Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/37 |
|
e-Konsel edisi 37 (1-4-2003)
|
|
><> Edisi (037) -- 01 April 2003 <>< e-KONSEL *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Daftar Isi: - Pengantar : Konseling untuk Orang yang Berduka - Cakrawala (Artikel 1): Tragedi Kematian: Normal Grief Reaction (Artikel 2): DABDA -- 5 Fase dalam Menghadapi Kematian - Telaga : Penghiburan Bagi Janda [T 07A dan T 07B] - Bimbingan Alkitabiah : Ketika Anda Menghadapi Dukacita - Tips : Menolong Mereka yang Berduka - Surat : Bagaimana Mengajarkan Kematian Pada Anak? *REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI* -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*- Suka atau tidak suka, cepat atau lambat, secara teori kita tahu bahwa suatu ketika kematian akan datang diantara kita. Namun demikian, dalam prakteknya banyak di antara kita yang tidak siap menghadapinya. Jika kita tidak siap maka kematian, khususnya kematian orang yang kita kasihi, akan menjadi suatu pukulan yang sangat berat. Bagaimana menolong mereka? Bagian kedua dari tema "Konseling untuk Orang yang Berduka" yang dibahas dalam edisi e-Konsel kali ini diharapkan dapat menolong kita untuk semakin mengerti kebutuhan mendasar dari orang-orang yang mengalami kepedihan karena kehilangan. Dengan demikian pertolongan konseling dapat diberikan dengan cara yang tepat. Selamat melayani. Tim Redaksi *CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA* Artikel (1) -*- TRAGEDI KEMATIAN: NORMAL GRIEF REACTION -*- Oleh: Dr. Yakub B. Susabda Heran sekali, dalam anugerah-Nya, Allah telah menciptakan manusia dengan bekal pelbagai mekanisme pertahanan (Defense Mechanism), termasuk antara lain melupakan (FORGETTING), untuk melindungi dirinya dari pengalaman-pengalaman kejiwaan yang menyakitkan. Tidak bisa dibayangkan jikalau manusia tidak dilengkapi dengan mekanisme pertahanan ini. Barangkali setiap manusia yang sehat jiwanya justru akan mengalami depresi dan mental break-down dalam menghadapi realita kematian yang tak terhindarkan. Setiap orang siang-malam akan terganggu dengan ingatan bahwa "hidup ini sedang menuju kematian". Kematian selalu mengintip dan menunggu, begitu dekat, di luar pintu. Bahwa orang-orang yang dikasihinya, suami-istri, ayah, ibu, anak, saudara, dan sahabat-sahabatnya suatu saat akan meninggalkan dia untuk selama-lamanya, oleh karena kematian. Syukur bahwa manusia telah diperlengkapi dengan mekanisme pertahanan "forgetting", sehingga ia dapat menjalankan hidupnya dengan fungsi penuh, bahkan dengan gairah, semangat mencoba dan berupaya yang tidak habis-habisnya, cita-cita setinggi langit, dan kemampuan mengisi hidup ini dengan berbagai macam sumber sukacita. Ada yang menikmati hobi-hobinya, ada yang berkreasi dalam musik dan seni, dan bahkan hampir setiap orang suka sekali bekerja membangun harga dirinya dan mengumpulkan kekayaan untuk dinikmatinya. Dengan mekanisme pertahanan "forgetting" ini, hidup betul-betul menjadi sesuatu yang indah dan dapat dinikmati. Meskipun demikian, di sisi lain, kita juga patut bersyukur kepada-Nya yang pada saat- saat tertentu membiarkan mekanisme pertahanan tersebut melemah bahkan "untuk sementara hilang". Hal ini terjadi pada saat kematian betul-betul merupakan realita yang harus dihadapi. Pada saat-saat seperti itulah mekanisme pertahanan "forgetting" tersebut melemah dan hilang. Pada saat-saat itu manusia harus menghadapi realita yang menyakitkan dan menakutkan dengan bekal apa adanya. Kadang-kadang, kita jumpai, ada orang-orang yang begitu "kuat" sehingga mekanisme pertahanan "forgetting" yang hilang dapat segera diraihnya kembali dan roda-roda kehidupan dapat dengan begitu cepat berputar lagi. Seakan-akan tanpa orang yang dikasihinyapun (kematiannya) ia dapat berfungsi hidup dengan penuh. Tetapi tidak jarang ada individu- individu lain yang "lebih lemah" yang tidak siap menghadapi realita tersebut. Untuk itu peran konseling dari orang-orang yang mengasihinya sangat dibutuhkan. Coba perhatikan kasus di bawah ini. "A dan B adalah pasangan suami-istri yang cukup ideal. Mereka seiman, sama-sama berkepribadian "matang" dan sama-sama mempunyai komitmen untuk keluarga. Tidak heran jikalau di luar karier masing-masing, mereka selalu kelihatan bersama-sama. Komitmen untuk keluarga itu makin nampak jelas setelah anak mereka lahir. Betul-betul keluarga yang "bahagia". Sayang sekali kebahagiaan keluarga itu tidak lama. Tiba-tiba realita kematian hadir dalam hidup mereka. Pulang dari kantor, B (suami A) mendapat kecelakaan dan meninggal seketika. Kematian hadir dalam hidup A (dan anaknya yang baru berusia 2 th.) tanpa persiapan sama-sekali. Baginya, langit seakan-akan runtuh, seluruh makna hidup, tujuan hidup, tujuan dan isinya hilang sama sekali. Bahkan bersama dengan anaknya-pun kekosongan jiwa sangat dirasakan. Tidak tahu mengapa, perasaan dan pikirannya kacau-balau. Air mata mengucur terus sampai mengering pun tidak mengubah apa-apa. Dalam dadanya terasa kosong ... ada lubang besar menganga di sana. Tak dapat ditutup dengan apa pun juga. Seribu satu macam pertanyaan timbul tenggelam. Segala macam mekanisme pertahanan jiwa telah hadir tanpa peran. Menyerah pun tidak mengubah apa-apa ... Toh Allah tak akan menghidupkan kembali kekasihnya. Lalu muncul pikiran yang menakutkan ... hari-hari di depannya yang akan dijalaninya sendiri. 'Ah hidup ini ... Allahku mengapa Engkau meninggalkan aku ....'" Bagaimana peran konseling awam dalam kasus seperti ini? Coba pertimbangkan beberapa prinsip di bawah ini: 1. Jikalau A bukan seorang dengan kepribadian depressive, maka apa yang dialaminya adalah suatu "NORMAL GRIEF REACTION" (reaksi kedukaan yang normal). Oleh karena itu peran Anda yang terutama adalah LISTENING (bersama dia dan menjadi 'tong sampah' yang rela mendengar apa saja yang dikatakan maupun disingkapkannya). Anda harus ingat, bahwa yang A butuhkan bukan nasehat (dalam bentuk apapun juga). Jangan Anda menghalangi atau mencegah A mengeluh dan menangis. Katakan padanya bahwa Anda bersama dia, dan sedang sungguh-sungguh belajar menangis bersamanya. Anda ikut merasakan kesakitan hati, kebingungan, dan keputus-asaan yang dirasakannya. Katarsis (pelampiasan unek-unek hatinya) merupakan kebutuhan yang sangat primer saat-saat itu. A berhak untuk mendapatkan kebutuhan tersebut. Biarkan A masuk dalam proses kesembuhan yang telah disediakan oleh "waktu" itu sendiri. Maksudnya, memang secara alami, Allah memberikan kepada setiap orang mekanisme pertahanan yang juga ada dalam tubuh jasmaninya (bentuknya bisa berbagai macam antibodi dalam darah ataupun keseimbangan produksi cairan-cairan hormonal/ kimiawi dalam tubuh). Bagi mereka yang "normal" dengan sendirinya maka keseimbangan tubuh dan jiwa (physical and psychological balance) akan tercipta lagi. Mula-mula pada saat musibah tersebut diterima, A mungkin mengalami FASE I yaitu "SHOCK dan NUMBNESS" (mengalami kejutan dahsyat dan diikuti dengan perasaan baal atau kehilangan rasa) karena antara perasaan dan pikirannya terjadi gap yang besar. Oleh sebab itu, kalau ia menangis, maka tangisan tersebut belum betul-betul lahir dari kesedihan, tetapi lebih banyak lahir dari keinginannya untuk mengatakan pada dirinya sendiri bahwa ia seharusnya sedih. Biasanya dengan datangnya banyak orang untuk menghibur dan munculnya berbagai macam kesibukan (mengatur pemakaman, kebaktian, dsb.) perasaan numbness tersebut bertahan terus. Sampai selesai pemakaman, rumah menjadi sepi, dan A betul-betul memasuki realita hidup "tanpa B". Nah, saat melihat sepatunya, bantalnya, pakaian-pakaiannya, dsb. dimulailah FASE II yaitu "GRIEVING PERIOD" yang sesungguhnya terjadi. Produksi Epinephrine menaik terus dan A betul-betul mengalami kesedihan yang mendalam. Fase ini memuncak dengan depresi disertai gejala-gejalanya. Sampai fase berikutnya tiba (biasanya setelah melewati minggu-minggu ketiga) yaitu FASE III yang dapat disebut fase "ACCEPTANCE and RECOVERY" (penerimaan dan pemulihan)". Saat itu produksi Epinephrine berhenti dan muncullah Nor-Epinephrine menggantikannya sehingga A mulai bisa tidur dan bangun dengan semangat untuk hidup dan berjuang kembali. Inilah kesembuhan yang disediakan oleh "waktu" itu sendiri. Oleh sebab itu, jangan panik, biarkan proses berjalan dan waktunya akan tiba di mana A dengan sendirinya akan mempunyai kekuatan untuk menerima kenyataan tersebut. Hidup ini memang demikian. Yang A butuhkan hanyalah orang yang dengan tulus hadir di dekatnya, menemani, dan bersama dia di tengah proses duka dan kesembuhannya dengan telinga dan hati yang bersedia mendengar. 2. Menghadapi kasus seperti A, Anda perlu waspada akan kekuatan sistim yang membudaya dalam kehidupan ini. Biasanya masyarakat (termasuk gereja) memberi sikap dan reaksi secara tradisi (custom) saja, sehingga apa yang mereka lakukan cenderung etika basa-basi yang tidak membawa banyak muatan pelayanan yang sesungguhnya. Apa yang mereka lakukan memang penting, tetapi hanya kepentingan umum yang tidak berhubungan langsung dengan kebutuhan-kebutuhan pribadi orang yang berdukacita. Tidak heran jika banyak di antara mereka muncul dan rela menjadi "seksi sibuk" pada hari-hari pertama sampai dengan hari pemakaman. Tetapi setelah itu, justru pada masa-masa duka yang mendalam dialami, biasanya tak ada lagi orang yang mempedulikan dan memberi penghiburan padanya. Nah, untuk kekosongan pelayanan inilah, peran Anda dalam konseling sangat diperlukan. Mungkin Anda dapat mengorganisir teman-teman gereja untuk secara bergilir menemani A setiap hari dan membantu dia dalam menyesuaikan kembali (readjustment) hidupnya, dengan mengingat bahwa proses ini harus alami dan sesuai dengan kondisi A yang sesungguhnya. Justru Anda jangan menciptakan kondisi yang tidak realitistis yang akan mempersulit penyesuaian tersebut. Misalnya: setiap hari dikirimi makanan enak, melarang A mengerjakan apa saja, membawa A ke tempat- tempat tamasya, atau memberi kebaktian penghiburan setiap hari. Karena yang A butuhkan justru adalah keberanian melewati proses dukacita yang menyakitkan itu dan menyelesaikannya dengan baik, sehingga ia dapat menjalani kehidupannya yang nyata sebagaimana adanya. Mungkin Anda dapat mempersiapkan setiap teman yang akan terlibat dalam pelayanan ini (sebaiknya wanita untuk melayani wanita) dengan dasar-dasar pelayanan konseling yang baik sehingga kehadiran mereka tidak justru menciptakan tambahan persoalan bagi A misalnya: - LISTENING (melatih kemampuan mendengar dengan kepekaan telinga hati), - EMPATHY (dapat merasakan apa yang dirasakan A dan dapat melihat realita dari kacamata A), - UNDERSTANDING (dapat memahami sikap kata dan tingkah laku A tanpa mempermasalahkan dia), dan - ACCEPTANCE (dapat menerima A sebagaimana adanya -- tidak memaksa A menjadi orang lain seperti yang kita kehendaki). -*- Sumber -*-: Judul Buku : Parakaleo Vol. VI, Nomor 4, Okt - Des 1999 Judul Artikel: Tragedi Kematian Penulis : Dr. Yakub B. Susabda Penerbit : STTRII, Jakarta *CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA* Artikel (2) Artikel berikut ini membahas tentang lima fase (langkah-langkah) yang pasti akan dihadapi oleh orang yang mengalami kedukaan atau "Grief" apapun, dan khususnya oleh orang yang sedang menghadapi kematian. Fase-fase tersebut biasa disebut: DABDA (Denial, Anger, Bargaining, Depression, Acceptance). Dengan mengetahui fase-fase ini, konselor dan konsele akan lebih mudah memahami keadaannya dan bisa saling membantu dalam melewati fase-fase ini. -*- LIMA FASE DALAM MENGHADAPI KEMATIAN -*- Beberapa tahun yang lalu sekelompok mahasiswa teologi mengadakan pertemuan dengan dokter-dokter jiwa dan menanyakan, "Bagaimana reaksi orang dalam menghadapi kematian?" Untuk mendapatkan jawab atas pertanyaan tersebut, mereka kemudian mewawancarai pasien-pasien yang berpenyakit parah dan juga keluarga mereka. Kemudian disimpulkan adanya beberapa fase yang biasanya dilalui orang dalam menghadapi kematian. 1. DENIAL -- Fase Penyangkalan dan Pengasingan Diri Reaksi pertama setelah mendengar, bahwa penyakitnya diduga tidak dapat disembuhkan lagi adalah, "Tidak, ini tidak mungkin terjadi dengan saya." Penyangkalan ini merupakan mekanisme pertahanan yang biasa ditemukan pada hampir setiap pasien pada saat pertama mendengar berita mengejutkan tentang keadaan dirinya. Hampir tak ada orang yang percaya, bahwa kematiannya sudah dekat, dan mekanisme ini ternyata memang menolong mereka untuk dapat mengatasi shock khususnya kalau peyangkalan ini periodik. Normalnya, pasien itu akan memasuki masa-masa pergumulan antara menyangkal dan menerima kenyataan, sampai ia dapat benar-benar menerima kenyataan, bahwa kematian memang harus ia hadapi. 2. ANGER -- Fase Kemarahan Jarang sekali ada pasien yang melakukan penyangkalan terus menerus. Masanya tiba dimana ia mengakui, bahwa kematian memang sudah dekat. Tetapi kesadaran ini seringkali disertai dengan munculnya ketakutan dan kemarahan. "Mengapa ini terjadi dengan diriku?", "Mengapa bukan mereka yang sudah tua, yang memang hidupnya sudah tidak berguna lagi?" Kemarahan ini seringkali diekspresikan dalam sikap rewel dan mencari-cari kesalahan pada pelayanan di rumah sakit atau di rumah. Bahkan kadang-kadang ditujukan pada orang-orang yang dikasihinya, dokter, pendeta, maupun Tuhan. Seringkali anggota keluarga menjadi bingung dan tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Umumnya mereka tidak menyadari, bahwa tingkah laku pasien tidak masuk akal, meskipun normal, sebagai ekspresi dari frustasi yang dialaminya. Sebenarnya yang dibutuhkan pasien adalah pengertian, bukan argumentasi-argumentasi dari orang-orang yang tersinggung oleh karena kemarahannya. 3. BARGAINING -- Fase Tawar Menawar Ini adalah fase di mana pasien akan mulai menawar untuk dapat hidup sedikit lebih lama lagi atau dikurangi penderitaannya. Mereka bisa menjanjikan macam-macam hal kepada Tuhan, "Tuhan, kalau Engkau menyatakan kasih-Mu, dan keajaiban kesembuhan-Mu, maka aku akan mempersembahkan seluruh hidupku untuk melayaniMu.", 4. DEPRESSION -- Fase Depresi Setelah ternyata penyakitnya makin parah, tibalah fase depresi. Penderita merasa putus asa melihat masa depannya yang tanpa harapan. Sebagai orang percaya memang mungkin dia mengerti adanya tempat dan keadaan yang jauh lebih baik yang telah Tuhan sediakan di surga. Namun, meskipun demikian perasaan putus asa masih akan dialami. 5. ACCEPTANCE -- Fase Menerima Tidak semua pasien dapat terus menerus bertahan menolak kenyataan yang ia alami. Pada umumnya, setelah jangka waktu tertentu mereka akan dapat menerima kenyataan, bahwa kematian sudah dekat, sehingga mereka mulai kehilangan kegairahan untuk berkomunikasi dan tidak tertarik lagi dengan berita dan persoalan-persoalan di sekitarnya. Pasien-pasien seperti ini biasanya membosankan dan mereka seringkali dilupakan oleh teman-teman dan keluarganya, padahal kebutuhan untuk selalu dekat dengan keluarga pada saat- saat terakhir justru menjadi sangat besar. Memang terdapat banyak perbedaan pada setiap individu dalam menghadapi realita kematian. Kelima fase di atas mungkin tidak terlihat jelas pada setiap penderita, apalagi jika masa penderitaan itu singkat. [Red: Fase-fase itu pasti terjadi secara berurutan, bahkan semua fase ini akan sering diulang lagi seperti suatu spiral/ siklus/lingkaran yang terus maju setiap kali]. Perbedaan kebudayaan, keluarga, bahkan kepribadian biasanya menghasilkan perbedaan kecepatan dan cara menghadapi kematian, tetapi proses/fase masih sama. Meskipun demikian, semua orang mempunyai persamaan, yaitu bahwa mereka semua pasti mengharapkan akan ada kesembuhan; begitu pengharapan akan kesembuhan itu lenyap, kematian menjadi semakin dekat. Orang-orang Kristen yang benar-benar percaya, bahwa meninggalkan tubuh jasmani ini berarti hidup bersama dengan Tuhan (2Korintus 5:6-8), tentulah mempunyai cara menghadapi kematian yang berbeda dengan mereka yang tidak beriman. -*- Sumber diedit dari -*-: Judul Buku : Konseling Kristen yang Efektif Judul Artikel: Masalah-masalah Pelayanan Pada Orang-orang yang Menghadapi Kematian Penulis : Dr. Gary R. Collins Penerbit : Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang, 1998 Halaman : 164 - 166 *TELAGA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TELAGA* -*- PENGHIBURAN BAGI JANDA -*- Silakan menyimak ringkasan perbincangan TELAGA berikut ini yang menghadirkan Pdt. Dr. Paul Gunadi (T) sebagai penanya, dan juga Ibu Indrawati Tambayong (J1) dan Ibu Aymee (J2)-- dua orang ibu yang beberapa tahun yang lalu suaminya dipanggil Tuhan. T: Ibu-ibu, saat musibah itu datang menimpa, apakah di dalam hati ada perasaan berontak kepada Tuhan? Apakah muncul banyak pertanyaan misalnya mengapa ini harus terjadi? Mengapa Tuhan meninggalkan saya? dan Bagaimanakah hidup saya nanti? J1: Ya, itu yang saya alami. Saya sangat berontak sekali karena dalam pengalaman pelayanan saya banyak mujizat terjadi khususnya satu bulan terakhir sebelum suami saya meninggal. Kami mendapat lima mujizat. Jadi saya melihat bahwa kuasa Tuhan nyata tetapi mengapa Dia memanggil suami saya? Namun saat itu ada seorang hamba Tuhan yang menghibur saya. Dia mengatakan bahwa rencana Tuhan itu yang terbaik bagi saya dan suami. Saat itu saya berdoa, "Tuhan aku minta ampun. Aku tidak mengerti apa yang terbaik bagi diriku. Yang aku tahu saat ini aku mengalami suatu hal yang tidak baik." Hamba Tuhan ini juga mendoakan supaya Tuhan sendiri yang memberikan jawaban supaya saya bisa menerima keadaan ini. J2: Saya mempunyai perasaan yang sama yaitu berontak, dalam hati saya pertanyaan "mengapa" itu terus muncul tetapi kemudian setelah beberapa minggu berlalu saya mulai berserah. Dan dalam pikiran saya, saya hanya tahu dan percaya satu hal bahwa Tuhan pasti menolong. Saya tahu kalau Tuhan memanggil suami saya, pasti Dia yang menggantikan tempatnya dan pasti Dia tolong. Karena di dalam Alkitab tertulis, "Tuhan menjaga orang-orang asing, anak yatim dan janda ditegakkannya kembali." ----- T: Apakah ibu-ibu bisa menceritakan pergumulan dalam menjalani hidup sendiri dan bagaimana mengatasi saat-saat kesepian, saat-saat yang paling sulit? J1: Saya dikuatkan melalui Firman Tuhan. Saya merenungkan nasehat- nasehat saudara seiman yang mengingatkan bahwa rencana Tuhanlah yang terbaik. Untuk merenungkan itupun merupakan suatu perjuangan. Mazmur 68:6 membuat saya merasa terlindung. Selain itu janji Firman Tuhan yang tercatat di Yesaya 54:5 membuat saya mempunyai satu ketenangan. Jadi saya percaya bahwa pengganti dari suami saya itu adalah Bapa di sorga yang memelihara anak-anak saya. Saya merasa itu lebih menjamin kehidupan keluarga saya. J2: Untuk mengatasi kesepian saya selalu kembali ke Firman Tuhan. Saya selalu memikirkan bahwa Tuhan Yesus adalah bujangan dan Dia bisa menjalankan kehidupan-Nya begitu murni dan begitu benar di hadapan orang, jadi Tuhan Yesus adalah contoh bagi saya. Saya terus memandang Tuhan Yesus yang memberi saya kekuatan luar biasa. Kalau saya merasa kesepian, saya berlutut dan mengatakan kepada Tuhan secara terus-terang bahwa saya kesepian sekali dan merindukan suami saya. Nah, kemudian saya nangis dan Tuhan menolong, selalu. ----- T: Jadi tangisan adalah hal yang positif untuk melepaskan ketegangan dan kesepian kita, apalagi waktu kita bersedih. J1: Saya membiarkan perasaan saya keluar. Dengan demikian setelah berdoa dan berserah itu saya merasa ada damai dan sejahtera lagi. ----- T: Bagaimana kesulitan atau suka dukanya mengasuh anak itu sendiri karena tidak ada lagi figur ayah? J1: Untuk mendidik anak, saya bersandar kepada Tuhan. Jadi memang saya membimbing anak-anak untuk mandiri dan tidak bergantung kepada siapapun juga. Hal ini bukan berarti saya lepas tanggung jawab tetapi memang saya mau mereka beriman kepada Tuhan. Apa yang tertulis di 1Korintus 2:9 benar-benar kita alami. Tuhan pun juga membimbing anak-anak saya. J2: Memang membesarkan anak itu tidak mudah apalagi sebagai orangtua tunggal yang sebenarnya membutuhkan seorang partner untuk sharing khususnya dalam mengasuh anak-anak. Kedua anak saya sudah menginjak dewasa. Mereka juga mempunyai masalah dan pergumulan yang sebenarnya saya sendiri tidak bisa mengatasinya. Namun saya hanya yakin dan percaya satu hal, kalau kami berdua, saya dan suami saya, sudah mendidik anak-anak sejak kecil dalam Tuhan maka waktu mereka menginjak dewasa, kami tidak begitu khawatir lagi. Saya tetap meminta mereka memegang Firman Tuhan dalam hidup mereka. Saya sungguh bersyukur kepada Tuhan karena kedua anak saya justru menjadi lebih dewasa dalam iman setelah ditinggal oleh ayahnya. Saya berani menyaksikan bahwa Tuhan itu ikut bekerja dalam setiap bidang kehidupan kami. Tuhan itu begitu setia dan tidak pernah meninggalkan kami. ----- T: Mungkin Ibu berdua bisa memberikan pesan untuk para janda lain? J1: Sebagai seorang janda memang kita harus menanggulangi kesepian yang kita alami. Setelah melalui setengah tahun dalam pergumulan itu, Tuhan memberikan satu kekuatan khusus. Saya selalu ingat suami tetapi saya tidak pernah kesepian dan saya tidak lagi merasakan kebutuhan kasih dari suami, karena saya cukup mendapat kasih dari Allah Bapa yang menghibur dan memberikan kekuatan khusus baik bagi saya maupun bagi anak-anak saya. J2: Sebagai seorang janda yang sudah ditinggal suami selama 2 tahun, sekarang ini saya berpendapat bahwa bujangan atau menikah itu tidak ada yang lebih baik satu daripada yang lain. Yang penting adalah hidup dalam rencana Tuhan. Jika rencana Tuhan mengharuskan saya hidup sendirian, maka saya menerima hal itu dengan rela. Karena mungkin dengan kesendirian itu, saya diberi keleluasaan untuk melayani Tuhan, untuk bekerja lebih leluasa, dan lebih luas lagi memancarkan kasih kepada sesama saya. T: Terima kasih bagi Ibu berdua. Saya teringat Firman Tuhan yang dicatat di kitab Ayub 3:25, "Karena yang kutakutkan itulah yang menimpa aku dan yang kucemaskan itulah yang mendatangi aku." Namun kesimpulannya adalah tidak ada yang lebih besar dari Tuhan meskipun yang ditakutkan terjadi tetapi kita bisa melewatinya karena Tuhan yang menyertai dan menolong kita semua. Tuhan memberkati Ibu berdua. -*- Sumber -*-: [[Sajian kami di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. #07A + #07B, yang telah kami ringkas/sajikan dalam bentuk tulisan.]] -- Jika Anda ingin mendapatkan transkrip seluruh kaset ini lewat e-Mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel@xc.org > atau: < TELAGA@sabda.org > *BIMBINGAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*--*-*-*-*-*-*-*-*-* ALKITABIAH* -*- KETIKA ANDA MENGHADAPI DUKACITA -*- Pada saat Anda atau teman/konsele menghadapi dukacita, ayat-ayat referensi dari beberapa topik/bahan dalam CD-SABDA berikut ini dapat dijadikan sebagai penuntun praktis. Topik #9755 Indeks Masalah Sehari-hari: KETIKA ANDA MENGHADAPI DUKACITA Yesaya 41:10 Efesus 1:18 Nahum 1:7 Yesaya 43:2 1Petrus 5:7 Ibrani 4:15-16 2Korintus 1:3-4 Roma 8:28 Mazmur 121:1-2 1Tesalonika 4:13-14 1Korintus 2:9 Mazmur 62:7 Ibrani 6:18 Yesaya 51:11 Mazmur 31:7 Yeremia 17:7 Lukas 14:14 Mazmur 62:8 Roma 15:4 1Korintus 15:55-57 Ulangan 33:27 Topic #9223 Dua Ratus Topik Penting: BERDUKA-CITA (Bereavement) Perjanjian Lama: Kejadian 23:2, 37:34-35, 50:1,4 Ayub 1:19-21 Keluaran 12:29-30 Amsal 15:13 Imamat 10:6 Pengkhotbah 7:2-4 Rut 1:3,5,20-21 Yehezkiel 24:16-18 2Samuel 12:15-23, 18:33, 19:4 Hosea 9:12 Perjanjian Baru: 2Korintus 1:3-4 1Tesalonika 4:13-18 Topic #5015 Dapatkanlah Pertolongan Tatkala Anda: BERDUKACITA Matius 5:4 2Korintus 1:3,4 Topic #9136 Janji-janji Allah dalam Alkitab: KEMATIAN Mazmur 23:4 Yohanes 8:51 Hosea 13:14 1Korintus 15:55 Mazmur 48:14 Mazmur 37:37 Amsal 14:32 Mazmur 73:26 2Korintus 4:16 Roma 5:9 Mazmur 49:15 Yohanes 3:15 Ibrani 2:14,15 Yesaya 25:8 Roma 8:38,39 Topic #9160 Janji-janji Allah dalam Alkitab: PENGHIBURAN Mazmur 46:1-3 Nahum 1:7 2Korintus 1:5 Mazmur 138:7 Mazmur 37:39 Mazmur 9:9 Mazmur 18:2 Mazmur 55:22 Ratapan 3:31-33 Mazmur 22:24 Yohanes 16:33 Mazmur 27:14 Mazmur 37:24 Matius 11:28 --*- Sumber/Ayat-ayat dari CD-SABDA-*-: Disusun Oleh : Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) CD-SABDA : Topik 5015, 9136, 9160, 9223, 9755 *TIPS *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TIPS* -*- MENOLONG MEREKA YANG BERDUKA -*- Konselor yang ingin menolong konsele yang sedang mengalami kedukaan yang mendalam (karena kehilangan orang yang dikasihi) harus ingat bahwa tugas utamanya bukanlah menutupi rasa pedih yang dialami konsele, tapi menolong konsele agar dapat jujur menghadapi perasaan yang sesungguhnya. Penelitian menunjukkan bahwa periode dua tahun merupakan waktu yang wajar untuk seseorang mulai pulih dari kepedihannya. Namun masing- masing individu mempunyai cara-cara yang unik dalam menghadapinya, oleh karena itu hindarkan pemaksaan kepada konsele tentang apa yang harus dilakukan untuk memulihkan kepedihannya itu. Agar proses pemulihan dari kedukaan itu dapat berjalan secara alami, konselor perlu mengingat tiga kebutuhan konsele berikut ini: * MENERIMA kenyataan kehilangan itu. ---------------------------------- Banyak orang yang menderita dukacita yang sangat dalam mencoba menyangkali kenyataan, misalnya berpura-pura menganggap bahwa orang yang dikasihi itu masih hidup, atau menyimpan semua barang- barang dari orang yang meninggal itu. Untuk itu berikan tantangan yang lembut, perhatian serta dukungan, supaya secara bertahap konsele dapat menghadapi kenyataan yang sebenarnya. * MENYESUAIKAN diri dengan kenyataan baru. ---------------------------------------- Setelah konsele menerima kenyataan baru, dia harus ditolong untuk mulai menyesuaikan diri dengan melakukan perubahan-perubahan praktis dalam kehidupannya sehari-hari. Perasaan menerima ini akan terus berkembang melalui proses alami jika konsele mau mengambil inisiatif sendiri untuk menyesuaikan diri. Misalnya, seorang duda yang dulu menggantungkan diri pada istrinya dalam membayar semua tagihan harus menyadari bahwa hal itu sekarang menjadi tugasnya. Seorang wanita yang dulu selalu minta nasehat pada almarhum ayahnya, sekarang ia harus mencari penasehat yang lain. * Sebagai REINVESTASI di masa mendatang. -------------------------------------- Tahap ini mungkin merupakan tahap paling sulit dalam proses pemulihan kedukaan ini. Ketika konsele mulai menyesuaikan diri dengan kenyataan baru, bahwa ia tidak lagi memiliki seseorang yang dulu sangat berarti baginya, maka ia akan tergoda untuk segera mengisi kekosongan ini, atau sebaliknya akan menghindarinya. Konselor dapat menuntun konsele yang berada diantara kedua keadaan tersebut dengan menolongnya me-reinvestasi secara bertahap dan tidak terburu-buru dalam membuat keputusan-keputusan besar. Dalam masa pemulihan dari kedukaan ini, akan sangat baik jika konsele didorong untuk bisa bebas mengekspresikan kepedihannya dengan cara-cara yang "sehat", misalnya menangis, membela diri, atau bertanya. Dengan lembut yakinkan bahwa suatu kehidupan yang berarti dan memuaskan dapat hadir sekali lagi dalam hidupnya. -*- Diterjemahkan dan diringkas dari sumber -*-: Judul Buku : Leadership Handbook of Outreach and Care Judul Artikel: Grief Counseling Penulis : Randy Christian Editor : James D. Berkley Penerbit : Baker Books, Michigan, 1994 Halaman : 324 - 325 *SURAT *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*DARI ANDA*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* SURAT* Dari: <nes@> >Shalom >Terus terang saya sangat dibantu dengan kiriman e-Konsel edisi 036 >khususnya di bagian Tanya Jawab. Saya sendiri mengalami kesulitan >menceritakan tentang kematian kepada anak-anak dan bagaimana >mengajarkan kepada mereka untuk menerima realita itu. Sekiranya ada >bahan lain yang mengajarkan kematian pada anak, bisakah dikirimkan? >Terima kasih atas perhatiannya. Redaksi: Mudah-mudahan materi yang kami sajikan dalam e-Konsel edisi 037 ini juga menjadi berkat bagi Anda. Untuk menjawab permintaan bahan tentang bagaimana mengajarkan kematian kepada anak, Anda dapat membaca Publikasi e-BinaAnak (Publikasi untuk Sekolah Minggu), yaitu edisi 116 - 119. Untuk itu silakan mengunjungi Situs SABDA.org yang menyimpan semua arsip e-BinaAnak: e-BinaAnak 116 -- Perspektif Kristen tentang Kematian ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/116/ e-BinaAnak 117 -- Mengajarkan Anak tentang Kematian ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/117/ e-BinaAnak 118 -- Melayani Anak yang Menghadapi Kematian ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/118/ e-BinaAnak 119 -- Menghadapi Masalah Kematian ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/119/ Kami yakin materi-materi tersebut akan menjawab permintaan Anda. Selamat menjelajah Situs SABDA.org. e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL STAF REDAKSI e-Konsel Yulia, Natalia, Ratri, Purwanti PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2003 oleh YLSA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel@sabda.org> Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. dapat dikirimkan ke alamat: <owner-i-kan-konsel@xc.org> *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-konsel@xc.org Berhenti: Kirim e-mail kosong: unsubscribe-i-kan-konsel@xc.org Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel ARSIP publikasi e-Konsel: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |