Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/45 |
|
e-Konsel edisi 45 (1-8-2003)
|
|
><> Edisi (045) -- 01 Agustus 2003 <>< e-KONSEL *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Daftar Isi: - Pengantar : Perpisahan Orangtua dengan Anak - Cakrawala : Sarang yang Kosong - Telaga : Ekses Keluarga Jarak Jauh [T 41B] - Bimbingan Alkitabiah : Apa yang Alkitab Katakan Tentang Loneliness? - Tanya-Jawab : Kala Harus Berpisah dengan Anak - Info : Pelatihan "School of Healing" - Surat : Bagaimana Mendapatkan Kaset Telaga? *REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI* -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*- Waktu sekolah dan perkuliahan sudah dimulai lagi. Bagi orangtua- orangtua yang memiliki anak, khususnya anak-anak yang akan kuliah di luar kota/di luar negeri, masa kebahagiaan hidup dekat dengan anak-anak sepertinya akan segera berakhir. Di satu pihak ada perasaan bangga dan bahagia karena melihat anaknya bisa melanjutkan sekolah dan hidup mandiri, tapi di lain pihak ada perasaan sedih karena terpaksa harus berpisah dengan anak yang dikasihi yang sudah belasan tahun hidup bersama. Perasaan-perasaan yang dialami oleh para orangtua ini adalah suatu hal yang biasa terjadi karena orangtua merasa tidak siap untuk berpisah dengan anak mereka. Selain sekolah, ada beberapa alasan yang menyebabkan perpisahan orangtua dengan anak mereka, antara lain karena anak mendapatkan pekerjaan di luar kota bahkan di luar negeri, bisa juga karena mereka sudah menikah dan harus pindah ke rumah mereka sendiri. Akibat dari "sarang yang kosong" ini (istilah yang sering dipakai), orangtua menjadi kesepian dan merasa kehilangan. Banyak orangtua tidak tahu apa yang harus mereka lakukan untuk menghilangkan rasa sepi ketika mereka sudah ditinggalkan oleh anak-anak mereka. Nah, jika saat ini Anda termasuk orangtua yang sudah atau sebentar lagi akan ditinggalkan oleh anak-anak karena mereka harus melanjutkan sekolah atau bekerja di kota lain ataupun berumah tangga sendiri, kami harap seluruh sajian dalam edisi kali ini akan sangat membantu Anda dalam menghadapi perpisahan dengan anak yang sangat Anda kasihi itu. Selamat menyimak! Tim Redaksi *CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA* -*- SARANG YANG KOSONG -*- Di dalam bukunya, "Turning Hearts Toward Home" sebuah biografi tentang kehidupan dan pelayanan Dr. James Dobson, Rolf Zettersten menuliskan perjumpaannya dengan Dr. Dobson yang sedang terduduk dengan mata merah dan pipi yang basah dengan air mata. Sehari sebelumnya, Dr. Dobson baru saja melepas putra bungsunya, Ryan, untuk pergi berkuliah ke tempat yang jauh, kepergian yang mengawali fase "sarang yang kosong" di keluarga Dr. Dobson. Di dalam surat yang ditulisnya sendiri untuk melukiskan perasaan kehilangannya itu, Dr. Dobson menggambarkan rumahnya setelah ditinggal oleh putra- putrinya bak "biara - rumah makam - museum". Secara lebih grafik Dr. Dobson menggambarkan masa "sarang yang kosong" itu sebagai waktu di mana "ban sepeda akan kempes, skateboard menjadi bengkok dan tergeletak begitu saja di garasi, ayunan terdiam sunyi, dan ranjang kosong ditinggal penghuninya." Sarang yang kosong merupakan istilah yang melukiskan periode dimana orangtua akan tinggal sendiri lagi tanpa anak yang telah akil balig. Ibarat induk burung yang membesarkan anaknya dalam sarang, pada suatu ketika ia harus membiarkan anaknya terbang meninggalkan sarang ... untuk selamanya. Saya belum memasuki fase itu dan tidak bisa berkata banyak tentang masa yang belum saya lalui. Namun, dalam kurun 3 tahun, jika Tuhan kehendaki, saya dan istri saya akan mulai harus melepas anak pertama kami. Kadang, meski belum mengalaminya secara langsung, pemikiran bahwa saya akan berpisah dengan anak-anak sudah cukup meresahkan dan membawa kesedihan yang dalam. Seperti keluarga lainnya, setiap hari kami melakukan hal-hal yang rutin, bangun tidur, menyediakan air untuk mandi anak-anak, istri saya menyiapkan sarapan untuk kami semua, anak-anak pergi ke sekolah dan akhirnya pulang dari sekolah menonton kartun, belajar, latihan piano, menonton televisi lagi, saat teduh, dan tidur. Namun dalam kerutinan itulah terletak 'bonding' ikatan batiniah dan 'familiarity' pengenalan dan keterbiasaan. Gordon Allport mengemukakan bahwa diri manusia terbangun dari kepingan-kepingan psikofisik yang disatukan oleh intensi tujuan atau arah hidup. Psikofisik menandakan bahwa pribadi manusia merupakan kombinasi dari pengalaman atau bentukan yang bersifat psikologis dan bawaan yang berkodrat biologis. Semua itu bercampur menjadi diri dan diri itu menjadi utuh oleh karena adanya tujuan hidup yang mengarah ke masa depan. Kehadiran anak dan pengalaman hidup bersamanya hari lepas hari sudah tentu merupakan kontribusi terhadap diri kita pula kontribusi yang membentuk diri kita. Keberadaan anak juga merupakan bagian dari intensi tujuan dan arah hidup yang membuat kita melangkah ke depan dalam kepastian. Kepergian anak menuntut kita untuk menciptakan ulang intensi atau tujuan dan arah hidup kita. Anak-anak yang telah menjadi bagian diri kita sekarang dan arah hidup di masa mendatang akan terbang meninggalkan sarangnya dan sesuatu pada diri kita akan turut terbang pula bersamanya. Ikatan itu akan lepas, segalanya yang begitu dikenal dan terbiasa akan berubah menjadi asing, ban sepedanya kempes, ayunannya terdiam sunyi, ranjangnya kosong. Kepingan psikofisik kita tidak utuh lagi dan intensi kita goyang. Saya tidak sedang membicarakan pengalaman pribadi melewati sarang yang kosong itu sebab saya belum mencapainya. Sebetulnya saya tengah membagikan pengalaman saya sekarang yang sedang dibayang-bayangi oleh gambaran terbangnya anak kami satu per satu. Buat sebagian saudara, saya mungkin terlalu sentimental; buat saya sendiri, saya hancur dan sedih melewati batas sentimental. Berbelasan tahun saya membagi hidup dengan mereka dan sekarang kepergian yang tadinya nun jauh di sana mulai tampak. Bagaimanakah saya dapat hidup tanpa mendengar derai tawanya, memegang tangannya, mengecup pipinya sebelum tidur, dan memeluk tubuhnya? Beberapa waktu yang lalu di tengah malam buta, kami dikejutkan oleh suara panggilan salah seorang anak kami. Rupanya ia terjaga karena sakit kepala dan saya langsung memapahnya ke kamar mandi serta menolongnya untuk muntah. Setelah itu istri saya membawakan minyak kayu putih yang langsung saya oleskan pada tubuhnya. Dalam waktu sekejap, ia pun terlelap kembali. Malam itu saya tidur di sampingnya dan untuk sejenak saya merenungkan peristiwa yang baru saja terjadi. "I want to be there when you throw up." Itulah kata-kata yang keluar dari hati saya sewaktu saya memandanginya tidur dengan pulas. "I want to be there when you throw up." Saya ingin bersamanya sewaktu ia muntah, sebuah permintaan yang musykil dan lebih merupakan sebuah protes terhadap kodrat alamiah yang telah Tuhan tetapkan. Kepingan itu harus lepas dengan bebas; tatapan ke masa depan itu mesti berganti arah walau dengan berat hati. Saya tidak boleh turut terbang meninggalkan sarang yang kosong itu. Sarang yang kosong itu untuk saya. Sayup-sayup saya mendengar, "Ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk." ... betapa susahnya ...! -*- Sumber -*-: Judul Buku : Parakaleo Volume VIII/ April-Juni 2001 Judul Artikel: Sarang yang Kosong Penulis : Pdt. Paul Gunadi, Ph.D Penerbit : Sekolah Tinggi Theologi Reformed Injili Indonesia, Jakarta Halaman : 3 - 4 *TELAGA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TELAGA* -*-EKSES KELUARGA JARAK JAUH-*- TELAGA dengan topik "Ekses Keluarga Jarak Jauh" ini sebenarnya membahas tentang perpisahan yang terpaksa dilakukan oleh suami atau istri karena harus bekerja di luar kota. Namun ada sebagian percakapan yang membahas tentang orangtua yang ditinggalkan anak- anaknya untuk sekolah ke luar kota/luar negeri. Ringkasan percakapan dari bagian tersebut kami sajikan berikut ini. Apa dampak yang mungkin ditimbulkan dan hal-hal apa saja yang perlu dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk berpisah dengan anak-anak? Simak jawabannya bersama Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph.D. ------ T : Dalam kesempatan ini kita akan membahas mengenai orangtua dan anak-anak yang harus berpisah untuk jangka waktu tertentu karena alasan-alasan tertentu pula. Sebab-sebab atau faktor–faktor apa saja yang biasanya membuat orangtua dan anak-anak itu terpaksa harus berpisah? J : Saya mau menggarisbawahi kata 'terpaksa berpisah' sebab yang sedang kita bicarakan di sini bukanlah berpisah karena tidak cocok atau disengaja supaya bisa menjauh dari orangtua atau anak-anak. Tapi suatu keadaan yang sangat memaksa sehingga mereka harus berpisah. Yang biasanya menjadi penyebab adalah pekerjaan, karena seringkali orang mendapatkan pekerjaan di luar kota, apalagi seperti masa sekarang ini, pilihan-pilihan untuk bekerja lebih menyempit. Sehingga akhirnya harus diambil yang tersedia, meskipun itu di luar kota. Alasan yang lain adalah banyak anak yang disekolahkan oleh orangtuanya ke luar negeri, misalnya ke Malaysia atau Singapura. Dan sekali lagi, ini juga merupakan suatu keterpaksaan. ----- T : Cepat atau lambat anak-anak dewasa mungkin harus pindah kota karena sekolah dan sebagainya. Apa dampaknya bagi orangtua maupun anak-anak? J : Sewaktu kita berpisah tidak bisa tidak kita harus mulai menata hidup kita kembali supaya kita bisa terus hidup, sebab kalau hidup terus-menerus dirundung oleh kesedihan, kita bisa-bisa tidak berfungsi dengan optimal, tidak bisa bekerja dengan penuh konsentrasi dan sebagainya. Kita perlu mulai beradaptasi yang merupakan kodrat manusiawi kita. Kita mulai beradaptasi dengan kesendirian. Masalahnya adalah pada waktu keduanya mulai bisa beradaptasi, ada kemungkinan terjadi perasaan bahwa keduanya makin tidak saling membutuhkan. ----- T : Apakah karena masing-masing menganggap bisa hidup sendiri? J : Betul, dan itu adalah konsekuensi natural, sewaktu beradaptasi untuk hidup sendiri, kita mencoba menyesuaikan diri untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Hal itu bisa juga sering terjadi antara orangtua dan anak-anak kalau lama berpisah. Begitu anak- anak itu pulang, mereka langsung disuruh-suruh atau ditanya- tanya karena tidak mau cerita sama sekali tentang hal-hal yang mereka alami. Mungkin orangtua merasa rumahnya yang semula tenang karena tidak ada anak-anak menjadi hiruk-pikuk dan orangtua merasa terganggu. Pada mulanya saat anak-anak tidak ada orangtua merasa kesepian. Namun setelah lama berpisah, dan suatu saat anak-anak pulang, pada hari pertama merasa senang, hari kedua bisa mulai tidak senang, dan pada hari ketiga menjadi sangat tidak senang dengan kepulangan mereka. ----- T : Faktor-faktor apakah yang perlu dipertimbangkan sebelum berpisah? J : Faktor pertama adalah mendaftarkan apa manfaat dan kerugian dari hidup berpisah. Kadang kerugiannya lebih besar. Namun karena terpaksa, memang harus dilakukan, jadi harus dilakukan. Kalaupun harus dilakukan, faktor kedua yang harus dipikirkan adalah apakah perpisahan ini permanen atau sementara? Kalau bisa usahkan agar perpisahan itu hanya sementara. Faktor ketiga yang harus diperhatikan juga adalah kuat lemahnya kemampuan kita untuk melakukannya. ----- T : Sebelum kita akhiri bisakah Pak Paul memberikan Firman Tuhan yang bisa diajarkan kepada anak-anak kita yang harus studi di luar kota atau luar negeri. J : Saya akan bacakan dari Kolose 3:17, "Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan lakukanlah semua itu dalam nama Tuhan Yesus." Anak-anak yang berpisah dari orangtua, yang tidak diawasi lagi oleh orangtua, harus bertanya, "Dapatkah saya berkata bahwa apa yang saya lakukan ini dalam nama Tuhan Yesus?" Kita harus bersyukur bahwa kita punya Tuhan yang terus mengawasi, membimbing hidup kita ke jalan yang benar. -*- Sumber -*-: [[Sajian kami di atas, kami ambil dari isi salah satu kaset TELAGA No. #41B, yang telah kami ringkas/sajikan dalam bentuk tulisan.]] -- Jika Anda ingin mendapatkan transkrip seluruh kaset ini lewat e-Mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel@xc.org > atau: < TELAGA@sabda.org > *BIMBINGAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*--*-*-*-*-*-*-*-*-* ALKITABIAH* -*- APA YANG ALKITAB KATAKAN TENTANG LONELINESS? -*- Alkitab tidak mengatakan bahwa loneliness (kesepian) itu dosa. Alkitab dengan jelas menyaksikan betapa orang-orang percaya seperti Musa, Yakub, Ayub, Nehemia, Elia, Yeremia, dan lain-lain pernah mengalami apa yang disebut loneliness. Bahkan Tuhan Yesus sendiri di taman Getsemane jelas mengalami loneliness, begitu juga dengan Paulus, Yohanes, dsb. (Matius 26:38,40; 2Timotius 4:9-11, dst.) Meskipun demikian Alkitab memberikan isyarat betapa loneliness juga menjadi bagian integral dari kehidupan manusia setelah manusia jatuh ke dalam dosa dan kehilangan persekutuannya yang harmonis dengan Allah dan sesamanya (Kejadian 3:8,10,12, dst.). Oleh sebab itu pulihnya hubungan dengan Allah dan sesama manusia menjadi dasar utama penyelesaian masalah loneliness. Membangun hubungan pribadi dengan Allah dan sesama manusia menjadi inti dari kehidupan manusia yang sangat berarti. (Hosea 6:6; Yeremia 7:3-ff) -*- Sumber -*-: Judul Buku : Pastoral Konseling Jilid 2 Judul Artikel: Apa yang Alkitab Katakan Tentang Loneliness? Penulis : Yakub B. Susabda Penerbit : Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang, Jawa Timur Halaman : 63 *TANYA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* JAWAB* -*- KALA HARUS BERPISAH DENGAN ANAK -*- Oleh: Esther Susabda, Ph.D. Pertanyaan: =========== Kedua anak kami (dua-duanya wanita) sudah di SMU. Tanpa terasa hidup begitu cepat, dan mereka segera akan meninggalkan kami. Mereka sedang dalam proses mempersiapkan diri untuk sekolah di Amerika. Suami saya sibuk dengan usahanya sehingga sulit untuk diajak bicara; saya sendiri akhir-akhir ini rasanya tegang sekali, dan kadang- kadang muncul pertanyaan-pertanyaan dan keraguan, apakah saya sudah memilih jalan yang tepat untuk mereka? Mengamati tingkah laku anak-anak saya, rasanya mereka tidak atau masih belum siap untuk mandiri. Dalam banyak hal mereka kelihatannya masih sangat kekanak-kanakan. Mengatur kamarnya sendiri saja tidak bisa. Makan, tidur, pemakaian uang, mengisi waktu libur, dll masih harus disupervisi. Juga yang sangat mencemaskan adalah pergaulan dengan teman-temannya. Sulit dinasehati, bahkan seringkali tidak suka kalau saya bertanya darimana atau mau kemana, dengan siapa. Saya juga baru sadar, pengenalan mereka tentang Tuhan minim sekali. Saya bingung, apa yang saya harus lakukan karena saya sangat mencintai mereka, menunda keberangkatan? ... saya tidak tega, sedangkan melepaskannya saya juga tidak berani? Jawab: ====== Sikap orangtua memang sangat menentukan pembentukan konsep dari anak tentang dirinya, tentang hidup dan tentunya tentang Tuhan. Sistem yang sudah terbentuk memang sulit diubah, terutama di sini Anda kelihatannya mendidik sendiri, suami kurang terlibat dan mungkin tidak mendapat tempat; hal ini menjadi lebih jelas pada saat Anda ragu-ragu dan kuatir suami kurang peduli. Ketika Anda gelisah seperti ini rasanya semua yang kurang terbentang di pelupuk mata Anda, tanggung jawab, pergaulan bahkan hubungan mereka dengan Tuhan. Kasih Anda kepada mereka yang begitu besar, sangat nampak dari keluhan Anda sendiri, bahwa sampai hal yang kecil-kecil Anda masih menjadi "otak" bahkan mungkin Anda mengambil alih semua tanggung jawab. Satu pihak mungkin Anda senang dengan apa yang Anda lakukan selama ini yaitu tanpa sadar Anda sudah memanjakan mereka secara berlebihan. Di pihak lain pada saat sekarang mereka ingin menunjukkan kemandirian mereka, Anda merasa tertolak dan usaha Anda tidak lagi mendapatkan respon yang menyenangkan. Ada beberapa hal yang dapat menjadi bahan pertimbangan: a. Kesadaran Anda akan tanggung jawab utama yang belum Anda lakukan selama ini adalah menanamkan prinsip-prinsip kebenaran dalam hati sanubari mereka, walaupun yang nampak di permukaan adalah kekuatiran Anda kehilangan anak-anak (empty nest syndrome). Tidak ada kata terlambat ... belajarlah bertanya "bagaimana menggunakan waktu yang ada untuk memberikan yang terbaik bagi mereka." Memang prinsip kebenaran tidak bisa diberikan semuanya dalam waktu yang sempit ini, tapi paling tidak Anda bisa mulai dengan mendoakan secara terperinci apa yang Anda rasakan sangat dibutuhkan mereka. Jangan sampai seperti keluarga imam Eli (1Samuel 3:13-14) yang akhirnya dibinasakan Tuhan karena "anak- anaknya telah menghujat Allah, dan ia tidak memarahi mereka ..." Mintalah pimpinan Tuhan bagaimana mengkomunikasikan kekuatiran Anda kepada suami, supaya Anda bisa berbagi tentang masalah ini, tanpa ada kesan menimpakan kesalahan pada suami. b. Mencintai anak merupakan art/seni yang membutuhkan tanggung jawab dan disiplin yang tinggi. Perbaharuilah sistem interaksi dalam keluarga supaya Anda bersama suami dapat menciptakan sistem yang kondusif di mana peran dan tanggung jawab mereka sebagai orang dewasa dapat dimanifestasikan. Kekompakan, keseriusan, dan konsistensi Anda berdua akan menghasilkan sistem kehidupan baru. Hal ini dapat dilakukan secara bertahap tentunya, yaitu bagaimana mereka dapat mengatur diri mereka sendiri, mulailah dari hal-hal yang sederhana dan tidak perlu nasehat yang terlalu banyak. c. Biasakan juga untuk bicara pribadi dengan anak-anak, ungkapkan kekuatiran Anda, bagikan pergumulan Anda dan jangan takut konflik karena perbedaan pendapat, jadilah teman untuk mereka. d. Kekuatiran Anda tidak dapat mengubah dan menyelesaikan masalah mereka, namun Anda juga dapat berdoa seperti yang ditulis Dr. James Dobson: "Be there Father, in the moment of decision when two paths present themselves to our children. Especially during that time when they are beyond our direct influence, send others who will help them do what is righteous and just" yang artinya adalah: "Hadirlah ya Tuhan, pada saat-saat anak-anak kami harus memilih. Terutama saat kami jauh; kirimkan orang yang mampu menolong mereka untuk melakukan apa yang benar dan adil di mata-Mu." -*- Diedit dari sumber -*-: Judul Buletin : Parakaleo Volume VIII/ April-Juni 2001 Penulis : Esther Susabda, Ph.D. Penerbit : Sekolah Tinggi Theologi Reformed Injili Indonesia, Jakarta Halaman : 4 *INFO *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* INFO* -*- Pelatihan "SCHOOL OF HEALING" -*- Angkatan VII/2003 Duta Pembaharuan adalah sebuah yayasan Kristen yang bertujuan untuk melatih dan melengkapi peserta dalam melakukan pelayanan keluarga, kelepasan, kesembuhan luka batin, dan konseling yang Alkitabiah. Salah satu programnya adalah mengadakan pelatihan yang disebut "SCHOOL OF HEALING". Paket pertama yang membahas tentang "Prinsip-prinsip Kemenangan" telah diadakan pada pertengahan Juli yang lalu. Sedangkan paket kedua yang akan membahas tentang "Pelayanan Kesembuhan Luka-luka Batin" akan diadakan pada: Hari, tanggal: Kamis - Sabtu, 14 - 16 Agustus 2003 Tempat : Bukit Hermon, Karang Pandan, Tawangmangu Pembicara : Dra. Agnes Maria Layantara, M.A. Kontribusi : Rp 75.000; per orang Pelatihan ini sangat penting bagi para gembala sidang, majelis, pemimpin kelompok sel, orang-orang yang terlibat dalam konseling, dan anak-anak Tuhan yang dipanggil untuk melayani orang lain. Pendaftaran dapat dilakukan di: 1. Sekretariat Duta Pembaharuan, Kantor OC Yogyakarta, Telp./Fax. (0274) 496418, E-mail: <jogjaoc@indo.net.id>, 2. Titik Haryani Telp. (0271) 635676, Fax (0271) 630743 3. Theofani Sri Minarni, SE. Telp. (0276) 323041 (rumah), 321189 (kantor), HP. 081-22622555 Registrasi ulang akan dilakukan mulai pukul 14.00 - 16.00 WIB, di Bukit Hermon, Karang Pandan, Tawangmangu. *SURAT*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-DARI ANDA-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*SURAT* Dari: <lisa veronique@> >Dimana saya bisa mendapatkan kaset2 telaga? Redaksi: Caranya mudah sekali. Untuk mendapatkan kaset-kaset TELAGA, Anda bisa mengirimkan surat ke: Sekretariat LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang 65122 Telp. (0341) 493645, atau melalui e-mail ke: <telaga@indo.net.id> Jangan lupa menyebutkan judul/nomor kaset yang Anda kehendaki. Selamat memesan! e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL STAF REDAKSI e-Konsel Yulia, Ratri, Natalia, Purwanti, Kiky PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2003 oleh YLSA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel@sabda.org> Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. dapat dikirimkan ke alamat: <owner-i-kan-konsel@xc.org> *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-konsel@xc.org Berhenti: Kirim e-mail kosong: unsubscribe-i-kan-konsel@xc.org Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel ARSIP publikasi e-Konsel: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |