Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/393

e-Konsel edisi 393 (14-2-2017)

Panggilan Hidup Melajang

e-Konsel -- Panggilan Hidup Melajang -- Edisi 393/Februari 2017
 
Gambar: Situs Christian Counseling Center Indonesia (C3I)

Publikasi Elektronik Konseling Kristen
Panggilan Hidup Melajang

Edisi 393/Februari 2017
 

Salam konseling,

Hidup melajang sering kali bukan pilihan yang akan diambil oleh kebanyakan orang. Kita telah dibombardir dengan berbagai pengaruh budaya dan media yang membuat kita cenderung untuk berpikir bahwa status lajang adalah situasi yang tidak ideal dan tidak menguntungkan. Lebih jauh lagi, kita kemudian membuat stereotip tentang orang-orang yang melajang dan menganggap mereka dengan pandangan yang salah dan kurang tepat. Tidak laku, Perawan/Perjaka Tua, Perawan/Bujang lapuk menjadi istilah-istilah yang menyudutkan para lajang dan membuat keberadaan mereka acap kali dipandang dengan sebelah mata.

Nyatanya tidaklah seperti itu. Nilai seseorang dalam pandangan Allah tidaklah dilihat dari status kehidupan maupun pernikahan mereka. Bahkan, terkadang kehidupan melajang dapat menjadi panggilan Allah bagi orang-orang yang dipilih-Nya untuk melaksanakan misi atau tugas tertentu dengan lebih efektif. Dengan demikian, baik menikah maupun melajang, seseorang tetap dapat merasakan kehidupan yang penuh dengan sukacita di dalam Tuhan karena ia sungguh-sungguh memahami apa yang menjadi panggilan Tuhan atas diri dan hidupnya. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai panggilan hidup melajang, publikasi e-Konsel pada bulan Februari ini akan membahasnya secara mendalam melalui kolom Bimbingan Alkitabiah. Penasaran? Mari segera simak artikelnya di bawah ini.

N. Risanti

Staf Redaksi e-Konsel,
N. Risanti


BIMBINGAN ALKITABIAH HIDUP MELAJANG YANG BERMAKNA

Berapa kali Anda mendengar seseorang berkata, "Dia orang yang begitu hebat, bagaimana mungkin dia masih melajang?" Atau, "Dia tipe istri idaman. Kapan dia akan menikah?" Implikasi di balik pertanyaan tersebut adalah bahwa pria dan wanita yang hebat itu menikah, dan mereka yang tidak hebat tidak menikah. Banyak orang menilai, menjadi seorang lajang identik dengan hal-hal seperti ini: mereka kurang baik, lebih rendah, entah bagaimana "kurang" dari orang lain yang menikah. Menanggapi pernyataan ini, Alkitab mengajarkan bahwa orang Kristen lajang tidak dinilai dari status lajang mereka, tetapi oleh kesatuan mereka dengan Yesus Kristus. Hidup melajang, seperti pernikahan, adalah sebuah panggilan yang diberikan Tuhan, bukan identitas. Panggilan hidup melajang tidak membuat identitas orang lajang berbeda dari orang yang menikah. Namun, panggilan itu benar-benar menanamkan sebuah makna. Makna itu mengomunikasikan bukan tentang orang lajang, melainkan tentang Allah sendiri. Dengan memahami bahwa hidup melajang itu ditentukan oleh Allah, orang lajang akan mengalami sukacita yang lebih besar dengan panggilan mereka, dan orang-orang yang melayani kaum lajang akan lebih siap untuk mendukung mereka dalam menjalankan panggilan hidup mereka.

Makna Hidup Melajang

Gambar: Panggilan Melajang

Untuk memahami makna dari hidup melajang, kita juga harus memahami arti sebenarnya dari pernikahan. Paulus mengungkapkan tujuan pernikahan ketika ia menulis: "Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat" (Efesus 5:32). Kejutan yang dilemparkan Paulus di sini adalah bahwa yang terutama dalam pernikahan sama sekali bukanlah tentang hubungan antara seorang pria dan seorang wanita, tetapi adalah tentang hubungan Kristus dengan gereja-Nya. Sejak awal, pernikahan adalah pola hubungan antara Kristus dan gereja. Hubungan kekal antara Kristus dan orang-orang yang akan diselamatkan sudah ditetapkan Allah sebelum penciptaan, dan pernikahan dirancang untuk menunjukkan hubungan itu. Hal ini sangat penting karena menunjukkan bahwa makna pernikahan adalah, dan selalu demikian, tentang sesuatu yang sama benarnya, baik untuk orang yang lajang maupun orang yang menikah. Pernikahan bukanlah norma yang kekal, yang tanpanya seseorang menjadi tidak normal. Namun, Kristus dan gereja adalah norma. Kasih dan kesetiaan antara suami dan istri dalam pernikahan menggambarkan kasih dan kesetiaan Kristus yang paling agung kepada gereja. Pernikahan adalah apa yang Alkitab sebut sebagai "contoh". Hal ini seperti sebuah cap memakai lilin yang dibuat dengan meterai cincin. Desain yang ada pada lilin bukanlah cincin itu sendiri; tetapi hanya menggambarkan desain cincin. Pernikahan, sebagai sebuah contoh, menunjukkan kenyataan yang lebih besar daripada pernikahan itu sendiri. Pernikahan mencerminkan realitas surgawi dan menandakan realitas yang sama ketika itu akan digenapi di bumi.

[1] Pernikahan menggambarkan realitas surgawi tentang kesatuan antara gereja dan Kristus yang penuh kasih dan setia. Ini pertanda tiba saatnya kesatuan itu akan menjadi kenyataan duniawi selamanya. Setelah kenyataan itu tiba, gambaran itu tidak lagi diperlukan. Inilah sebabnya, mengapa pernikahan manusia tidak ada lagi setelah kedatangan Kristus. Nah, bagaimana kaitan hidup melajang dengan semua itu? Jika pernikahan dirancang untuk menunjukkan kasih dan kesetiaan Kristus kepada gereja, maka hidup melajang dirancang untuk menunjukkan kasih dan kesetiaan gereja kepada Kristus. Anda lihat, sama seperti pernikahan yang secara unik menekankan kasih dan kesetiaan Kristus kepada gereja-Nya, dan terlihat pada kasih dan kesetiaan antara suami dan istri, hidup melajang secara unik menekankan kasih dan kesetiaan gereja kepada Kristus, dan terlihat pada kesetiaan satu orang yang eksklusif kepada Kristus. Karena itulah, Alkitab penuh dengan gambaran tentang hidup melajang dan keperawanan sebagai metafora untuk kasih dan kesetiaan umat Allah. Salah satu contohnya adalah Wahyu 14:4 yang menggambarkan gereja yang setia dengan menggunakan contoh orang-orang lajang: "Mereka adalah orang-orang yang tidak menajiskan diri dengan perempuan-perempuan karena mereka perjaka. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti Anak Domba ke mana pun Ia pergi. Mereka telah ditebus dari antara manusia sebagai buah-buah pertama bagi Allah dan Anak Domba." (Wahyu 14:4, AYT).

[2] Melalui komitmen seseorang untuk mengikut Kristus "ke mana pun Dia pergi", terutama melalui penderitaan menahan diri dari keintiman pernikahan dan seksual, komitmen kepada Kristus yang merupakan panggilan seluruh gereja, diilustrasikan dengan jelas.

Panggilan melajang, karenanya, memiliki makna yang besar. Hidup melajang, seperti pernikahan, merupakan ketetapan dari Tuhan. Seperti pernikahan menekankan apa yang belum ada dalam hubungan kita dengan Kristus, yaitu persekutuan muka - dengan - muka yang sempurna, hidup melajang menekankan apa yang sudah ada dalam hubungan itu. Ketika Paulus menulis untuk mendorong orang-orang lajang untuk "memusatkan perhatiannya kepada perkara Tuhan" dalam 1 Korintus 7, misalnya, ia mengingatkan mereka tentang sifat sementara akan panggilan duniawi mereka. Paulus menulis: "waktu telah singkat! Karena itu dalam waktu yang masih sisa ini orang-orang yang beristeri harus berlaku seolah-olah mereka tidak beristeri ... sebab dunia seperti yang kita kenal sekarang akan berlalu" (1 Korintus 7:29,31). Hal ini menjelaskan tentang kesementaraan di dunia ini, termasuk panggilan pernikahan, bahwa orang percaya di dalam Kristus mengusahakan hal yang kekal -- pengabdian kepada Kristus. Walaupun semua orang Kristen dipanggil untuk mengabdi, panggilan untuk hidup melajang itulah yang menunjukkan sifat kekal dari pengabdian ini. Hidup melajang pada saat ini menunjukkan realitas masa depan tentang persatuan gereja dengan Kristus karena pada masa yang akan datang, semua orang Kristen akan menjadi orang yang sekarang lajang. Kristus akan bersatu dengan umat-Nya dalam pernikahan untuk selamanya, dan semua umat-Nya akan menjadi lajang -- hanya mengabdi kepada-Nya. Hidup melajang memuliakan Allah dengan menyatakan bahwa kasih dan pengabdian kepada Kristus adalah hal yang utama dan abadi. Hidup melajang menyaksikan kepada dunia: Tuhan itu cukup. Tuhan sudah cukup. Tuhan itu lebih baik dari apa pun, atau siapa pun. Semua penderitaan dari orang yang mengikut Tuhan tidaklah sia-sia. Inilah makna hidup melajang. Inilah panggilan yang mulia. Dan, pesan itu bukanlah menyatakan tentang seorang lajang, tetapi tentang Tuhan sendiri.

Tunjukkan Makna dari Hidup Melajang Anda

Gambar: Singleness is a Calling

Agar mereka yang lajang dapat hidup memenuhi panggilan mereka, maka yang dimaksudkan oleh Tuhan tentang hidup melajang harus dipahami dengan jelas. Dengan mengetahui bahwa Allah menetapkan panggilan melajang adalah untuk menyampaikan tentang keunggulan dan kecukupan di dalam Tuhan sendiri, dan kasih serta pengabdian yang harus diberikan gereja kepada-Nya, berikut ini ada tiga saran bagi mereka yang lajang agar bisa menyaksikan pesan itu melalui hidup mereka.

Pertama, kita harus ingat bahwa orang Kristen bukan ditentukan oleh panggilan mereka. Hidup melajang adalah panggilan, bukan identitas. Identitas seorang Kristen, yang menentukan jati dirinya, berakar kuat, tidak akan tergoyahkan, adalah di dalam kesatuan dengan Yesus Kristus. Kasih Allah baginya adalah yang menentukan dirinya. Dia dikasihi, dihargai, diampuni, diterima, dirancang, dan dimampukan di dalam Kristus. Ini adalah siapa dia sekarang dan untuk seterusnya. Entah panggilan Anda hidup melajang atau menikah, identitas Anda dalam Kristus adalah sama. Panggilan hidup melajang dan pernikahan keduanya bersifat sementara, dan dapat berubah dalam kehidupan, tetapi identitas Kristen tidak akan berubah. Panggilan seorang wanita dapat berubah dari hidup melajang menjadi menikah, atau dari menikah kembali ke lajang, tetapi yang tidak akan pernah berubah adalah identitasnya di dalam Kristus sebagai anak Allah yang terkasih, pewaris semua janji yang berharga dan sangat besar dari Allah (2 Petrus 1:4).

Kedua, makna hidup melajang akan terlihat dalam pergumulan untuk menjadi puas di dalam Allah. Hidup melajang secara unik dirancang untuk menunjukkan kecukupan dan keunggulan Allah karena orang lajang dipanggil untuk mendapatkan di dalam Tuhan hal yang sering didapatkan oleh orang-orang yang menikah melalui diri pasangannya. Mereka yang dipanggil untuk menikah sering mendapatkan penguatan, rasa aman, kenyamanan, persahabatan, dan keintiman, dan hal lain dari pasangan yang mereka cintai. Namun, mereka yang masih lajang, kurang mengalami hal-hal ini secara langsung, dan ini membuat mereka bergantung pada Tuhan dengan cara yang lebih besar untuk pemenuhan kebutuhan dan keinginan tersebut. Hidup melajang secara unik menunjukkan bahwa sesungguhnya semua kebutuhan dan keinginan kita didapatkan di dalam Kristus saja. Orang lajang harus berusaha untuk mencukupkan diri dengan semua keberadaan Kristus bagi mereka, sehingga mereka bisa mengatakan seperti Paulus bahwa mereka telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan (Filipi 4:11).

Ketiga, makna hidup melajang terlihat ketika orang Kristen lajang secara aktif terlibat dalam pelayanan kepada Kristus dan gereja. Terlalu banyak orang Kristen lajang menjalani hidup seolah-olah masa lajang hanyalah keadaan sementara sebelum kehidupan nyata mereka dimulai dalam pernikahan. Akibatnya, mereka menunda keterlibatan aktif dalam melayani Kristus, meyakini bahwa keterlibatan yang penuh seperti di gereja bisa ditunda sampai mereka menikah. Cara hidup seperti ini menunjukkan pesan yang menyimpang tentang Allah, dan merendahkan Kristus dan gereja terhadap pernikahan, bukan sebaliknya. Untuk menunjukkan makna hidup melajang yang Tuhan inginkan, -- yaitu bahwa pengabdian kepada Kristus adalah utama -- orang lajang harus memprioritaskan untuk melayani Kristus lebih daripada mencari pasangan. Kiranya mereka yang masih lajang menunjukkan bahwa Yesus adalah benar-benar cukup bagi mereka dengan aktif melayani gereja-Nya.

Untuk bisa menjalani makna panggilan mereka, orang lajang perlu menyadari arti hidup melajang yang ditetapkan oleh Allah. Hidup melajang bukanlah tentang orang lajang, tetapi adalah tentang Tuhan. Jadi, pada saat Anda berstatus lajang, atau Anda sedang mengonseling orang Kristen yang melajang, tolaklah implikasi bahwa hidup melajang mengatakan apa pun tentang identitas seseorang. Tidak. Orang Kristen lajang adalah anak-anak Allah, dikasihi dan dihargai oleh Dia, dan bersatu dengan Yesus Kristus selamanya. Jangan malu dengan panggilan hidup melajang. Sebaliknya, percayalah bahwa hidup melajang dimaksudkan oleh Allah untuk mengatakan sesuatu yang mulia tentang Dia, tentang kecukupan yang tertinggi yang memenuhi setiap kebutuhan, dan semua orang layak mengasihi dan mengabdi secara eksklusif karena keunggulan-Nya. Panggilan hidup melajang secara unik disesuaikan untuk mengomunikasikan pesan ini. Jadi, biarlah makna hidup melajang yang sejati terlihat. (t/Jing-Jing)

Download Audio

Diterjemahkan dari:
Nama situs : The Gospel Coalition
Alamat situs : http://www.thegospelcoalition.org/article/singleness-with-purpose
Judul asli artikel : Singleness With Purpose
Penulis artikel : Brooks Waldron
Tanggal akses : 25 Juni 2015

 
Stop Press! Bergabunglah dalam Diskusi Online di Facebook Grup e-Konsel Februari 2017!

Kami mengundang Anda untuk mengikuti kelas diskusi online di Facebook grup e-Konsel. Diskusi kali ini akan membahas sebuah topik menarik mengenai Konseling Tiga R. Dengan membaca artikel dan mendiskusikan topik tersebut, peserta dapat menambah wawasan tentang bagaimana mengatasi tekanan hidup. Diharapkan, peserta dapat menolong diri sendiri atau orang lain agar tidak terjebak dalam depresi yang berkepanjangan ketika menghadapi kesulitan-kesulitan yang Tuhan izinkan terjadi. Pastikan, Anda mendaftarkan diri untuk menjadi peserta grup diskusi e-Konsel ini, paling lambat tanggal 15 Februari 2017.

Gambar: Facebook Grup e-Konsel

Diskusi akan dimulai pada tanggal 20 Februari - 3 Maret 2017. Peserta dibatasi untuk 20 orang. Oleh karena itu, segera daftarkan diri Anda kepada Admin Facebook e-Konsel atau Admin Grup e-Konsel.

Kami tunggu partisipasi dari Anda semua ....

Komunitas e-Konsel:

Facebook    Twitter
 
 
Anda terdaftar dengan alamat: $subst('Recip.EmailAddr').
Anda menerima publikasi ini karena Anda berlangganan publikasi e-Konsel.
konsel@sabda.org
e-Konsel
@sabdakonsel
Redaksi: Davida, N. Risanti, Elly, dan Odysius
Berlangganan | Berhenti | Arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
©, 2017 -- Yayasan Lembaga SABDA
 

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org