertama, saya baru mengerti mengapa ada kalanya sepeda motor, sepeda, dan becak berjalan di jalur yang berlawanan arah. Terkadang, penyebabnya adalah menyeberang atau memotong jalan merupakan suatu tugas yang susah. Jadi, lebih mudah dan lebih aman bagi si pengendara sepeda atau becak untuk membelok jika ia tetap di jalur yang salah itu.

Gambar: Becak

Saya juga baru mengerti, meski jaraknya sama, tetapi ongkos naik becak tidak sama untuk semua orang. Perbedaannya terletak pada berat badan si penumpang. Hal ini saya ketahui sewaktu saya harus mengayuh sepeda yang dibebani bobot badan saya yang hampir satu kuintal ini. Lebih lanjut, saya pun sekarang sering dibuat kesal oleh kendaraan beroda empat yang melintas "seenaknya". Kekesalan yang sama saya rasakan terhadap kendaraan beroda dua ketika saya sedang mengendarai kendaraan beroda empat. Ternyata, menukar tempat atau menempatkan diri pada posisi orang lain menyingkapkan banyak pemahaman yang sebelumnya tertutup dari pandangan saya.

Salah satu keterampilan mendasar dalam konseling adalah kemampuan untuk berempati. Berempati berarti mengerti perasaan, pemikiran, atau isi hati seseorang dengan mendalam. Berempati bukan sekadar memahami perkataan seseorang; ini bisa dilakukan oleh hampir semua orang. Berempati ialah turut menghayati perasaan yang sedang dirasakan oleh orang itu dan melihat motivasi atau pemikiran yang membelakangi tindakannya. Dengan kata lain, sama dengan pemahaman yang saya peroleh dari bersepeda, berempati sebenarnya merupakan tindakan menempatkan diri pada posisi atau keadaan orang lain, setidak-tidaknya secara mental. Jadi, orang yang tidak sudi menempatkan dirinya pada keadaan orang lain adalah orang yang tidak dapat berempati.

Salah satu "bumbu" pernikahan, begitulah sering diucapkan oleh orang-orang tua dulu, ialah pertengkaran. Secara pribadi, saya tidak pernah menganggap, apalagi menikmati pertengkaran sebagai "bumbu". Pertengkaran, baik itu antara suami-istri maupun relasi lainnya, lebih merupakan duri yang menyakitkan. Pertengkaran yang tidak terselesaikan adalah resep yang jitu untuk menghancurkan hubungan antara dua insan. Jika saya boleh melukiskannya secara hiperbolik, satu pertengkaran berkapasitas menghapuskan sepuluh kebaikan atau kemanisan yang telah dikecap bersama. Itulah sebabnya, saya mengalami kesukaran membayangkan pertengkaran sebagai "bumbu" pernikahan.

Seluas apa pun dampaknya dan setajam apa pun tusukannya, pertengkaran adalah sesuatu yang harus kita lalui jika kita tetap ingin terlibat dalam hubungan dengan sesama. Ada banyak cara untuk menyelesaikan pertengkaran dan semua itu bergantung pada faktor penyebabnya yang juga beragam. Namun, semua penyelesaian yang sehat biasanya dialasi terlebih dahulu oleh pengertian atau dalam istilah psikologisnya, empati. Menurut hemat saya, pertikaian mulai mendekati titik penyelesaiannya tatkala kedua belah pihak berhasil berempati dan mengomunikasikan empati satu sama lain.

Gambar: Empati

Menerima empati atau dimengerti merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang berkaitan dengan kodrat kita sebagai makhluk sosial. Merasa dimengerti sudah cukup untuk membuat kita berhenti berteriak meminta pengertian dan cukup kuat untuk menyadarkan kita bahwa orang lain bukanlah diri kita. Jadi, berempati atau mengerti merupakan keterampilan atau mungkin lebih tepat lagi, keharusan, yang mesti kita miliki. Empati adalah jembatan yang menghubungkan kita dengan orang lain sewaktu arus kemarahan melanda dan memisahkan kita. Tanpa empati, kita hanya bisa saling memandang dan tidak saling berpegangan tangan lagi.

Menumbuhkan empati bukan hal yang terlalu mudah. Ada yang mengaitkan empati dengan belas kasihan, artinya kita dapat berempati tatkala kita berbelas kasihan. Dengan pemahaman seperti itu, empati akan berhenti bekerja sewaktu belas kasihan lenyap dari permukaan hati. Empati bukanlah belas kasihan walau belas kasihan dapat memudahkan bertunasnya empati.

Empati juga sukar muncul karena pada umumnya kita menuntut orang untuk mengerti kita terlebih dahulu dan nanti. Jika kita masih mempunyai energi sisa, barulah kita mencoba mengerti orang lain. Empati sering kali tersendat karena kita ingin membenarkan diri dan enggan mengambil risiko untuk mungkin saja keliru. Bukankah dengan empati, kita membuka peluang timbulnya kesadaran dan akhirnya pengakuan bahwa yang kita duga atau tuduhkan sebelumnya itu keliru? Empati sukar bersemi; sama sukarnya dengan menyangkal atau mengosongkan diri.

Empati hanya bisa kita miliki jika kita berhasil memenuhi syarat tuntutannya, yaitu bersedia mengosongkan diri. Empati lebih mudah bertumbuh apabila kita pernah mengalami yang dialami orang lain, atau setidak-tidaknya kita memiliki kesadaran bahwa kita mempunyai potensi yang sama untuk "jatuh" seperti orang lain. Itu sebabnya, Allah yang menyelamatkan haruslah Allah yang menjadi manusia karena Ia "... bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa" (Ibrani 4:15).

Audio Mengerti (Berempati)

Diambil dari:
Nama situs : Christian Counseling Center Indonesia
Alamat situs : http://c3i.sabda.org/mengerti_berempati
Penulis artikel : Paul Gunadi, Ph.D
Tanggal akses : 10 Januari 2017

 

TIP Cara Membantu Mengembangkan Keterampilan Sosial dan Komunikasi

Ada begitu banyak hal yang bisa dicantumkan dalam daftar keterampilan penting yang perlu kita kembangkan untuk membangun atau membuat sebuah hubungan. Saya telah melakukan konseling lebih dari 10 tahun, dan semua kata bijaksana yang seharusnya saya ucapkan sejak hari itu tidak terlalu berarti dibandingkan dengan keuntungan yang dihasilkan dari satu keterampilan ini dalam konseling dan dalam hubungan-hubungan pribadi saya. Keterampilan sosial apa yang paling penting? Ini dia: seni mendengarkan.

Gambar: Mendengarkan

Sepertinya, sudah tidak terhitung jumlah orang yang datang ke kantor saya dengan masalah yang mereka tidak tahu cara menanganinya. Mereka duduk dalam suasana kalah, ekspresi tegang, dan mata yang putus asa. Saya mengawali dengan bertanya, "Apa yang bisa saya lakukan untuk Anda?" Dan, mereka mulai berbicara. Mereka berbicara. Saya mendengar. Sering kali, setelah sesi berakhir, mereka berdiri dengan sikap yang sama sekali berbeda. "Pendeta," kata mereka, "Anda sudah sangat membantu. Terima kasih banyak. Saya merasa jauh lebih baik." Saya bisa saja menyampaikan banyak sekali kata-kata, tetapi hanya dengan menjadi seseorang yang tertarik dengan masalah mereka, itulah hal yang terbaik. Memiliki seseorang yang bersedia untuk mendengarkan saja, itulah yang paling dibutuhkan.

Baru-baru ini, seorang wanita muda yang begitu kebingungan menelepon saya karena sebuah masalah. Masalahnya adalah dengan orang lain dalam gereja kami. Dia memulai dengan pernyataan, "Aku tidak bisa kembali ke gereja itu lagi." Saya menanyakan apakah dia ingin berbicara tentang hal itu. Dia menunjukkan bahwa dia bersedia. Jadi, saya menjadwalkan waktu supaya dia mampir ketika istri saya berada di sekitar situ. Dia pun datang dan saya bertanya, "Bisakah Anda menceritakan tentang hal itu?" Dia pun berbicara, dan saat dia berbicara, segalanya berubah. Tadinya, dia memulai percakapan dengan berkata, "Gereja itu," kemudian berubah menjadi, "gereja kami" saat percakapan itu berakhir. Saya membicarakan beberapa hal, tetapi kebanyakan saya hanya mendengarkan. Bagaimanapun, dia akhirnya memutuskan dia tidak ingin meninggalkannya.

Menemukan seseorang yang mau mendengarkan, dan maksud saya benar-benar mendengarkan, adalah keterampilan yang sangat langka pada zaman ini. Tampaknya, kita ingin mengungkapkan pandangan kita, memberikan pendapat kita, dan memasukkan gagasan kita ke dalam percakapan. Hanya sedikit orang yang tahu bagaimana menutup mulut dan membuka telinga.

Ada yang lebih signifikan lagi daripada hanya mendengar perkataan seseorang. Saya ingin memberikan beberapa saran dan tip. Jika Anda mau mendengarkan saya, itu akan membantu Anda mengembangkan keterampilan sosial dan komunikasi yang sangat penting ini.

LIHATLAH MATA MEREKA

Gambar: Lihatlah Mata Mereka

Berapa kali kita berusaha berbicara dengan seseorang yang sedang melihat ke tempat lain? Frustrasi, bukan? Kita sering menuntut anak-anak kita memandang mata kita ketika sedang berbicara dengan mereka. Karena jika kita tidak dapat melihat mata lawan bicara, kita merasa mereka tidak sedang mendengarkan. Lihatlah ke mata lawan bicara kita ketika mereka berbicara dengan kita. Beri mereka perhatian penuh. Hal ini akan memberikan perubahan yang besar.

TUNJUKKAN BAHWA KITA TERTARIK

Gambar: Tertarik

Mengangguk pada saat yang tepat atau menggelengkan kepala ketika diperlukan. Menambahkan komentar berguna, "Wow", "Itu menarik", atau "Saya merasa sedih", di sini dan di sana. Pastikan bahwa ekspresi wajah kita mencerminkan fakta bahwa kita sedang mendengarkan. Jangan menatap ke tempat yang lain, memainkan jari, atau mengetukkan kaki dengan tidak sabar. Terlihatlah sabar dan tertarik. Beri mereka telinga dan perhatian penuh.

AJUKAN PERTANYAAN KECIL UNTUK MEMPERJELAS

Gambar: Pertanyaan

Ini penting. Ketika seseorang berbicara, ia hanya boleh menginterupsi untuk mengajukan pertanyaan kecil dengan tujuan klarifikasi. Hal ini menunjukkan kesediaan kita untuk mendengarkan mereka. Ketika kita melakukan hal ini, itu berarti kita memenuhi dua hal lainnya yang sangat penting berikut ini.

  1. Kita menunjukkan bahwa kita peduli.

    Orang-orang yang tidak peduli, tidak cukup peduli untuk mengajukan pertanyaan. Ketika seseorang peduli kepada kita, mereka menanyakan kesehatan kita, menanyakan keluarga kita, atau meminta pendapat kita tentang sesuatu. Ketika mendengarkan seseorang, ajukanlah pertanyaan yang menunjukkan betapa kita peduli. Orang-orang selalu tertarik untuk hal itu.

  2. Arahkan percakapan menuju resolusi terbaik.

    Ketika seseorang sedang tersakiti, gembira, atau berjuang, mereka sering tidak bisa melihat masalahnya dengan jelas. Karena kita tidak memiliki reaksi emosional yang sama besarnya dalam masalah ini, kita mungkin dapat melihat lebih baik daripada mereka. Itulah yang terjadi, pertanyaan yang diajukan dengan lembut akan mengarahkan mereka menuju resolusi yang jelas.

Kebanyakan orang tahu apa yang perlu dilakukan terhadap sebuah masalah. Namun, ketika berada di bawah pengaruh emosional dari masalah itu, mereka menjadi lumpuh atau bingung dalam pemikiran mereka. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini akan membantu mengarahkan mereka kepada hal yang mereka ketahui dan yang harus mereka lakukan. Sering kali, saya hanya menutup pembicaraan dengan menyetujui analisa terakhir mereka setelah mengajukan beberapa pertanyaan yang sangat tepat, yang membuat mereka berpikir lebih baik tentang masalah tersebut.

Seni mendengarkan merupakan keterampilan penting bagi siapa saja yang ingin membantu membangun hubungan-hubungan, menumbuhkan perasaan cinta orang kepada mereka, dan memelihara kepercayaan antara dua orang. Jika pasangan yang menikah bersedia meluangkan waktu untuk mendengarkan satu sama lain, mereka akan melihat sebagian besar masalah mereka akhirnya menguap.

Seorang pendengar yang baik membuat orang merasa aman, dicintai, diperhatikan, dan diterima. Cobalah! Anda akan menyukainya. (t/Jing-Jing)

Diambil dari:
Nama situs : Christian Baptists Articles
Alamat situs : http://articles.christianbaptists.com/Art/1017/34/The-Most-Important-Communication-and-Social-Skill-Ever.html
Judul asli artikel: : The Most Important Communication and Social Skill Ever
Penulis artikel : Pastor Greg Baker
Tanggal akses : 26 Mei 2016

 
Anda terdaftar dengan alamat: $subst('Recip.EmailAddr').
Anda menerima publikasi ini karena Anda berlangganan publikasi e-Konsel.
konsel@sabda.org
e-Konsel
@sabdakonsel
Redaksi: Davida, N. Risanti, Elly, dan Odysius
Berlangganan | Berhenti | Arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
©, 2017 -- Yayasan Lembaga SABDA
 

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org