Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/365

e-Konsel edisi 365 (14-10-2014)

Membangun Keluarga Pascakehancuran


______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________


e-Konsel -- Membangun Keluarga Pascakehancuran
Edisi 365/Oktober 2014

Salam konseling,

Adakalanya, kehidupan pernikahan harus mengalami masa-masa sulit yang
tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Bahkan, ada keluarga Kristen yang
terpaksa mengalami kehancuran. Dampaknya, anggota keluarga mengalami
luka batin. Hal ini seharusnya tidak terjadi. Sebagai konselor, kita
wajib menolong keluarga-keluarga yang hancur untuk mendapatkan
pemulihan dari Tuhan Yesus. Bagaimana membangun kembali keluarga
pascakehancuran dan menapaki masa depan keluarga yang penuh dengan
harapan?  Edisi e-Konsel bulan ini akan mengajak Anda memahami
kerinduan Allah untuk memulihkan keluarga dan membangun kembali puing
-puing keluarga yang telah "runtuh" itu di atas dasar firman Tuhan.
Selamat menyimak.

Oya, kami sampaikan juga bahwa tanggal  1  Oktober lalu, e-Konsel
merayakan hari jadi yang ke-13. Jika Anda berkenan, silakan kirimkan
ucapan atau masukan untuk kami agar pelayanan e-Konsel semakin maju
dan menjadi berkat bagi semua pelanggan. Atas perhatian Anda, kami
mengucapkan terima kasih. Imanuel.

Staf Redaksi e-Konsel,
Adiana
< http://c3i.sabda.org/ >


        CAKRAWALA: BIARLAH ALLAH MEMULIHKAN HATI YANG PATAH

Rasa sakit akibat perpisahan dan perceraian dapat menjadi sesuatu yang
memberatkan bagi orang-orang yang ditinggalkan untuk menyatukan
kembali puing-puing keluarga yang berantakan. Malangnya, anak-anak
saya juga masih kecil ketika ayah mereka pergi dari rumah, dan mereka
harus bergumul dengan perasaan tertolak dan tertinggal.

Beberapa bulan pertama begitu mengerikan. Menenangkan anak-anak saya
itu sangat melelahkan dan semakin menambah kesedihan hati saya. Saya
memegangi putri saya yang berusia 3  tahun, Emelian, dan putra saya
yang berusia  2  tahun, Elijah, selama berjam-jam ketika mereka
menangis.

Elijah sangat sedih karena ketidakhadiran ayahnya, tetapi ia tidak
mampu mengekspresikan perasaannya secara verbal. Jadi, di tengah
malam, ia terbangun dan berteriak. Pada waktu yang lain, Elijah
mondar-mandir di kamar tidur saya sambil menangis, tidak tahu apa yang
harus ia lakukan, dan akhirnya hanya rebah di atas lantai karena
lelah. Beberapa menit selanjutnya, dengan putus asa, ia bangun untuk
memulai pola itu lagi.

Terkadang, saya mendekapnya seperti pelukan beruang besar. Pada waktu
yang lain, saya duduk di lantai dan mengayun-ayunkannya, dan air mata
saya yang berlinang membasahi wajah saya. "Ibu ada di sini,"  kata
saya. "Ibu menjagamu. Ibu mengasihimu. Berhentilah menangis, Nak.
Elijah, berhentilah. Kamu baik-baik saja. Kamu aman. Ibu ada di sini."

Untuk menenangkannya, saya mulai bernyanyi untuk putra saya. "Yesus
sayang padaku, Alkitab mengajarku."  Akhirnya, saya berseru kepada
Tuhan, sambil memohon kepada-Nya untuk menghibur jiwa Elijah dengan
kedamaian yang hanya dapat diberikan oleh Yesus.

Amsal 31:8 memberi tahu kita, "Bukalah mulutmu untuk orang yang bisu,
untuk hak semua orang yang merana."  Karena itu, saya menengahi anak
-anak saya yang hatinya remuk dan meminta Tuhan untuk melindungi
mereka dari dosa-dosa ayah mereka.

Isakan Elijah berlangsung selama beberapa malam. Saya terus-menerus
memeluknya, mengayun-ayunkannya, menyanyikan lagu himne, dan berdoa
sampai ia tertidur. Kesedihan yang mendalam mulai berkurang. Akhirnya,
ia tidur dengan nyenyak sepanjang malam.

Saya mendapatkan beberapa pelajaran berharga tentang Allah melalui
masa-masa yang sulit itu. Saya menyadari bahwa Allah adalah:

- Penghibur saya. Pada awal perjalanan Elijah yang menyakitkan, saya
mengabaikan untuk meminta pertolongan Yesus. Saya terperangkap dalam
usaha untuk menemukan apa yang salah dan memperbaiki segala sesuatu
dengan kekuatan saya sendiri sehingga saya memikul beban yang lebih
besar daripada yang seharusnya saya tanggung.

Kristus berkata, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan
berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang
Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah
hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu
enak dan beban-Kupun ringan." (Matius 11:28-30)

Allah sangat peduli dan berbagi rasa dengan penderitaan saya. Allah
"menilik sengsaraku, telah memperhatikan kesesakan jiwaku" (Mazmur
31:7). 
Ketika saya menceritakan penderitaan kepedihan hati putra saya,
Bapa surgawi saya merasakan penderitaan saya. Saya harus ingat untuk
merangkak ke pangkuan Bapa saya ketika saya merasa sendirian dan tidak
berdaya. Ia rindu mengasihi dan menghibur saya di tengah-tengah
kesesakan saya.

- Pengantara saya. Saya mengingat gambaran jelas di pikiran saya bahwa
Allah memerhatikan saya sedang berusaha menolong putra kecil saya
tanpa meminta kekuatan dan bimbingan dari-Nya. Roma 8:26-27  berkata,
"Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita
tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri
berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak
terucapkan. Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud
Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk
orang-orang kudus."

-  Segala-galanya bagi saya. Ketika saya memanggil Yesus, Ia
mendampingi saya untuk merawat Elijah. Saya tidak dapat melanjutkannya
tanpa Dia. Saya belajar bahwa Allah bukan hanya Bapa saya, tetapi Ia
juga Suami saya dan Ayah bagi anak-anak saya. Ia menunjukkan kepada
saya bahwa saya sama sekali bukan seorang ibu tunggal; saya tidak
sendirian. Tuhan selalu berjalan di setiap langkah bersama saya
melalui lembah-lembah yang dalam dan tempat-tempat yang sunyi.

Anak-anak menderita dalam banyak hal ketika seorang ibu atau ayah
menghilang dari rumah. Dengan tiba-tiba dan dengan cara yang salah,
mereka kehilangan kasih sayang secara fisik dan kepentingan keamanan
secara emosi bagi perkembangan mereka. Para ibu dan ayah tunggal harus
mewaspadai beban yang dipikul anak-anak sebagai akibat dari kehilangan
atau pengabaian orang tua.

Apabila kita terlalu tenggelam dalam kesendirian dan luka-luka kita
sendiri, kita gagal melihat penderitaan mereka. Akibat-akibat yang
muncul bisa semakin parah jika kita tidak menolong anak-anak kita
untuk menyerahkan beban mereka kepada Tuhan. Jadi, kita harus
melakukan hal-hal berikut ini.

1. Memenuhi kebutuhan mereka. Kita harus tinggal di dalam Kristus
setiap hari supaya Ia dapat mengasihi dan merawat mereka melalui kita.
Ketika kita merawat anak-anak kita, kita juga melayani hati Allah.

2. Mengajar mereka. Kita harus menunjukkan dan mengajarkan kepada
anak-anak kita bagaimana memercayakan diri kepada Tuhan dan berdoa
supaya mereka menaruh beban mereka di bawah kaki Yesus, yang berkata,
"Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang
kembali kepadamu" (Yohanes 14:18).

Dalam jangka waktu ini, saya mengajarkan kepada anak-anak saya tentang
janji Allah yang spesial, dan hal itu menjadi penghiburan yang luar
biasa bagi mereka. Mereka tahu Ia adalah Ayah mereka yang mendengarkan
dan selalu ada untuk diajak bicara.

3. Biarkanlah Allah bertindak. Dengan setia, Ia akan menyembuhkan
luka-luka Anda dan memperbarui pengharapan kita jika kita memercayai
-Nya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita yang terdalam. Bersama
Dia, kepedihan hati berubah menjadi berkat. Dan, luka-luka keluarga
disembuhkan melalui Yesus Kristus. (t/S. Setyawati)

Diterjemahkan dari:
Nama situs: Focus On the Family
Alamat URL: http://www.focusonthefamily.com/parenting/single_parents/helping-children-heal-after-divorce/letting-god-heal-broken-hearts.aspx
Judul asli artikel: Letting God Heal Broken Hearts
Penulis: Melodie Claire Miller
Tanggal akses: 3 Juli 2014


                 TELAGA: MEMBANGUN DARI RERUNTUHAN

Membangun pernikahan yang telah runtuh, ibarat membangun tembok
Yerusalem yang telah runtuh. Kita tahu tembok Yerusalem runtuh akibat
pertempuran, akibat serangan dari bangsa-bangsa lain yang menyerang
Yerusalem. Pernikahan pun adakalanya mengalami badai, mengalami
serangan, dan akhirnya menderita kerugian dan runtuh berantakan. Apa
yang harus dilakukan oleh suami istri yang mengalami badai atau
serangan untuk membangun kembali pernikahan mereka? Kita akan belajar
dari hamba Tuhan yang bernama Nehemia. Kita akan belajar apa saja yang
dilakukannya untuk membangun tembok itu.

Penyebab keruntuhan:
-  Faktor internal, seperti konflik berkepanjangan, merenggangnya
komunikasi, hilangnya keintiman, dan melebarnya perbedaan. Ingat:
Ibarat pohon, relasi pernikahan memerlukan siraman dan perhatian!

- Faktor eksternal, yakni pengkhianatan. Tidak ada badai yang lebih
dahsyat daripada pengkhianatan! Pengkhianatan meruntuhkan:

a. Kepercayaan
Kita tidak lagi percaya bahwa dia setia kepada kita, kita tidak lagi
percaya pada perkataannya karena ternyata dia telah berbohong kepada
kita. Dan, kita bersikap was-was dan tidak tenteram sehingga sejak
momen itu, hidup kita tidak lagi damai. Jangan sampai ini terulang
lagi, apakah dia pergi ke tempat seperti yang dia katakan, apakah dia
pergi dengan orang yang seperti dia katakan.

b. Respek
Seolah-olah di mata kita dia begitu rendah karena perbuatan zina
memang perbuatan dosa, perbuatan yang rendah. Jadi, reaksi kita kepada
dia itu merendahkan dia, seolah-olah dia tidak ada lagi nilainya. Dan,
itu menimbulkan sikap menghina.

c. Cinta
Pada dasarnya, cinta itu memang masih bisa bertahan, tetapi akan cukup
termakan habis. Dan, yang akan muncul akibat pengkhianatan bukanlah
cinta, tetapi benci. Kebencian yang sangat dalam sekali, kebencian ini
memang keluar dari kemarahan dan keinginan untuk membalas karena
disakiti.

Reruntuhan dalam pernikahan meliputi:
- merasa muak dekat dengan pasangan,
- kesedihan yang tak habis-habisnya,
- ketakutan yang terus menghantui kalau-kalau pengkhianatan terulang
kembali,
- dan kekecewaan yang dalam terhadap pasangannya yang tega melukai
hati kita.

Mengapa Mungkin Membangun dari Reruntuhan?

1. Jika Allah sanggup membangkitkan Kristus dari kematian, Ia pasti
sanggup membangkitkan kasih, respek, dan kepercayaan dalam relasi yang
telah mati.

2. Kasih menyatu  (menuju pada kedekatan), artinya kalau kita
mencintai, kita ingin mendekati orang yang kita cintai dan bersatu
dengan dia.

3. Kasih bertahan (sukar memudar), artinya meskipun kasih itu dihantam
dan dipukul, tetapi kasih cenderung bertahan.

4. Kasih melawan  (melindungi relasi kasih), artinya kasih itu mau
melindungi orang yang kita kasihi dan kita mau melindungi relasi kasih
ini supaya jangan sampai akhirnya punah.

5. Kasih dinamis (dapat bertumbuh kembali), artinya dapat bertunas
kembali, kasih itu bukannya sekali mati, maka selama-lamanya mati.
Meskipun sudah susut sampai seperti itu, tetapi perlahan-lahan bisa
bertumbuh kembali.

Awal dari Membangun dari Reruntuhan ini adalah:

a. Bertahan dalam ketakutan!  Takut sekali rumah tangga ini hancur,
takut sekali dia mengulangi lagi, takut sekali dia berbohong, dan
sebagainya. Dan, sikap yang dimunculkan meliputi:

- Menghindar: Menjalin hubungan seminimal mungkin guna memberi waktu
bagi luka untuk sembuh.
-  Berlindung dalam teritori:  Membatasi ruang kebersamaan, masing
-masing melakukan kewajiban dan aktivitas sendiri-sendiri.

b. Menyangkal diri!

-  Memerlukan upaya keras dan risiko: ingin percaya, tetapi takut;
ingin respek kembali, tetapi masih ingin menghina; ingin mengasihi,
tetapi tetap memiliki kebencian.
-  Biasanya berangkat dari kegelisahan:  tidak menyukai status quo,
harus melakukan sesuatu!

Belajar dari Nehemia untuk membangun dari reruntuhan:

1. Menghampiri Tuhan dan berkomitmen untuk menjalani proses ini dengan
cara Tuhan, caranya:

- Mengakui dosa kepada pasangan (Nehemia 1:6-7).
- Mengklaim janji penyertaan Tuhan setiap hari (Nehemia 1:8-9).
- Menyusun rancangan pemulihan yang realistis  (Nehemia 2:7-9), kita
meminta bantuan orang untuk dapat menolong kita melewati ini, kita mau
ke hamba Tuhan ini, kita mau mendapatkan pertolongan dari konselor
ini, kita akan berbuat ini dan itu.

2. Mengevaluasi kerusakan:
- Melihat dan mengakui semua kerusakan (Nehemia 2:13-15).
- Memotivasi satu sama lain untuk mengarahkan mata pada pembangunan,
bukan pembalasan (Nehemia 2:17-18).
- Semua pihak terlibat dalam pembangunan, baik istri maupun suami
(Nehemia 3:1-32).

3. Bersiaga terhadap serangan berikutnya:

- Keruntuhan bersifat susul-menyusul, problem selanjutnya yang tengah
menanti (Nehemia 4:1-15). Awalnya, seolah-olah problemnya hanya satu,
yaitu pengkhianatan, tetapi tiba-tiba menjadi banyak.
- Iblis tidak senang dan akan terus menyerang:  menciptakan masalah
baru atau membakar masalah lama.
- Kita harus saling melindungi, bukan membuka peluang (Nehemia  4:16
-23).

4. Membersihkan sampai ke akarnya:

-  Dibalik satu masalah, terkandung masalah lain  (Nehemia 5:1-3).
Kadang-kadang, kita berpikir kita telah berhasil mengatasi masalah
dari pihak luar, tetapi masalah dari pihak dalam ini terus-menerus
muncul.
- Jangan menoleransi dosa sekecil apa pun.
- Kembalikanlah hak dan fungsi masing-masing (Nehemia 5:9-12) sehingga
pasangan kita bisa menempati fungsi yang sebenarnya sebagai suami atau
istri.

5. Menjalani hidup baru:
- Menetapkan aturan yang jelas (Nehemia 7:1-3).
-  Merayakan hidup baru:   memulai kebiasaan dan aktivitas yang
merekatkan relasi.
- Mendasarkan hidup pada firman Tuhan (Nehemia 8:1-3).

Diambil dan disunting dari:
Nama situs: TELAGA
Alamat URL: http://telaga.org/audio/membangun_dari_reruntuhan_1
Judul transkrip: Membangun Dari Reruntuhan 1 (T228A)
Penulis: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Tanggal akses: 7 Juli 2014


Kontak: konsel(at)sabda.org
Redaksi: S. Setyawati, Santi T., dan Adiana
Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-konsel/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2014 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org