Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/86 |
|
e-Konsel edisi 86 (3-5-2005)
|
|
><> Edisi (086) -- 01 Mei 2005 <>< e-KONSEL *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Daftar Isi: - Pengantar : Bagaimana Mengatasi Rasa Bersalah? - Cakrawala : Guilt (Rasa Bersalah) - Bimbingan Alkitabiah : Rasa Bersalah - Tanya Jawab : Bagaimana Mengatasi Rasa Bersalah yang Mendalam? - Surat : Masalah Transeksual *REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI* -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*- "Mengapa saya masih terus merasa bersalah meskipun saya telah minta ampun kepada Tuhan?" Pertanyaan itu sering melintas saat seseorang melakukan perbuatan yang melanggar norma-norma tertentu, baik norma agama maupun masyarakat. Tidak semua orang bisa mengatasi perasaan bersalahnya dengan mudah. Ada tipe orang yang masih terus berkutat dengan perasaan bersalahnya meskipun peristiwanya sudah lama berlalu. Bahkan, fakta bahwa dia telah menerima pengampunan dari Tuhan dan orang yang disakitinya pun belum bisa membantu dia mengampuni dirinya sendiri. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana caranya mengatasi perasaan bersalah yang mendalam itu dengan sikap yang benar? e-Konsel edisi ini hadir untuk menjawab pertanyaan tersebut. Topik mengenai perasaan bersalah dan bagaimana cara mengatasi perasaan bersalah tersebut secara alkitabiah dikupas tuntas dalam sajian- sajian berikut ini. Apakah Anda ingin membantu orang-orang di sekitar Anda yang sedang bergumul dengan perasaan bersalahnya? Silakan menikmati sajian kami dan temukan cara untuk menolong teman/ rekan dalam mengatasi perasaan bersalah yang mereka alami. (End) Redaksi *CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA* -*- GUILT (RASA BERSALAH) -*- Apa itu Guilt? -------------- G. Belgum dengan tepat mengatakan bahwa "guilt" adalah sesuatu dimana agama dan psikologi paling sering bertemu (Guilt: Where Religion and Psychology Meet, Minneapolis: Augsburg, 1970). Mungkin tidak ada topik persoalan manusia yang mendapatkan perhatian yang begitu banyak, baik oleh teolog-teolog maupun konselor-konselor lebih daripada persoalan ini. Jikalau kita mau berbicara dengan orang-orang yang depresi, kesepian, yang bergumul dengan masalah-masalah dalam hidup pernikahan, para homoseks, orang-orang yang sedang dilanda kesusahan, dsb., maka kita akan menemukan bahwa guilt adalah bagian dari pergumulan dan persoalan mereka. Bruce Narramore, bahkan mengatakan bahwa guilt ada dalam setiap masalah psikologis yang dihadapi setiap orang (Guilt: Where Theology and Psychology Meet, Journal of Psychology and Theology 2, 1974, pp. 18-25). Ada dua kategori yang berbeda tentang guilt, yaitu: a. Objective guilt ------------------ Ini adalah guilt yang menjadi masalah oleh karena ada peristiwa pelanggaran hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Meskipun demikian, orang yang melakukan pelanggaran itu sendiri mungkin tidak merasa guilty. Ada 4 macam guilt yang objektif, yaitu: --------------------------------------- 1. Legal-guilt, yaitu guilt yang menjadi masalah oleh karena pelanggaran terhadap hukum yang berlaku dalam masyarakat. Pembunuhan, pencurian, dll. menimbulkan masalah guilt meskipun tidak semua orang yang melakukan merasa guilty. 2. Social-guilt, yaitu guilt yang menjadi masalah jikalau ada pelanggaran terhadap hukum yang tidak tertulis yang berlaku dalam masyarakat. Misalnya: penghinaan, ancaman terhadap sesama manusia, dsb. yang mungkin tidak ada bukti-bukti konkrit yang memungkinkan untuk dibawa ke pengadilan, bahkan mungkin tidak ada hukum tertulis yang menggariskan tentang hal-hal itu, tetapi muncul masalah guilt. 3. Personal-guilt, yaitu guilt yang menjadi masalah jikalau terjadi pelanggaran terhadap "conscience" atau kesadaran akan kebenaran yang ada di dalam hati orang yang bersangkutan. Misalnya: guilt yang muncul karena orangtua memukul anaknya tanpa alasan yang benar; suami yang makan malam di luar sendiri meskipun tahu bahwa istrinya menantikan dia, dan sebagainya. 4. Theological-guilt, yaitu guilt yang menjadi masalah jikalau terjadi pelanggaran terhadap hukum-hukum Allah. Alkitab memberikan standar-standar tingkah laku manusia, jikalau itu dilanggar, baik dengan pikiran maupun perbuatan, maka muncullah masalah guilt walaupun orang yang bersangkutan tidak guilty (Wahyu 20:21b). Bahkan Alkitab menyaksikan bahwa kita semua guilty di hadapan Allah (Roma 3:23). Kebanyakan orang merasa gelisah, bahkan mungkin merasa bersalah, jikalau melakukan pelanggaran-pelanggaran di atas. Meskipun demikian, banyak pula yang begitu keras hati sehingga mematikan perasaan bersalahnya. Banyak juga orang Kristen yang melakukan banyak pelanggaran terhadap hukum Allah namun tidak merasa guilty, hal ini mungkin disebabkan keberhasilannya dalam mematikan guilty- feelingnya atau mungkin juga disebabkan kurangnya pengenalan terhadap kebenaran Allah jadi hanya pelanggaran-pelanggaran tertentu yang menimbulkan guilty feeling. b. Subjective-guilt ------------------- Ini adalah guilt yang menimbulkan perasaan bersalah dan sesal dalam diri orang yang bersangkutan. Bahkan, orang yang bersangkutan bisa merasakan ketakutan, putus asa, cemas, dan terus-menerus menyalahkan diri sendiri oleh karena perbuatan atau pemikiran, yang dianggapnya melanggar prinsip-prinsip kebenaran yang selama ini ia yakini. Mungkin, apa yang ia lakukan atau pikirkan sebenarnya tidak melanggar kebenaran yang sesungguhnya berlaku di masyarakat dsb., namun orang itu merasakan guilty. Narramore membagi subjective-guilt ini dalam tiga bagian, yaitu: 1. A fear of punishment (takut akan hukuman) 2. A loss in self-esteem (perasaan kehilangan harga diri). 3. A feeling of loneliness, rejection or isolation (perasaan kesepian, penolakan, atau pengasingan). Guilty feeling yang semacam ini tidak selamanya buruk, karena merupakan dorongan untuk memperbaiki tingkah laku dan menimbulkan dorongan serta kebutuhan untuk mendapatkan pengampunan dari Allah. Meskipun tidak jarang guilty feeling yang semacam ini juga bisa menjadi hal yang merusak. Subjective-guilt bisa begitu kuat, bisa juga lemah; bisa "appropriate" dan memang sesuai atau beralasan, bisa juga "inappropriate" dimana untuk pelanggaran yang besar seorang tidak merasa guilty, untuk pelanggaran kecil (bahkan mungkin tidak sama sekali) seseorang merasakan amat bersalah. Apa yang Alkitab Katakan tentang Guilt? --------------------------------------- Kalau Alkitab menyebut tentang "guilt" atau "guilty", maka itu hampir selalu menunjuk pada theological-guilt, yaitu guilt yang timbul sebagai akibat dari pelanggaran terhadap hukum Allah. Alkitab rupanya tidak pernah memisahkan secara mutlak antara "guilt" dan "sin" (L.R. Keylock, "Guilt", in the Zondervan Pictorial Encyclopedia of the Bible, ed. Merril C. Tenney, Grand Rapids: Zondervan, 1975, 2:852). Dan hal ini penting sekali untuk diketahui oleh konselor-konselor Kristen bahwa Alkitab tidak menekankan tentang guilty feeling (perasaan bersalah yang seringkali subjektif dan tidak berdasar) tapi guilty karena dosa. Oleh karena itu, konselor-konselor Kristen harus waspada agar jangan mencoba menciptakan guilty feeling sebagai alat untuk memudahkan cara mengubah dan memotivasi seseorang. Guilty feeling hanya boleh ada sebagai reaksi normal terhadap kesadaran akan realita dosa. Untuk itu konselor Kristen harus dapat membedakan dua hal berikut ini: 1. Constructive-sorrow (dukacita yang positif) ------------------------------------------- Ini adalah istilah yang dipakai oleh Bruce Narramore (Guilt: Christian Motivation or Neurotic Masochism, Journal of Psychology and Theology, 2:1974, pp. 182-189), yang didasarkan pada 2Korintus 7:8-10. Dalam bagian ini Paulus membedakan antara "dukacita dunia" yang kira-kira sama dengan sekadar "perasaan bersalah yang subjektif" dengan "dukacita yang konstruktif", yang positif yang menghasilkan perubahan sikap hidup yang membangun. Misalnya, seorang sopir yang menabrak orang, bisa menunjukkan: 1. Dukacita dunia: merasa bersalah, mengutuki diri sendiri, dan selama-lamanya tidak mau memegang kemudi. 2. Constructive sorrow: merasa bersalah, rela dihukum, tahu kesalahannya, dan berusaha memperbaikinya. Memang dunia sering lebih menyukai "dukacita dunia" karena dunia terikat dengan nafsu balas dendam sehingga orang baru puas kalau orang yang bersalah menerima hukuman yang fatal. Tetapi realita ini tidak boleh menjadi alasan untuk kita memilih cara guilty seperti itu. 2. Divine forgiveness (pengampunan Allah) -------------------------------------- Salah satu tema besar dalam Alkitab adalah pengampunan Allah. Tuhan Yesus datang sebagai domba Allah yang menghapus dosa dunia (Yohanes 1:29) supaya manusia mendapat pengampunan dan diperdamaikan dengan Allah (Kisah Para Rasul 5:30-31; Kolose 1:14; Efesus 1:7). Alkitab seringkali menekankan bahwa pengampunan dari Allah menyangkut beberapa hal yang penting seperti: a. Pertobatan: 1Yohanes 1:9, tanpa pertobatan tidak ada pengampunan (Amsal 28:13). b. Pengampunan terhadap sesama manusia: Matius 6:12, 18:21, menekankan bahwa tanpa kesediaan mengampuni kesalahan sesama tidak ada pengampunan dari Allah. Memang, iman itu anugerah (Efesus 2:8; Roma 12:3) dan anugerah Roh Kudus yang melahirkan iman adalah peristiwa kelahiran baru (Yohanes 3:3) yang menjadi satu-satunya modal bagi pertobatan. Tanpa kelahiran baru, maka tidak ada pertobatan (kesadaran akan dosa dan kebutuhan akan pengampunan Allah). Tanpa pertobatan tidak ada pengampunan dosa. Bukti dari pertobatan adalah kehidupan dalam pimpinan Roh Kudus yang membuahkan kebaikan, kemurahan, kesabaran, dsb. (Galatia 5:16,22), yaitu unsur-unsur utama yang menandai peristiwa pengampunan. P.H. Monsma, dalam tulisannya yang berjudul "Forgiveness" mengatakan: "A person who seeks forgiveness but doesn`t forgive others hardly knows what he is asking for and is not worthy of it." (Zondervan Pictorial Encyclopedia of the Bible, ed. Merril C. Tenney, 2:599.) Bruce Narramore dalam tulisannya yang berjudul "Guilt: Christian Motivation or Neurotic Masochism" (Journal of Psychology and Theology, 2:1974, p. 188) memberikan bagan perbandingan antara psychological guilt dan constructive sorrow, sbb.: ____________________________________________________________________ Psychological guilt Constructive sorrow ____________________________________________________________________ 1. Pusat perhatian dirinya sendiri Allah dan sesamanya yang bersangkutan 2. Pemikiran atas fokus pada kesalah- fokus pada akibat masalahnya an yang telah diper- kesalahan yang telah buat diperbuat dan langkah-langkah perbaikan yang akan diambil 3. Motivasinya di untuk membebaskan untuk mendorong belakang tindak- diri dari gangguan orang lain tumbuh an yang diambil rasa bersalah (guilt dan melakukan ke- feelings) hendak Allah (love feelings) 4. Sikap terhadap marah, benci, dan mengasihi diri sen- diri sendiri frustrasi diri sehingga mengusahakan yang terbaik. 5. Hasil/akibat - perubahan luar kehidupan yang baru yang sementara - menarik diri dari tanggung jawab yang lebih besar. - kegagalan terulang lagi. - self-hatred/membenci diri sendiri. ____________________________________________________________________ Dengan melihat perbedaan di atas, antara "psychological guilt" dan "constructive sorrow", maka jelaslah yang manusia butuhkan adalah constructive sorrow dimana hal ini tidak pernah sempurna dalam pergumulan seseorang tanpa orang tsb. diperdamaikan dengan Allah. Memang manusia bisa mengusahakan "constructive sorrow" tapi tanpa pertobatan dan diperdamaikan dengan Allah, "constructive sorrow" tersebut tidak berdasar dan tidak punya tujuan yang jelas sehingga tidak memberikan jaminan penyelesaian persoalan guilt-nya. Seperti yang ditulis dalam Nyanyian Rohani 138:1, "Memburu-buru berlelah, kutuntut hidup suci, tetapi kesalahanku tak dapat aku cuci. Kucoba dengan giatku membuat kebenaran wahai segala dosaku menjadi penegahan." (I.S. Kijne, "Mazmur dan Nyanyian Rohani", BPK Gunung Mulia, 1978, p. 226). Alkitab menekankan jelas sekali mengenai kesia-siaan dari orang yang berbuat baik di luar anugerah keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus (Roma 3:20, 9:32, 11:6; Galatia 2:16; Efesus 2:9; 2Timotius 1:9; Titus 3:5). -*- Sumber diambil dari: -*- Judul Buku : Pastoral Konseling, Jilid 2 Judul Artikel: Guilt Penulis : Yakub B. Susabda Penerbit : Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang, 1996 Halaman : 79 - 82 *BIMBINGAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*--*-*-*-*-*-*-*-*-* ALKITABIAH* -*- RASA BERSALAH -*- AYAT ALKITAB ============ Roma 8:1 Yesaya 44:22 Yohanes 8:36 Filipi 3:13-14 Roma 7:18-25 LATAR BELAKANG ============== Rasa bersalah adalah suatu perasaan berdosa, bersalah atau gagal memenuhi standar hidup tertentu. Allah menciptakan di dalam kita suatu hati nurani, suatu kemampuan untuk menilai benar atau salahnya tindakan-tindakan moral kita. Ada dua jenis rasa bersalah: Rasa bersalah karena melakukan pelanggaran moral dan rasa bersalah karena sesuatu yang tidak jelas. Pelanggaran terhadap hukum-hukum Tuhan mengakibatkan rasa bersalah. Ini adalah dosa. Karena orang yang berdosa tidak bersedia menyelesaikan dosanya seperti yang Allah kehendaki agar dia memperoleh kelepasan, akibatnya dia mengalami akibat-akibat buruk. Adam dan Hawa di taman Eden adalah contoh terbaik tentang rasa bersalah akibat pelanggaran dosa ini. Dosa (ketidaktaatan) mereka menyebabkan rasa bersalah. Hubungan mereka dengan Allah putus; mereka sadar tentang itu, lalu terjadilah keterasingan dan perasaan tertuduh. Mereka lari dari Allah, berusaha menyembunyikan diri agar mereka tidak usah menghadapi akibat-akibat tindakan mereka. Tentu saja, Allah berhasil menemukan mereka. Mereka berusaha menyangkal pertanggungjawaban mereka. Adam menyalahkan Hawa ("Perempuan yang Kau tempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan."), dan Hawa menyalahkan ular ("Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan."). Mereka telah berusaha menutupi keadaan mereka dengan membuat cawat dari daun pohon ara, tetapi Allah mengepung mereka dengan pertanyaan: "Siapakah yang memberitahukan kepadamu bahwa engkau telanjang?" Allah memaksa mereka untuk membereskan masalah rasa bersalah mereka. Korban tebusan pun kemudian dibuat untuk dosa mereka, sebagai dasar dari prinsip korban tebusan seterusnya (Kejadian 3:21). Contoh lain tentang cara mengatasi masalah rasa bersalah karena dosa ialah teguran terbuka Natan terhadap Daud yang telah melakukan perzinahan dan pembunuhan. Teguran terbuka itu mengakibatkan pertobatan dan pengakuan (2Samuel 11:1-12,25; Mazmur 51:1-19). Rasa bersalah yang tidak disebabkan oleh dosa, biasanya berhubungan dengan gangguan emosional yang berasal dari pengalaman-pengalaman negatif, khususnya di masa kecil. Bahkan, orang Kristen yang sudah memiliki keyakinan bahwa Allah telah mengampuni mereka dan bahwa mereka adalah anak-anak-Nya pun, masih bisa mengalami "rasa bersalah" yang keliru ini. Orang yang demikian biasanya memiliki citra diri yang rendah, selalu merasa kurang (tidak pernah benar dan tak mampu), menderita depresi, dan sebagainya. Mereka tidak pernah bebas dari rasa bersalah ini, walaupun mereka mencarinya, persis seperti Esau yang "tidak beroleh kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya, sekalipun ia mencarinya dengan mencucurkan air mata" (Ibrani 12:17). Orang yang tertindih oleh rasa bersalah yang keliru ini, sering diikuti oleh beberapa ciri yang rumit seperti berikut: 1. Depresi yang dalam akibat terus-menerus menyalahkan diri sendiri. 2. Rasa letih dan sakit kepala yang kronis, atau penyakit- penyakit lainnya. 3. Penyangkalan diri ekstrim sampai ke bentuk penghukuman diri. 4. Merasa terus-menerus diawasi dan dikritik orang lain. 5. Terus mengkritik dosa dan kekurangan orang lain. 6. Karena menanamkan sikap kalah, dia akan benar-benar tenggelam dalam dosa yang lebih dalam, supaya mengalami perasaan bersalah yang lebih hebat. --------------------------Kutipan----------------------------------- Menurut Billy Graham: "Rasa bersalah adalah suatu masalah yang sangat rumit. Hati nurani manusia sering di luar jangkauan psikiater. Dengan segala teknik yang dimilikinya, dia tidak mampu mengukur kerusakan nurani manusia ataupun kedalamannya. Terlepas sendiri di bawah gerogotan hati yang bersalah dan tertekan oleh beban dosa yang berat, manusia tidak berdaya. Tetapi di mana manusia gagal, di sana Allah berhasil." ----------------------Kutipan_Selesai------------------------------- STRATEGI BIMBINGAN ================== Untuk yang non-Kristen: ----------------------- 1. Tawarkan harapan baginya dengan menegaskan bahwa Allah memperhatikan setiap masalah yang dimilikinya. Allah bukan saja bisa mengampuni, melainkan juga mampu menghapuskan dosa dan rasa bersalah kita. 2. Jangan sedikit pun memaafkan atau meringankan dosa-dosa yang diungkapkannya. Di dalam setiap kita, ada ketidaktaatan dan kelakuan berdosa yang harus dibereskan menurut cara Allah, yaitu pengakuan dosa. Kita tidak akan pernah menemukan penyelesaian terhadap rasa bersalah, jika kita berusaha menutup-nutupi dosa. "Siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi." (Amsal 28:13) 3. Tanyakan apakah dia pernah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Jelaskan "Damai dengan Allah" [["Damai dengan Allah" -- Traktat untuk menolong/menuntun orang non- Kristen agar dapat menerima Kristus (dari LPMI/PPA); atau Buku Pegangan Pelayanan, halaman 5; CD-SABDA: Topik 17750]]. Tegaskan bahwa kebebasan dari rasa bersalah, sudah terhisap dalam karya penebusan Salib Kristus, tetapi dia harus mempercayai Dia untuk menyucikannya. 4. Dorong dia untuk membaca dan mempelajari Alkitab, mulai dengan Injil. Tawarkan "Hidup dalam Kristus" [["Hidup dalam Kristus" -- Traktat yang berisi pelajaran-pelajaran dasar tentang prinsip memulai Kehidupan Kristen (dari LPMI/PPA); CD-SABDA: Topik 17453]] yang akan menolongnya memulai penyelidikan Alkitab. 5. Anjurkan dia untuk mengembangkan kebiasaan doa tiap hari. Sampai di sini, dia dapat mengakui dosa-dosanya, meminta pengampunan dan penyucian. Dia harus mensyukuri Allah yang telah mengangkat dosa dan rasa bersalahnya, sambil mengingat-ingat bahwa dosa-dosa kita telah diangkat-Nya. 6. Anjurkan dia untuk mencari suatu gereja yang mementingkan Firman Tuhan dan terlibat di dalamnya. Di sana dia dapat bersekutu, mendengar dan mempelajari Firman secara teratur dengan sesama Kristen lainnya. 7. Berdoalah bersamanya agar dia memperoleh kelepasan dan damai di hatinya. "Dialah damai sejahtera kita" (Efesus 2:14). 8. Jika orang yang Anda layani masih tidak mampu menanggapi apa yang Anda saksikan tentang Kristus, dan terus saja bergumul dengan rasa bersalahnya, anjurkan dia untuk menemui pendeta yang akan memberinya bantuan lebih lanjut. Mungkin, ada saatnya dia akan mampu memberi respon. Berikan kesan tentang pentingnya mengambil inisiatif menemui pendeta. Untuk yang Kristen: ------------------- Jika dia seorang Kristen yang kembali mengalami gangguan rasa bersalah, jelaskan hal-hal berikut: 1. Yakinkan dia tentang kasih dan pengampunan Allah. Dia dapat menyucibersihkan rasa bersalah! Jika Allah telah mengampuni, dia harus belajar mengampuni diri sendiri. Seorang Kristen memiliki hak untuk menuntut kebenaran yang dinyatakan dalam 1Yohanes 1:9. Kristus Juruselamat kita, menghapuskan segala dosa kita -- baik yang di masa lampau, masa kini maupun nanti -- melalui karya sempurna-Nya di salib. 2. Anjurkan dia untuk membaca, mempelajari, dan merenungkan bagian- bagian Firman seperti Mazmur 103:1-6, 51:1-19; Yesaya 53:1-12; dan Yohanes 18:1-40, 19:1-42. Mintalah dia mencatat supaya kelak, dia dapat membaca dan mempelajari sendiri bagian-bagian Firman tadi. Dia bisa memiliki keyakinan bahwa kelepasan dari rasa bersalah akan dialaminya, bila dia menyambut korban Kristus dan janji pengampunan serta penyucian-Nya. 3. Anjurkan dia untuk berdoa secara jelas dan setia, meminta "suatu hati nurani yang bersih di hadapan Allah dan manusia" (Kisah Para Rasul 24:16). Dia harus terus berdoa, sampai damai dialaminya. 4. Usulkan dia menghubungi pendeta yang dapat melayaninya lebih lanjut. -*- Sumber diambil dari: -*- Judul Buku: Buku Pegangan Pelayanan Penulis : Billy Graham Penerbit : Persekutuan Pembaca Alkitab (PPA) Halaman : 219 - 222 CD-SABDA : Topik 17704 *TANYA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* JAWAB* -*- BAGAIMANA MENGATASI RASA BERSALAH YANG MENDALAM? -*- Pertanyaan: ----------- Bu, terus terang, saat ini saya tidak tahu persis apa yang harus saya katakan. Saya bingung, takut, sedih, merasa sangat bersalah, campur aduk. Saya anak pertama dari 3 bersaudara. Ayah sangat ingin saya menggantikannya dan meneruskan pekerjaan di toko kelontongnya yang cukup laku. Saya tidak mau, bahkan tidak menyukai pekerjaan seperti itu. Kami sering bertengkar, dan untuk menghindarinya saya jarang di rumah, kebanyakan ke gereja atau main dengan teman. Hubungan saya dengan ayah memang tidak dekat. Bu, tiba-tiba ayah saya meninggal, katanya serangan jantung, tetapi saya kira dia meninggal karena saya. Malam itu saya diminta untuk menjaga toko, tetapi saya tidak mau. Memang dia diam saja, rupanya dia asyik membaca koran dan saya langsung pergi karena sudah ada janji dengan teman. Tahu-tahu malam itu saya dicari ke mana-mana karena ayah masuk rumah sakit. Jam 22.00 WIB saya baru kembali dan ayah sudah tidak ada. Bu, saya anak durhaka, ayah meninggal karena saya. Ibu dan adik-adik semua marah kepada saya. Saya tidak tahu, Bu, sekarang saya harus bagaimana? Jawab: ------ Saya bisa memahami perasaan campur aduk, khususnya rasa bersalah yang Anda alami karena suara hati nurani yang terus-menerus menuduh Anda. Meskipun secara rasionil Anda bisa mengemukakan berbagai alasan, di pihak lain Anda tahu ada banyak kebaikan yang sebetulnya dapat Anda lakukan untuk menyenangkan hati ayah. Sebagian besar keinginan ayah sebenarnya dapat Anda penuhi, tetapi Anda berkeras hati dan selalu tidak memenuhinya. Itulah sebabnya, sekarang Anda merasa sangat bersalah. Apalagi orang yang membuat Anda memiliki rasa bersalah itu tidak dapat dihidupkan lagi. Kemungkinan, untuk bersujud dan meminta maaf kepadanya, seolah-olah sudah tertutup selamanya. Bahkan Anda merasa ikut andil dalam kematian ayah. Meskipun demikian, saya harap Anda berhati-hati dengan sikap Anda terhadap diri sendiri. Perasaan Anda di tengah kondisi yang seperti ini harus diwaspadai karena Anda berada di persimpangan jalan. Anda bisa berdukacita dengan "godly sorrow"/dukacita surgawi sehingga menghasilkan pertobatan (2Korintus 7:10) atau Anda bisa berduka dengan dukacita orang yang tak berpengharapan (1Tesalonika 4:13). Dukacita yang kedua ini hanyalah menifestasi self- blaming/menyalahkan diri seperti yang dikatakan John Donne bahwa "...any man`s death diminishes me, because I am involved in mankind"[1]/setiap kematian menekan saya, karena saya terlibat dalam kehidupan manusia. Pada akhirnya, dengan dukacita yang keliru ini Anda akan tenggelam dalam kesedihan dan menghukum diri sendiri. Semoga Anda tidak melakukan hal ini, karena Anda bisa membuka diri untuk gejala lain yang lebih buruk yang Freud sebut pathological[2]/tidak sehat lagi. Yang terpenting bagi Anda sekarang ini adalah membuktikan diri bahwa Anda mencintai ibu dan adik-adik. Kekuatiran dan kebingungan Anda memang wajar karena Anda masih bingung, peran apa yang akan Anda ambil sekarang ini. Anda belum biasa memikul tanggung jawab seorang dewasa, oleh sebab itu mulailah dengan langkah-langkah pertama yang konkrit dulu, yaitu mengisi peran ayah dan mengupayakan supaya toko kelontong yang ayah banggakan itu tidak hancur. Olin & Olin mengatakan dengan tepat bahwa "the transition from having little awareness and then acceptance of owning up to the responsibility of directing one`s life is a gradual process. Bereavement can enhance this process"[3]/dukacita yang sehat seharusnya menghasilkan proses kehidupan yang baik, yaitu transisi dari kurangnya kesadaran sampai kemudian bisa menerima serta memiliki tanggung jawab dalam kehidupan. Anda belum terlambat, dan jangan menolak kesempatan yang Tuhan berikan pada Anda untuk menunjukkan tanggung-jawab pada seluruh keluarga. Kiranya Tuhan menolong dan menguatkan Anda pada masa-masa yang sulit ini. -*- Sumber diambil dari: -*- Judul Buletin: Parakaleo, Edisi Januari-Maret 2002, Vol. IX/1 Penulis : Esther Susabda, P.D. Penerbit : Departemen Konseling STTRI, Jakarta, 2002 Halaman : 3 - 4 *SURAT*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-DARI Anda-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*SURAT* Dari: Agus <agus@> >Salam damai dalam Tuhan Yesus Kristus, >Saya sungguh terberkati dengan membaca artikel-artikel di e-Konsel. >Semuanya yang dipaparkan itu benar-benar mencerahkan pandangan >saya, dan tentunya menambah semangat saya untuk belajar Firman-Nya >Bahasa tentang homoseksualitas Bulan April ini sangat bagus. Tapi >saya juga penasaran dengan masalah trans-seksual. Apakah masalah >transeksual ini sama gawatnya dengan homoseksual. Kalau iya, >barangkali bisa dibahas. Terima kasih. Redaksi: Kami senang sekali ketika membaca e-mail Anda, kami juga bersyukur bisa menjadi saluran berkat bagi Anda. Bersyukur juga kami bisa menambah semangat Anda untuk mempelajari Firman Tuhan. Untuk topik Transeksual yang Anda usulkan, kami akan usahakan untuk mencari bahan-bahannya dan mungkin bisa kami sajikan di e-Konsel tahun depan. Sekali lagi, terima kasih untuk usulan Anda. e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL STAF REDAKSI e-Konsel Ratri, Tesa, Evie, Lisbeth PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2005 oleh YLSA http://www.sabda.org/ylsa/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel@sabda.org> Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. dapat dikirimkan ke alamat: <owner-i-kan-konsel@xc.org> *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-konsel@xc.org Berhenti: Kirim e-mail kosong: unsubscribe-i-kan-konsel@xc.org Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel ARSIP publikasi e-Konsel: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |