Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/40 |
|
e-Konsel edisi 40 (15-5-2003)
|
|
><> Edisi (040) -- 15 Mei 2003 <>< e-KONSEL *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Daftar Isi: - Pengantar : Pernikahan yang Bahagia - Cakrawala : Perkawinan yang Langgeng - Telaga : Ciri-ciri Pernikahan Sehat [T 80B] - Bimbingan Alkitabiah : Pernikahan dan Masalahnya - Tips : 10 Hukum Pernikahan Bahagia - Info : Building "A Five Star Marriage" - Surat : Sikap Mesra pada Pasangan *REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI* -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*- Setiap pasangan yang telah menikah pasti mendambakan suatu pernikahan yang bahagia. Keinginan itu muncul karena mereka telah memutuskan untuk menikahi orang yang mereka cintai. Ada banyak hal yang harus diperhatikan agar kita dapat mewujudkan suatu pernikahan yang bahagia, diantaranya adalah dengan memberikan perhatian, pengertian, saling mendukung, dan yang terutama adalah dengan melibatkan Tuhan dalam pernikahan kita. Namun, walaupun keinginan untuk mendapatkan pernikahan bahagia itu sudah sangat mantap, ada banyak pasangan yang masih tidak tahu bagaimana cara mewujudkannya, dan terus bertanya-tanya: Bagaimana caranya mewujudkan dan mempertahankan pernikahan yang bahagia itu? Kalau pernikahan saya kadang-kadang mengalami goncangan-goncangan, apakah itu tanda-tanda bahwa pernikahan kami kurang bahagia? Apa yang harus dilakukan jika saya bertengkar dengan pasangan saya? Edisi e-Konsel kali ini akan mencoba menolong para pasangan untuk terus memiliki dambaan pernikahan yang bahagia dan terus mencoba mewujudkannya. Oleh karena itu kami memberikan judul topik bahasan "Pernikahan Bahagia" pada edisi ini. Bahan-bahan yang disajikan kami harap akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda tersebut. Nah, selamat menyimak! Tim Redaksi *CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA* Dari kesaksian berikut ini kita bisa belajar bahwa dalam sebuah perkawinan ada tiga hal yang harus diperhatikan agar dapat mewujudkan perkawinan yang langgeng, yaitu: 1. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasangan kita. 2. Kesepakatan untuk mencocokan berbagai hal dengan pasangan kita sehingga menumbuhkan rasa saling mengerti. 3. Gereja mempunyai peran penting dalam pernikahan terutama dalam memberikan konseling pernikahan. Dengan demikian maka sebuah pernikahan yang langgeng bukan lagi hanya sebuah harapan bagi setiap pasangan tetapi setiap pasangan dapat mewujudkannya dengan memperhatikan ketiga hal diatas. -*- PERKAWINAN YANG LANGGENG -*- Perkawinan, seperti halnya persahabatan, harus dibina; diperlukan adanya kesabaran, ketekunan, pengertian, dan kesepakatan dengan orang yang benar-benar saudara nikahi -- jadi bukan dengan orang yang saudara mungkin tadinya ingin nikahi. Saya dan suami saya, Hugh, sudah menikah selama lebih dari 40 tahun sampai kematiannya. Kami menyadari bahwa perkawinan yang langgeng tidak mudah dicapai; perkawinan harus terus dibina, bahkan setelah banyak tahun sekalipun. Suatu hal yang sangat penting bagi saya adalah saat kami menikah di gereja, dan kami mengucapkan janji kami "dalam suka maupun duka, dalam sakit maupun sehat, sampai maut memisahkan kita." Saya mengucapkan janji ini di hadapan Tuhan, dan sering kali pernyataan itulah yang membuat saya bertahan. Semua perkawinan adalah laksana bayi. Perkawinan mengalami masa pertumbuhan dan perubahan yang menyakitkan; dan sebelum saudara sampai ke tingkat yang berikutnya, saudara belum bisa menemukan manfaat dari semua rasa sakit itu. Ketika saya bertunangan dengan Hugh, seorang saudara sepupu saya (sekarang hampir berumur 90 tahun) yang sangat saya kasihi berkata, "Nah, seks hanyalah sepertiga dalam perkawinan; dan itu merupakan sepertiga yang sangat penting. Tetapi yang dua-per-tiga lagi juga sangat penting, dan kadang-kadang apa yang engkau lakukan dengan yang dua-per-tiga itu bisa membuat perkawinan berhasil atau hancur." Sebagian besar dari yang dua-per-tiga itu adalah KOMUNIKASI. Waktu yang paling penting dalam keluarga kami adalah makan malam. Sudah merupakan tradisi dalam keluarga kami untuk menyisihkan waktu dan duduk bersama saat makan malam. Kadang-kadang pukul 5 sore dan kadang-kadang pukul 9 malam, kami makan bersama-sama dengan piring terbaik yang kami miliki. Memecahkan roti bersama merupakan saat yang suci, saat saling menghormati. Tetapi perkawinan bukan hanya untuk diri kita sendiri; perkawinan juga untuk orang lain. Kita tidak bisa bertumbuh dan memelihara pernikahan kita hanya dengan menyendiri, karena, terutama sebagai orang Kristen, kita sadar bahwa kita merupakan bagian dari suatu keseluruhan yang jauh lebih besar. Inilah salah satu perkara yang diajarkan suami saya, sebab saya adalah anak tunggal dan tidak biasa bergaul dengan orang banyak. Tetapi sebagai pasangan suami-istri kami tetap membuka pintu kami. Kami mempunyai apartemen yang cukup besar di New York, dan kami membuka tempat kami bagi kawan anak-anak kami yang datang ke kota itu dan tidak mampu menginap di hotel. Kami tidak menutup pintu rumah kami bagi dunia luar, sebab bagian dari pernikahan kami adalah pelayanan. Sekarang saya melihat sisa dari yang dua-per-tiga itu sebagai KECOCOKAN: Apakah kalian menyukai orang-orang yang sama? Apakah kalian menyukai musik yang sama, pengarang yang sama? Apakah yang menjadi kesenangan kalian? Jikalau saudara berdua sepakat tentang hal-hal ini, maka saudara tidak perlu kuatir mengenai dugaan orang lain atas diri saudara. Pernah ketika Hugh sedang memotong rumput di halaman, seorang wanita yang mengetahui bahwa kami sering tinggal di New York, berhenti dan berkata kepadanya bahwa ia sedang memikirkan untuk pindah ke sana. "Ceritakan padaku tentang tempat berhura-hura malam hari itu," katanya. Hugh hanya tertawa karena tempat-tempat itu tidak menjadi kegemaran kami. Saya tidak mungkin berhasil dengan seorang laki-laki yang hanya pergi ke sana kemari untuk mencari hiburan sepanjang waktu. Di dalam pernikahan juga sangat penting bila bisa bersenang-senang bersama, memiliki rasa humor yang sama, dan juga sanggup untuk secara hati-hati saling menertawakan. Kita perlu menerima kekurangan dan kegagalan kita sendiri, karena kita semua mempunyainya. Dan tertawa bersama kadang-kadang merupakan cara terbaik untuk mengatasi keadaan yang serba salah. Saya tidak pasti apakah saya akan berhasil bersama seorang yang menjadi lawan politik saya. Saya bukan seorang ekstrimis kanan atau kiri, tetapi saya menghargai kepercayaan yang kami punyai bersama. Saya akan banyak mengalami kesulitan bila menikah dengan seorang ekstrimis. Saya pun tidak mungkin menikah dengan seorang ateis. Walaupun pengakuan iman Hugh dan saya berbeda, tetapi itu iman yang sama. Saya dilahirkan dan dibesarkan di gereja Episkopal, dan gereja itu sekarang sangat penting bagi saya. Walaupun saya meninggalkan gereja itu setelah menyelesaikan Sekolah Dasar saya di sekolah Anglikan, saya toh kembali lagi; dan pengakuan iman saya bersifat simbolis dan sakramental. Hugh berasal dari latar belakang gereja Southern Baptist yang keras dan kemudian pindah ke gereja United 'Church of Christ'. Jadi apabila kami berada di New York pada musim dingin, kami menjadi orang Episkopal; dan di Connecticut pada musim panas kami menjadi anggota gereja 'Congregational'. Cara kedua aliran ini dalam menghampiri Allah memang berbeda, tetapi Allah yang kami sembah adalah Allah yang sama, jadi ini bukan merupakan beban bagi kami. Tetapi pasangan suami-istri tidak akan bisa mencapai kesepakatan tanpa kerja keras dan konseling. Saya menyarankan agar pada masa bertunangan pasangan-pasangan itu mengikuti pendidikan menjelang pernikahan dan juga konseling, yang mungkin diberikan oleh pasangan suami-istri yang sudah lama menikah, sudah mengalami berbagai masalah, dan sudah menjadi semakin menyatu. Saya juga berpendapat bahwa konseling perkawinan yang berkesinambungan, pembicaraan dengan seorang pakar mengenai soal-soal yang terjadi berulang kali, dapat sangat bermanfaat. Saya mengenal seorang pendeta 'Church of England' yang bukan hanya memberikan konseling kepada pasangan-pasangan yang akan menikah, melainkan setiap tahun pada hari ulang tahun pernikahan mereka ia mengirimkan sepucuk surat kepada mereka -- ia terus mengikuti kehidupan mereka. Dan sangat sedikit dari pasangan-pasangan yang ia nikahkan itu melakukan perceraian. Saya yakin ini sebagian dikarenakan oleh lanjutan perhatian yang ia berikan itu. Panjangnya konseling pernikahan kami sendiri menggembirakan. Kami berdua adalah aktor yang sedang memainkan lakon karangan Philip Barry, The Joyous Season, yang lama dipertunjukkan di Chicago. Kami sudah merencanakan untuk menikah di New York tetapi kami memutuskan untuk tidak menunggu. Maka pada suatu hari Minggu kami mencari sebuah gereja dan berjalan memasuki halaman gereja St. Chrisostom. Pada waktu kami berbicara dengan pendeta di situ, ia bertanya, "Apakah kalian pernah menikah sebelumnya?" Kami jawab belum pernah. Konseling pernikahan kami demikian panjang. Bagaimanapun, kami telah berhasil dalam perkawinan kami, tetapi tentu akan lebih mudah jalannya seandainya kami telah mendapat bantuan yang lebih banyak sebelumnya supaya kami mengetahui apa yang kira-kira akan kami hadapi. Konseling pernikahan terutama sangat menolong bagi mereka yang berasal dari keluarga berantakan yang semakin banyak jumlahnya saat ini. Saya pikir kaum muda perlu diberi pandangan yang realistis tentang wujud perkawinan itu, bukan gambaran tentang kesempurnaan yang luar biasa. Seorang perempuan muda yang naif bertanya, "Maksudmu, kalian bertengkar setelah menikah?" Tentu ada pertengkaran, tetapi ada cara-cara bertengkar yang berbeda: yang pertama adalah bersifat keji dan tidak adil, sedangkan yang kedua adalah membiarkan perbedaan pendapat dikemukakan supaya bisa diatasi dengan cara yang sehat. Mengemukakan segi pandangan yang berbeda memungkinkan adanya titik temu yang melahirkan ide dan keputusan. Jikalau tidak pernah ada titik temu dalam pertengkaran saudara sebelum perkawinan, itu hendaknya dijadikan satu peringatan. Saya mempunyai teori bahwa banyak pasangan muda yang hidup bersama sebelum pernikahan sekarang ini bukan karena memberontak melawan moralitas generasi orangtua mereka, tetapi melawan kedursilaan generasi tersebut. Begitu banyak di antara mereka berasal dari keluarga yang orangtuanya sudah menikah di gereja dan membuat janji- janji yang indah, kemudian mereka bercerai dan menikah lagi, atau tidak setia tetapi masih tetap dalam hubungan pernikahan. Saya kira kaum muda tidak menyukai kemunafikan seperti itu. Ketika mereka membuat janji-janji, mereka ingin memastikan bahwa janji itu benar. Sudah tentu beberapa di antara mereka tidak menganggap pernikahan itu serius, tetapi saya kira hal itu disebabkan karena pengharapan mereka tentang cinta yang abadi dan kreatif bersama seseorang selama perjalanan hidup ini sudah dipadamkan. Mereka belum melihat contoh-contoh perkawinan semacam itu yang cukup berhasil. Pada segi yang lain, saya melihat gereja menjadi lebih penting bagi beberapa pasangan, lebih terlibat dalam pernikahan dan kelanjutan kehidupan keluarga mereka. Gereja menyuguhkan program-program seperti Konsultasi Pernikahan, misalnya, dan kebanyakan kelompok jauh lebih bersifat oikumene daripada biasanya. Orang-orang tidak dihalangi ketika mereka datang minta pertolongan hanya karena mereka berasal dari gereja yang berbeda; pernikahan campuran antar gereja tidak terlihat aneh, dan beberapa pasangan melakukan kompromi seperti halnya Hugh dan saya. Saya yakin perkawinan dalam keadaannya yang terbaik merupakan ikon Ketuhanan, gambar Trinitas. Perkawinan memberikan suatu cara duniawi bagi kita untuk mengetahui bagaimana rupa Allah Pencipta itu. Jadi merupakan suatu sakramen, suatu gambaran yang dapat dilihat mengenai hal-hal yang tidak bisa dilihat. Saya yakin bahwa pada saat dua orang dijadikan satu dalam sakramen ini mereka menjadi lebih berarti daripada sekadar perpaduan diri mereka berdua. Seperti sebuah ikon, pernikahan yang baik berguna untuk menyatakan kepada dunia tentang kemungkinan adanya kesatuan rohani. Pernikahan merupakan tanda pengharapan, dan ini sangat diperlukan pada zaman kita ini. Selalu pasti ada sisi yang menyangkut penjelmaan dua orang, daging dan darah, bagaimanapun juga, secara tidak sempurna menunjukkan pada hal-hal yang suci ini. Jika perkawinan kita telah diberkati dengan waktu yang panjang, itu bukan karena kekuatan kita. Itu hanya karena kasih karunia Allah. Kita tidak pernah mencapai sesuatu dengan kekuatan kita sendiri. Jikalau Roh Kudus tidak bekerja, maka tidak akan ada yang bisa terjadi. Saya ingat, sekitar ulang tahun perkawinan kami yang ke-35, hari bersalju dan saya sedang dalam perjalanan ke suatu tempat dengan taksi. Saya mengatakan kepada supir taksi bahwa saya dan suami saya sudah menikah selama tiga puluh lima tahun, dan bagi seorang aktor dan seorang penulis, ini benar-benar merupakan rekor. Sopir itu mengangkat tangannya dari kemudi, berpaling dan berkata, "Bu, itu bukan rekor - itu adalah mukjizat!" Dan ia betul sekali. -*- Sumber -*-: Judul Buku : Penerapan Praktis Pola Hidup Kristen Judul Artikel: Perkawinan yang Langgeng Penulis : Madeleine L'Engle Penerbit : Kerjasama antara Penerbit Gandum Mas, Malang; Yayasan Kalam Hidup, Bandung; YAKIN, Surabaya, 2002 Halaman : 874 - 878 *TELAGA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TELAGA* -*- CIRI-CIRI PERNIKAHAN SEHAT -*- Apakah yang dimaksud dengan pernikahan sehat? Bagaimana ciri-ciri dari pernikahan sehat? Silakan menyimak ringkasan diskusi TELAGA berikut ini yang dipandu oleh Pdt. Paul Gunadi. ----- T: Apa yang dimaksud dengan pernikahan yang sehat itu? J: OK! Yang pertama-tama saya ingin menekankan bahwa pernikahan yang sehat itu adalah pernikahan yang tidak sempurna. Jadi jangan sampai kita ini mempunyai idealisme yang tidak realistik tentang pernikahan itu. Pernikahan yang sehat bukan berarti tidak pernah bertengkar. Pertengkaran bisa terjadi namun bisa menyelesaikan sehingga tidak berlarut-larut. Salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap pasangan adalah keterampilan menyelesaikan pertengkaran. Pertengkaran saya kira sesuatu yang tak bisa kita hindarkan. Ketika baru menikah, terus terang saya sendiri masih berharap bahwa istri saya dan saya tidak harus bertengkar. Waktu kami mulai bertengkar hal itu cukup mengganggu saya. Jadi, harapan saya itu sangatlah tidak realistik. Akhirnya saya belajar untuk menerima fakta bahwa orang yang saling mencintai pun bisa bertengkar. Pasangan yang tidak bisa atau tidak mempunyai ketrampilan untuk menyelesaikan pertengkaran tinggal menunggu waktu sampai pernikahan itu benar-benar retak. Karena pernikahan yang terus-menerus diganggu oleh pertengkaran akan menjadi pernikahan yang tidak sehat. Ibaratnya pertengkaran itu seperti virus yang akan meracuni dan membuat daya tahan tubuh pernikahan kita lemah. ----- T: Apakah kedekatan secara fisik menjamin bahwa pernikahan itu akan sehat? J: Pernikahan yang sehat bukannya selalu mesra penuh kasih seperti di film-film itu. Pada awal-awal pernikahan masih ada seperti itu, tapi saya kira setelah menikah beberapa waktu kemesraan dan penyataan kasih sayang tidak lagi sesemarak pada masa berpacaran. Tapi meskipun perasaan-perasaan mesra itu tidak lagi bermunculan dengan semarak tetapi lebih sering ada perasaan sayang. Jadi jangan sampai tidak ada lagi perasaan sayang, tidak ada lagi perasaan mesra. Beberapa waktu yang lalu saya berbicara dengan istri saya tentang perasaan kami, tentang pernikahan kami. Hal ini yang membuat kami sampai sekarang terus saling mencintai. Nah kami memang membicarakan beberapa hal -- intinya adalah: kami tidak menyerah, kami terus berusaha, bekerja; yang perlu kami poles, kami poles; yang perlu dibereskan, kami bereskan -- dan itu akhirnya mulai membuahkan hasil. Buah yang kami hasilkan mulai kami petik, yaitu perasaan sayang. Jadi intinya: kalau di masa pacaran saya tergila-gila dengan dia, sekarang setelah saya menikah selama 16 tahun kalau dia tidak di samping saya maka saya sudah benar-benar seperti orang gila, karena hidup ini benar-benar sengsara tanpa dia. Dengan kata lain, saya mengasihi dia seolah-olah seperti barang yang berharga. Saya dulu mengasihi dia seperti barang yang menarik pada masa berpacaran, sekarang sebagai seorang yang berharga, karena memang dia telah menjadi begitu berharga buat kehidupan saya. Pernikahan yang sehat ditandai oleh adanya perasaan sayang bahwa pasangan kita adalah seseorang yang berharga dalam hidup kita. ----- T: Bagaimana dengan anak-anak kalau ada di tengah-tengah mereka? J: Saya kira kita sebagai orangtua berharap anak-anak hidup rukun, tidak pernah bertengkar, dan tidak pernah membangkang kalau diperintah. Kenyataannya tidak demikian, anak-anak kadang-kadang bertengkar atau kadang-kadang tidak mendengarkan perintah kita. Namun yang penting adalah kita sebagai orangtua dapat mendamaikan pertengkaran mereka dan mereka pun cepat berdamai. Jadi kalau anak-anak sudah dihinggapi oleh semangat bermusuhan sehingga mudah sekali bertengkar dan susah sekali berdamai, kita perlu mengevaluasi kembali pernikahan kita. Apa yang terjadi sehingga anak-anak mempunyai sikap yang mudah marah dan susah sekali untuk memaafkan. Memang tidak selalu anak-anak mengikuti perintah kita, tapi pernikahan yang sehat ditandai oleh hormatnya anak terhadap orangtua. Artinya orangtua itu memang dianggap sebagai figur yang konsisten, figur yang mereka bisa hormati. Anak-anak kadang-kadang marah dan kadang-kadang meletup emosinya terhadap kita, tapi tidak kurang ajar karena masih menghormati kita. -*- Sumber -*-: [[Sajian kami di atas, kami ambil dari isi salah satu kaset TELAGA No. #80B, yang telah kami ringkas/sajikan dalam bentuk tulisan.]] -- Jika Anda ingin mendapatkan transkrip seluruh kaset ini lewat e-Mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel@xc.org > atau: < TELAGA@sabda.org > *BIMBINGAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*--*-*-*-*-*-*-*-*-* ALKITABIAH* -*- PERNIKAHAN DAN MASALAHNYA -*- AYAT ALKITAB ============ Efesus 5:22-33 1Korintus 7:3-4 Filipi 2:3-5 1Petrus 3:7 LATAR BELAKANG ============== Ketika dua kehidupan dipersatukan bersama dalam suatu hubungan intim jangka panjang, sewaktu-waktu akan muncul masalah. Banyak pasangan memasuki pernikahan hanya dengan sedikit persiapan untuk menghadapinya. Kadang-kadang mereka kurang memiliki kedewasaan emosional, kemantapan atau keluwesan, yang harus dimiliki dalam pasangan yang berhasil. Apa saja unsur-unsur pembentuk suatu pernikahan yang baik? o Saling menghormati. ------------------- Saling menghormati berarti masing-masing menerima pasangannya sebagaimana adanya, tidak berusaha memperalat, membantu pasangannya untuk bertumbuh sesuai rencana Allah dengan tidak mementingkan dirinya sendiri, saling menghargai, membedakan antara yang ideal dan yang merupakan kenyataan, serta tidak menuntut terlalu banyak. "Kasihilah istrimu seperti dirimu sendiri dan istri hendaklah menghormati suaminya." (Efesus 5:33) o Penyerahan diri yang tulus. --------------------------- Hakekat janji yang diucapkan dalam pemberkatan nikah ialah penyerahan diri secara tulus, satu kepada yang lain, sambil meninggalkan segala hal lainnya. Alkitab berkata, "Sebab itu laki- laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging" (Kejadian 2:24). Waktu dan pengalaman membuktikan bahwa "menjadi satu daging" dalam pernikahan, tidak berarti pelepasan kepribadian atau hak-hak pribadi. Justru penyerahan diri yang memperkaya kepribadian keduanya. o Komunikasi yang baik. --------------------- Agar dapat berkomunikasi, harus ada pengertian tentang perbedaan- perbedaan emosional, mental dan jasmani, antara pria dan wanita. Perlu dikembangkan suasana persahabatan. "Lebih baik bersama teman hidupku, daripada dengan orang lain." Harus terjadi percakapan, bukan saja berdiskusi ketika muncul perbedaan, tetapi pertukaran informasi yang berarti, baik dalam tingkat intelektual maupun emosional. o Waktu dan usaha. ---------------- Kasih harus diberi kesempatan untuk tumbuh dewasa. Suasana untuk itu, terdapat dalam Firman Tuhan. Ketika perjalanan hidup menjadi berat, pasangan tersebut tidak "membuang cinta" mereka; tetapi mereka bertahan bersama dan berusaha menyelesaikannya. Mereka tidak menganggap diri mereka "korban" dari "salah perhitungan", tetapi "teman pewaris kasih karunia". (1Petrus 3:7) Masalah dan perbedaan diselesaikan melalui pengampunan "Hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." (Efesus 4:32) Kalimat-kalimat berikut perlu dihayati oleh pasangan-pasangan yang ingin agar pernikahannya terpelihara: "Aku bersalah", "Aku menyesal", "Maafkan aku", "Aku mengasihimu". o Kesatuan rohani. ---------------- Mengerti dimensi rohani dalam pernikahan akan membawa dampak yang dalam. Paulus membandingkan pernikahan -- kesatuan suami dan istri -- dengan hubungan kekal antara Kristus dan Gereja. (Lihat Efesus 5:22-33) STRATEGI BIMBINGAN ================== 1. Tunjukkan sikap mendukung dan menguatkan. Dengarkan baik-baik dengan pengertian. Jangan menghakimi dan jangan berpihak. Kadang- kadang orang yang Anda layani, ada di pihak yang salah. 2. Berusahalah menemukan penyebab ketidaksetujuan dan masalah. Jika perlu, bertanyalah. Apakah yang bersangkutan merasa bahwa dia bertanggung jawab atas perkembangan negatif yang terjadi? Tanyakan penilaiannya tentang pernikahannya berdasarkan bahasan tentang unsur-unsur pembentuk suatu pernikahan yang baik, yang telah dibahas dalam Latar Belakang. Dalam hal apa dia kurang? Apa yang dapat dilakukan untuk memperbaikinya? Dengan rendah hati, dia dapat meminta ampun atas ketidakpekaan, kepedihan dan kesalahan yang dibuatnya. Mungkin perlu waktu, tetapi sangat bermanfaat. 3. Tanyakan, pernahkah mengundang Allah masuk ke dalam hidup pernikahan dan hidup mereka? 4. Sesudah itu, jelaskan langkah-langkah tindak lanjut berikut ini: a. Baca, pelajari, dan terapkan Firman Tuhan dalam hidupnya dan hidup pernikahannya. b. Belajar berdoa tiap hari. Berdoalah satu untuk yang lain. Doakan masalah-masalah yang muncul atau hal-hal yang dapat berkembang menjadi masalah. "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." (1Petrus 5:7) Adanya sikap-sikap yang lebih baik, membuat seseorang lebih peka kepada kebutuhan teman hidupnya, menciptakan hubungan- hubungan yang lebih baik. Inilah salah satu nilai penelaahan Alkitab dan doa: kita akan dibuatnya lebih peka secara rohani dan lebih mampu menyongsong masalah-masalah. c. Libatkan diri dalam kelompok persekutuan keluarga dalam suatu gereja yang mementingkan Firman Tuhan. Peran serta aktif dalam suatu gereja yang dinamis, dapat memperbaharui pernikahan dan rumah tangga seseorang. Dukungan dan pertolongan rohani dapat diperoleh dalam persekutuan dengan sesama Kristen yang sejati dan dalam pertukaran pikiran dengan pendeta. d. Dalam gangguan pernikahan tertentu, terkadang diperlukan bimbingan lebih lanjut. Hubungilah pendeta yang terlatih untuk itu, atau psikolog Kristen atau penyuluh pernikahan. Jika orang tersebut Kristen, anjurkan dia untuk mulai mencari bimbingan serius dari pusat bantuan pernikahan yang ada, atau dari pendeta yang terlatih untuk itu. Seringkali perlu diadakan penanganan dan penyesuaian pada masing-masing pihak, yang membutuhkan waktu-waktu bimbingan yang cukup lama. Hal terpenting ialah belajar bersikap tulus dan jujur, menghadapi situasi mereka dalam terang Firman Tuhan. Mungkin titik permulaannya harus dimulai dari kalimat-kalimat permohonan maaf seperti yang ditulis dalam Latar Belakang di atas. ----------------------------Kutipan--------------------------- Menurut Billy Graham: "Pernikahan yang sempurna adalah kesatuan antara tiga pribadi -- seorang pria, seorang wanita, dan Allah! Inilah yang membuat pernikahan menjadi kudus. Iman dalam Kristus adalah bagian terpenting dari semua prinsip penting lainnya untuk membangun suatu pernikahan dan rumah tangga yang bahagia." ------------------------Kutipan_Selesai----------------------- -*- Sumber -*-: Judul Buku: Buku Pegangan Pelayanan Penulis : Billy Graham Penerbit : Persekutuan Pembaca Alkitab, 1993 Halaman : 200 - 201 CD-SABDA : Topik 17684 *TIPS *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TIPS* -*- 10 HUKUM PERNIKAHAN BAHAGIA -*- 1. Jangan marah pada waktu yang sama. (Efesus 5:1) 2. Jangan berteriak pada waktu yang sama, kecuali rumah kebakaran. (Matius 5:5) 3. Kalau bertengkar cobalah mengalah untuk menang. (Amsal 16:32) 4. Tegurlah pasangan Anda dengan kasih. (Yohanes 13:34-35) 5. Lupakanlah kesalahan masa lalu. (Yesaya 1:18; Amsal 16:6) 6. Boleh lupakan yang lain, tetapi jangan pasangan Anda. (Kidung Agung 3:1-2) 7. Jangan menyimpan amarah sampai matahari terbenam. (Efesus 4:26-27) 8. Seringlah memberikan pujian kepada pasangan Anda. (Kidung Agung 4:1-5, 5:9-16) 9. Bersedia mengakui kesalahan. (1Yohanes 1:9) 10. Dalam pertengkaran,yang paling banyak bicara dialah yang salah. (Matius 5:9) -*- Sumber -*-: Kiriman dari <Yulia@> *INFO*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*INFO* -*- BUILDING A "FIVE STAR MARRIAGE" -*- (Membangun "Pernikahan Bintang Lima") Apakah Anda ingin pernikahan Anda biasa-biasa saja atau sebuah pernikahan "Bintang Lima"? Pernikahan "Bintang Lima" tergantung pada sikap Anda terhadap pasangan Anda. Bagaimana Anda menghargai pasangan dalam kehidupan sehari-hari? Bagaimana Anda memanjakan pasangan Anda? Bagaimana Anda dapat memiliki suatu kehidupan yang seimbang? Semua hal ini akan dibahas dalam seminar yang diadakan oleh Fokus Pada Keluarga yang baru, yaitu "Building a 'Five Star Marriage'" (Membangun "Pernikahan Bintang Lima"). Seminar ini perlu untuk setiap pasangan suami-istri baik yang baru menikah ataupun yang telah bertahun-tahun mengarungi kehidupan rumah tangga. Anda dapat menyelenggarakan seminar "Building a 'Five Star Marriage'" ini di kota Anda! Untuk informasi dan penjadwalan seminar, silakan menghubungi: FPK (Fokus Pada Keluarga) PO BOX 1996 JKB 11000, email: <famili@attglobal.net> -*- Sumber -*-: Judul Buku: Buletin Keluarga Penerbit : Fokus Pada Keluarga, Vol. 1, 2003 Halaman : 4 - 5 *TANYA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*--*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* JAWAB* Dari: <oki@> >Saya seorang ibu rumah tangga, mempunyai 4 orang anak. Saya sudah >menikah selama 23 tahun. Meskipun demikian, saya selalu ingin >tampil mesra dan diperlakukan mesra oleh suami saya. Untuk itulah >saya selalu mesra terhadap suami saya dengan harapan suami saya >juga akan bersikap demikian kepada saya. Tetapi seringkali sayalah >yang harus memulai karena suami saya sepertinya agak kesulitan. >Bagaimana saya harus menyikapi hal ini? Redaksi: Terima kasih untuk surat Anda yang sangat jujur. Memang bukan hal yang mudah untuk tetap saling bersikap mesra terhadap pasangan kita setelah menikah 23 tahun. Tapi kami bersyukur Anda mengharapkan hal itu terus terjadi dalam pernikahan Anda, karena bersikap mesra satu terhadap yang lain merupakan salah satu kunci agar pernikahan kita dapat terus bahagia dan langgeng. Jadi, teruslah pertahankan keinginan Anda yang sangat baik tersebut. Bagaimana dengan suami Anda yang kurang inisiatif untuk memulai bersikap mesra? Mungkin Anda perlu memberikan dorongan lebih besar untuk suami Anda, caranya yaitu dengan: - memberikan pujian untuk setiap usaha yang dilakukannya. - jangan menertawakan jika menurut Anda cara dia melakukannya agak aneh. - memberikan kesempatan dan ide-ide dengan cara yang halus (tidak langsung "to the point"). - jika suami Anda cukup terbuka, bicarakan keinginan Anda tersebut dan tanyakan masalahnya, lalu pecahkan masalah tersebut bersama- sama. - agar tidak menyinggung perasaan suami Anda, diskusikan hal itu pada waktu yang tepat dengan sikap yang tidak untuk menyerang kelemahannya. - jika suami Anda lebih senang jika Anda yang memulainya, maka terimalah sikap suami Anda dengan lapang dada, tapi doronglah dia untuk memberikan respon sesuai dengan yang Anda harapkan. - terakhir, tapi yang terpenting, berdoalah agar Tuhan menolong Anda untuk memiliki keinginan yang suci, dan lebih mengerti suami Anda serta masalah yang dihadapinya. Demikian saran kami, mudah-mudahan dapat menolong. e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL STAF REDAKSI e-Konsel Yulia, Ratri, Natalia, Purwanti PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2003 oleh YLSA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel@sabda.org> Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. dapat dikirimkan ke alamat: <owner-i-kan-konsel@xc.org> *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-konsel@xc.org Berhenti: Kirim e-mail kosong: unsubscribe-i-kan-konsel@xc.org Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel ARSIP publikasi e-Konsel: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |