Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/378 |
|
e-Konsel edisi 378 (10-11-2015)
|
|
______________________________e-KONSEL________________________________ Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ______________________________________________________________________ e-Konsel -- Sikap Hati Konselor Kristen Edisi 378/November 2015 Salam konseling, Sebagai seorang konselor, kita diberi hak istimewa untuk mengetahui luka hati, persoalan, dan keadaan konseli yang datang kepada kita. Ini adalah kepercayaan yang tidak dapat dianggap remeh. Namun, di balik kepercayaan tersebut, kita dituntut untuk memiliki sikap hati yang benar sehingga kita tidak merasa lebih baik, suci, dan unggul dibandingkan orang lain. Untuk itu, sebagai konselor Kristen, kita harus terus menempel pada Pokok Anggur yang benar dan terus melibatkan Penasihat yang ajaib untuk menolong kita tetap rendah hati dan mawas diri. Dalam edisi ini, Anda dapat menyimak sebuah artikel tentang kualitas pribadi konselor ditinjau dari sikap hatinya. Segeralah menyimaknya. Pemimpin Redaksi e-Konsel, S. Setyawati < setya(at)in-christ.net > < http://c3i.sabda.org/ > CAKRAWALA: KUALITAS PRIBADI SEORANG KONSELOR Diringkas oleh: S. Setyawati Hal yang paling penting untuk dimiliki seorang konselor Kristen adalah karakter dan kepribadian yang luhur, yang tidak berfokus untuk membesarkan dirinya sendiri. Dr. C.W. Saleeby, penganut Eugenics (ilmu terapan khusus bio-sosial) Inggris, dalam bukunya "Worry: the Disease of the Age", menjelaskan dengan tegas bahwa dokter sangat berperan dalam menolong pasien agar tidak khawatir karena pikiran pasien memengaruhi apakah ia akan tetap hidup dan pulih, atau tidak. Konselor yang memiliki pikiran sehat dan karakter yang kuat dapat menolong konseli dengan lebih baik. Seorang konselor yang berkarakter tentu mau menemui konselinya dengan senang hati sehingga konseli merasa nyaman. Dengan penampilannya yang menarik, serta kata-kata dan tingkah laku yang baik, konselor memberikan kesan kuat, percaya diri, berkualitas dalam kepemimpinan, dan membangkitkan rasa percaya diri dan harapan kepada konseli. Seorang konselor Kristen yang berkarakter memiliki persekutuan dengan Allah dan rasa simpati kepada orang lain serta rasa empati yang mencakup belas kasihan terhadap kegagalan dan kelemahan manusia, dan kasih kepada orang lain. Seorang konselor pertama-tama harus memiliki pemahaman yang benar tentang dirinya sendiri. Walaupun kita tidak dapat benar-benar mengenali diri sendiri dengan baik dan mudah menipu diri sendiri untuk mencapai tujuan kita, penting bagi kita untuk berusaha mengenali diri kita sendiri dengan pertolongan Tuhan. Mazmur 139:23-24 berkata, "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!" Hanya Allah yang mengenal diri kita; hanya Dia yang dapat membebaskan kita dari kutuk kesalahan-kesalahan yang tersembunyi. Bagi konselor, belajar mengenal Allah dan diri sendiri sama-sama penting. Seseorang dapat terlalu lunak atau kasar dalam menghakimi diri sendiri. Ia bisa sangat mudah memaafkan atau menyalahkan dirinya sendiri. Berbeda dengan Allah, penghakiman-Nya sangat adil. Ia memeriksa manusia untuk menguak rahasia-rahasia terdalam dalam hatinya, lalu membersihkannya dan menuntunnya ke jalan yang benar. Seorang konselor tidak akan dapat memahami kesulitan-kesulitan orang lain dengan benar sebelum ia sendiri memahami kesulitannya. Ralph Waldo Emerson berkata, "Ada satu pemikiran yang umum pada semua individu. Setiap orang adalah ceruk yang sama, dan semua orang adalah sama." Dan, Mark Twain menyetujui pernyataan Emerson dengan menyatakan bahwa tahun demi tahun ia semakin menyadari dan meyakini bahwa dia memiliki kemiripan dengan orang lain, entah sifat baik atau buruk. Voltaire juga mengamati persamaan mendasar dari beberapa orang, dia mengatakan bahwa dengan sedikit imajinasi dan hati, seseorang dapat mengerti hal-hal yang ada di dalam manusia pada umumnya. Sainte-Beuve, kritikus literatur Perancis, menyatakan bahwa seseorang dapat memasuki kehidupannya yang terdalam tanpa harus meninggalkan dirinya sendiri. Dr. Jung dalam bukunya "Modern Man in Search of A Soul" menuliskan, "Di dalam setiap orang terdapat sifat jenius, jahat, dan suci". George Santayana, seorang filsuf modern, mengatakan adanya kesulitan besar yang menghadang setiap orang yang ingin berhasil menyelidiki kepribadian mereka sendiri. Pernyataan yang senada ditemukan juga di Mesir pada tahun 1993, yang ditulis pada sebuah papirus dalam bahasa Yunani yang berbunyi, "Kerajaan surga ada di antara kamu, dan siapa pun yang mengenal dirinya sendiri akan menemukannya." Perkembangan ilmu pengetahuan tentang kepribadian manusia baru dimulai pada abad XX, yang menyimbolkan keseganan kita untuk menghadapi diri kita sendiri. Kita tidak akan dapat menghancurkan atau mengatur bias diri di dalam kepribadian kita sendiri kalau kita tidak mau melakukannya. Oleh karena itu, para konselor profesional biasanya disarankan untuk mengikuti tes psikoanalisa bersama psikoanalis (ahli menganalisis jiwa) yang terlatih. Ini akan menolong calon konselor untuk memperoleh pengertian yang dalam tentang masalah-masalah dan kesulitan-kesulitannya. Namun, bagi konselor Kristen disarankan juga untuk bekerja sama dengan psikiater yang mampu dan memiliki simpati dengan kekristenan. Dr. Karen Horney, seorang analis yang sangat kompeten, juga menyarankan agar calon konselor menganalisis diri sendiri. Hal ini berguna bagi calon konselor untuk merasionalisasi dirinya sendiri, sekaligus memberi pengertian yang lebih baik mengenai kehidupan rohaninya sendiri. Dengan mengenali diri sendiri, konselor tidak akan cenderung membenarkan diri sendiri dan mencari-cari kesalahan orang lain. Bagi seorang konselor yang mau melihat ke dalam hatinya sendiri, ia tidak memerlukan pengakuan orang lain untuk meningkatkan percaya dirinya. Selain itu, konselor harus semakin rendah hati agar tidak cenderung menghakimi sesama. Dengan begitu, konseli yang mau mengakui dan menyesali perbuatannya yang salah, tidak melihat tanda memalukan dan menjijikkan pada wajah dan sikap konselor, seperti wanita pendosa yang mengurapi kaki Yesus di rumah Simon. Konseli tersulit yang akan dihadapi konselor adalah mereka yang merasa dirinya benar, yang menutup pintu akses kepada anugerah dan belas kasih Allah dengan tangannya sendiri. Konselor Kristen harus memastikan bahwa tidak ada sifat "orang Farisi" yang melekat dalam karakter konseli yang dilayaninya. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika konselor mengganti celaan terhadap dosa orang lain dengan usaha keras dan teguh untuk mengenal dirinya sendiri. Ketika melayani konseli, konselor mungkin akan mendapati dosa-dosa yang diakui oleh konseli. Akan tetapi, konselor tidak boleh membiarkan rasa muak menguasainya hingga ia menghakimi konseli. Ia pun tidak layak merasa diri lebih benar dibandingkan konseli yang mengaku dosa di hadapannya. Bisa saja pengakuan dosa yang dilakukan konseli menyingkapkan bahwa di dalam kehidupan konselor sendiri ada dosa yang tidak terdeteksi dan tidak diakuinya di hadapan Allah. Karena itu, kita harus menyerahkan penghakiman kepada Allah. Hanya Dia yang berhak menghakimi karena Ialah yang mengetahui dan memahami hati manusia. Allah sendiri yang mengetahui dengan pasti setiap kelemahan dan kekuatan kita. Ia mengetahui kerinduan kita untuk memiliki kehidupan yang lebih baik dan betapa malunya kita atas kesalahan-kesalahan yang sering terulang. Allah mengetahui apa yang kita lawan dan kemenangan kecil yang sudah kita dapatkan. Jika kita mengalami kesulitan, libatkan Tuhan untuk menolong kita. Bagian kita adalah mencoba mengerti dan membantu konseli. Konselor Kristen perlu mengembangkan sikap dan jiwa yang memacu optimisme, rasa percaya diri, pengharapan, dan membesarkan hati. Seperti yang Yesus katakan kepada seseorang yang kesalahannya secara nyata tidak dapat disangkal, "Aku juga tidak menghukum kamu: pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi." Hal yang Ia tawarkan kepada semua orang yang menyesali dosa-dosanya, yang berkecil hati, adalah pintu dan gerbang yang terbuka serta permulaan yang baru. Ini merupakan pesan pemulihan, pengembalian, dan penyelamatan. Kita perlu mengingatkan konseli kepada kegagalannya dan menolongnya untuk menyadari rasa sakitnya, rasa kecil hati, dan patah semangatnya. Lalu, dengan kasih Kristus, kita menolong mereka untuk membangun kembali rasa percaya diri dan harapan mereka. Sering kali dalam khotbah akhir/awal tahun, jemaat diajak untuk mengingat kembali kesalahan/kegagalan masa lalu dan didorong untuk memperbaikinya pada tahun yang baru. Dengan demikian, jemaat tidak terperangkap dalam perasaan hina, putus asa, dan depresi; tetapi bersemangat karena masih memiliki Yesus dalam hati mereka dan Ia akan menguatkan mereka untuk terus berjalan dan berkemenangan. Konselor Kristen yang sudah mengalami kekuatan Allah yang tidak terbatas secara pribadi dapat melihat iring-iringan manusia, yang dahulu berkecil hati karena kegagalan moral telah ditopang oleh kekuatan Kristus, dan mendapatkan kemenangan yang pasti dan kekal. Hanya setelah mengalami perasaan sesal dan sedih yang mendalam karena dosanya dan mengetahui kebahagiaan dan kebebasan di dalam pengampunan Allah, konselor Kristen dapat memimpin orang lain kepada pengalaman perubahan. Sikap, simpati, dan pengertian kita kepada orang lain, belas kasihan kepada orang yang sedang mengalami masalah, ketenangan, iman yang sungguh-sungguh di dalam Allah, dan keyakinan kepada Kristus yang disertai kesaksian pribadi lebih meyakinkan konseli untuk mendengarkan penguatan kita. Konselor Kristen harus mengembangkan kehidupan rohaninya dan bekerja sama dengan konselor Kristen lain yang benar-benar tekun dan terlatih sehingga iman Anda semakin berkualitas untuk mendapatkan kepercayaan dari para konseli, bahkan sebelum ia berhadapan dengan masalah-masalah mereka. Satu hal yang harus diingat konselor Kristen adalah memberitakan Kristus kepada konseli, dan menjadi mediator antara konseli dengan Allah. Terkadang, kita harus menjadi "seperti Allah" bagi konseli sehingga ia dapat menemukan Allah di dalam diri kita. Dalam pelayanan, konselor kadang bertemu dengan orang-orang yang sulit percaya bahwa mereka dapat mengharapkan belas kasihan Allah, mereka merasa bahwa pelanggaran mereka telah menempatkan mereka di luar batas pengampunan ilahi. Dalam keadaan ini, kepribadian konselor akan menjadi faktor yang menentukan, terutama pengalamannya di dalam pengampunan Allah. Karena itu, konselor harus mampu meyakinkan orang yang berdosa dengan tingkah laku dan perkataan, dengan pengertian yang lengkap tentang masalahnya, dan dengan penuh simpati. Di titik ini, konselor sebaiknya memperingatkan konseli yang tidak mampu menerima pengampunan dengan hormat. Jika seorang konselor mendapati si konseli yang menyesali dosanya terkubur dalam perasaan bersalah, ia harus berjaga-jaga dan siap menolong perasaan tersebut tidak menjadi-jadi dan membuat konseli mengalami sakit jiwa. Akan tetapi, jika konseli yang sudah berulang kali ditolong masih datang kembali kepada konselor untuk melakukan pengakuan dosa yang baru, ini adalah tanda bahaya. Dari tanda ini, kita dapat berasumsi bahwa konseli adalah orang yang perfeksionis, yang cenderung tidak pernah merasa puas setelah berkonseling. Jika memang begitu keadaannya, konselor harus menguak akar yang menyebabkan orang itu menjadi perfeksionis. Di sisi lain, ketidakmampuan menerima pengampunan dapat juga disebabkan oleh perasaan bersalah yang muncul karena seseorang mengalami gangguan jiwa secara umum, bukan karena ia terlalu merasa bersalah. Untuk kasus ini, lebih baik sarankan konseli untuk meminta bantuan dokter jiwa. Konselor Kristen hanyalah "sarana", yang sanggup menopang, mengarahkan, menolong, dan memulihkan konseli adalah Tuhan yang ada di dalam hati konselor. Tuhan akan mengembangkan sesuatu di dalam pengertian-Nya atas perasaan manusia, belas kasih-Nya atas kelemahan orang-orang, kesabaran, keyakinan, ketenangan, kekuatan, dan kelembutan-Nya. (tYusak) Diterjemahkan dan diringkas dari: Judul asli buku: Psychology for Pastor and People Judul bab: Personal Qualities of The Counselor Penulis: John Sutherland Bonnell Penerbit: Harper and Brothers Publishers, USA: New York Halaman: 41 -- 52 STOP PRESS: MEMASUKI DUNIA PUSTAKA KRISTEN DALAM PUBLIKASI E-BUKU Apakah Anda menyadari betapa pentingnya kegiatan membaca? Anda membutuhkan banyak informasi mengenai buku-buku Kristen yang perlu Anda baca? Yayasan Lembaga SABDA <http://ylsa.org> mengajak Anda untuk segera mendaftarkan diri menjadi pelanggan publikasi e-Buku < http://sabda.org/publikasi/e-buku >. Setiap pelanggan e-Buku akan mendapatkan informasi tentang buku-buku Kristen yang layak dibaca, baik buku cetak maupun buku elektronik. Ada pula artikel-artikel, kesaksian pembaca, berbagai macam tips dunia baca, dan berbagai informasi dunia pustaka yang dapat Anda peroleh secara GRATIS melalui mailbox Anda. Cara berlangganan sangat mudah! Daftarkan diri Anda sekarang juga dengan mengirimkan email ke: --> < subscribe-i-kan-buku(at)hub.xc.org > atau < buku(at)sabda.org > Pastikan diri Anda selalu mengetahui buku-buku bermutu yang layak Anda baca untuk menolong pertumbuhan iman Kristen dan wawasan Anda! Kontak: konsel(at)sabda.org Redaksi: S. Setyawati dan N. Risanti Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-konsel/arsip/ BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2015 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |