Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/95 |
|
e-Konsel edisi 95 (15-9-2005)
|
|
><> Edisi (095) -- 15 September 2005 <>< e-KONSEL *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Daftar Isi: - Pengantar : Mempertimbangkan Hutang - Cakrawala (Artikel 1): Boleh Hutang, Asal ...? (Artikel 2): Menggunakan Kartu Kredit - Tips : Bebas dari Jebakan Hutang - Surat : Topik Stres pada Anak *REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI* -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*- Ada pepatah mengatakan "Besar pasak daripada tiang" yang artinya "besar pengeluaran daripada penghasilan". Pepatah ini sering digunakan untuk menunjuk atau memperingatkan orang-orang yang sering terlibat dalam masalah hutang. Hutang memang bukan hal baru. Terlebih lagi sekarang ini ada banyak cara yang digunakan perusahaan untuk memikat orang supaya berhutang. Sebagai contoh, banyak barang- barang yang dapat dibeli dengan sistem kredit. Juga budaya pemakaian kartu kredit yang pada akhirnya justru sering menjerat penggunanya ke dalam masalah hutang. Apakah berhutang itu alkitabiah? Yang jelas dari akal sehat kita tahu bahwa berhutang itu akan membuat hidup kita menjadi lebih sulit dan rumit. Nah, sebelum mengambil keputusan untuk berhutang, mari kita belajar dulu dari Firman Tuhan. Dua Artikel dan satu Tips yang kami sajikan di edisi e-Konsel kali ini akan menolong Anda untuk melihat apa yang Alkitab katakan tentang hutang. Dan melalui sajian ini kami berharap Anda akan belajar untuk membuat pertimbangan yang matang terlebih dahulu sebelum Anda mengambil keputusan untuk berhutang. (Rat) Redaksi *CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA* (Artikel 1) -*- BOLEH HUTANG, ASAL ...? -*- Dulu, jika tidak benar-benar sedang butuh uang -— entah karena tertimpa musibah atau peristiwa darurat lainnya -— orang sebisa mungkin tidak akan berhutang. Tapi sekarang, orang yang memiliki uang justru lebih suka berhutang. Malah, kepercayaan untuk mendapat kredit (hutang) bisa menunjukkan status sosial tertentu. Bagaimana seharusnya kita menyikapi fenomena itu? Orang seringkali tidak sadar bahwa hutang itu adalah pendapatan yang akan kita peroleh di masa depan namun kita pakai saat ini. "Artinya, pengeluaran yang tidak bisa ditutup oleh pendapatan kita yang sekarang ditutup oleh pendapatan kita pada masa datang. Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari hal ini. Mereka menganggap hutang itu sebagai uang lebih. Padahal tidak seperti itu," kata Benny Santosa, S.T.,M.Com., penulis buku "All About Money 1 &, 2" (PBMR ANDI). Jika orang sadar hakikat hutang yang sebenarnya, ia akan menggunakan hasil hutang itu untuk hal-hal produktif yang dapat menambah penghasilan sehingga uang yang dipinjam tidak habis sia-sia. Sebaliknya, kalau digunakan untuk keperluan konsumtif tidak akan memberi nilai tambah, tetapi justru akan menjebak orang ke jerat hutang yang lebih dalam. 1. Hutang produktif ---------------- Menurut dosen Universitas Surabaya itu, setidaknya ada dua alasan orang berhutang, yaitu ingin mempercepat proses dan ingin memenuhi keinginan. Untuk mengembangkan bisnis, orang membutuhkan modal besar. Berhutang akan mempercepat proses untuk mendapatkan modal besar. Hutang model ini, mungkin bisa disebut sebagai hutang yang produktif. Karena uang yang dipinjam tidak hilang sia-sia tapi justru dapat menambah penghasilan. Dengan catatan, jika usaha yang dikembangkannya berhasil. Meski begitu, jika tidak dilakukan dengan perhitungan yang matang, hutang yang tujuannya produktif ini pun dapat mencekik. Seperti yang terjadi pada 1998, kekacauan di negeri ini membuat suku bunga kredit tinggi. Akibatnya, banyak perusahaan yang mengandalkan hutang jadi hancur. 2. Karena kepepet -------------- Ada pula orang yang berhutang dengan alasan ingin segera keluar dari masalah keuangan. Tapi pada kenyataannya, orang yang berhutang dengan alasan ini justru akan terjerat lebih dalam ke jebakan hutang. Hidupnya tidak lagi tenang. Gali lubang, tutup lubang, begitu seterusnya tiada henti. Namun, ada juga orang yang terpaksa hutang karena terkena musibah, seperti membiayai keluarga yang sakit. Fenomena itulah yang dipotret di salah satu tayangan TV yang berjudul "Lunas". Menurut Eko Nugroho, penggagasnya, acara itu memang sengaja dibuat untuk membantu orang terlepas dari jerat hutang yang bukan karena kesalahannya sendiri melainkan karena musibah. Dan, kasus seperti itu banyak ditemui di masyarakat kita. 3. Memenuhi keinginan ------------------ Yang paling sering terjadi dan dilakukan banyak orang adalah berhutang untuk memenuhi berbagai keinginan. Nah, ini yang paling sulit karena sifat alami manusia adalah punya banyak keinginan. Parahnya, banyak manusia tidak dapat membatasi keinginan mereka. Padahal keinginan itu biasanya lebih besar daripada kemampuan ekonomi. Akibatnya, orang pun "terpaksa" berhutang demi memenuhi keinginan yang tidak terjangkau oleh penghasilan itu. Edo, misalnya. Penghasilannya sebagai salah satu manajer di perusahaan telekomunikasi sebenarnya cukup untuk membeli mobil sekelas Kijang. Namun, karena ia hidup di lingkungan yang bergaya hidup elit, mobil itu dipandang kurang berkelas. Kini, ia memilih membeli mobil Nissan X-Trail yang lebih mahal dengan cara kredit. 4. Untuk gaya hidup? ----------------- Seringkali, hutang memang disebabkan oleh masalah gaya hidup. Menurut Benny, paling tidak ada tiga gaya hidup yang berkaitan dengan uang. Pertama, orang yang pengeluarannya selalu lebih besar daripada penghasilan. Biasanya mereka melakukan itu demi memenuhi tuntutan lingkungan. Mereka tak segan berhutang, untuk membiayai gaya hidup ini hingga tanpa sadar suatu kali mereka dapat terjebak masalah. Kedua, orang yang selalu menghabiskan pendapatannya tanpa menyisakan sedikit pun untuk menabung. Bagi orang seperti ini, berapa pun jumlah uang yang didapat tak berpengaruh. Jika yang masuk lebih banyak, biasanya yang keluar pun lebih banyak. Akibatnya, jika terjadi hal-hal yang mendadak dan darurat, mereka kebingungan karena tidak memiliki simpanan. Ketiga, orang yang memiliki tujuan dalam keuangan. Artinya, mereka tahu dengan pasti berapa jumlah uang mereka dan untuk tujuan apa uang itu dikeluarkan. Dengan begitu, pengeluaran tidak akan melebihi pendapatan mereka. Dari ketiga gaya hidup itu, yang paling banyak tampak adalah yang pertama dan kedua. Mengapa itu bisa terjadi? Selain karena tidak bisa mengelola anggaran dengan baik, pada dasarnya manusia memang tidak pernah merasa puas. Ia selalu dicobai dan dibelenggu oleh satu keinginan kepada keinginan yang lain. Tak ada habisnya. "Karena itu, kita harus dengan sangat tegas berkata, gaya hidup konsumtif adalah lawan yang harus kita perangi!" tandas Benny. 4. Tidak menikmati berkat ---------------------- Menurut Benny yang memilih gaya hidup sederhana, orang sebenarnya tidak perlu berhutang seandainya ia bisa mengelola anggaran dengan baik. Artinya, ia bisa menyesuaikan antara pendapatan dan pengeluaran. Penghasilan yang kita peroleh adalah berkat dari Tuhan yang harus kita kelola dengan baik. Sayangnya, manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas. Dan, ketidakpuasan adalah penyakit utama semua manusia. Kita hanya memfokuskan diri pada apa yang tidak kita miliki sehingga selalu hanya melihat kekurangan yang ada dalam diri kita. Ada saja kebutuhan yang belum dipenuhi. Ketidakpuasan itu juga ada karena kita memiliki iri hati, selalu membandingkan apa yang sudah kita miliki dengan apa yang dimiliki orang lain. Karena selalu merasa "rumput tetangga lebih hijau", kita menjadi tak bisa melihat berkat Tuhan yang telah dicurahkan dalam hidup kita. Sebaliknya, kita justru akan dikejar-kejar oleh kebutuhan untuk memenuhi keinginan kita yang tidak ada habisnya. Itulah yang seringkali membuat kita menjadi tertekan hingga harus berhutang. Bukan karena tidak cukup, tetapi karena kita sendiri yang tidak pernah bisa berkata cukup! "Sebetulnya ketidakpuasan itu timbul gara-gara terlalu banyak menggunakan uang bukan untuk sesuatu yang sudah direncanakan Tuhan," kata Benny. Apa Kata Alkitab? ----------------- Begitu dekatnya kita dengan aktivitas ini hingga kita merasa bahwa hutang adalah sesuatu yang wajar. Benarkah demikian? Lalu apa maksud Alkitab yang melarang kita berhutang seperti yang tertulis di kitab Roma 13:8, "Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat." "Kalau membaca itu, orang Kristen langsung berkata bahwa kita tidak boleh berhutang apa pun. Tapi kalau dilihat dari ayat di atasnya, sebenarnya Paulus tidak langsung berbicara seperti itu," kata Benny yang meraih gelar Master of Commerce dari University of New South Wales (UNSW), Sydney, Australia itu. Jika dilihat dari konteksnya, ayat itu tidak menunjuk soal larangan untuk meminjam uang pada orang lain. Tema besar dari perikop itu adalah tentang kewajiban yang harus dipenuhi orang Kristen terhadap pemerintah, salah satunya adalah membayar pajak. Selain itu, Paulus juga menegaskan tentang pentingnya menghormati hak seseorang. Salah satunya adalah memberi hormat kepada orang yang berhak mendapatkannya. "Dengan demikian, ketika mengatakan bahwa `Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga`, Paulus dalam konteks ini tidak menyinggung soal larangan meminjam uang kepada orang lain," jelas pria kelahiran Magetan, 7 Juni 1971. Siapa yang berhutang menjual kebebasannya. Begitu kata pepatah Jerman. Amsal pun mengatakan, "Orang kaya menguasai orang miskin, yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi." (Amsal 22:7) Jadi, kendati Firman Tuhan tidak pernah melarang kita untuk meminjam uang, Alkitab menunjukkan bahwa melakukannya juga mendatangkan pengaruh negatif. Oleh karena itu, menurut Benny, hutang bisa membawa kebaikan tetapi bisa juga keburukan. "Sekali lagi, kalau bisa jangan berhutang, tetapi jangan juga merasa berdosa kalau berhutang untuk hal yang baik. Meski begitu, itu pun harus dilakukan dengan pertimbangan yang sangat matang," terang pria yang aktif terlibat sebagai tim edukasi GBIS River of Live Surabaya ini. Dengan begitu, hutang yang dimaksudkan untuk membantu kita keluar dari masalah keuangan akhirnya tidak akan menjadi jerat baru yang membuat kita makin terpuruk. Namun, hal yang lebih mendasar dari semua itu adalah bagaimana kita mampu mencukupkan diri pada semua yang ada. "Karena apa pun yang kita miliki sekarang suatu saat akan kita pertanggungjawabkan kepada Tuhan. Kita ini hanyalah pengelola sesuatu yang sebenarnya bukan milik kita," tutur Benny bijak. Toh, kesuksesan hidup seseorang tidaklah tergantung pada seberapa banyak barang yang ia miliki, melainkan dari seberapa banyak yang bisa ia berikan pada orang lain. Dan, itu tidak sekedar materi, tetapi juga nilai-nilai hidup dan kebaikan. (Sari) -*- Sumber diambil dari: -*- Situs Bahana Magazine ==> http://www.bahana-magazine.com/mei2005/jentera2.htm *CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA* (Artikel 2) -*- MENGGUNAKAN KARTU KREDIT -*- Ada banyak mitos tentang kartu kredit yang perlu untuk dimengerti oleh para pasangan muda. Pertama ialah pendapat bahwa dalam kehidupan masyarakat masa kini, memiliki kartu kredit adalah suatu keharusan. Jangan salah menanggapi pendapat ini. Kredit atau meminjam uang bukanlah hal yang tidak alkitabiah. Firman Tuhan tidak melarang kita untuk meminjam uang. Namun tidak ada satu pun hal positif dalam Alkitab yang menganjurkan kita untuk meminjam uang. Semua referensi ayat dalam hal meminjam adalah hal yang negatif. Kebanyakan justru berupa peringatan. Sebagai contoh, menurut Amsal 22:7, "Orang kaya menguasai orang miskin, yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi." Saya ingin mendorong para pasangan muda untuk mengingat Amsal ini dan mempercayainya. Sangatlah mudah bagi masyarakat kita untuk terikat kepada para peminjam uang. Apakah Anda memerlukan kredit? ------------------------------ Banyak pasangan muda bertanya, "Bagaimana caranya supaya kami bisa memperoleh kredit?" Hal pertama yang saya coba lakukan untuk meyakinkan mereka ialah, jangan membuat kartu kredit kecuali Anda memiliki tujuan yang jelas dalam penggunaannya serta mengerti bagaimana menggunakannya dengan bijaksana. Saya percaya bahwa setiap kartu kredit seharusnya bertuliskan: AWAS! PENGGUNAAN KARTU INI BISA MEMBAHAYAKAN PERNIKAHAN ANDA Mungkin menurut Anda, Anda mampu menangani kredit. Begitu pula pendapat setiap pasangan yang pernah terjerat hutang. Jarang sekali ada orang bertujuan untuk terjerumus dalam hutang. Kenyataannya ketika melakukan konseling kepada saya, setiap pasangan yang dililit hutang itu akan menyatakan hal yang sama, "Bagaimana bisa kami masuk ke dalam masalah yang ruwet ini?" Drew dan Nan terlihat seperti pasangan ideal. Mereka berdua adalah lulusan dengan predikat unggul. Drew meneruskan ke sekolah hukum sementara Nan mengambil jurusan keguruan. Usai lulus dari sekolah hukum, Drew menggabungkan diri ke sebuah firma hukum yang dipimpin oleh ayah Nan. Setiap orang mengira rumah besar mereka tentu dibelikan oleh orangtua mereka yang kaya. Padahal kenyataannya rumah itu ada karena pembelanjaan mereka yang melebihi kemampuan penghasilan mereka. Saat para kreditor mulai menekan mereka, Drew mulai berspekulasi di saham, berusaha keras untuk mencapai angka puncak dan keluar dari belenggu hutang itu. Ia tahu bahwa jika sampai masalah keuangan itu diketahui orang, hal ini akan berpengaruh buruk terhadap karirnya. Nan sama sekali tidak peduli dengan keadaan keuangan mereka dan mempercayai saja kata-kata Drew bahwa gaya hidup mewah mereka diperoleh dari bonus firma hukumnya. Pada kenyataannya, Drew mengambil uang itu dari rekening bersama milik klien yang ia kelola. Ujung-ujungnya, skandal itu pun meledak bersamaan dengan audit bank atas rekening bersama tersebut. Ketika audit selesai, jumlah defisit atas dana klien bersama tersebut telah mencapai angka sebesar USD 64.000. Drew dinyatakan melanggar hukum dan terancam hukuman 3 tahun tahanan di penjara federal -- semua karena keinginannya dan istrinya untuk hidup melampaui kemampuan mereka. Drew sendiri tidak menganggap dirinya tak jujur. Ia selalu bermaksud untuk membayar kembali rekening tersebut dan selalu menyimpan catatan terperinci mengenai jumlah uang yang "dipinjamnya". Banyak pasangan lainnya mengalami hal yang sama, hanya saja mereka meminjam dari teman, keluarga, dan para kreditur. Memang tindakan mereka masih dianggap legal karena hal itu "hanya" berakibat kebangkrutan. Namun konsekuensi emosional dan spiritualnya sangatlah mirip. Mereka yang memberikan kredit mengadakan promosi gencar bahwa Anda seharusnya membuat pinjaman segera. Tentu itu wajar karena begitulah cara mereka memperoleh penghasilan. Namun semakin lama Anda mampu hidup tanpa meminjam (atau kartu kredit), semakin berkurang pula ketergantungan Anda kepadanya kelak. Apa pun yang Anda lakukan, jangan menggunakan kartu kredit untuk sesuatu yang konsumtif/mudah habis nilainya seperti pakaian, makanan, liburan, atau reparasi. Dalam sejarah, hanya generasi kitalah yang meminjam uang untuk membeli barang-barang yang bisa habis dikonsumsi. Kakek-nenek kita tidak meminjam uang sebagaimana yang kita lakukan. Mereka hidup dengan apa yang mereka hasilkan, simpan dan kemudian belikan. Kini, orang membeli dan membayarnya kembali dalam bentuk pinjaman. Hanya seringkali para pasangan muda itu membeli di luar kemampuan mereka untuk membayarnya kembali. Bisakah kartu kredit digunakan dengan bijaksana? ------------------------------------------------ Mitos umum lainnya ialah bahwa kartu kredit bisa digunakan dengan bijaksana. Jangan mau disesatkan! Kartu kredit bisa digunakan dengan ceroboh, namun jarang sekali, jika ada, yang bisa menggunakannya dengan bijak. Kartu kredit bukanlah sebuah masalah, namun ia jelas bisa membawa kita pada masalah. Sebuah kartu kredit, jika diatur dengan tepat, bisa berguna. Namun pada kenyataannya, setiap orang cenderung akan membeli secara berlebihan ketika ia menggunakan kartu kredit daripada ketika mereka membeli dengan uang tunai. Saya pernah mendengar orang berkata, "Saya membayar rutin tiap kali gajian setiap bulan," menunjukkan bahwa mereka bisa menggunakannya dengan bijaksana. Cukup sering pada kenyataannya hal itu tidaklah benar. Saya adalah orang yang sangat sadar akan pentingnya anggaran, sebagaimana yang saya katakan sebelumnya, dan saya memang menggunakan kartu kredit jika sedang bepergian. Saya membayar tagihan rutin tiap bulan dan tidak pernah membayar bunganya. Namun jika saya tidak hati-hati, saya akan membelanjakan uang lebih banyak dengan menggunakan kartu plastik itu dibandingkan jika saya membeli secara tunai. Kira-kira 12 tahun yang lalu, saya terbebas sama sekali dari kartu kredit dan pergi tanpanya selama hampir 10 tahun. Alasannya hanya karena hal berikut ini. Mayoritas orang yang berkonseling dengan saya telah menggunakan kredit dengan cara yang salah, dan ketika saya menanyakan pada mereka apakah mereka mau terbebas dari kartu kredit, hal pertama yang mereka tanyakan ialah, "Apakah Anda menggunakan kartu kredit?" Saya harus mengatakan, "Ya, saya memakainya, tapi saya menggunakannya dengan bijaksana." Kemudian mereka akan mengatakan, "Kalau begitu, mulai sekarang saya berjanji akan menggunakannya dengan bijaksana juga." Namun nyatanya jarang sekali mereka melakukannya. Maka saya memutuskan untuk melepaskan kartu kredit saya dan melihat apakah saya bisa bepergian tanpanya. Saya melakukan hal itu selama 10 tahun. Tahukah Anda apa yang saya temukan? Ternyata saya tidaklah secermat yang saya kira, rupanya saya juga telah membeli barang- barang yang tidak akan saya beli bila saya membelinya secara tunai. Di airport saya sering membeli sesuatu karena saya bisa membayarnya 30 hari kemudian. Atau saya akan makan di restoran yang lebih mahal karena saya tak perlu membayarnya secara tunai. Seringkali saya menginap di hotel atau motel yang tak akan saya pilih seandainya saya harus membayar tunai. Ingatlah, Anda bisa menggunakan kartu kredit dengan ceroboh, namun jarang bisa menggunakannya secara bijak. Itulah mitos yang umum. Namun, jika Anda akan menggunakan kartu kredit, sama seperti pasangan-pasangan yang lainnya, tetapkan beberapa aturan dasar dan tekankan dengan seksama. Saya akan menyarankan tiga aturan mendasar: 1. Gunakan kartu kredit Anda HANYA untuk hal-hal yang telah dianggarkan. Dengan kata lain, jika barang itu tidak dianggarkan untuk bulan itu, jangan membelinya secara kredit. 2. Bayarlah kredit Anda TIAP bulan. Jangan pernah membayar suku bunganya yang sangat membebani. 3. Pada bulan pertama, jika Anda menemui bahwa Anda tak bisa membayar tagihan kartu kredit Anda, hancurkan kartu kredit Anda dan jangan pernah mengambil kredit lagi. Jika Anda dapat mengikuti aturan tersebut, kartu kredit tak akan menjadi sumber belenggu keuangan bagi Anda. (t/sil) -*- Sumber diterjemahkan dari: -*- Judul Buku : The Complete Financial Guide Judul Artikel Asli: Credit Cards Penulis : Larry Burkett Penerbit : SP Publications, Inc., USA, 1989 Halaman : 37 - 40 *TIPS *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TIPS* -*- BEBAS DARI JEBAKAN UTANG -*- Kendati kita sudah berusaha keras supaya tidak berhutang, ternyata tetap saja ada kebutuhan mendesak yang besarnya tak dapat dicukupi oleh jumlah penghasilan kita. Sebelum memutuskan untuk berhutang, ada baiknya Anda merenungkan kiat-kiat berikut ini, supaya hutang yang dimaksudkan untuk membantu kita keluar dari masalah keuangan, tidak malah membuat kita semakin terpuruk. 1. Menguji motivasi ---------------- Sebelum memutuskan untuk berhutang, kita harus menguji motivasi kita terlebih dulu. Jangan sekali-kali berhutang tanpa tahu motivasi dan tujuan kita. Apakah hutang ini merupakan akibat dari KEINGINAN atau KEBUTUHAN? Hutang yang timbul akibat keinginan biasanya merupakan hutang yang buruk. Kita seharusnya mengajukan pertanyaan, "Apakah yang akan terjadi dalam hidup saya jika saya tidak mengambil hutang?" Jika ternyata dampaknya tidak terlalu besar lebih baik kita tidak berhutang! "Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya." (Yakobus 1:14) 2. Mencukupkan diri ---------------- Jika kita bisa mengelola berkat Tuhan dengan baik —- menyesuaikan antara penghasilan dan pengeluaran —- maka kita tidak akan perlu berhutang. Untuk itu, kita harus mencukupkan diri dengan apa yang ada pada kita. Seperti yang dilakukan Paulus, "Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan." (Filipi 4:11) 3. Mengerti konsekuensi jika memiliki hutang ----------------------------------------- Firman Tuhan dengan tegas menyatakan bahwa hidup dalam hutang adalah hidup seperti budak. "Orang kaya menguasai orang miskin, yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi." (Amsal 22:7) Dengan memiliki hutang, kita harus menyadari bahwa gaya hidup kita nanti pasti akan berubah. Apakah kita siap menghadapi adanya perubahan ini? Seberapa banyak perubahan yang akan kita alami? Kita harus mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan ini sehingga kita tidak kaget hidup dengan hutang. Banyak orang tidak pernah memikirkan hal ini sehingga tidak siap menghadapi hidup "baru" mereka yang dalam belitan hutang. 4. Mengerti konsekuensi jika tidak bisa membayar hutang ---------------------------------------------------- Kita harus mampu melihat konsekuensi terburuk dari keputusan kita untuk berhutang. Dengan begitu, kita bisa memeriksa kesiapan diri kita jika kejadian yang paling buruk itu terjadi. Seringkali, kita hanya melihat sisi baik dari hutang sehingga tidak siap apabila terjadi hal buruk. Ingat, kemungkinan mendapatkan untung senantiasa sebanding dengan kemungkinan mendapatkan kerugian. Oleh karena itu, kita harus memperlengkapi diri dengan ketekunan dan tanggung jawab tinggi sehingga kita dapat menyelesaikan kewajiban membayar hutang ini pada waktunya. ".... Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu,...." (1Petrus 3:15). 5. Menggunakan hutang/kredit secara tepat -------------------------------------- - Dengan membeli barang yang nilai tukarnya terus bertambah. Dengan melakukan hal ini sebenarnya kita sedang mengamankan diri pada kemungkinan buruk. Ada kemungkinan, kita masuk dalam masa sulit yang membuat kita tidak bisa membayar hutang kita. Dalam kondisi seperti ini, kita mungkin harus menjual barang itu untuk menutupi hutang. Jika nilai barang itu lebih tinggi dari saat kita membelinya, kita bisa memanfaatkannya. Yang termasuk dalam golongan ini adalah pembelian rumah atau tanah. - Dengan membeli barang-barang yang bisa menghasilkan uang tambahan. Hutang yang kita ambil bisa menjadi hutang yang bermanfaat jika kita menggunakannya sebagai modal usaha. Namun demikian, hutang seperti ini tetap mengandung resiko. Ada kemungkinan usaha yang kita jalankan dengan menggunakan hutang akan mengalami kerugian. Oleh karena itu, perlu perhitungan yang sangat matang sebelum mengambil hutang untuk memperbesar usaha. - Jangan gunakan untuk membeli barang konsumtif. Berhutang untuk membeli barang-barang konsumtif yang nilainya terus menurun adalah keputusan yang sangat bodoh. Yang merupakan barang konsumtif di sini adalah: handphone, barang elektronik, dan sejenisnya. 6. Besar maksimal uang cicilan per bulan tidak boleh lebih dari 30% pendapatan yang diterima ---------------------------------------------------------------- Jika kita mendapatkan gaji sebesar 1 juta rupiah per bulan, sebaiknya total cicilan hutang kita tidak lebih dari 300 ribu rupiah. Hal ini supaya hidup kita tidak terlalu tertekan. 7. Mengambil tindakan tegas ketika mendeteksi adanya kemungkinan tidak bisa membayar dengan pendapatan yang diterima ------------------------------------------------------------- Kita harus berani mengambil tindakan tegas jika ada tanda-tanda kita tidak bisa meneruskan pembayaran cicilan hutang. Jika terlambat bertindak, bisa-bisa kita akan rugi besar. Keputusan terakhir yang bisa kita ambil adalah menjual barang yang kita beli dengan hutang itu untuk membayar semua kewajiban hutang kita. (Benny Santoso) -*- Sumber diambil dari: -*- Situs Bahana Magazine ==> http://www.bahana-magazine.com/mei2005/jentera3.htm *SURAT*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-DARI Anda-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*SURAT* Dari: Steven <steven at> >Terimakasih, topik stres pada anak tepat sekali untuk saat ini. >Menghadapi anak-anak yang sedang tumbuh, banyak orangtua yang jadi >bingung. >Panduan seperti ini sangat membantu. >Salam, GBU Redaksi: Bersyukur kami bisa berbagi berkat dengan Anda. Kiranya bahan tersebut juga menjadi berkat bagi para orangtua lainnya yang saat ini rindu melihat putra putri mereka bertumbuh dan berkembang sesuai dengan yang dikehendaki Tuhan. Terima kasih untuk suratnya dan Tuhan memberkati! e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL STAF REDAKSI e-Konsel Ratri, Evie, Silvi PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2005 oleh YLSA http://www.sabda.org/ylsa/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel(at)sabda.org> Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. dapat dikirimkan ke alamat: <owner-i-kan-konsel(at)xc.org> *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Berlangganan : <subscribe-i-kan-konsel(at)xc.org> Berhenti : <unsubscribe-i-kan-konsel(at)xc.org> Sistem lyris : http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel ARSIP Publikasi e-Konsel: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ SABDA Katalog : http://www.sabda.org/katalog/ *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |