Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/36 |
|
e-Konsel edisi 36 (15-3-2003)
|
|
><> Edisi (036) 15 Maret 2003 <>< e-KONSEL *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Daftar Isi: - Pengantar : Pelayanan kepada Mereka yang Berkabung - Cakrawala : Kunjungan Bagi yang Berkabung - Bimbingan Alkitabiah : Duka Karena Kematian Orang yang Dikasihi - Tanya Jawab : Pertanyaan Anda - Surat : Senang membaca e-Konsel edisi 01 Maret *REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI* -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*- Salam sejahtera dalam kasih Kristus, Kali ini e-Konsel akan mengunjungi Anda untuk membahas tentang "Konseling untuk Mereka yang Berkabung". Pelayanan konseling untuk mereka yang sedang mengalami kedukaan biasanya dilakukan dalam bentuk kunjungan-kunjungan, karena dalam banyak kasus konsele yang sedang mengalami kedukaan segan untuk pergi ke luar untuk mencari pertolongan, bahkan kadang mereka sendiri tidak merasa bahwa mereka membutuhkan pertolongan. Oleh karena itu sajian kita kali ini kiranya dapat menggugah kita semua untuk menyadari bahwa pelayanan kepada orang-orang yang sedang berkabung merupakan pelayanan yang perlu mendapat perhatian secara pro-aktif. Melihat pentingnya tema ini maka kami akan menyajikan dua bagian yang akan kami terbitkan dalam dua edisi secara berturut-turut. Pada bagian pertama di edisi ini, kami menyajikan sebuah artikel dan bimbingan rohani, serta tanya jawab untuk dapat Anda pelajari. Kami harap para pembaca e-Konsel, dengan pimpinan Roh Kudus, mendapat bekal untuk dapat melayani keluarga atau teman-teman di sekitar kita yang tengah mengalami perkabungan. Kiranya banyak orang yang Anda layani dapat melihat kasih Allah yang abadi itu melalui Anda. Selamat melayani. Tim Redaksi *CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA* -*- KUNJUNGAN BAGI YANG BERKABUNG -*- Saya baru saja menyelesaikan penguburan Stan Conners, penguburan kedua dalam jemaat di mana saya baru pindah. Semua kelihatannya berjalan cukup baik, pikir saya. Penyanyi solo bernyanyi dengan baik, saya rasa khotbah saya baik dan keluarga yang ditinggalkan merasa senang dengan kebaktian penguburan itu. Saya pikir saya telah menyelesaikan tujuan saya dalam memberikan penghiburan rohani kepada keluarga yang berduka. Tapi sebuah komentar dua hari kemudian, ternyata memaksa saya mempertanyakan kesimpulan saya ini. Saya berhenti di rumah seorang janda muda. Suami wanita ini meninggal dunia karena serangan jantung tiga tahun yang lalu. Dia membagi kenangannya: menemukan suaminya yang terjatuh di dekat ban mobil di garasi, mengatakan kepada anak-anaknya yang berusia sekolah bahwa ayah mereka telah meninggal, memulai pergumulan sebagai orang tua tunggal. Dia mengamati saya, "Hamba Tuhan dan gereja tidak melayani kebutuhan saya yang paling besar. Memang mereka mengunjungi saya setelah kematian, dan menjumpai saya sebelum kebaktian. Mereka mengucapkan beberapa kata pada saat penguburan. Tetapi saya tidak pernah melihat mereka lagi sehubungan dengan kematian suami saya. Setelah minggu pertama, tidak seorang pun dari jemaat mengunjungi kami karena perkabungan itu. Pergumulan saya sehubungan dengan kematian suami saya sebenarnya baru mulai dua minggu setelah penguburan, dan pada saat itu, semua orang telah menghilang dari pandangan." Kita, para gembala jemaat, biasanya mempunyai pelayanan yang berarti terhadap keluarga-keluarga menjelang kematian. Dalam banyak situasi, kematian mengikuti korbannya secara perlahan, mengharuskan kita untuk berjalan bersama dengan keluarga itu melalui lembah bayang- bayang kematian. Pelayanan kita penting dan diterima. Pada saat-saat yang lain, kematian memukul tanpa peringatan: terjadi secara tiba-tiba, serangan jantung yang hebat, kejadian fatal di tengah malam. Dalam situasi-situasi ini kita memberikan perhatian rohani darurat, dengan mengunjungi keluarga itu beberapa kali, kadang-kadang berjam-jam. Kemudian kita mengundurkan diri bersama dengan kebaktian penguburan. Tetapi dalam kasus yang lain, saya mulai menyadari bahwa kebaktian memperingati kematian bukanlah tempat untuk mengakhiri pelayanan. Itu adalah tempat untuk memulai sesuatu yang lain yang juga tidak kurang pentingnya. Dalam usaha melayani keluarga dengan lebih efektif, kami membuat suatu program kunjungan bagi yang berkabung. Saya telah menemukan bahwa pelayanan itu menolong orang-orang menghadapi perkabungan mereka dengan cara yang lebih penuh dan sehat. Kunjungan Awal -------------- Kunjungan bagi yang berkabung dimulai sebelum kebaktian penguburan, namun mungkin akan memerlukan satu tahun bahkan lebih untuk bekerja melewati perkabungan mereka. Adakalanya para anggota keluarga berkata, "Segera setelah penguburan ini berakhir, kami dapat menata kembali hidup kami" atau "Hanya beberapa jam lagi dan kami dapat meneruskan kehidupan kami." Kita perlu dengan lembut mengingatkan bahwa kematian mempengaruhi kita lebih lama daripada beberapa hari yang singkat. Sebagian besar orang tidak memahami perkabungan. Mereka yakin suasana akan kembali normal dalam satu atau dua bulan. Jika lebih lama dari itu biasanya dikatakan bahwa mereka tidak menangani kematian dengan baik, mereka bukan "orang Kristen yang baik, yang kuat". Jadi, jika menitikkan air mata di tempat perbelanjaan setelah mendengar lagu yang mengingatkan mereka akan orang yang dikasihi, ini akan membingungkan dan membuat mereka malu. Ini sangat tidak betul. Kejadian-kejadian di atas sungguh menolong kita menyadari bahwa mereka hanyalah manusia biasa. Langkah kedua adalah serangkaian percakapan lewat telepon dan kunjungan seminggu setelah penguburan. Saya biasanya mengunjungi keluarga yang ditinggalkan, karena biasanya anggota keluarga lain telah kembali ke rumah dan pekerjaan mereka, dan para sahabat serta tetangga telah kembali memusatkan perhatian kepada pergumulan mereka sendiri. Kesibukan selama penguburan telah berakhir, hidup menjadi sunyi, dan tinggallah keluarga itu sendiri dalam kesepian. Seringkali saat inilah kenyataan kehilangan memukul mereka paling berat. Kunjungan saya pada keluarga itu memberikan kesempatan untuk mengungkapkan pertanyaan sehubungan dengan duka cita mereka yang muncul atau membicarakan lagi hal-hal yang lampau. Saya banyak kali mendengar ungkapan kesepian. Mary bercerita tentang malam-malam yang tak tertahankan tanpa suaminya. Tom meratapi keharusan untuk membuat makan malamnya sendiri dan betapa sunyinya di meja dapur tanpa isterinya. David muda menyinggung bagaimana rumah kosong dan menakutkan ketika dia pulang dan ibunya tidak ada di sana untuk berjumpa dengannya. Kunjungan saya tidak mengangkat kesepian atau ketakutan mereka tetapi membuat keluarga itu membagi duka cita mereka dan menyadari bahwa seseorang bersedia memahaminya. Adakalanya, saya mendengar suara penyangkalan yang lembut. Donna mengakui bahwa ia sering membayangkan suaminya akan segera berjalan melalui pintu dapur dan menyambutnya dengan ciuman, sebagaimana yang selalu dilakukannya. "Tampaknya," katanya, "dia hanya berada dalam perjalanan yang panjang." Jerry mendapatkan dirinya sedang menunggu di dekat telepon menunggu isterinya menelepon dari rumah sakit dan memintanya untuk menjemputnya. Pergumulan seperti itu adalah normal bagi perkabungan dan bukan tanda mereka menjadi gila; peneguhan yang menghibur mereka yang kehilangan sangat dibutuhkan. Kunjungan saya mengingatkan keluarga itu bahwa dukacita tidak berakhir pada penguburan. Ya, mereka harus meneruskan kehidupan tetapi juga perlu menanggung luka-luka karena dukacita dan membiarkan waktu penyembuhan luka-luka itu. Kunjungan Selanjutnya --------------------- Saya mengadakan kunjungan atau telepon sekitar tiga minggu kemudian. Salah satu tujuan utama adalah meyakinkan keluarga yang ditinggalkan bahwa mereka tidak dilupakan. Mereka tetap ada dalam pikiran dan doa saya, juga mereka dalam jemaat. Tujuan lain kunjungan ini untuk menekankan bahwa saya selalu bersedia menolong. Seringkali ini merupakan kunjungan yang menandakan titik perubahan. Saya tidak yakin mengapa. Mungkin setelah beberapa kunjungan, anggota keluarga itu akhirnya percaya bahwa saya sungguh-sungguh memperhatikan mereka lebih dari sekedar melakukan "tugas profesional hamba Tuhan" saya. Mungkin memerlukan beberapa minggu kunjungan terhadap anggota keluarga supaya saya bisa berjalan bersama mereka dalam suasana dukacita yang mereka alami. Mempercayai seseorang -- bahkan seorang hamba Tuhan -- untuk menjadi dekat ketika seseorang sedang mengalami kedukaan, sama sekali berbeda. Atau mungkin tiga minggu setelah kehilangan, secara sederhana merupakan saat dimana orang mulai menghadapi persoalan yang lebih dalam. Orang-orang melontarkan kepada saya pertanyaan-pertanyaan teologia: "Di manakah Allah dalam kematian orang yang kukasihi?" "Apakah Allah yang menyebabkan kematian, apakah Allah membiarkannya? atau apakah Dia tidak berkuasa atasnya?". "Saya takut kehilangan iman saya. Bagaimana saya harus bertahan?" "Saya tidak yakin akan adanya kehidupan setelah kematian. Apakah ada jalan untuk bisa meyakinkan saya?" Kemarahan terhadap Allah bisa terjadi: "Mengapa Allah membiarkan ini terjadi?" "Allah yang pengasih seperti apakah Dia, sehingga membiarkan terjadi terhadap kita?" Kadang kala orang-orang bisa mengungkapkan kemarahan terhadap Allah dengan cara yang tidak langsung. Saya mengunjungi Linda beberapa minggu setelah kematian ayahnya. Linda tampaknya menguasai duka citanya dengan baik tetapi selama percakapan dengan saya dia menyinggung dengan serampangan, bahwa ia mempunyai kesulitan berdoa. Kemudian ia mengungkapkan kemarahan kenapa ayahnya harus begitu menderita sebelum kematiannya. "Apakah itu adil?" dia meratap. Sambil berbicara, Linda menyalahkan Allah yang membuat ayahnya menderita. Kemarahannya yang tanpa suara terhadap Allah mempengaruhi kehidupan doanya. Kunjungan penggembalaan saya menurunkan keadaan yang bisa menjadi berbahaya. Beberapa keluarga tampak tidak memerlukan banyak perhatian penggembalaan. Keluarga itu tertutup, dan mereka saling melayani secara efektif. Keluarga-keluarga ini, saya lihat, tetap menghargai kunjungan penggembalaan. Sebagian keluarga memanfaatkan kunjungan ini untuk membagi kenangan, keluarga yang lain untuk mengungkapkan ucapan syukur kepada Allah atas berkat hubungan mereka dengan mendiang. Yang lainnya meyakinkan saya, bahwa walaupun pergumulan tetap ada, mereka sedang memungut kepingan-kepingan kehidupan mereka. Biasanya saya mengadakan kunjungan ketiga kira-kira tiga atau empat bulan setelah penguburan. Pada saat ini kesulitan-kesulitan berarti dalam proses perkabungan menjadi kelihatan. Saya mendorong pribadi itu untuk mencari pertolongan profesional tambahan jika ada gejala- gejala mengandung depresi kronis, kecenderungan bunuh diri, atau makan dan tidur yang tidak teratur. Pada waktu yang lain, pandangan rohani semata dibutuhkan. Tunangan David tewas dalam kecelakaan mobil dua bulan menjelang tanggal pernikahan mereka. Mulanya David merasa amat marah. Kemarahan itu berubah menjadi depresi yang digumulkannya selama berbulan-bulan. Saya mengusulkannya untuk menemui seseorang penasihat profesional, tetapi David memilih serangkaian kunjungan penggembalaan. Selama satu kunjungan, David menyatakan tidak sanggup mencintai seseorang karena takut terluka untuk kedua kalinya. Secara bertahap, dia semakin menjadi penyediri. Namun setelah berjam-jam percakapan, dia mulai melihat akibat dari ketakutannya. Sekarang dengan berhati- hati ia melangkah untuk mencintai lagi. Kunjungan duka menolongnya menghadapi ketakutannya sebelum itu menjadi semacam penyakit. Seseorang mungkin memperoleh kesan bahwa saya tidak melakukan apa pun kecuali mengunjungi yang berduka. Saya mengakui, saya menganggap kunjungan penggembalan penting. Tetapi saya hanya memiliki sepuluh sampai lima belas waktu kunjungan seminggu. Maka saya membuat kunjungan kepada keluarga yang berkabung sebagai bagian dari kunjungan penggembalaan tetap saya. Segera setelah penguburan, saya membuat catatan pada kalender -- satu minggu, tiga minggu, dan tiga bulan kemudian. Ketika minggu itu tiba, saya memasukkan keluarga yang ditinggalkan dalam kunjungan minggu itu. Setelah penguburan, saya atau sekretaris gereja juga menandai tanggal-tanggal perayaan dan hari ulang tahun pada catatan kecil untuk menelepon keluarga yang ditingalkan. Karena peristiwa- peristiwa khusus dapat menambah duka, maka telepon dari seorang hamba Tuhan, betapapun singkatnya, membawa berita yang menghiburkan bahwa seseorang memahami keadaan mereka. Juga sekitar hari pengucapan syukur dan Natal, saya menelepon keluarga-keluarga mereka yang anggota keluarganya meninggal selama tahun itu. Kunjungan yang Lebih Berkembang ------------------------------- Pelayanan bagi keluarga Grace yang berduka tidak semata-mata jatuh di atas pundak saya. Berapa minggu setelah penguburan, saya menghubungi seseorang yang telah melalui keadaan serupa dan meminta anggota itu untuk mengunjungi keluarga yang berduka itu. Dengan mengalami situasi yang serupa, pengunjung itu biasanya mengerti dengan tepat kata-kata mana yang melukai dan yang menyembuhkan. Bagian program kami ini sedang dalam pertumbuhan. Namun, kami mulai menawarkan serangkaian enam minggu pelajaran tentang dukacita, mendengar secara aktif dan tanggap, serta pemahaman teologi tentang penderitaan. Ini yang saya harapkan bagi para pengunjung: 1. Komitmen Satu Tahun. Saya mengusulkan kunjungan paling sedikit tiap empat sampai enam minggu selama satu tahun. (Pertama saya meminta izin keluarga yang berduka apakah mereka bersedia menerima kunjungan seorang anggota. Saya menunjukkan bahwa kunjungan ini akan menjadi kesempatan membagi pergumulan mereka.) 2. Persahabatan dan Perhatian. Saya menekankan tujuan kunjungan mereka adalah menjadi seseorang yang ramah untuk diajak berbicara. Pergumulan perkabungan tidak harus menjadi topik pembicaraan setiap kunjungan, tetapi tetap harus senantiasa sesuai dengan keadaan. 3. Laporan Permasalahan atau Kebutuhan. Saya meminta para pengunjung untuk menghubungi saya jika mereka mempunyai pertanyaan tentang topik yang timbul atau perhatian tentang bagaimana keluarga yang ditinggalkan menangani dukacita. Walaupun baru mulai, program ini telah mempunyai dampak. Baru-baru ini suami seorang wanita berusia 80 tahun meninggal. Pasangan ini telah menikah selama 55 tahun dan selama itu sang suami mengatur masalah-masalah keuangan. Setelah kematian suaminya, wanita itu kewalahan dengan keputusan-keputusan keuangan dan kertas kerja. Anggota yang saya minta untuk mengunjungi wanita ini juga seorang janda penatua. Melalui campur tangannya, kepada janda yang baru itu diberikan latihan dalam perencanaan keuangan dan tata buku oleh anggota organisasi warga pensiunan. Karena pengunjung itu telah melalui situasi serupa, dia dapat meyakinkan bahwa Allah sungguh menolongnya dalam tugasnya dan bahwa dengan kekuatan Allah dia akan sanggup melaksanakannya. Kunjungan Sewaktu-waktu ----------------------- Inilah arti pelayanan yang kita lakukan: Kehidupan yang dijamah oleh kasih dan kuasa Injil Yesus Kristus. Suatu ketika saya menerima surat dari seorang anggota jemaat yang kehilangan suaminya lebih dari setahun yang lalu. Kemudian saya membuka surat itu dan mulai membaca: "Gembala yang terkasih, Kata-kata tidak dapat mengungkapkan penghargaan saya untuk kunjungan-kunjungan Anda. Kehadiran Anda menolong saya melalui pergumulan yang paling berat yang pernah saya alami dalam hidup saya, kematian suami saya ..." Surat ini mengingatkan saya bahwa pelayanan terjadi kapan saja, yaitu ketika kasih diungkapkan dan usaha dilakukan untuk membagi kuasa Injil. [Kevin E. Ruffcorn adalah Gembala, Grace Lutheran Church di Oconto Falls, Wisconsin.] -*- Sumber -*-: Judul Buku : Kepemimpinan Vol. 16/Th IV Judul Artikel: Kunjungan Bagi yang Berkabung Penulis : Kevin E. Ruffcorn Penerbit : ANDI, Yogyakarta 1989 Halaman : 11 - 15 *BIMBINGAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*--*-*-*-*-*-*-*-*-* ALKITABIAH* -*- DUKA KARENA KEMATIAN ORANG YANG DIKASIHI -*- AYAT ALKITAB ============ Wahyu 21:4 Yohanes 14:1-3 Mazmur 23:4-6 Filipi 1:21, 23 1Petrus 1:3-5 Yohanes 11:25,26 2Korintus 5:1 LATAR BELAKANG ============== Dukacita adalah derita emosional yang menusuk dalam disebabkan oleh kematian orang yang dikasihi. Peristiwa kematian akan menyebabkan orang mengalami kesedihan, penderitaan dan kepedihan. Meninggalnya salah seorang yang dikasihi sungguh menyebabkan suasana sedih dan sepi. Masa sedemikian adalah masa sulit. Orang yang ditinggal sering merasa bahwa pengalamannya unik, tak seorang pun menanggung kehilangan seperti yang dideritanya. Berangsur-angsur melalui proses waktu, biasanya orang akan pulih ke keadaan semula. Tetapi orang- orang tertentu terus mengalami kedukaan berkepanjangan. Dalam arti tertentu, tak seorang pun dapat bebas sempurna dari merasa kehilangan kekasihnya. Proses penyembuhan yang disebut di atas, biasanya sebagai berikut: 1. Kejutan awal akibat kematian: dampak emosi yang dalam itu kadang- kadang melumpuhkan seseorang. 2. Pelepasan emosi: masa menangis. 3. Kesepian dan kemuraman: Perasaan kehilangan sering berkaitan dengan derajat ketergantungannya pada orang yang meninggal. 4. Rasa bersalah: "Seharusnya aku bertindak lain," atau "Seharusnya aku bertindak lebih ..." dan sebagainya. 5. Marah dan berontak: "Mengapa Allah bertindak seperti ini terhadapku?", 6. Tahap kehilangan gairah: "Aku tak tahan," atau "Masa bodohlah.", 7. Berangsur-angsur kembali pada pengharapan: "Hidup harus berjalan terus." "Aku akan sanggup menanggungnya." "Allah akan membantu mengatasi semua ini.", 8. Kembali pada kenyataan dan kewajaran: menerima fakta kehilangan dan menyesuaikan diri dengannya. Harus kita ingat, bahwa dukacita tidak dapat diramalkan dan tak pula dapat diurut tahapannya. Kadang-kadang tahap-tahap duka muncul bersama dan saling tumpang tindih. Ada kalanya orang yang berduka merasa lepas sementara dari tahap sedih tertentu, untuk kemudian kembali terulang. Untuk membimbing orang yang berduka, diperlukan keikhlasan, kepekaan dan kelembutan khusus, simpati dan empati. Kita perlu bergantung pada pimpinan Roh Kudus. Terlalu gampang dan banyak bicara, atau memberikan jawaban, adalah bertindak lancang. Ucapan-ucapan kita harus tulus dan bermakna, peka dan tepat dengan situasi tersebut, sebab hiburan sejati bagi orang yang berduka tergantung di mana sesungguhnya dia berada dalam proses dukanya. Jangan menganggap Anda memiliki jawaban untuk segala hal. Akui bahwa Anda tidak mengerti mengapa atau bagaimana sampai Allah melakukan itu. Jangan ucapkan hal-hal klise dan basi tentang kematian dan penderitaan. Jangan katakan bahwa kalau yang berduka lebih rohani atau lebih akrab dengan Allah, kedukaannya akan lebih ringan. Ingat bahwa kesempatan yang singkat untuk melayani tidak akan memadai untuk menolong yang berduka. Namun kita layani semampu kita, membagikan Yesus Kristus dan berita Firman Tuhan, sambil percaya bahwa Allah akan melakukan bagian-Nya. Jangan memompakan padanya usaha untuk membuatnya riang dan senang. STRATEGI BIMBINGAN ================== 1. Nyatakan kepadanya bahwa Anda memperhatikan dia dan ingin menolong. Silakan dia menceritakan kematian orang yang dikasihinya dan bagaimana perasaannya. Jadilah pendengar yang sabar. Ini membantu dia mengalirkan perasaan-perasaan dukanya. 2. Katakan bahwa menangis dan berduka adalah sehat. Ini merupakan pengalaman lazim manusia yang kita semua harus melaluinya. Ada yang mengatakan bahwa duka adalah "karunia Allah". Ia dapat menjadi jalan bagi Allah untuk membantu kita bereaksi terhadap kejutan dahsyat yang disebabkan oleh kematian dan akibat-akibat emosional yang mengikutinya. Yesus berkata: "Berbahagialah mereka yang berdukacita, karena mereka akan dihibur." (Matius 5:4). "Yesus sendiri menangis di depan kubur Lazarus." (Yohanes 11:35). 3. Nyatakan kepadanya bahwa mengungkapkan perasaan-perasaan bersalah, marah, bingung atau muram, adalah baik. Perasaan tersebut tidak boleh ditekan olehnya atau ditolak oleh pembimbing. Dorong dia untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya. 4. Katakan kepadanya bahwa apa yang dirasakannya adalah wajar dalam proses berduka dan bahwa penerimaan serta penyembuhan akan datang, walaupun mungkin perlahan-lahan. Allah ingin memikul kepedihan dan kedukaan kita serta menghibur, memberi harapan dan kekuatan. Pada saat sedemikian, hidup akan terasa tak berarti, tetapi ingat -- Kristus tak berubah, Batu Karang yang teguh, dasar yang di atas-Nya kita dapat membangun ulang hidup kita. 5. Tanyakan dia apakah dia pernah menerima Yesus Kristus menjadi Tuhan dan Juruselamat pribadinya. Jika belum, jelaskan "Damai dengan Allah". [[Red: "Damai dengan Allah" -- Traktat untuk menolong/menuntun orang non Kristen agar dapat menerima Kristus (dari LPMI/PPA); atau dalam Buku Pegangan Pelayanan ini, halaman 5; atau dalam CD-SABDA: Topik 17750.]] 6. Katakan bahwa bagi orang Kristen, kematian bukanlah akhir kehidupan. Melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Kristus telah mengalahkan dosa dan maut, sehingga beriman kepada-Nya kini, berarti: kita "tidak akan mati selama-lamanya" (Yoh 11:25-26); "kita memiliki hidup kekal" (Yohanes 3:16); "kita punya tempat terjamin di surga" (Yohanes 14:1-6), "kita akan menerima tubuh kebangkitan" (1Korintus 15:51,52). Juga, "jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan bersama- sama dengan Dia." (1Tesalonika 4:14); jadi akan terjadi pertemuan kembali penuh kemuliaan kelak, antara kita dan semua mereka yang kita kasihi dan yang ada di dalam Tuhan! Nasihatkan orang tersebut untuk mulai membaca dan mempelajari Alkitab. Alkitab adalah sumber kekuatan dan penghiburan. 7. Katakan bahwa Allah menganggap hidup kita di bumi sebagai persiapan untuk kesukaan besar surgawi (Markus 8:36). Karena itu, Dia mengizinkan ujian, penderitaan dan kematian orang yang kita kasihi, dalam hidup kita, agar kita menyadari betapa kita perlu percaya pada-Nya. "Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati." (2Korintus 1:9). 8. Jika dia mengungkapkan rasa bersalah atas aspek tertentu dari kematian orang yang dikasihinya (biasa terjadi pada kasus bunuh diri), nasihatkan dia untuk tidak mengecam diri berlebihan. Dia tidak perlu memikul rasa bersalah atas sesuatu yang tidak benar- benar dilakukannya. Semuanya sudah lewat, dan dia harus belajar menyerahkan semua penyesalannya kepada Tuhan. Jika ada sesuatu yang ingin diakuinya kepada Tuhan, lakukanlah, tetapi terimalah keampunan-Nya dalam terang (1Yohanes 1:9). 9. Jika nampaknya dia diliputi oleh perasaan kehilangan, kesepian dan gelap tentang apa yang harus dilakukannya kelak, anjurkan dia untuk menceritakan itu pada keluarganya dan mempercayai mereka untuk memberi dukungan emosional dan kekuatan. Gereja dapat mengisi kekosongan yang tersisa. Dia harus terlibat dalam persekutuan gereja. Pendeta dapat memberikan dukungan emosional. Jika dia belum menjadi anggota, dia harus melibatkan diri dalam suatu gereja yang mementingkan Alkitab. Belajar menerima kehendak Allah atas apa yang telah terjadi, memiliki hati yang bersyukur atas apa yang telah dialami bersama dengan orang yang dikasihi dan atas janji Tuhan tentang hal-hal yang akan dialami kelak, serta mengulurkan tangan kasih Kristen menolong mereka yang sedang pedih, akan menjadi cara kesembuhan dan faktor penting untuk belajar kembali menjalani hidup. 10. Berdoalah meminta pengertian, hiburan dan berkat bagi hidupnya, bersamanya. -----------------------------Kutipan-------------------------------- Menurut Billy Graham: Keyakinan kita akan masa depan berdasar teguh pada kenyataan yang Allah telah buat bagi kita dalam Kristus. Karena Kristus hidup, kita tak perlu muram, bagaimana pun situasi kita. "Jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia. Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (Roma 6:8,23). --------------------------Kutipan_Selesai--------------------------- -*- Sumber -*-: Judul Buku: Buku Pegangan Pelayanan Penulis : Billy Graham Penerbit : Persekutuan Pembaca Alkitab Halaman : 55 - 59 CD-SABDA : Topik 17543 TANYA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*--*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* JAWAB* -*- PERTANYAAN ANDA -*- Dr. Esther Susabda Pertanyaan: =========== Saya seorang ibu rumah tangga (35 th) dengan tiga anak. Menghadapi musibah kematian suami saya secara mendadak 5 bulan lalu, sampai hari ini perasaan sedih, bersalah sulit sekali dihilangkan, terutama karena anak kami Ani (9 th) menjadi pendiam dan murung. Banyak usaha yang sudah kami (saya dan keluarga dekat) lakukan, misal tidak membicarakan kematian ayahnya dan mengungsikan semua barang-barang termasuk foto-foto keluarga. Teman-teman baiknya berusaha menghibur dan membawa Ani ke tempat-tempat hiburan. Ani sendiri mencoba untuk riang bersama mereka tetapi setibanya di rumah, ia banyak menangis. Bagaimana saya harus menolong, karena di pihak lain saya sendiri juga sangat kehilangan. Adik-adiknya masih kecil usia 5 dan 3 tahun, mereka belum tahu banyak dan sering dibawa oleh neneknya, karena sekarang saya harus bekerja. Saya merasa lelah, sedih dan seringkali ada perasaan marah pada Tuhan, mengapa saya mendapat cobaan berat seperti ini. Bagaimana saya harus mengatasi?? Jawaban: -------- Saya ikut merasakan kepedihan hati Ibu. Memang tidak mudah dengan beban-beban kehidupan yang begitu berat, sekarang Ibu harus memikulnya sendiri. Belum lagi masalah Ani yang membuat ibu sangat gelisah. Satu pihak mungkin ingin sekali melupakan apa yang telah terjadi dan "go on with life" (melanjutkan kehidupan ini), tapi melihat Ani yang sedih, seolah-oleh kenangan yang menyakitkan dengan kehilangan suami yang kekasih hidup lagi. Saya tidak tahu persis apa yang menjadi pergumulan ibu (karena setiap kasus sejenis mempunyai keunikan masing-masing), tetapi ada beberapa saran yang mungkin dapat menolong: a. Hindari keinginan untuk menolak realita (avoid denial). Ani harus ditolong bagaimana menghadapi kenyataan ini. Jangan ditutupi kenyataan bahwa ayah memang sudah meninggal dan tidak bisa kembali lagi bersama-sama kalian. Tuhan memberikan kelengkapan mekanisme dalam tubuh manusia secara ajaib untuk mengatasi baik perasaan kehilangan maupun perasaan untuk bangkit. Jadi biarkan anak merasakan kehilangan dan kesedihannya secara wajar. Ani membutuhkan waktu untuk menerima kenyataan dan menyelesaikan proses kehilangan (grief process) ini. Dengan melihat kembali masa-masa indah bersama ayah melalui foto-foto, barang-barang yang mengingatkan kembali kehadiran ayah, justru mempercepat proses penyembuhannya (bukan sebaliknya). Hal ini akan terjadi jikalau ada bimbingan dan support yang Anda berikan, dan bukan justru "tidak mengijinkan kesedihan tersebut dikeluarkan." b. Sempatkan untuk berbicara secara pribadi dengan Ani. Anak-anak seusianya memang belum dapat memahami secara utuh realita kematian dan kehidupan sesungguhnya. Piaget seorang psikolog dan pendidik menggolongkan anak usia 9-12 tahun dalam masa pertumbuhan kognitif yang konkrit, yang berarti ia mulai memahami dunia realita melalui apa yang ia alami dan rasakan secara nyata. Sedangkan pemahaman tentang Tuhan yang mengasihi, memberikan tempat untuk ayah di surga seringkali sulit dipahami dan membutuhkan waktu untuk mencerna. Mungkin sekali kesedihannya ditambah dengan ketakutan yang baru yaitu bagaimana jika Tuhan juga mengambil anda sebagai ibu secara mendadak pula. Jadi, dengan membiarkan Ani mengutarakan kesedihan, ketakutan dan kehilangannya sedikit demi sedikit setiap hari, tanpa sadar kesembuhannya akan mulai nampak. Katakan kepadanya bahwa andapun melewati masa-masa yang sulit untuk menyesuaikan kehidupan tanpa ayahnya. c. Bagi Anda sendiri, mungkin ada baiknya kalau Anda mendapatkan teman-teman yang bisa memahami perasaan Anda, dan mungkin mendukung Anda dalam doa. Proses penyembuhan dari kesusahan memang seringkali seperti siklus. Nanti pada saat-saat ulang tahun pernikahan (anniversaries) atau munculnya kenangan saat- saat indah yang lain, perasaan sedih, kehilangan pasti akan terulang lagi. Namun syukur kepada Tuhan, ingatan tersebut makin lama makin pendek, dan setelah itu kesembuhan yang seutuhnya akan tiba. -*- Sumber -*-: Judul Buletin : Parakaleo VI/4, Okt - Des 1999 Pengasuh Kolom: Dr. Esther Susabda Penerbit : STTRII Jakarta Halaman : 4 *SURAT*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-DARI ANDA-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*SURAT* Dari: Bo Logiantara <bo@> >Redaksi Yth. >Dengan senang hati saya membaca e-Konsel terbitan bulan Maret tsb. >Bukan saja karena isinya sangat berguna. Bukankah tema yang dipakai >itu menjadi bahan pemikiran banyak orang didalam hidup atau >kariernya? Dan e-Konsel berhasil dalam memberikan petunjuk-petunjuk >yang berguna. > >Tetapi juga karena semua penulisnya adalah orang-orang yang relevan >bagi bagi banyak orang di Indonesia. Apa yang mereka utarakan >didukung oleh pengertian akan cara hidup dan kultur kebanyakan >orang di Indonesia secara umum. > >Pasti tidak mudah untuk membatasi diri dalam pembuatan e-Konsel >tsb., tetapi saya teringat akan banyak kursus bagi kaum awam di >berbagai STT di Indonesia. Mungkin akan menarik untuk mengumpulkan >berbagai pendidikan awamiah yang bermutu di Indonesia. > >Semoga kalian tetap diberkati. >Salam, Bo Logiantara Redaksi: Terima kasih untuk kiriman suratnya. Terima kasih juga untuk dukungannya. Sehubungan dengan permintaan Anda untuk mengumpulkan informasi tentang pendidikan teologia untuk orang awam, kami setuju bahwa itu akan menjadi informasi yang menarik untuk dimuat. Nah, untuk itu, kami ingin menghimbau kepada pembaca e-Konsel yang mengetahui informasi tsb. untuk mengirimkannya kepada Redaksi agar bisa kami sampaikan kepada pembaca yang lain. Sebelumnya, kami ucapkan terima kasih atas perhatiannya dan selamat melayani. e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL STAF REDAKSI e-Konsel Yulia O., Lani M., Ka Fung, Kiki F. PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2003 oleh YLSA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel@sabda.org> Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. dapat dikirimkan ke alamat: <owner-i-kan-konsel@xc.org> *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-konsel@xc.org Berhenti: Kirim e-mail kosong: unsubscribe-i-kan-konsel@xc.org Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel ARSIP publikasi e-Konsel: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |