Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/81 |
|
e-Konsel edisi 81 (15-2-2005)
|
|
><> Edisi (081) -- 15 Pebruari 2005 <>< e-KONSEL *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Daftar Isi: - Pengantar : Melayani Penderita Penyakit Terminal - Cakrawala : Pelayanan kepada Penderita Penyakit Terminal - Bimbingan Alkitabiah : Penyakit Terminal (Penyakit Pembawa Kematian) - Info : Seminar Konseling dari LK3 - Surat : Frustasi dalam Merawat Orang Sakit *REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI* -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*- "Anda menderita penyakit kronis dan hidup Anda mungkin tinggal 2 bulan lagi!" Bagaimanakah reaksi Anda apabila mendengar vonis seperti di atas tadi? Pasti Anda akan sangat sedih, tapi mungkin juga merasa takut atau menjadi depresi dan mencoba menolak kenyataan tersebut. Atau bisa juga Anda merasa begitu pasrah dan menyerah. Apa pun reaksi Anda, satu hal kita tahu bahwa keadaan menderita penyakit yang mematikan merupakan suatu hal yang tidak mungkin diinginkan oleh seseorang. Oleh karena itu, keadaan ini biasanya membawa kekacauan, baik secara psikis maupun rohani. Publikasi e-Konsel kali ini akan mengulas secara khusus masalah yang sulit ini, terutama dari sudut pandang Anda sebagai seorang konselor Kristen. Bagaimana Anda, sebagai seorang konselor, menolong pasien (baik itu saudara sendiri, maupun teman yang kita kenal), yang sedang bergumul menghadapi penyakit yang akan membawanya kepada kematian ini? Bagaimana agar di tengah keputusasaan ini, Anda masih bisa memberikan pengharapan dan kasih? Marilah kita bergandengan tangan untuk saling menguatkan sesama kita yang sedang mengalami masa-masa sulit dalam hidupnya! (Dav) Redaksi *CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA* -*- PELAYANAN KEPADA PENDERITA PENYAKIT TERMINAL -*- Teologis -------- Sebagai konselor Kristen, kita bukan saja mempersiapkan konseli untuk menghadapi kematiannya secara psikologis tetapi secara keseluruhan, termasuk keadaan kerohaniannya. Hal ini bisa disimpulkan dengan keadaan SEMUA SUDAH BERES DENGAN HIDUP KITA. Keadaan BERES ini berarti mempunyai hubungan yang "beres" dengan Allah, dengan diri sendiri, dan dengan orang lain. Ini adalah keadaan seorang yang sudah transparan, artinya kita sudah beres, lega, "plong," dengan Allah, diri sendiri dan sesama. ("I am clear with God, Self, and Others.") Beres dengan Allah ------------------ Pada pelayanan dengan konseli Kristen, secara relatif, keadaan ini mudah dicapai. Untuk seorang konseli yang kuatir, apakah Allah mau menerimanya karena masih ada dosa-dosa yang dirahasiakan, belum diampuni karena belum minta ampun, konselor Kristen mempunyai kedudukan yang unik untuk menawarkan pengampunan Allah. Hal ini lebih mudah lagi dilakukan apabila konseli sudah percaya kepada konselor pada masa lampau (misalnya konselor adalah pendeta konseli), atau seorang konselor yang baru ditemuinya tetapi sudah mempunyai hubungan komunikasi (rapport) yang baik dengannya. Tugas konselor akan lebih sukar lagi kalau konseli semasa hidupnya menolak Allah dan pada saat ini, rasa bersalahnya menghalanginya untuk datang kepada Kristus dan pengakuan Kristus sebagai Tuhan dan Allahnya. Ia mungkin berkata: "Saya sudah berbuat jahat seumur hidup saya, mengapa Allah mau mengampuni saya sekarang ini?" Kesukaran mungkin juga dialami bila konselor menghadapi konseli yang tidak pernah peduli akan Allah dan hal-hal rohani pada masa lampaunya, atau yang mempunyai pengertian yang kabur tentang Kristus. Pelayanan konselor menjadi penginjilan dengan penuh kasih dan kesabaran. Konselor Kristen pada saat ini perlu menawarkan anugerah Allah, kasih Allah, pengampunan Allah, dan keselamatan Allah melalui anak- Nya, Yesus Kristus. Dalam hal ini, seorang konselor Kristen tidak perlu ragu-ragu untuk bersikap injili dengan menawarkan keselamatan dalam Kristus. Ini adalah keyakinan yang Alkitabiah tentang kehidupan kekal atau kebinasaan kekal yang harus dialami seorang. Seorang konselor Kristen yang melayani seorang yang menderita penyakit terminal dan orang itu belum bertuhankan Kristus, harus menawarkan Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Perbuatan ini berdasarkan atas kata-kata Kristus sendiri dalam Matius 16:26, "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya ...." Meskipun dalam beberapa bulan, minggu, atau hari terakhir seorang konseli dapat menerima kenyataan secara psikologis bahwa ia akan meninggal, apa gunanya kalau ia, setelah itu, celaka dan binasa selama-lamanya? Tentunya, bila konseli mau menerima Kristus sebagai Tuhannya, konselor tidak perlu mengharuskan konseli untuk mengucapkan kata- kata klise seperti: "Aku menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatku...." Sering dalam keadaan penyakitnya yang parah, konseli mungkin hanya dapat mengangguk atau memberi sinyal lain bahwa ia menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Kalau keadaan konseli tidak memungkinkan, konselor juga tidak perlu memintanya mengulangi DOA ORANG BERDOSA. Konselor hanya memintanya percaya dan meyakini doa yang diucapkan konselor. Memang, bila konseli masih mampu dan kuat, konselor sebaiknya memintanya berdoa bersamanya. Yang terutama adalah konselor mencoba membawanya dalam hubungan yang beres dengan Allah, damai dengan Allah dan penyerahan kepada-Nya. Konselor, mungkin, merupakan orang terakhir dalam hidup konseli itu yang dipakai Allah untuk menawarkan keselamatan-Nya. Kita juga mengakui bahwa apa yang dapat dilakukan konselor sebagai manusia biasa adalah sangat terbatas. Keselamatan tidak tergantung dari konselor, tetapi dari Allah dan orang itu sendiri. Konselor tidak dapat memaksakan pada konseli mengenai penyerahannya kepada Allah. Penolakan dan penerimaan Kristus sebagai Tuhannya adalah keputusan konseli itu sendiri dengan tarikan dan dorongan Roh Allah. Ada saatnya konselor harus mengakui bahwa usahanya sudah maksimal dan kemudian menyerahkan segalanya kepada Allah. Kalaupun konseli menolak tawaran anugerah keselamatan Allah, pelayanan konselor pada konseli harus tetap ada. Konselor tidak boleh kecewa dan tidak mau melayani konseli lagi. Kita tidak dapat tahu, apakah pada saat-saat terakhir sebelum menghembuskan nafas penghabisan, konseli tidak menerima Kristus sebagai Tuhannya. Suatu keyakinan penulis berdasarkan pengalamannya sebagai pendeta rumah sakit (hospital chaplain) di Kansas City, Missouri, USA., ketika melayani mereka yang menderita penyakit terminal ialah bahwa manusia tidak mudah patah. Manusia adalah liat/ulet (people are tough). Seorang pribadi tidak akan terus berantakan setelah mengetahui keadaan sebenarnya dari diri dan penyakitnya. Mungkin, ketika pertama kali mengetahui keadaannya, ia akan terkejut (shock), tetapi ia akan dapat bangkit kembali. Pelayanan konselor kepada orang yang menderita penyakit terminal sebenarnya lebih efektif bila konseli tahu bahwa ia menderita penyakit terminal. Bila konseli tidak tahu atau sengaja dibohongi oleh keluarga atau dokternya (karena kuatir, konseli akan berantakan bila mengetahui keadaannya yang sebenarnya), sedangkan konselor sudah diberitahu, maka pelayanan konselor akan terhambat. Konselor tidak dapat dengan bebas menginjili dan menyatakan kegawatan situasi konseli untuk dapat membawa konseli pada keadaan beres dengan Allah, diri sendiri, dan sesama. Dalam hal ini, penulis berbeda pendapat dengan beberapa pendeta dan pelayan Tuhan. Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya orang yang menderita sakit tidak diberi tahu keadaannya yang sebenarnya karena banyak penderita penyakit terminal merasakan parahnya keadaannya setelah ia tidak sembuh-sembuh dan meminta dokter atau keluarganya memberitahu keadaannya yang sesungguhnya. Ada juga yang berpendapat, apabila perlu orang itu dibohongi. Pembicaraan tentang kematian dialihkan. Kalau penderita bertanya-tanya tentang kemungkinannya sembuh dan menyatakan kekuatirannya, temannya berkata: "Jangan dipikir terus penyakitnya. Nanti tidak sembuh-sembuh. Mungkin bulan depan bapak sudah bisa lari pagi lagi seperti dulu." Ada pula pendeta yang berpendapat bahwa si penderita tidak perlu diberi tahu tentang penyakit terminalnya karena kita harus percaya terus dan mendoakan agar ia sembuh seperti sediakala. Sebab itu, pelayanan seperti yang dibahas di sini tidak perlu dilakukan. Penulis berpendapat bahwa pandangan-pandangan seperti ini merugikan penderita yang sakit terminal itu dan terlalu berasumsi bahwa Allah tidak mungkin membolehkan seorang anaknya pulang melalui penyakit (apakah hanya bisa melalui kecelakaan atau martir?) Pandangan ini juga menyangkal kenyataan bahwa lebih banyak orang Kristen mati karena penyakit dan ketuaan daripada karena bencana alam, kecelakaan, dan martir. Penulis tidak setuju dengan pendapat-pendapat di atas. Penulis yakin bahwa manusia adalah ulet/liat. Jika suatu luka harus diobati, maka kita harus mengerti keadaan luka itu. Luka itu harus dibersihkan dahulu dari segala kotoran dan setelah itu diberi obat. Kita tidak dapat mengabaikan luka itu dan menutupinya dengan kertas merah, seakan-akan tidak ada dan berharap luka itu akan sembuh dengan sendirinya. Hal yang sama terjadi seperti luka rohani. Jika ada rasa bersalah karena dosa, kata-kata manis dan penghiburan tidak akan membebaskan orang itu dari dosanya. Kita tidak dapat berkata kepada orang yang akan meninggal, yang telah hidup dalam banyak dosa, dan menolak Kristus selama hidupnya: "Bapak jangan memikirkan kematian. Pikirkan sembuh saja. Bapak akan sembuh seperti dulu." Dengan penghiburan palsu ini, kita sebenarnya tidak mengasihinya, tetapi malah membencinya. Kita tidak menawarkan jalan keselamatan baginya, tetapi malah menipunya ketika sebentar lagi, ia akan celaka kekal. Memang, dalam hal ini konselor yang akan menerapkan pelayanan pada orang yang akan meninggal mungkin menghadapi hambatan dari keluarga konseli itu sendiri. Misalnya, mereka mungkin memberi pesan kepada konselor agar tidak memberi tahu kepada ayah mereka bahwa ia akan segera meninggal. Apa yang dapat dilakukan konselor pada saat itu adalah berusaha meyakinkan para anggota keluarga bahwa kebutuhan sang ayah pada saat kritis adalah untuk menerima keselamatan. Juga perlu diyakinkan betapa egoisnya mereka kalau mereka tetap melarang ayah mereka mendengar, mungkin untuk terakhir kalinya, jalan keselamatan. Ataupun bila ia sudah diselamatkan, membereskan segalanya dengan Allah, diri sendiri, dan orang lain. Sekali lagi, manusia ulet, berarti ia tidak mudah patah dan berantakan dalam proses kesembuhan rohani yang bersifat kekal seperti ini, termasuk mengetahui situasinya yang sebenar-benarnya (yaitu akan mati), bertobat, mengakui dosa-dosanya serta menerima Kristus sebagai Tuhannya. Beres dengan Diri Sendiri ------------------------- Keadaan beres dengan diri sendiri lebih mudah tercapai setelah konseli tahu bahwa ia sudah beres dengan Allah, berdamai dengan-Nya, dan menyerah kepada-Nya. Jika ia sesungguhnya sudah dapat berkata: "Saya sudah diterima Allah. Masa lampau saya sudah diampuni-Nya. Segala noda-noda hitam dalam hidup saya sudah dihapus dan disucikan- Nya. Allah sudah melupakan segala dosa dan kejahatan saya. Saya sudah beres di hadapan Allah, putih seperti salju," konseli juga dapat menerima dirinya. Ia dapat berkata: "Saya sungguh-sungguh sudah beres sekarang. Saya sudah OK." Di sinilah juga letak pentingnya pelayanan pengampunan dari Allah seperti yang sudah kita bahas. Beres dengan Sesama ------------------- Setelah beres dengan Allah dan dengan dirinya sendiri, konselor dapat membimbing konseli untuk juga beres dengan sesamanya, dimulai dengan keluarganya (suami/istrinya, anak dan orangtuanya, saudara- saudaranya) dan kemudian dengan orang-orang lain. Mula-mula konseli dapat memanggil suami/istrinya. Mereka berbicara berdua saja, dari hati ke hati, mengakui segala kesalahan yang dibuat selama mereka hidup bersama, masing-masing saling minta ampun dan saling mengampuni. Segala dosa-dosa, terutama yang besar, yang dilakukan terhadap partnernya diakui dan dimintakan ampun seperti: penganiayaan, penyelewengan, pengkhianatan, kekejaman, kesewenang- wenangan, pemberontakan, kecemburuan dan dominasi berlebihan, dan lain-lain. Segala dendam dan sakit hati perlu diampuni dan dinetralisir. Mereka juga perlu mengekspresikan kasih mereka satu sama lain. Setelah itu, anaknya, satu per satu menemui konseli. Seperti di atas, segala dosa dan kesalahan masa lampau dibereskan dan kasih yang mungkin sudah pudar dibaharui. Konseli mengakui saat-saat ia kejam terhadap anaknya, mengutamakan karier atau uang lebih dari anaknya, menganaktirikan anaknya itu, mengusirnya dan tidak mau mengakui sebagai anak, dan lain-lain. Si anak juga mengakui pemberontakannya kepada konseli, dendamnya, sakit hatinya, dan lain- lain. Kemudian mereka saling minta ampun dan mengampuni. Pada saat pem"beres"an ini banyak kata-kata minta ampun perlu diucapkan seperti: "Ampunilah papa yang ...." ; "Ampunilah mama." "Papa, ampunilah Susi." Juga kata-kata mengampuni: "John, papa mengampunimu sekarang." "Rita sudah mengampuni mama." Bagi anak yang karena sesuatu hal tidak dapat hadir pada saat itu, orangtua yang akan meninggal dapat menulis atau menyuruh menulis surat kepada anak itu yang kemudian dapat diposkan. Dalam surat itu, penting terdapat permintaan ampun sang orangtua kepada anaknya dan pernyataan orangtua yang mengampuni segala kesalahan anak. Pernyataan mengampuni ini sangat penting untuk kesejahteraan anak yang ditinggalkan itu. Contoh: Seorang anak yang karena suatu pemberontakannya diusir bapanya dari rumah, mungkin menyimpan dendam dan rasa bersalah kepada bapanya itu. Ia mungkin tidak mau hadir ketika bapanya sakit parah sebelum meninggal, mungkin juga tidak mau datang ketika ibunya menunggu kedatangannya, sebelum jenazah bapanya dikebumikan. Setelah bapanya meninggal dan seumur hidupnya, setelah itu, mungkin anak ini menanggung beban yang berat karena rasa bersalahnya. Ia tidak dapat lagi mendapatkan ampun dari bapanya. Ia mungkin juga menanggung beban kebencian dan dendam pada bapanya yang tentu berakibat buruk pada dirinya sendiri dan keluarganya. Membaca surat bapanya, ia dapat segera membereskan hubungannya dengan bapanya yang telah meninggal dan dikuburkan. Ia tahu ia telah diampuni bapanya, dan kini ia tinggal meminta ampun kepada Allah untuk segala pemberontakannya terhadap bapanya dan mengampuni bapanya di hadapan Allah. Kalaupun pada saat itu ia belum bersedia untuk membereskan diri dengan bapanya yang telah meninggal, dan lama setelah itu ia baru menjadi dewasa dan sadar akan kesalahannya, isi surat bapanya yang diingatnya akan sangat melegakan dirinya dan melenyapkan beban yang ditanggungnya. Ia dapat yakin bahwa bapanya sudah mengampuninya dan sudah meminta ampun kepadanya. Dari pihak bapanya ia dapat yakin bahwa sudah ada "clearance" (pemberesan). Surat itu juga dapat menyebabkan hubungan dengan bapanya yang sudah lama meninggal menjadi beres. Ke"beres"an melalui mengampuni dan diampuni ini sangat penting bagi kesejahteraan dan kebahagiaan seorang, juga terhadap orang yang sudah meninggal. Bagi anggota keluarga lain yang tidak hadir dan ia mempunyai sesuatu untuk di"beres"kan, konseli juga dapat mengirim surat. Demikian juga, bila ada teman-teman yang perlu dikiriminya surat. Setelah segalanya itu, ia dapat sungguh-sungguh beres dengan sesamanya. Kalaupun ada yang tidak mau mengampuninya dan tidak mau menerima pengampunannya, itu bukanlah lagi persoalannya. Itu adalah persoalan orang yang menolak pem"beres"an itu dengan Allah sendiri. Ada juga konseli yang setelah mengalami pem"beres"an dengan sesamanya, masih mempunyai beberapa kekuatiran. Kekuatiran ini mungkin ada karena ia merasa adanya tugas, tanggung jawab, dan kewajiban yang belum diselesaikannya. Seorang bapa mungkin mengkuatirkan keadaan anak-anaknya yang masih kecil yang segera akan ditinggalkannya. Seorang suami mungkin mengkuatirkan kesejahteraan istrinya karena selama ini istrinya sangat bergantung padanya. Istrinya tidak terbiasa mengatur keuangan keluarga, tidak tahu menulis cek, dan lain-lain. Seorang pengusaha mungkin mengkuatirkan keadaan perusahaannya yang telah dibinanya bertahun-tahun. Bila kekuatiran-kekuatiran semacam ini masih ada, konselor dapat menenangkan konseli dan membicarakan pemeliharaan Allah bagi mereka yang ditinggalkannya. Ia dapat mengajarkan pemeliharaan Allah pada burung-burung di udara dan larangan bagi anak-anak-Nya untuk kuatir berlebihan (Matius 6:25-34). Ia dapat meyakinkan pemeliharaan Allah kepada anak-anak-Nya (Lukas 12:6,7). Pemeliharaan Allah sangat lebih baik daripada pemeliharaan ayah atau suami. "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu," (1Petrus 5:7) diajarkan agar konseli juga mau melepaskan segala kekuatirannya. Pada saat itu, konseli juga dapat membereskan segala urusannya di dunia ini. Ia dapat membuat atau memperbaiki surat warisannya agar kelak anak-cucunya tidak saling berkelahi dan membenci. Ia dapat memberi tahu di bank mana saja ia menyimpan uangnya dan asuransi mana saja yang telah dibelinya yang akan menjadi hak keluarga yang ditinggalkannya. Ia dapat mengatur staf pengganti untuk perusahaan atau tokonya. Ia perlu memberi tahu kredit yang masih menjadi tanggung jawabnya (agar, misalnya, setelah meninggal nanti orang- orang tidak dapat menggunakan kesempatan dalam kesempitan dengan cara yang tidak benar, yaitu menagih uang kepada istrinya.) Ada juga yang mengatur segala pengeluaran dana untuk keperluan pemakamannya (pembelian peti mati dan tanah pekuburan) dan bahkan mengatur upacara pemakamannya (siapa pendetanya, lagu permintaannya, dll.) Setelah itu, konseli dapat pergi dengan tenang (bahkan dengan sukacita) untuk berdiam dengan Kristus (Filipi 1:21,23). -*- Sumber diedit dari: -*- Judul Buku : Mengatasi Masalah Hidup Judul Artikel : Pelayanan kepada Penderita Penyakit Terminal Penerbit : Kalam Hidup Pusat - Bandung, 1998 Penulis : DR. Jonathan A. Trisna Halaman : 74 - 83 *BIMBINGAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*--*-*-*-*-*-*-*-*-* ALKITABIAH* -*- PENYAKIT TERMINAL -*- (PENYAKIT PEMBAWA KEMATIAN) AYAT ALKITAB ============ Yohanes 14:1-6; Mazmur 23:1-6; 1Tesalonika 4:13-18; Filipi 1:21 LATAR BELAKANG ============== Orang yang Anda layani mengidap penyakit yang sangat berat. Hidupnya terancam; dia tak akan hidup terlalu lama. Kanker, tekanan darah tinggi, sakit jantung, gangguan ginjal, atau penyakit-penyakit gawat lainnya yang menghancurkan fungsi badannya. Dia merasa sunyi. Siapa gerangan pernah menderita seperti ini? Secara berurutan, walaupun tidak selalu berurutan, dia merasakan penolakan ("Hal ini tak mungkin menimpa diriku."), marah ("Mengapa harus aku, Tuhan?"), depresi ("Tak ada harapan."), tawar-menawar ("Tuhan, keluarkan aku dari situasi ini, aku akan melakukan apa yang Kaukatakan."), dan penerimaan ("Jadilah kehendak Allah."). Perasaan- perasaan ini tidak terlupakan sesudah muncul dan teralami, tetapi akan terulang berkali-kali. Perasaan-perasaan ini bukan hal yang tidak wajar, tetapi justru merupakan ciri dari orang yang sedang dalam "lembah kekelaman". Apa yang harus Anda katakan pada orang yang demikian? Bagaimana tanggapan Anda? Untuk penderita, sakit gawatnya dianggapnya unik, hingga ada kecenderungan untuk menolak pengertian orang lain yang tidak sungguh mengerti keadaan demikian. STRATEGI BIMBINGAN ================== 1. Dengarkan! Dengan simpati, dengarkan perasaan-perasaan yang dicurahkannya. Anjurkan dia untuk berbicara. Mungkin Anda perlu menggali perasaan-perasaannya secara lembut. Sebagian ada di permukaan, sebagian lagi terpendam cukup dalam. 2. Jangan menghakimi perasaan-perasaan yang diceritakannya itu walaupun, kadang-kadang, itu diungkapkan dalam kemarahan, mengasihani diri, atau kepahitan. Tunjukkan saja kepadanya bahwa Anda mendengarkan. Jangan memberi kesan sok dengan mengatakan bahwa Anda menyelami dalam-dalam semua perasaannya. Tetapi, Anda boleh menyatakan perhatian Anda kepadanya. Ini bisa diucapkan atau dikesankan melalui nada suara, kelembutan Anda dan kemampuan Anda merasa dan melibatkan diri. (Bandingkan dengan Ibrani 13:3) Waktu itu bukan saat untuk menyatakan pengalaman pedih Anda sendiri; pusat perhatian harus pada orang yang Anda layani. 3. Jangan optimis berlebihan walaupun secara rohani. Hindarkan diri dari ucapan-ucapan klise. Jangan menganjurkan dia untuk menjadi teladan dalam penderitaannya. Jangan menanamkan harapan semu tentang penyembuhan, atau menyatakan bahwa semua penyakit berasal dari iblis dan asal ada iman dia dapat sembuh. Allah bisa menyembuhkan, bisa juga tidak. Semua tergantung kedaulatan-Nya. Satu hal yang pasti hanyalah bahwa Allah akan menyembuhkan secara rohani, mereka yang menaruh imannya dalam Yesus Kristus. 4. Jangan mencegahnya, bila dia menyebut-nyebut soal kematian. Justru ini merupakan tanda adanya pikiran sehat terhadap hal yang memang tak terelakkan itu. Pembicaraan tentang kematian dapat membuka kesempatan bagi Anda, sebagai pembimbing, untuk menanyakan tentang hal-hal penting yang belum dibereskan. Ini sebabnya kita bersaksi: membantunya mempersiapkan diri terhadap kekekalan. Anda bisa bertanya: "Jika Anda malam ini meninggal dan di pintu surga ditanyakan, 'Berdasarkan apa kau berusaha diizinkan masuk ke surga Allah?' apa jawab Anda?" Jelaskan "Damai dengan Allah", [["Damai dengan Allah" -- Traktat untuk menolong/menuntun orang non-Kristen agar dapat menerima Kristus (dari LPMI/PPA); atau Buku Pegangan Pelayanan, halaman 5; CD-SABDA: Topik 17750.]]. Jika dia menerima, jelaskan "Kepastian Keselamatan" [["Kepastian Keselamatan" -- Traktat untuk orang yang telah menerima Kristus, namun mengalami keraguan (dari LPMI/PPA); atau Buku Pegangan Pelayanan, halaman 9; atau CD-SABDA: Topik 17752]]. Anda boleh juga menjelaskan bagian-bagian Firman Tuhan lainnya seperti Mazmur 23:1-6; Yohanes 14:1-6 dan 1Tesalonika 4:13-18. 5. Penyerahan diri kepada Kristus seharusnya mempersiapkan jalan bagi masalah-masalah yang belum dibereskan, seperti hubungan (keluarga, sahabat), keuangan (warisan, misalnya), pengurusan rinci proses kematiannya, kematian, penguburan, dan lain sebagainya. Anjurkan dia untuk mengurus semua hal tadi, sambil mencari bantuan penggembalaan atau nasihat dari orang yang berkepentingan. 6. Berdoalah baginya agar dia mendapat keberanian dan kekuatan dalam penderitaannya, sambil menyerahkan dia kepada Dia yang telah menanggung semua kepedihan dan kedukaan kita. -*- Sumber diedit dari: -*- Judul Buku: Buku Pegangan Pelayanan Penulis : Billy Graham Penerbit : Persekutuan Pembaca Alkitab (PPA) Halaman : 170 - 171 *INFO *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* INFO* -*- SEMINAR KONSELING DARI LK3 -*- Untuk melengkapi dan mendapatkan informasi yang lebih lanjut mengenai pelayanan kepada penyakit terminal, pembaca dapat mengikuti seminar yang digelar oleh LK3 pada: 1. Hari, tanggal : Sabtu, 19 Pebruari 2005 Pukul : 10.00 - 12.30 WIB Tempat : Parenting & Counseling Education Center, Gajah Mada Plaza, Lantai 7 Materi : Konseling Bagi Penyakit Terminal dan Permanen (HIV/AIDS, Kanker, Jantung, Adiksi, dll.) Pembicara : 1. Pdt. Emmy Sahertian (seorang Pendeta sekaligus konselor senior di Rumah Sakit Cikini yang berpengalaman mendampingi pasien terminal. 2. Dr. Hartati Kurniadi Sp.Kj. (seorang dokter psikiatri dari Rumah Sakit Siloam Gleneagles yang sarat pengalaman mendampingi kasus gangguan jiwa, terutama masalah anak kecanduan narkoba.) Deskripsi Singkat: Sesi ini menjelaskan secara medis hal-hal yang terjadi dalam penyakit terminal dan permanen, serta dampak-dampak psikologis yang ditimbulkannya bagi penderita. Peserta juga diperlengkapi dengan pola pendampingan pastoral dan konseling bagi penderita penyakit terminal dan permanen. LK3 akan melanjutkan rangkaian seminar berikutnya dengan mengusung topik KONSELING BAGI MASALAH RENDAH DIRI (INFERIOR ATAU LOW SELF ESTEEM). Seminar diselenggarakan pada: 2. Hari, tanggal : Sabtu, 26 Pebruari 2005 Pukul : 10.00 - 12.30 WIB Tempat : Parenting & Counseling Education Center, Gajah Mada Plaza, Lantai 7 Pembicara : Lani Siahaan M.K. (seorang konselor sekaligus dosen Psikologi dan Konseling di STRII Jakarta) Deskripsi Singkat: Sesi ini membahas tentang masalah rendah diri yang sering dihadapi orang-orang tanpa mengenal usia, status sosial, strata pendidikan, jenis kelamin, dan lain-lain. Disadari atau tidak, masalah rendah diri yang tidak segera diatasi, dapat memberikan dampak-dampak yang tidak terduga, seperti: bunuh diri, depresi, arogansi, sulit mendapatkan pekerjaan, sulit bersosialisasi, anarkis, dan lain-lain. Meskipun demikian, bukan berarti masalah rendah diri tidak dapat diatasi. Keluarga, teman-teman dekat, konselor, atau guru sekolah, hamba Tuhan, dapat menolong orang- orang di sekitarnya yang mengalami gangguan rendah diri. Sesi ini membahas bagaimana mendeteksi gejala-gejala rendah diri secara praktis, namun tepat sasaran dapat menolong orang-orang yang mengalaminya. Informasi selengkapnya mengenai kedua seminar tersebut masih tetap dapat Anda peroleh di: KANTOR LK3 Taman Permata Sektor 5 Blok A 7 No. 38 Lippo Karawaci Tlp/Faks: 021-55650281, 021-70281762, 021-55654851 (dengan Sdr. Nita, Wita, Rumini atau Samurai) Jam kantor: Selasa - Sabtu, pukul 09.00 - 17.00 WIB. *SURAT*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-DARI Anda-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*SURAT* Dari: <ria@> >Terus-terang tema konsel edisi Peb spt mjd jawaban bagi kebingungan >saya. Di rumah, ada nenek yg sakit. Saya sering marah dan sering >frustasi saat dapet jatah nemeni dia. Secara fisik masih oke tp >nenek suka sekali mengeluh ... yg sakit inilah, sakit itulah. >Kiriman konsel kemarin bener-bener mbantu saya. Doakan juga spy >saya bisa sabar dalam merawat nenek. Thanks. Redaksi: Terima kasih untuk surat yang Anda kirimkan kepada kami ini. Sungguh merupakan suatu berkat bagi kami yang mendengar sharing Anda. Dengan sukacita, kami akan mendukung Anda dalam doa supaya bisa bersabar dalam merawat nenek Anda. Sajian kami dalam edisi ini, e-Konsel 081/2005, kami harap juga dapat menambah wawasan Anda dalam merawat orang sakit. Selamat menyimak. e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL STAF REDAKSI e-Konsel Ratri, Tesa, Evie, Lisbeth PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2005 oleh YLSA http://www.sabda.org/ylsa/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel@sabda.org> Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. dapat dikirimkan ke alamat: <owner-i-kan-konsel@xc.org> *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-konsel@xc.org Berhenti: Kirim e-mail kosong: unsubscribe-i-kan-konsel@xc.org Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel ARSIP publikasi e-Konsel: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |