Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/364

e-Konsel edisi 364 (9-9-2014)

Pernikahan Kedua

______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

e-Konsel -- Pernikahan Kedua
Edisi 364/September 2014

Salam kasih dalam Tuhan,

"Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan," kata banyak orang. 
Benarkah demikian? Lantas, bagaimana jika pasangan kita pergi 
menceraikan kita atau berpulang kepada Bapa? Apakah sebagai orang 
percaya, kita boleh menikah lagi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, 
silakan simak artikel yang tersaji dalam edisi ini. Selain itu, 
beberapa pendapat Sahabat Konsel yang terangkum di kolom Komunitas 
Konsel juga memberikan wacana bagi Anda. Pastikan firman Tuhan menjadi 
jawaban utama yang Anda berikan untuk menolong konseli yang Anda 
layani. Soli Deo gloria!

Pemimpin Redaksi e-Konsel,
S. Setyawati
< setya(at)in-christ.net >
< http://c3i.sabda.org/ >


              CAKRAWALA: PERNIKAHAN KRISTEN YANG KEDUA

Untuk banyak orang, pernikahan Kristen yang kedua merupakan topik yang 
sulit untuk diartikan. David Jones, dalam buku "The Betrothal View of 
Divorce and Remarriage" menulis, "Para sarjana belum mampu menyusun 
kerangka standar moral untuk persoalan ini, dengan kata lain, tidak 
ada kesepakatan pemikiran atas apa yang Kitab Suci ajarkan tentang 
perceraian dan pernikahan kembali." [1]

Sumber kesimpangsiuran yang terkait dengan pernikahan Kristen yang 
kedua tampaknya muncul dari klausa yang disebut "kecuali", yang 
ditemukan di Matius 5:32. Perikop ini menuliskan, "Tetapi Aku berkata 
kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena 
zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan 
perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah." Sebagian besar sarjana 
mengartikan perikop ini untuk menjelaskan bahwa satu-satunya alasan 
yang dapat diterima untuk perceraian adalah ketidaksetiaan.

Akan tetapi, ditunjukkan bahwa 27 persen orang Kristen yang telah 
lahir baru bercerai [2], ini memperlihatkan bahwa mungkin perlu ada 
kajian ulang tentang pemikiran untuk menikah lagi. Dalam bukunya 
"Divorce and Remarriage in the Bible", David Instone-Brewer [3] 
mencatat bahwa Perjanjian Lama mengizinkan perceraian bukan hanya 
karena perzinaan, tetapi juga karena ketidakpedulian atau tindakan 
kekerasan. Lebih dari itu, baik Yesus maupun Paulus menahan diri untuk 
mengutuk pernikahan kembali setelah perceraian yang sah, yang 
ditegaskan sebagai suatu dampak dari perzinaan, ketidakpedulian, atau 
tindakan kekerasan. Dalam sebuah artikel di Christianity Today, 
Christin Ditchfield [4] mencatat bahwa ketika menjelaskan pengajaran 
alkitabiah tentang pernikahan Kristen yang kedua, "Beberapa orang 
kelihatannya mengesampingkan anugerah Allah, semua hikmat, dan 
petunjuk lain dari ayat-ayat dalam Alkitab, sebagai bentuk legalisme 
yang ekstrem. Beberapa orang lainnya kelihatannya berjalan terlalu 
jauh untuk mencari berbagai cara untuk membuang apa yang Alkitab 
ajarkan, menjelaskannya bahwa seolah-olah hal tersebut tidak relevan 
lagi. Kedua pendekatan ini berbahaya." Ditchfield terus-menerus 
menyampaikan bahwa banyaknya "kebenaran" atau "kesalahan" dari 
pernikahan Kristen yang kedua bergantung pada "keadaan dan sikap 
orang-orang yang terlibat".

Saat mempertimbangkan pernikahan kedua, penting bagi orang-orang 
Kristen untuk mengambil waktu untuk mencari pertolongan seorang mentor 
rohani atau seorang ahli yang berkualitas dalam membangun relasi jika 
ada kekhawatiran-kekhawatiran tentang moralitas pernikahan kembali. 
Ambillah waktu untuk mempertimbangkan pilihan-pilihan berikut: hidup 
bersama tanpa memiliki keuntungan dari pernikahan, memungkiri 
kebahagiaan Anda bersama dengan berpisah, atau kembali kepada pasangan 
pertama yang mungkin sudah berbuat kasar atau acuh tak acuh. Akibat 
manakah yang akan membawa seseorang lebih dekat dengan Allah? Dalam 
banyak kasus, barangkali tindakan terbaik dalam hal ini memang menikah 
kembali.

Yang jelas, menjalani perceraian adalah masa yang menyiksa bagi 
seorang Kristen. Sekali keputusan telah diambil bahwa pernikahan tidak 
lagi menggairahkan, orang Kristen harus menyelidiki hatinya dan 
meminta pengampunan atas bagian yang dilakukannya, yang menyebabkan 
pernikahan tidak berjalan dengan baik. Karena kita dapat merasa yakin 
bahwa kita benar-benar mendapat pengampunan atas dosa-dosa kita, kita 
dapat mencari cara, yang melaluinya kita dapat melayani Allah dengan 
lebih baik. Dalam beberapa kasus, mungkin memang berarti pernikahan 
Kristen yang kedua.

Daftar Pustaka:

(1)Jones, David W. "The Betrothal View of Divorce and Remarriage". Bibliotheca Sacra. 165:657 (Jan - March 2008): 68-85.

(2)Wenham, Gordon J., William A. Heth, Craig S. Keener, and Mark L. Strauss. 
"Remarriage After Divorce in Today`s Church: 3 Views." Grand Rapids, Mich: Zondervan, 2006.

(3)Instone-Brewer, David. "Divorce and Remarriage in the Bible: The Social and Literary Context". Grand Rapids, Mich: W.B. Eerdmans, 2002.

(4)Ditchfield, Christin. "Is My Remarriage a Sin?" 
Dalam http://www.christianitytoday.com/tc/2007/mayjun/4.18.html. Retrieved 7/26/2009. (t/S. Setyawati)

Diterjemahkan dari:
Nama situs: Marriage and Relationship Counseling
Alamat URL: http://www.marriage-and-relationship-counseling.com/christian-second-marriage.html
Judul asli artikel: Christian Second Marriage
Penulis: Steven M Cohn, Ph. D.
Tanggal akses: 19 Mei 2014


         KOMUNITAS KONSEL: BERCERAI? YA MENIKAH LAGI DONG!

e-Konsel: Apa yang dipersatukan Tuhan tidak boleh diceraikan manusia. 
Akan tetapi, dalam kenyataannya, ada beberapa orang Kristen yang 
bercerai. Bahkan, ada juga yang setelah bercerai, menikah lagi.

Bagaimana pandangan Anda tentang pernikahan Kristen yang kedua? Apakah 
Anda setuju atau tidak? Apa dasar alkitabiah pandangan Anda?

Silakan sampaikan pandangan Anda. Saya tunggu ya ....

Terima kasih.

Komentar:

Theresia: Setahu saya, orang Kristen tidak boleh bercerai. Kalaupun 
ayat Alkitab mengatakan bahwa perceraian tidak boleh terjadi kecuali 
karena zina, sebenarnya itu karena kekerasan hati orang-orang Israel 
pada masa itu. Kalau seseorang yang ditinggal mati oleh pasangannya 
lalu menikah lagi, bagi saya tidak masalah. Namun, akan lebih baik 
jika dia tetap melajang hingga mati. Akan tetapi, daripada ia jatuh 
dalam dosa, lebih baik dia menikah saja. Begitu.

Nah, untuk beberapa gereja yang anggota jemaatnya ada yang bercerai, 
tolonglah untuk tidak menganggap mereka orang yang paling berdosa dan 
menjauhinya. Sebaliknya, rangkullah dan bimbinglah agar mereka tetap 
ada di dalam Kristus. Semoga membantu.

e-Konsel: Jadi, untuk menghindarkan seseorang dari dosa seksual, 
seseorang diperbolehkan menikah kembali ya, Theresia?

Theresia: Menurut saya begitu, sesuai dengan ayat di dalam 1 Korintus 
7:9 
yang menuliskan, "Tetapi kalau mereka tidak dapat menguasai diri, 
baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin daripada hangus karena 
hawa nafsu."

e-Konsel: Baiklah, Theresia. Terima kasih untuk jawaban Anda.

Berlin: Saya tidak setuju dengan pernikahan kedua, kecuali alasan 
pasangan meninggal dunia. 1 Korintus 7 dengan jelas mengatur hal ini.

e-Konsel: Baiklah, Pak Berlin Berlian. Bagaimana jika salah satunya 
berselingkuh, Pak? Dan, pernikahan mereka tidak dapat dipersatukan 
lagi? Apakah tidak boleh memilih bercerai?

Katarina: Waduh hari gini mau menikah lagi?? Wanita tidak pernah mau 
menikah 2x karena wanita itu kunci bahtera rumah tangga dan pria 
adalah nakhodanya. Sebagai wanita tidak gampang lho cari suami ke-2. 
Kalau nakhoda ke-2-nya tidak beres gimana rasanya? Lebih baik menikah 
1 kali janji ke Tuhan. That`s it!!

e-Konsel: Untuk itu, perlu banyak pertimbangan ya. Apakah memang 
pernikahan kedua lebih baik untuk dilakukan? Terima kasih untuk 
masukan Katarina.

Vel Law: Kenyataan inilah yang makin menjauhkan saya dari gereja 
karena saya merasa tidak pantas dan merasa amat berdosa walaupun tidak 
menikah lagi.

e-Konsel: Salam kenal, Ibu Vel Law. Kalau menurut saya, Ibu tidak 
perlu menjauhkan diri dari ibadah di gereja. Ibu dapat 
mengonsultasikan apa yang Ibu rasakan kepada gembala atau majelis yang 
melayani di gereja Ibu. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak 
berdosa, tetapi yang lebih penting adalah kita terus berusaha 
melakukan apa yang Tuhan kehendaki. Dalam hal ini, Ibu memang 
bercerai, tetapi Ibu tetap melajang hingga sekarang. Artinya, bahwa 
Ibu berusaha melakukan apa yang tertulis di dalam Alkitab. Tetap setia 
mengasihi dan menyenangkan Tuhan, ya Bu. Tuhan Yesus memberkati.

Vel Law: Trims atas sarannya. Saya telah konsultasi dari mula, memang 
saya pernah putus berdoa dan masih beriman kepada Tuhan, tetapi sudah 
jarang menghadiri Misa kudus.

e-Konsel: Terima kasih kembali, Ibu Vel Law. Wah, kalau saya boleh 
memberi saran, kembalilah kepada Tuhan dan tetap mengikuti ibadah. 
Tuhan melihat hati kita, Bu. Dia peduli dan mengerti apa yang kita 
rasakan.

Berlin: Kalau boleh saya menambahkan masukan untuk Ibu Vel Law. Saya 
rasa yang perlu kita pahami sebagai orang yang percaya kepada Tuhan 
adalah bahwa kita diciptakan untuk "memiliki hubungan dengan Tuhan". 
Itu adalah TUJUAN UTAMA manusia diciptakan. Hubungan dengan sesama, 
baik sebagai suami istri, rekan, ataupun yang lain, hanyalah sekunder. 
Jika kita punya masalah dengan yang sekunder ini, alangkah lebih baik 
jika kita terus berusaha mempertahankan hubungan yang primer, yaitu 
hubungan kita dengan Allah. Dan, gereja adalah salah satu sarana yang 
menolong kita untuk tetap memiliki hubungan dengan Allah. Akan sangat 
disayangkan jika kita memilih untuk mengurangi intensitas hubungan 
kita dengan Tuhan dengan menghindari gereja. Akan tetapi, puji Tuhan 
kalau Ibu masih beriman kepada Tuhan. Semoga Ibu bisa menemukan jalan 
untuk semakin dekat dengan Tuhan.

e-Konsel: Saya sepaham dengan apa yang diutarakan Bapak Berlin. Jika 
kita dekat dengan Allah dan berfokus kepada-Nya, kita pasti akan 
dikuatkan menjalani hidup dengan atau tanpa pasangan kita. Tuhan 
memberkati kita semua.

Bagaimana menurut Anda, Sahabat Konsel? Jika Anda memiliki pendapat 
lain, silakan tuliskan di Facebook e-Konsel < 
https://www.facebook.com/sabdakonsel/posts/10152512747563755 >. Terima 
kasih.


                   STOP PRESS: RALAT ALAMAT AYAT

Dalam e-Konsel edisi 363/Agustus 2014, tercantum informasi yang kurang 
tepat tentang alamat ayat dalam kolom Cakrawala: Mengatasi Depresi.

Sebelumnya tertulis:
"Apakah Anda dalam posisi menerima karunia "hidup berkelimpahan" dari 
Allah? Jika Anda tidak yakin, mintalah kepada Allah saat ini juga 
untuk mengampuni Anda atas dosa-dosa Anda, untuk datang dan memerintah 
dalam hidup Anda (Roma 10:9-10,13; 1 Yohanes 1:12-13)."

Alamat ayat yang BENAR adalah:
"Apakah Anda dalam posisi menerima karunia "hidup berkelimpahan" dari 
Allah? Jika Anda tidak yakin, mintalah kepada Allah saat ini juga 
untuk mengampuni Anda atas dosa-dosa Anda, untuk datang dan memerintah 
dalam hidup Anda (Roma 10:9-10,13; 1 Yohanes 1:8,9; Yohanes 1:12-13)."

Mohon perhatian para pembaca atas ralat yang kami buat. Tim Redaksi e-
Konsel juga mohon maaf atas kesalahan ini. Terima kasih.


Kontak: konsel(at)sabda.org
Redaksi: S. Setyawati, Santi T., dan Adiana
Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-konsel/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2014 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org