Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/56 |
|
e-Konsel edisi 56 (4-2-2004)
|
|
><> Edisi (056) -- 01 Pebruari 2004 <>< e-KONSEL *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Daftar Isi: - Pengantar : Bulan Penuh Kasih - Cakrawala : Like dan Love - Telaga : Peran Orangtua Menghadapi Anak Berpacaran - Bimbingan Alkitabiah : Standar Moral Pacaran - Tips : Menjaga Kesucian Pada Masa Berpacaran - Surat : Terimakasih Artikel Pekerjaannya *REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI* -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*- Bulan Pebruari dikenal sebagai bulan penuh kasih. Di bulan ini kita temui banyak toko yang menjual permen-permen coklat, berbagai hadiah romantis dengan warna merah atau pink, dan juga bunga-bunga yang melambangkan cinta kasih. Orang muda, khususnya mereka yang sedang berpacaran, pasti tahu mengapa bulan ini disebut sebagai bulan yang penuh kasih sayang. Tidak salah lagi jawaban Anda karena tanggal 14 bulan Pebruari dirayakan sebagai Hari Kasih Sayang atau Valentine. Dalam merayakan hari Valentine ini, e-Konsel juga ikut ambil bagian dengan menyajikan tema PACARAN untuk dua edisi yang terbit di bulan penuh kasih ini. Topik "Pacaran Secara Kristen" akan ditampilkan pada edisi 056 dan di edisi 057 akan kami sajikan topik "Jodoh". Pada edisi "Pacaran Secara Kristen" ini artikel yang kami sajikan adalah "Like and Love". Melalui artikel ini kita dapat belajar untuk membedakan antara perasaan "suka" dan "kasih". Emang ada bedanya...? Nah, simak baik-baik, ya. Tak ketinggalan kami juga akan memberi petunjuk, khususnya bagi para orangtua yang saat ini sedang resah menghadapi anak-anak mereka yang sudah mulai berpacaran. Dan bagi Anda yang saat ini sedang berpacaran, hal-hal apa yang tidak boleh kita lakukan ketika berpacaran? Silakan menyimak kolom Bimbingan Alkitab dan Tips yang akan membahas tentang bagaimana berpacaran secara Kristen. Topik Hari Valentine tahun lalu yang pernah disajikan oleh e-Konsel adalah edisi 009/2002, dengan tema "Mencari Pasangan Hidup". Jika Anda belum mendapatkan sajian edisi ini, segera saja Anda membuka arsip e-Konsel di: ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/009/ Tunggu apa lagi, segera simak sajian kami! Redaksi *CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA* -*-LIKE DAN LOVE-*- Dalam bahasa Inggris, kata "to like" berarti menyukai sedangkan kata "to love" berarti mengasihi. Sekarang apa perbedaan mendasar antara dua kata ini dalam hal memilih pasangan hidup? Menurut saya, menyukai mengacu pada kesenangan pribadi yakni menginginkan seseorang karena ia baik untuk kita dan menyenangkan hati kita. Sebaliknya, mengasihi merujuk kepada memberikan diri untuk seseorang. Cara lain untuk membedakannya ialah, menyukai hanya meminta kita menjadi pengamat, sedangkan mengasihi mengharuskan kita menjadi pelaku. Misalnya, kita menyukai mainan, kendaraan, dan rumah, tetapi kita mengasihi adik, orangtua serta istri kita. Mainan dan kendaraan bertujuan untuk menyenangkan atau memudahkan kehidupan kita tanpa kita harus terlibat di dalamnya (menjadi bagian dari mainan atau mobil itu). Mengasihi keluarga menuntut kita untuk terlibat di dalamnya (menjadi bagian dari kehidupan mereka); dengan kata lain, kita mesti menjadi pelaku, bukan sekedar pengamat yang mencicipi kenikmatan objek tersebut. Adakalanya kita dibingungkan dengan kata "suka" dengan "cinta". Tidak bisa disangkal, pada tahap awal pertemuan, rasa suka akan mendominasi hubungan kasih kita. Kita menyukai wajahnya, cara bicaranya, tertawa renyahnya, kelembutannya, kepemimpinannya, atau wibawanya. Namun seyogianya rasa suka ini bertumbuh menjadi rasa cinta yakni kerelaan untuk memberi yang terbaik dari diri kita demi yang terbaik untuknya. Jika metamorfosis ini tidak terjadi, maka kita pun akan terlibat dalam suatu relasi yang kerdil dan dangkal. Kita akan berhenti pada peran pengamat yang hanya menikmati tontonannya dengan penuh kekaguman. Yang lebih berbahaya lagi, kita akan menuntutnya untuk bersikap dan melakukan hal-hal yang dapat terus melestarikan kenikmatan dan kekaguman kita terhadapnya. Berbeda dengan suka, kasih masih menyisakan benih-benih kekaguman tanpa membuat kita terpukau kaku dan pasif. Kasih melibatkan kita dalam hidupnya sebagai pelaku yang rela mengotorkan tangan, bukan sekedar sebagai penonton yang disenangkan oleh pertunjukkan yang indah. Kasih bertanya, "Apa yang dapat kuberikan?", sedangkan suka bertanya, "Apa yang dapat kau berikan?". Saya kira istilah C.S. Lewis, "need-love", mencerminkan definisi menyukai yang telah saya jabarkan. Menurut Lewis, "need-love" merupakan kasih yang keluar dari kebutuhan dan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan itu. Dengan kata lain, kita memilihnya menjadi istri atau suami karena ia akan dapat memberikan yang kita butuhkan. C.S. Lewis tetap menyebutnya, kasih, tetapi saya cenderung memanggilnya, suka. Sekali lagi saya tegaskan bahwa suka pada dasarnya sesuatu yang alamiah dan bersifat netral. Rasa suka merupakan bagian awal dari rangkaian pertumbuhan relasi di mana pada puncaknya, kasihlah yang mencuat dengan indahnya. Problem muncul tatkala benih suka tetap tinggal sebagai biji suka dan tidak pernah bertumbuh menjadi pohon kasih. Pernikahan yang seperti ini akan ditandai dengan dua nada: frustasi dan kejam. Kita merasa frustasi karena kita mengalami delusi sebab ternyata yang kita harapkan tidak menjadi kenyataan. Kita terbangun dari mimpi dan melihat rupa pasangan kita yang sebenarnya -- ternyata dia bukan pangeran yang mengherankan kita. Dia tidak memberikan yang kita butuhkan bahkan kitalah yang harus mengisi kebutuhannya. Kita juga bisa berubah kejam. Kita dapat terus menghujamnya dengan tuntutan demi tuntutan secara bertubi-tubi dan membabi buta. Kita tidak mau tahu akan realitas sebab kita merasa terpedaya dan terperangkap. Kita menganggap bahwa ia berhutang pemberian kepada kita. Kita menjadi kejam karena ternyata tontonan itu tidak menarik sama sekali. Rasa suka pun berubah menjadi benci. Kembali kepada konsep "need-love" yang diutarakan C.S. Lewis, ternyata hubungan kasih memang sarat dengan kebutuhan, misalnya kebutuhan untuk dikasihi, dihargai, dan keamanan. Ternyata pemilihan pasangan hidup juga tidak terlepas dari penentuan akan siapa yang kira-kira dapat memenuhi kebutuhan kita itu. Kita tidak memilih siapa saja; kita memilih dia yang berpotensi atau yang kita duga akan sanggup mencukupi kebutuhan kita. Selama kebutuhan itu tidak terlalu besar, biasanya hubungan nikah akan dapat berjalan langgeng. Namun jika kebutuhan itu terlalu menggunung, konflik pasti akan meletus. Kesimpulannya adalah, sadarilah kebutuhan yang kita miliki itu dan akuilah harapan yang terkandung di dalam hati kita. Komunikasikanlah harapan itu kepada pasangan kita dan carilah jalan tengah agar kebutuhan itu dapat dipenuhinya tanpa harus terlalu melelahkannya. Semakin dini kita menyadari dan mengkomunikasikannya, semakin besar kemungkinan kita menyelamatkan pernikahan kita kelak. -*- Sumber -*-: Judul Buletin: Parakaleo, Vol VI/3, Juli - September 1999 Penulis : Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph.D. Penerbit : STTRII Halaman : 3 - 4 *TELAGA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TELAGA* -*- PERAN ORANGTUA MENGHADAPI ANAK BERPACARAN -*- Mau tidak mau pada suatu saat anak-anak kita juga akan sampai pada proses pacaran. Suatu tahap yang wajar terjadi dalam kehidupan setiap orang. Sebagai orangtua sudah menjadi kewajiban kita untuk tetap membimbing mereka dalam setiap kehidupan mereka. Ada banyak hal yang harus kita perhatikan bila anak-anak ini sudah sampai pada tahap berpacaran. Anda penasaran hal-hal apa saja itu? Simak saja kolom TELAGA berikut ini bersama Pdt. Dr. Paul Gunadi Ph.D! ------ T : Apa yang membedakan antara berpacaran dan berteman akrab selain perbedaan jenis kelamin? J : Yang menjadi perbedaan utama adalah ketertarikan secara romantis dan emosional. Persahabatan biasanya diikat oleh rasa kebutuhan emosional yang dipenuhi oleh seorang sahabat, sedangkan berpacaran mengandung unsur suatu ketertarikan secara romantis. ------ T : Apakah kalau mereka sering pergi berduaan lalu mengambil kesempatan-kesempatan hanya berdua saja, lalu kita bisa mengatakan mereka sedang berpacaran? J : Kemungkinan kalau dengan lawan jenis dan sudah mulai bepergian berdua, saya kira sudah menjurus ke situ. Sebab dalam persahabatan seringkali itu tidak kita lakukan, biasanya bersahabat itu berdua, bertiga, apalagi pada anak-anak remaja, jarang sekali yang eksklusif hanya berdua dengan lawan jenis. Jadi kalau mulai berdua dengan lawan jenis, mereka mungkin juga pada awalnya mengatasnamakan persahabatan, namun dalam hati -- meskipun mereka belum tentu mau mengakuinya -- mereka sudah memiliki ketertarikan yang romantis. Karena untuk penjajakan pada tahap awal, masing-masing tidak mau mengungkapkan perasaan sebetulnya. Jadi mereka hanya bepergian dan berpikir ini adalah persahabatan. Setelah melewati jangka waktu tertentu mereka makin menyadari betapa tergantungnya mereka satu sama lain, betapa butuhnya mereka akan kehadiran pasangannya itu. Akhirnya mungkin salah satu akan mengungkapkan isi hatinya dan resmilah mereka pacaran. ------ T : Kalau kita tahu anak kita sudah mulai berpacaran, apa yang bisa kita lakukan sebagai orangtua? J : Jauh sebelum anak kita mulai berpacaran, kita seharusnya sudah mulai berbicara kepada dia tentang calon pacarnya, tentang suami atau istri yang baik. Kita berbicara tentang hal-hal seperti ini tidak harus secara terencana dan sistematik tetapi lakukan serileks mungkin namun mengandung pesan moral yang jelas. Misalnya dengan berkata kepada dia: "Nanti saya mengharapkan kamu akan menikah dengan seseorang yang lebih baik dari saya. Maksudnya, saya hanya minta kamu mencintai dan memilih orang yang mencintai Tuhan Yesus dan kamu dengan sepenuh hati." Hal- hal inilah yang mulai perlu kita sampaikan kepadanya, sehingga dia mempunyai kerangka atau standar atau tolok ukur ketika dia mulai dekat dengan seorang pria. Akhirnya tanpa disadarinya prinsip-prinsip atau kriteria tersebut sudah melekat padanya dan menjadi panduan yang akan dia gunakan. Sebaiknya pembicaraan kita juga tidak bernada instruksi, larangan, keharusan atau menggurui. Misalnya, jangan menggunakan kata-kata: "Kamu tidak boleh menikah dengan ini, kamu harus begini, dan sebagainya." Larangan-larangan itu bisa efektif namun dampaknya kurang begitu konstruktif karena anak itu cenderung tidak begitu tanggap terhadap larangan-larangan. Justru bisa-bisa anak itu merasa ingin tahu mengapa tidak boleh berpacaran dengan orang yang dilarang oleh orangtua, akhirnya malah melakukannya. Jadi sampaikanlah pesan-pesan moral kita itu secara positif bukannya secara negatif. ------ T : Tapi apakah mereka tidak canggung untuk diajak bicara seperti itu? J : Memang ada kecenderungan anak tidak akan menunjukkan sikap bahwa dia itu sungguh-sungguh memperhatikan karena ada rasa malu. Namun sebetulnya dalam hatinya dia akan mendengarkan dengan serius. Beritahu dia bahwa merupakan hal yang alami baginya jika suatu hari kelak dia menyukai seseorang yang berlawanan jenis dan tidak usah merasa malu. Orangtua perlu mengambil inisiatif untuk memunculkan dan membicarakan hal ini dengan tujuan agar anak mempunyai keberanian untuk bercerita. ------ T : Kadang-kadang sesudah anak ini menginjak dewasa, mereka justru tertarik pada orang-orang yang tidak seiman. Bagaimana mengatasinya? J : Harus kita akui kematangan iman kita seringkali dipengaruhi oleh kematangan usia dan jiwa kita. Maksudnya, memang ada anak-anak remaja usia 11-13 tahun yang memiliki kematangan rohani. Pada umumnya, kebanyakan kita mulai memikirkan dengan serius tentang iman kepada Tuhan sekitar usia 17-18 tahun ke atas. Ini cukup alamiah sebab ada tahapannya. Artinya adalah pada usia sebelumnya hal-hal rohani itu kurang menempati posisi yang penting di dalam kehidupannya, kecenderungannya adalah dia ikut dengan kita ke gereja karena kewajiban. Pada saat ini mungkin saja dia tertarik dengan lawan jenisnya. Harus kita akui bahwa pada umumnya pintu pertama yang menjadi penghubung antara kita dengan yang kita sukai adalah ketertarikan fisik. Seringkali unsur seiman atau tidak seiman menjadi soal kedua, sama dengan unsur kecocokan kepribadian atau sifat-sifatnya. Dari pengertian ini kita bisa menyimpulkan bahwa sewaktu anak kita itu menjalin hubungan dengan lawan jenisnya yang kebetulan tidak seiman, itu dilakukannya dengan tidak sengaja karena memang prosesnya begitu. ------ T : Kalau kita sudah tahu bahwa mereka sedang pacaran dengan orang yang tidak seiman, apa yang harus kita lakukan? J : Reaksi yang umum, kita merasa panik karena tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan dan kita takut hal ini membawa kerugian pada anak kita. Cobalah untuk berdialog dengan dia. Larangan yang keras kurang begitu efektif. Justru kalau kita larang dengan keras, dia malah berbalik membela pacarnya dan merasa bahwa kita itu tidak adil. Jadi kembalikan tanggung jawab ini ke pundaknya dan dorong untuk mempertanggungjawabkan tindakannya itu di hadapan Tuhan. Misalnya, kita bacakan Amsal 19:14, "Rumah dan harta adalah warisan nenek moyang, tetapi istri yang berakal budi adalah karunia Tuhan." Sebab sebagai seorang Kristen kita harus berkata bahwa pasangan hidup kita itu adalah pemberian Tuhan, berarti yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Kita tahu bahwa Firman Tuhan meminta kita menikah dengan yang seiman, kita tidak diizinkan untuk menikah dengan yang tidak seiman. Namun sekali lagi kita tidak menekankan pada kehendak kita tetapi lebih menekankan bahwa dia sekarang bertanggung jawab secara langsung kepada Tuhan. ------ T : Jika dia mengambil keputusan untuk putus dengan pacarnya yang tidak seiman itu, bagaimana supaya ia tidak terluka hatinya atau bagaimana jika ia tidak mau pacaran lagi, bagaimana kita menolongnya? J : Kita bisa menyampaikan kepadanya bahwa setelah kita putus, luka itu akan terus tinggal dalam hati kita untuk jangka waktu yang lama. Jadi lumrah kalau dia itu tidak mau mencoba kembali. Namun setelah luka itu sembuh, keinginan itu akan muncul secara lebih alamiah. Amsal 20:18, "Rancangan terlaksana oleh pertimbangan, sebab itu berperanglah." Ayat ini bisa dibagikan kepada anak kita bahwa lain kali harus mempertimbangkan dengan baik sebelum melangkah masuk dalam hubungan yang lebih serius, karena toh yang terluka adalah kita dan Tuhan mau melindungi kita dari luka dan kerugian-kerugian. Oleh sebab itu, sebelum melangkah kita dasari langkah itu atas pertimbangan-pertimbangan yang matang. -*- Sumber -*-: [[Sajian di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. #24A yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan. -- Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat e-Mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel@xc.org > atau: < TELAGA@sabda.org > ]] *BIMBINGAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*--*-*-*-*-*-*-*-*-* ALKITABIAH* -*- STANDAR MORAL PACARAN -*- Untuk membedakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan ketika kita berpacaran, Tuhan memberikan batasan yang jelas. Dia tak pernah takut untuk menyebut dosa sebagai dosa. Mari kita lihat apa yang Alkitab katakan tentang hal ini. (Anda mungkin ingin mencari ayat-ayat ini di Alkitab Anda sendiri dan menggarisbawahinya.) Mazmur 101:2,3 Galatia 5: 16-21 Mazmur 119:9,11 Galatia 6:7,8 Ayub 31:1 Efesus 5:3-5 Matius 5:27-29 1Tesalonika 4:3-8 Matius 7:13,14 2Timotius 2:22 1Korintus 6:9,10 Wahyu 18:4,5 1Korintus 6:18-20 Wahyu 22:14,15 Standar moral Tuhan adalah satu-satunya standar moral yang kita butuhkan. Bahkan pada suatu hari nanti ketika generasi penerus kita menjadi buta seolah-olah tidak ada standar moral seperti itu, kita harus menegakkannya dan menjadikan itu sebagai bagian dari kita. Elaine Battles, seorang misionaris, pernah berkata, "Hanya ikan mati yang mengapung dan terbawa arus sampai ke hilir." Anak muda harus hidup dan bersemangat untuk bisa berenang melawan arus. -*- Sumber diterjemahkan dan diedit dari -*-: Judul Buku: Dare to Date Differently Penulis : Fred Hartley Penerbit : Power Book, New Jersey, U.S.A, 1998 Halaman : 44 - 47 *TIPS *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TIPS* -*- MENJAGA KESUCIAN PADA MASA BERPACARAN -*- Menjaga kesucian menuntut disiplin diri yang kuat dan disiplin ini hanya bisa ada apabila ada niat yang sama kuatnya pula. Tidak hanya itu, faktor utama untuk tetap menjaga kesucian selama masa pacaran hendaknya didasarkan pada rasa takut akan Allah sebab pada akhirnya kita tetap harus memberi pertanggungjawaban kepada Allah sendiri (1 Tesalonika 5:23). Berikut ini beberapa saran untuk menolong kita menjaga kesucian pada masa berpacaran. 1. Sirami hati kita dengan Firman Allah. ------------------------------------- Firman Allah akan memberi peringatan dan sekaligus kekuatan bagi kita untuk melawan godaan seksual. Bacalah dan renungkanlah firman-Nya setiap hari; jadikan saat teduh sebagai aktivitas rohani rutin kita. Jangan biarkan iblis atau diri kita menipu dengan mengatakan bahwa kita sudah tidak layak menerima firman Tuhan. Ketidaklayakan adalah suatu sikap yang selalu harus ada namun kita butuh firman Tuhan guna bertahan dalam kehendak Tuhan. 2. Pertahankan batas sejauh-jauhnya dan sepanjang-panjangnya. ---------------------------------------------------------- Jangan mulai sentuhan fisik terlalu dekat dan terlalu cepat. Barang siapa memulai terlalu cepat akan mengakhirinya dengan cepat dan sangat jauh pula. Hindarkan ciuman di bibir, sebisanya berhenti pada ciuman di pipi. Sentuhan-sentuhan pada anggota tubuh selain tangan, misalnya pinggul dan dada, harus dihindarkan. Hindarkan pelukan muka dengan muka, batasi hanya pada pelukan dari samping yakni tangan kanan memeluk bahu dari samping. 3. Bicarakan godaan seksual secara terbuka dan doakan bersama. ----------------------------------------------------------- Jangan merasa sungkan atau tidak enak hati melukai pasangan kita. Keterbukaan menunjukkan kedewasaan dan kesadaran untuk menghadapi secara matang. Sepakati batas fisik dan hormati keputusan itu sebab dengan cara itulah kita menghormati tubuh pasangan kita sebagai rumah Allah yang kudus. 4. Hindarkan keberduaan dan keterpisahan. -------------------------------------- Bertemulah di tempat terbuka dan umum; jangan mencari-cari kesempatan untuk menyendiri guna melaksanakan niat seksual kita. Membicarakan hal pribadi tidak perlu dalam kamar atau di rumah yang sepi; kita dapat melakukannya di tempat ramai yang tetap memberi kita kesempatan berbicara dengan serius. 5. Bicarakan masalah dengan seorang bapa atau ibu rohani. ------------------------------------------------------ Bicarakan dan akuilah masalah kita dengan seorang bapa atau ibu rohani kita agar kita bisa mempertanggungjawabkan perbuatan kita secara berkala dan terbuka. Mintalah kesediaannya untuk menjadi pengawas yang akan terus mengecek kemajuan kita. Keberadaan seorang pengawas akan menolong kita hidup kudus dan bertanggung jawab. Dosa yang disembunyikan niscaya membuat kita lebih liar dan tak terkendali, dosa yang diakui justru memperkuat ketahanan kita. 6. Jangan menyerah. ---------------- C.S. Lewis, seorang penulis Kristen, pernah berujar bahwa kita tidak akan tahu besarnya kekuatan dosa sampai kita mencoba melawannya. Godaan seksual merupakan godaan besar yang adakalanya membuat kita putus asa melawannya. Namun nasihat C.S. Lewis adalah jangan menyerah. Lewis melukiskan suatu contoh yang indah. Jika kita mengosongkan kertas ujian kita, pasti kita mendapatkan nilai 0. Namun, jika kita mencoba menjawab setiap pertanyaan, kita pasti memperoleh nilai meski jawabannya salah. Lewis mengingatkan kita bahwa Tuhan ingin melihat usaha kita melawan dosa dan Ia menghargai upaya yang keras. Jangan menyerah atau membenarkan diri. Akui kejatuhan kita dan bangunlah kembali; setiap hari merupakan hari pengujian, sebab itulah esensi kehidupan Kristen. -*- Sumber diedit dari -*-: Judul Buletin: Seks Pranikah -- Seri Psikologi Praktis Judul Artikel: Menjaga Kesucian Penulis : Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph.D. Penerbit : Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang, 2001 Halaman : 6 - 8 *SURAT*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-DARI ANDA-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*SURAT* Dari: <Judith@> >Shalom tim e-Konsel! Pagi ini saya dapat berkat besar dengan >artikel di bawah ini. Thank's alot yaa. Betapa uniknya kehidupan >orang Kristen bahkan soal pola kerja pun Bapa mengaturnya. Thanks >God for taking care of us. God bless you all forever!!!! Selamat >bekerja=melayani! >@Judith Redaksi: Kami juga tidak henti-hentinya mengucapkan syukur kepada Tuhan jika kami bisa membagikan berkat Tuhan kepada semua orang. Tak ketinggalan kami juga mengucapkan terimakasih atas segala dukungan yang telah diberikan kepada kami. Maukah Anda mensharingkan pengalaman Anda dalam hal pola kerja kepada teman-teman Anda atau mengirimkannya kepada Redaksi. Siapa tahu pengalaman Anda dapat menjadi berkat bagi para pembaca e-Konsel lainnya. Jangan lupa untuk mendoakan kami agar melalui pelayanan ini nama Tuhan semakin dimuliakan dan semakin banyak orang yang mengenal Dia dan mendapatkan berkat-Nya. Selamat bekerja dan melayani. e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL STAF REDAKSI e-Konsel Yulia, Ratri, Irfan, Natalia PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2004 oleh YLSA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel@sabda.org> Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. dapat dikirimkan ke alamat: <owner-i-kan-konsel@xc.org> *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-konsel@xc.org Berhenti: Kirim e-mail kosong: unsubscribe-i-kan-konsel@xc.org Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel ARSIP publikasi e-Konsel: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |