Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/7 |
|
e-Konsel edisi 7 (1-1-2002)
|
|
><> Edisi (007) -- 01 Januari 2002 <>< e-KONSEL *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Daftar Isi: - Pengantar : Siapakah Saya? - Cakrawala : (1) Identitas dalam Kristus (2) Siapakah Aku? - TELAGA : Peran Orangtua dalam Pembentukan Jati Diri Remaja [No. 48A] - Bimbingan Alkitabiah : Apa Kata Alkitab tentang Harga Diri? - Tips : Bagaimana Menolong Orang Rendah Diri? - Kesaksian : Mengenal Diri Sendiri - Surat : Ucapan Selamat dan Usulan Topik *REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI* -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*- "Siapakah saya?" "Apakah identitas diri saya?" "Bagaimana saya dapat mengembangkan citra diri dengan benar?" Kami yakin Anda pernah bertanya pada diri sendiri pertanyaan-pertanyaan di atas. Apakah identitas diri kita hanya ditentukan oleh bagaimana orang menilai kita atau bagaimana kita menilai diri kita sendiri saja? Sebagai seorang Kristen, bagaimana seharusnya kita memandang diri kita sendiri? Pertanyaan-pertanyaan tentang identitas diri sangat penting karena sebagian besar masalah yang terjadi dalam hidup manusia bersumber dari masalah penerimaan akan diri yang tidak benar. Oleh karena itu untuk memulai tahun 2002 ini, marilah kita belajar lebih mengenal diri dengan baik. Harapan kami, artikel dan bahan yang kami sajikan pada edisi ini akan menolong anda untuk mewujudkan manusia ciptaan baru sebagaimana yang Allah kehendaki sehingga kita dapat memberikan hidup yang terbaik bagi Dia. Selamat menyimak! Staf Redaksi e-Konsel *CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA* Bagian (1) ========== -*- IDENTITAS DALAM KRISTUS -*- Istilah "identitas dalam Kristus" sebenarnya tidak dipakai dalam Alkitab, tetapi konsepnya diajarkan berulang kali, khususnya di dalam Alkitab Perjanjian Baru. Masalah identitas sangat penting sekali, sebab pada dasarnya hidup manusia dibentuk dari bagaimana ia menerima identitasnya. Bagaimana seseorang bersikap, berrespon, dan bereaksi terhadap lingkungan hidupnya adalah tergantung (sadar atau tidak sadar) pada persepsi terhadap dirinya sendiri. Jika seorang Kristen tidak memiliki perbedaan secara mendasar dengan orang yang bukan Kristen, atau jika cara mereka memandang diri mereka tidak ada bedanya dengan orang yang bukan Kristen, maka hidup orang Kristen akan menjadi hidup yang biasa saja dan hampir tidak ada bedanya dengan mereka yang bukan Kristen. Hidup yang demikian akan menghasilkan kekalahan yang berulang-ulang dalam menjalani hidup Kristennya. Musuh kita, si Iblis, akan memanfaatkannya dengan membebani kita dengan rasa bersalah karena hidup Kristen kita hanya akan dikacaukan dengan tuntutan aturan-aturan legalistik. Jika gagal keselamatan kita akan dipertanyakan dan akhirnya kita akan menerima keberadaan hidup rohani yang naik-turun (ups and downs) sebagai keadaan yang normal. Orang Kristen yang kalah akan mengakui keburukan dan kecenderungan mereka untuk berbuat dosa. Sekalipun telah berusaha melakukan yang lebih baik, namun hatinya tetap mengakui bahwa dia hanyalah seorang pendosa yang diselamatkan oleh anugerah dan tidak ada yang dapat dilakukan selain menunggu kedatangan Tuhan yang kedua kali. Mengapa ini menjadi gambaran kebanyakan hidup orang Kristen? Jawabannya adalah karena ketidaktahuan mereka akan identitas yang benar di dalam Kristus. Karya Penebusan Kristus yang mengubah para pendosa menjadi orang kudus merupakan karya terbesar yang Allah kerjakan di dunia ini. Perubahan yang terjadi di dalam diri manusia ini akan berpengaruh sejak kita menerima keselamatan. Sedangkan perubahan yang dilihat dari luar masih akan terus menerus berlangsung hingga akhir hidupnya, inilah yang disebut sebagai proses 'pengudusan' (sanctification). Tetapi karya pengudusan yang terus menerus ini baru akan mempunyai pengaruh luar biasa dan penuh dalam hidup seseorang pada saat terjadi transformasi diri yang radikal, yaitu ketika seseorang seorang yang percaya menerima sifat baru di dalam Kristus, yang disadarinya dan diterimanya melalui iman. Manusia baru yang kita terima dari Kristus akan mendapat identitas yang sama dengan Kristus, yaitu kesamaan: 1. Dalam kematian-Nya Roma 6:3,6; Galatia 2:20; Kolose 3:1-3 2. Dalam penguburan-Nya Roma 6:4 3. Dalam kebangkitan-Nya Roma 6:5,8,11 4. Dalam hidup-Nya Roma 5:10-11 5. Dalam kuasa-Nya Efesus 1:19-20 6. Dalam warisan-Nya Roma 8:16-17; Efesus 1:11-12 Rasul Paulus menjelaskan dalam 1 Timotius 1:15 bahwa dirinya adalah orang yang paling berdosa. Namun, pernyataan ini dibuat jelas dalam konteks (ayat 12-16) yang menunjukkan keadaannya sebelum ia diselamatkan. Dia membuat pernyataan yang serupa tentang kejatuhan harga dirinya dalam 1 Korintus 15:9, tetapi pada ayat berikutnya ia mengungkapkan, "Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan- Nya kepadaku tidak sia-sia." (ayat 10). Semua yang dibutuhkan untuk kehidupan yang kudus sudah kita miliki melalui kuasa Tuhan yang kita warisi dari Kristus yang hidup di dalam kita (2 Petrus 1:3; Galatia 2:20; Roma 8:37). Identitas dan tujuan orang percaya adalah di dalam Kristus. Dia menjadi pelaku Firman Tuhan karena dia telah ada di dalam Firman. Dia tidak melakukannya supaya ia menjadi seperti yang ada di dalam Firman. Tetapi, ia telah menjadi pelaku Firman yang taat karena ia telah menjadi satu dengan Kristus (Yak. 1:22-25). Di dalam Alkitab orang-orang yang percaya disebut sebagai "saudara", "anak", "anak Allah", "anak terang", "terang dalam Allah", "orang- orang kudus", dll. Tidak pernah Alkitab menyebut orang yang percaya sebagai "pendosa", bahkan juga tidak sebagai "pendosa yang diselamatkan oleh anugerah". Mengapa demikian? Apakah orang yang percaya tidak lagi berdosa? Tentu saja orang yang percaya masih bisa melakukan dosa. Sebutan-sebutan untuk orang percaya yang diberikan oleh Alkitab tersebut adalah sesuai dengan identitas kita yang baru di dalam Kristus. Mereka telah mati terhadap dosa dan kini hidup di dalam Kristus. Kegagalan (kejatuhan dalam dosa) orang Kristen yang sejati tidak akan mengubah atau menghentikan karya Penebusan Kristus. Tetapi hal ini tidak berarti membenarkan orang Kristen gagal dan jatuh dalam dosa. Penebusan Kristus memberikan kuasa kepada orang Kristen sejati karena Kristus yang tinggal di dalam hati kita dan Dia tidak akan berubah. Jika seorang Kristen sejati menerima identitasnya sebagai pendosa maka identitas utamanya adalah dosa itu sendiri. Hal ini sangat bertentangan dengan apa yang telah dikatakan dalam Alkitab, karena orang yang percaya telah dibenarkan oleh iman. Seandainya seorang Kristen adalah pendosa, maka apa yang akan dilakukannya? Tentu berbuat dosa! Apa yang dapat diharapkan dari seorang pendosa? Berbuat dosa! Seorang Kristen bukanlah "pendosa yang diselamatkan oleh anugerah" tetapi "seorang kudus yang karena keadaannya di dunia masih bisa berbuat dosa" Kuasa dosa telah dipatahkan; kehendak manusia kini dapat memilih apa yang benar karena kuasa Roh Kudus dan Kebenaran telah membebaskan manusia dari kuasa dosa (Yoh. 8:31,32). Orang percaya betul-betul bebas ketika melalui iman ia memilih untuk "menjadi" seperti apa yang ada dalam kenyataan, yaitu bahwa ia sudah "ada" di dalam Kristus. -*- Sumber -*- Judul Buku : Spiritual Conflicts and Counseling: the Work Book Penulis : Anderson, Neil T. Penerbit : Freedom in Christ Ministries Halaman : 11 - 13 Bagian (2) ========== -*- SIAPAKAH AKU? -*- Jika anda telah percaya dan menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat anda, maka anda sekarang adalah CIPTAAN BARU. Oleh karena itu anda sekarang memiliki identitas yang baru di dalam Kristus. Berikut ini adalah fakta-fakta yang Alkitab berikan yang menyatakan secara jelas siapakah anda setelah anda menerima Kristus sebagai Juruselamat: Aku adalah anak Allah. (Yohanes 1:12) Aku adalah bagian dari Pokok Anggur yang benar dan hidup Kristus mengalir di dalamku. (Yohanes 15:5) Aku adalah saksi pribadi untuk Kristus dan aku diutus untuk menceritakan tentang Dia. (Kisah Rasul 1:8) Aku bebas dari segala penghukuman. (Roma 8:1) Aku adalah ahli waris bersama dengan Kristus, yang mewarisi kemuliaan-Nya. (Roma 8:17) Aku tidak dapat dipisahkan dari kasih Allah. (Roma 8:35) Aku adalah bait Allah. (1 Korintus 3:16) Aku adalah ciptaan baru. Yang lama telah diampuni dan sekarang semuanya menjadi baru. (2 Korintus 5:17) Aku telah disalibkan bersama dengan Kristus, karena itu sekarang Kristus hidup di dalamku. (Galatia 2:20) Aku adalah orang kudus. (Efesus 1:1) Aku adalah warga negara surga dan sekarang aku memiliki tempat di surga. (Efesus 2:6) Aku adalah buatan Allah. (Efesus 2:10) Aku memperoleh jalan masuk kepada Tuhan melalui Roh Kudus-Nya. (Efesus 2:18) Aku adalah benar dan kudus. (Efesus 4:24) Aku dapat mengerjakan segala sesuatu di dalam Kristus yang memberi kekuatan kepadaku. (Filipi 4:13) Aku adalah sempurna di dalam Kristus. (Kolose 2:10) Aku dipilih, dikuduskan dan dikasihi oleh Allah. (Kolose 3:12) Aku memiliki roh kekuatan, kasih dan penguasaan diri. (2 Timotius 1:7) Aku adalah anggota dari bangsa yang terpilih, imamat rajani dan umat kepunyaan Allah. (1 Petrus 2:9,10) Aku dilahirkan kembali dalam Kristus dan si Jahat tidak akan dapat menjamahku lagi. (1 Yohanes 5:18) -*- Sumber -*- Pelayanan : Freedom in Christ Ministries *TELAGA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TELAGA* Konsep diri yang salah bisa disebabkan karena beberapa sebab. Selain karena pemahaman teologia yang salah, bisa juga disebabkan karena masukan yang salah dari lingkungan, terutama keluarga. Sajian kaset TELAGA [No. 48A] yang berisi percakapan dengan Dr. Paul Gunadi berikut ini akan menolong kita untuk mengerti lebih jelas tentang bagaimana keluarga dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri anak. -*- PERAN ORANGTUA DALAM PEMBENTUKAN JATI DIRI REMAJA -*- ------- T: Kita sering mendengar istilah "jati diri", apa sebenarnya yang dimaksud dengan jati diri atau konsep diri? J: Suatu pengetahuan tentang siapa kita, karena setiap kita pasti mempunyai gambaran tentang siapakah kita ini. Memang gambaran ini tidak selalu sama, karena konsep diri juga dipengaruhi oleh hal- hal yang kita alami pada masa yang lalu. ------- T: Bagaimana caranya supaya anak remaja memiliki konsep diri yang benar? J: Yang diperlukan di sini adalah masukan dari orang tua atau dari keluarga. Nah, otomatis ini tidak bisa terjadi ketika anak sudah menginjak usia remaja. Ini harus terjadi sejak usia yang paling dini. Contoh: sewaktu anak bayi digendong oleh orang tua dan dikatakan, "Aduh senyummu bagus", "Aduh ketawamu lucu". Nah, ini menjadi masukan si bayi. Meskipun bayi belum tahu apa yang dikatakan orang tuanya tapi si bayi bisa merasakan bahwa yang dikatakan orang tuanya itu sesuatu yang baik, sesuatu yang menyenangkan. Jadi perasaan yang baik yang disalurkan kepada si bayi membuat si bayi juga merasa tenang. Ketika anak-anak menangis ibu biasanya akan mencoba menenangkan si bayi dengan menyanyi lagu yang lembut atau mengajaknya bicara atau bersenandung. Tidak ada bayi yang sedang menangis yang dapat ditenangkan dengan hardikan-hardikan atau suara keras. Anak bisa menangkap getaran dan emosi si ibu itu. Nah, dari hal kecil-kecil seperti itu sebetulnya orang tua sudah mulai berkomunikasi dengan si anak. Meskipun hanya sepihak dan belum melibatkan kemampuan berpikir yang canggih, tapi ini pun penting. ------- T: Sebenarnya mulai kapan anak membutuhkan konsep diri/jati diri yang jelas? J: Dia mulai membutuhkannya serius pada masa dia memasuki usia remaja, kira-kira usia 12 tahun, di situlah anak sebetulnya sudah harus memiliki secara mendasar gambaran tentang siapa dia. Jika dia jelas maka dia bisa masuk ke dalam usia remajanya dengan lebih aman. Kalau ada masukan-masukan dari teman yang bertolak belakang dari yang dia terima dari orang tuanya, dia memiliki kesempatan untuk membandingkan dan mengevaluasi mana yang benar. Kalau orangtua tidak memberikan sama sekali masukan kepadanya, dia akan menerima apa yang diberikan dari teman-temannya. ------- T: Tadi dikatakan, dasar konsep diri dibangun sejak dari kecil. Nah, sampai usia 12 tahun, apakah peran orangtua? J: Mereka harus bisa mengkomunikasikan kepada anak bahwa mereka penting, mereka berharga dan mereka dikasihi. Orangtua juga perlu memberikan keyakinan kepada anak bahwa mereka baik, dan mereka bisa menjadi lebih baik. Di sini orangtua perlu mengarahkan anak ke mana dia harus bertindak atau pergi, dengan siapa dia bergaul, hidup seperti apa yang baik, dll. Hal-hal seperti ini perlu dikomunikasikan kepada si anak dan ini bisa disampaikannya dengan cara yang sangat informal. ------- T: Apakah kita sebagai orang tua bisa mengetahui apakah anak kita sudah menemukan jati dirinya atau belum? J: Saya kira kita bisa mendeteksinya dengan cara melihat seberapa mudah dia terombang-ambing. Anak yang mudah terombang-ambing saya kira memperlihatkan bahwa proses pembentukan jati dirinya belum mantap. Pembentukan jati diri bisa memakan waktu yang lama, tapi tidak semua anak sama, ada yang lamban, ada yang cepat. Nah, untuk yang lebih lamban, mungkin saja karena anak cenderung lebih nakal, lebih badung, dsb. sehingga membuat dia lebih banyak bergumul untuk menggabungkan masukan dari orangtua dan masukan dari teman-temannya. ------- T: Apakah seseorang yang sekali menemukan jati dirinya dia akan tetap di situ atau dia suatu saat bisa berubah lagi? J: Dia akan mempertahankan bagian dasar dari konsep dirinya, tapi ia akan terus memoles dan menambahkan dengan masukan yang baru. Yang tidak relevan akan ditinggalkan, kemudian dia masukkan yang baru, demikian terus-menerus menjadi suatu proses yang dinamis. ------- T: Apa yang Alkitab katakan sehubungan dengan peran orang tua dalam pembentukan jati diri anak? J: Amsal 1:8 berkata: "Hai anak-Ku dengarlah didikan ayahmu dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu. Sebab karangan bunga yang indah itu bagi kepalamu dan suatu kalung bagi lehermu." Jadi memang Tuhan meminta anak-anak mendengarkan didikan orangtua ibaratnya seperti karangan bunga atau kalung bagi leher si anak yang akan menghiasi si anak. Tugas orang tua sudah pasti adalah memberi didikan dan memberi ajaran, dan hal ini tidak boleh berhenti karena itu memang tugas yang Tuhan embankan. -*- Sumber -*- [[Sajian kami di atas, kami ambil dari isi salah satu kaset TELAGA No. 48A, yang telah kami ringkas/sajikan dalam bentuk tulisan.]] -- Jika anda ingin mendapatkan transkrip seluruh kaset ini lewat e-Mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel@xc.org > -- Informasi tentang pelayanan TELAGA/Tegur Sapa Gembala Keluarga dapat anda lihat dalam kolom INFO edisi e-Konsel 03 dari URL: ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/003/ [01 Nov 2001] *BIMBINGAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* ALKITABIAH* -*- APA KATA ALKITAB TENTANG HARGA DIRI MANUSIA? -*- Ada orang-orang Kristen yang memiliki pengertian teologis yang salah tentang harga diri. Mereka berpikir bahwa manusia adalah mahluk yang sudah tercemar oleh dosa, oleh karena itu ia hina dina dan tidak ada harganya dan tidak pantas dikasihi. Jika ada orang Kristen yang menganggap diri layak dikasihi dan merasa dirinya baik adalah manusia yang sombong. Sebaliknya orang Kristen yang menghina diri adalah orang Kristen yang rendah hati. Betulkah demikian? Betulkah orang Kristen tidak pantas menghargai diri? 1. Alkitab mengajarkan bahwa manusia sangat berharga ------------------------------------------------- Seluruh Alkitab secara konsisten mengatakan bahwa manusia berharga. Pertama, karena manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej. 1:26-27). Kedua, karena Allah memelihara dan mengasihi umat-Nya sebagai "biji mata" Nya (Ul. 32:10). 2. Manusia tetap dihargai sekalipun telah jatuh dalam dosa ------------------------------------------------------- Alkitab berkata bahwa karena ketidaktaatan, manusia jatuh dalam dosa dan harus dihukum oleh Allah. Allah membenci dosa yang dilakukan manusia, tetapi Allah tidak membenci manusia. Ia tetap menunjukkan kasih-Nya, bahkan ketika kita masih berdosa (Rom. 5:8). Allah mengasihinya sehingga Ia mau mengutus Anak-Nya yang tunggal untuk menebus manusia agar manusia beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16). 3. Menghargai diri tidak sama dengan menyombongkan/memuja diri ----------------------------------------------------------- Menghargai atau mengasihi diri tidak sama dengan menyombongkan diri atau memuja diri, dan juga tidak sama dengan mementingkan diri sendiri (egoist). Orang Kristen dapat memiliki harga diri yang positif bukan karena apa yang telah ia perbuat dan bukan karena keberadaannya sebagai manusia, namun semata-mata karena anugerah Allah dan karunia keselamatan yang diberikan-Nya (Gal. 6:14; Rom. 15:17). 4. Allah menghargai apa yang manusia lakukan untuk Allah ----------------------------------------------------- Ketika Allah memilih untuk menyelamatkan manusia, maka Ia pun berkenan memanggil manusia untuk ikut ambil bagian dalam karya pekerjaan-Nya (Ef. 2:10)). Oleh karena itu Allah juga menerima puji-pujian dari manusia, karena Allah memang menciptakan manusia untuk kemuliaan-Nya (Yes. 43:21). Setelah membaca beberapa bagian dari Alkitab di atas, masih pantaskah orang Kristen menghina diri? Jika Allah memandang manusia berharga, maka kita harus memandang diri kita berharga sebagaimana Allah memandang kita. -*- Sumber -*- Staf Redaksi *TIPS *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TIPS* -*- BAGAIMANA MENOLONG ORANG YANG MEMILIKI PERASAAN RENDAH DIRI -*- Gary R. Collins, Ph.D. dalam bukunya "Christian Counseling" memberikan beberapa saran bagaimana menolong orang-orang yang memiliki perasaan rendah diri atau tidak berharga: 1. Berikan dukungan, perasaan diterima, dan penghargaan yang tulus. Orang yang memiliki perasaan rendah diri sangat sensitif dengan pujian dan sikap yang pura-pura, oleh karena itu konselor harus dapat memberikan dukungan dan penghargaan yang terus-menerus dengan lembut dan tulus untuk setiap kemajuan kecil yang jelas bisa dilihat. 2. Kembangkan pemahaman yang benar. Konselor dapat menolong dengan mencari tahu sebab-sebab rasa rendah dirinya dari pengalaman-pengalaman masa lalu. Ingatkan bahwa masa lalu tidak seharusnya menjadi penjara bagi hidupnya. Mengetahui masa lalu tidak mengubah keadaan tapi memudahkan konselor memberikan pemahaman yang benar. 3. Berikan perspektif Alkitab tentang harga diri. Alkitab mengajarkan bahwa harga diri yang positif tidak sama dengan kesombongan. Sikap menghukum dan menghina diri adalah sikap yang salah di hadapan Tuhan, karena kita telah ditebus dengan darah-Nya dan menjadi ciptaan baru. 4. Doronglah untuk bersikap terbuka, khususnya dalam mengevaluasi diri secara realistik. Buatlah daftar tentang kelebihan, kekuatan dan talenta serta kelemahan yang dimiliki. Ajaklah untuk berani mengambil resiko dalam mengatasi kelemahannya dengan hal-hal yang positif. 5. Berikan stimulasi untuk memeriksa kembali pengalaman, tujuan dan prioritasnya. Orang yang rendah diri takut membuat tujuan karena takut gagal. Jadi doronglah untuk membagi tujuan jangka panjang dan prioritasnya dalam tujuan jangka pendek yang kecil-kecil serta mudah dicapai. Keberhasilan kecil-kecil akan lebih mudah menolong meningkatkan rasa percaya dirinya. 6. Ajarkan ketrampilan-ketrampilan baru. Berikan ketrampilan-ketrampilan baru, misalnya: mempelajari Firman Tuhan dengan teratur, belajar untuk berpikir positif, belajar menghargai orang lain, dll. Hal-hal seperti ini tidak bisa didapatkan secara otomatis, tapi perlu dipelajari. 7. Jauhkanlah dari kecenderungannya yang merusak. Seorang yang memiliki harga diri yang rendah cenderung memperburuk keadaan, misalnya: memberi reaksi yang berlebihan jika melakukan kesalahan, atau menjadi sangat pasif, atau bisa juga memperlakukan orang lain sebagai obyek untuk dimanipulasi. Untuk itu konselor perlu menolongnya agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang merusak tsb. 8. Berikan stimulasi untuk memiliki kelompok yang mendukung. Memiliki kelompok orang-orang yang mengasihi dan mau menolong adalah cara terbaik untuk membangun rasa percaya diri. Rasa memiliki dan dimiliki dalam kelompok dapat menjadi terapi kelompok yang sangat menolong. 9. Ajaklah untuk menangani dosa yang telah dilakukan. Tidak ada orang yang senang dengan dirinya sendiri ketika ia menyadari bahwa ia telah berdosa kepada Tuhan. Oleh karena itu Konselor bisa menolong orang yang merasa bersalah dan kehilangan harga diri karena dosa ini dengan mengajaknya datang kepada Tuhan, mengakui dosa-dosanya dan berdamai dengan Tuhan. -*- Sumber diringkas dari: -*- Judul Buku : Christian Counseling Penulis : Gary R. Collins, Ph.D. Penerbit : Word Publishing Halaman : 321 - 324 *KESAKSIAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* KESAKSIAN* -*- MENGENAL DIRI SENDIRI -*- Selama bertahun-tahun sebenarnya aku bergumul dengan kehidupan Kristenku. Namun aku tidak pernah terlalu memikirkannya, karena aku pikir hal itu bukan hal yang serius seperti masalah hidup dan mati. Aku tahu bahwa aku adalah seorang yang berdosa, tetapi sama seperti kebanyakan orang Kristen, aku lahir dan dibesarkan dalam keluarga Kristen yang baik, karena itu aku bukan seorang pendosa besar. Aku tidak punya pengalaman pertobatan yang dramatis seperti David Wilkerson. Kadang hal inilah yang membuatku berdalih bahwa andai aku seorang pendosa besar maka mungkin aku bisa menjadi seorang Kristen yang lebih baik dan seorang pengkotbah yang lebih meyakinkan. Aku memutuskan untuk masuk ke Sekolah Alkitab pada usia 14 tahun. Tahun-tahun berikutnya aku lewati dengan gampang karena aku tidak terlalu memikirkan hal-hal rohani secara serius, bahkan aku sering bolos ikut kebaktian atau saat teduh pagi. Pada tahun 1965 aku akhirnya lulus dengan meraih predikat sarjana Teologia dan langsung dipercaya untuk melayani jemaat kecil di sebuah kota kecil. Namun, di sinilah aku mulai mengalami krisis identitas. Aku mulai malu dipanggil "pendeta" karena dalam hati aku tahu aku sebenarnya tidak layak mendapat panggilan itu. Seperti sudah aku katakan, aku belum pernah melakukan dosa besar, tapi aku tetap tidak merasa pantas menjadi pendeta. Jika aku hanya menjadi anggota jemaat biasa mungkin tidak ada masalah, karena aku dapat menjadi jemaat yang baik dan tidak perlu merasa seburuk ini. Sebagai seorang pendeta, aku dipandang sebagai pemimpin rohani dan teladan bagi orang yang dewasa rohani,... tapi aku benar-benar merasa seperti bermain sandiwara saja. Perasaan yang buruk terharap diriku sendiri ini membuat aku mulai belajar lagi hal-hal dasar tentang hidup Kristen. Hal ini terjadi terutama karena aku merasa terancam dengan jemaat-jemaat baru yang menyaksikan bagaimana mereka menemukan hubungan dengan Tuhan Yesus. Hal-hal doktrin Kristen aku menguasai tapi jemaat-jemaat baru ini kelihatannya lebih mengenal Tuhan Yesus daripada aku. Mungkin anggota jemaatku mengetahui pergumulanku sehingga mereka memberiku buku-buku yang biasanya tidak pernah aku baca, yaitu buku-buku yang ditulis oleh Watchman Nee, Andrew Murray, A.W. Tozer. Buku-buku tsb. sungguh mengagetkanku karena sepertinya penulis-penulis itu benar- benar memahami arti keberdosaan manusia. Sebagai bahan perbandingan akupun membaca tulisan Martin Luther, terutama Tafsiran Surat Roma dan Galatia. Aku sangat terkesan dengan iman dan hidup Kristen dari Martin Luther. Salah satunya dia berkata bahwa "pengenalan manusia akan dirinya sendiri akan mendatangkan kengerian yang dalam, dan ia merasa hancur, sampai ia menerima dan menghargai anugerah Tuhan, pengampunan-Nya dan hidup barunya dalam Kristus." Aku tahu Luther tidak pernah melakukan dosa besar tapi jelas dia tahu bahwa keadaan dirinya dan hatinya sangat merana. Aku menyadari bahwa pengetahuan yang dalam tentang dosa adalah langkah yang perlu dalam memulai pertumbuhan hidup Kristen. Aku mulai berdoa pada Tuhan untuk menunjukkan keadaan hatiku yang sebenarnya. Aku berdoa dengan cara yang sederhana, tidak dengan berlutut, melipat tangan dan memandang ke surga, tapi aku hanya berkata, "Tuhan, aku ingin tahu keadaan hatiku yang sebenarnya." Aku ingat Daud pun pernah berdoa, "Tuhan, selidikilah aku." Dan Tuhan menjawab doaku. Dalam beberapa peristiwa yang sederhana Tuhan tunjukkan betapa aku mampu melakukan hal-hal yang jahat di mata Tuhan. Aku bahkan terkejut dengan kenyataan bahwa sebenarnya tidak ada dosa yang tidak dapat aku lakukan. Aku menjadi sangat takut terhadap diriku sendiri. Aku tidak lagi mengagumi kesaksian orang- orang yang melakukan dosa-dosa besar... karena sangat mengerikan! Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku melihat diriku sebagaimana Allah melihatku; orang yang rusak, memprihatinkan, miskin, buta dan telanjang. Aku betul-betul membutuhkan Yesus! Dari apa yang aku alami aku belajar bahwa kekristenan alkitabiah dan psikologi humanis sama-sama setuju dalam satu hal, yaitu bahwa manusia harus mengenal dirinya sendiri, tapi untuk suatu alasan yang berbeda. Psikologi humanis mengajarkan bahwa kita harus mengenal diri kita supaya kita merasa senang dengan diri kita sendiri. Kekristenan alkitabiah mengajarkan kita untuk mengenal diri sendiri supaya kita tidak lagi melihat pada diri sendiri tapi menemukan hidup kita dan identitas dalam Yesus Kristus. -*- Sumber -*- Diterjemahkan dan diringkas dari: Judul Buku : Christ Esteem Penulis : Don Matzat Penerbit : Harvest House Publishers Halaman : 37 - 43 *SURAT *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* SURAT* =1= From: AniK < ani-k@ > >Salam, >Pertama-tama, terima kasih banyak untuk pelayanannya, saya >mendapat banyak berkat. Kiranya Tuhan yang membalasnya. >kedua, saya mengucapkan selamat Natal dan Tahun Baru. Ketiga, >Kalau boleh saya ingin usul apakah bisa disajikan hal-hal >tentang penyakit kejiwaan dilihat dari sudut pandang Kristen? >Beribu-ribu terima kasih. >Hormat saya, >Ani K. Redaksi: Terima kasih untuk ucapan selamat Natal dan Tahun Barunya. Kami juga mengucapkan terima kasih untuk usulan anda. Topik tentang Penyakit Kejiwaan kami masukkan sebagai salah satu usulan topik e-Konsel tahun 2002. Apakah ada usulan lain dari pembaca setia e-Konsel yang lain? e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL STAF REDAKSI e-Konsel Yulia O., Linda C., Margareta A. PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2002 oleh YLSA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel@sabda.org> Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. dapat dikirimkan ke alamat: <owner-i-kan-konsel@xc.org> *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-konsel@xc.org Berhenti: Kirim e-mail kosong: unsubscribe-i-kan-konsel@xc.org Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel ARSIP publikasi e-Konsel: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |