Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/344 |
|
e-Konsel edisi 344 (9-7-2013)
|
|
______________________________e-KONSEL________________________________ Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ______________________________________________________________________ e-Konsel -- Perceraian dalam Alkitab Edisi 344/Juli 2013 Shalom, Perceraian merupakan sesuatu yang sangat dibenci oleh Tuhan. Tidak heran jika Alkitab mengatakan bahwa apa yang disatukan Tuhan tidak boleh diceraikan oleh manusia. Apa saja yang dapat kita temukan di dalam Alkitab tentang perceraian? Apakah yang harus dilakukan oleh orang Kristen yang mengalami pergumulan dalam pernikahannya? Jika bukan perceraian yang menjadi solusi, adakah solusi lain untuk masalah ini? Ada banyak pertimbangan yang harus kita pikirkan sebelum mengambil keputusan. Bagaimanapun beratnya persoalan pernikahan, Tuhan pasti menolong untuk menghindarkan pernikahan kita dari perceraian. Untuk lebih mengerti seperti apa perspektif Alkitab tentang perceraian, e- Konsel bulan Juli ini membahas tentang perceraian dan dampaknya. Pada edisi pertama bulan ini, kami lebih banyak mengupas tentang apa kata Alkitab tentang perceraian. Selamat membaca. Pemimpin Redaksi e-Konsel, S. Setyawati < setya(at)in-christ.net > < http://c3i.sabda.org/ > CAKRAWALA: APA KATA ALKITAB TENTANG PERCERAIAN DAN PERNIKAHAN KEMBALI? Pernikahan merupakan institusi pertama yang dibentuk Allah dalam Kitab Kejadian 2. Pernikahan adalah perjanjian suci yang menyimbolkan hubungan antara Kristus dan mempelai wanita-Nya atau tubuh Kristus. Kebanyakan iman Kristen yang berdasarkan Alkitab mengajarkan bahwa perceraian harus dilihat hanya sebagai jalan terakhir setelah semua upaya untuk mencapai rekonsiliasi tidak berhasil. Sama seperti Alkitab mengajar kita untuk memasuki pernikahan dengan hati-hati dan dengan sikap hormat, demikian juga perceraian harus dihindari apa pun risikonya. Menghormati dan menjunjung tinggi janji pernikahan mendatangkan hormat dan kemuliaan bagi Allah. Sayangnya, perceraian dan pernikahan kembali merupakan realitas yang semakin menyebar luas di antara tubuh Kristus masa kini. Banyak orang Kristen yang memiliki pertanyaan tentang perceraian dan pernikahan kembali. Umumnya, orang-orang Kristen cenderung jatuh ke dalam salah satu dari empat posisi persoalan kontroversial ini. Posisi 1: Tidak Boleh Bercerai - Tidak Boleh Menikah Kembali Pernikahan merupakan suatu kesepakatan perjanjian, yang sangat berarti bagi kehidupan. Oleh karena itu, pernikahan tidak boleh diceraikan oleh alasan apa pun. Pernikahan kembali hanya akan merusak janji. Karena itu, pernikahan kembali tidak diizinkan. Posisi 2: Bercerai - Tetapi Tidak Boleh Menikah Lagi Perceraian, walaupun ini bukan kehendak Allah, kadang-kadang menjadi satu-satunya pilihan ketika semua pilihan yang lain tidak berhasil. Orang yang bercerai harus tetap tidak menikah seumur hidupnya. Posisi 3: Bercerai - Tetapi Menikah Lagi Hanya dalam Situasi Tertentu Perceraian, walaupun bukan kehendak Allah, terkadang tidak dapat dihindari. Jika landasan perceraian itu alkitabiah, orang yang bercerai boleh menikah lagi, tetapi hanya dengan orang percaya. Posisi 4: Bercerai - Menikah Lagi Perceraian, meskipun bukan kehendak Allah, bukanlah dosa yang tidak dapat diampuni. Apa pun situasinya, semua orang yang bercerai, yang telah bertobat, harus diampuni dan diizinkan untuk menikah lagi. Berikut ini adalah sebuah studi yang berusaha menjawab secara alkitabiah berbagai pertanyaan tentang perceraian dan pernikahan kembali, yang paling sering ditanyakan di antara orang-orang Kristen. Saya ingin memberikan penghargaan kepada Pdt. Ben Reid dari True Oak Fellowship dan Pdt. Danny Hodges dari Calvary Chapel St. Petersburg. Pengajaran-pengajaran mereka telah memberikan inspirasi dan pengaruh terhadap berbagai interpretasi Alkitab berikut ini, berkenaan dengan perceraian dan pernikahan kembali. Pertanyaan 1: Saya seorang Kristen, tetapi pasangan saya bukan orang Kristen. Apakah saya harus menceraikan pasangan saya dan menikah lagi dengan orang percaya? Jawaban: Tidak. Jika pasangan Anda yang tidak percaya itu mau menikahi Anda, tetaplah setia terhadap pernikahan Anda. Pasangan Anda yang belum percaya ini membutuhkan kesaksian kristiani Anda secara terus- menerus dan semoga dapat dimenangkan bagi Kristus dengan teladan Anda yang baik. "Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia. Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu." (1 Korintus 7:12-13) "Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu." (1 Petrus 3:1-2) Pertanyaan 2: Saya orang Kristen, tetapi pasangan saya, yang bukan orang Kristen, telah meninggalkan saya dan mengajukan perceraian. Apa yang harus saya lakukan? Jawaban: Jika memungkinkan, cobalah untuk memulihkan pernikahan Anda. Apabila rekonsiliasi tidak memungkinkan untuk dilakukan, Anda tidak diwajibkan untuk mempertahankan pernikahan ini. "Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari tidak terikat. Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera. Sebab bagaimanakah engkau mengetahui, hai isteri, apakah engkau tidak akan menyelamatkan suamimu? Atau bagaimanakah engkau mengetahui, hai suami, apakah engkau tidak akan menyelamatkan isterimu?" (1 Korintus 7:15-16) Pertanyaan 3: Apakah alasan atau landasan alkitabiah untuk perceraian? Jawaban: Alkitab menyarankan bahwa "ketidaksetiaan pernikahan" merupakan satu-satunya alasan alkitabiah yang menjamin izin Allah untuk bercerai dan menikah lagi. Banyak interpretasi berbeda yang muncul dalam pengajaran Kristen terkait dengan definisi tepat dari "ketidaksetiaan pernikahan". Kata Yunani untuk ketidaksetiaan pernikahan yang terdapat dalam Matius 5:32 dan Matius 19:9 diterjemahkan sebagai segala bentuk ketidaksusilaan seksual, termasuk perzinaan, prostitusi, percabulan, pornografi, dan inses. Karena kesatuan seksual merupakan bagian penting dari perjanjian pernikahan, pemutusan kesatuan itu sepertinya menjadi dasar alkitabiah perceraian diperbolehkan. "Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah." (Matius 5:32) "Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah." (Matius 19:9) Pertanyaan 4: Saya menceraikan pasangan saya karena beberapa alasan yang tidak memiliki dasar alkitabiah. Kami berdua pun tidak menikah lagi. Apa yang harus saya lakukan untuk menyatakan pertobatan dan ketaatan saya terhadap firman Allah? Jawaban: Jika memungkinkan, cobalah untuk melakukan rekonsiliasi dan bersatulah kembali dengan pasangan Anda. "Kepada orang-orang yang telah kawin aku--tidak, bukan aku, tetapi Tuhan--perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya. Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya." (1 Korintus 7:10-11) Pertanyaan 5: Saya menceraikan pasangan saya karena beberapa alasan yang tidak memiliki dasar alkitabiah. Rekonsiliasi tidak mungkin dilakukan karena salah satu dari kami sudah menikah lagi. Apa yang harus saya lakukan untuk menyatakan pertobatan dan ketaatan saya terhadap firman Allah? Jawaban: Meskipun perceraian merupakan persoalan serius dalam pandangan Tuhan (Maleakhi 2:16), perceraian bukanlah dosa yang tidak dapat diampuni. Jika Anda mengakui dosa Anda kepada Allah dan meminta pengampunan, Anda pasti diampuni (1 Yohanes 1:9) dan Anda dapat melanjutkan kehidupan Anda. Apabila Anda dapat mengakui dosa Anda kepada mantan pasangan Anda dan meminta pengampunan tanpa menimbulkan rasa sakit yang lebih jauh, Anda harus mencoba untuk melakukannya. Dari titik ini, selanjutnya Anda harus menghormati firman Allah terkait dengan pernikahan. Berikutnya, jika hati nurani Anda mengizinkan Anda untuk menikah lagi, Anda harus sangat berhati-hati dan memberikan penghormatan terhadap hal itu ketika saatnya tiba. Menikahlah hanya dengan saudara seiman. Jika hati nurani Anda memberi tahu Anda untuk tetap melajang, tetaplah melajang. Pertanyaan 6: Saya tidak menginginkan perceraian, tetapi mantan pasangan saya secara tidak sengaja memaksakan hal itu kepada saya. Rekonsiliasi tidak mungkin dilakukan karena berbagai situasi yang tidak mendukung. Apakah ini berarti saya tidak dapat menikah lagi? Jawaban: Dalam kebanyakan kasus, kedua pihak yang bercerai harus sama- sama disalahkan. Akan tetapi, dalam kasus ini, secara alkitabiah Anda dianggap pasangan yang "tidak bersalah". Anda bebas untuk menikah lagi, namun Anda harus sangat berhati-hati dan menghormati pernikahan ketika waktunya tiba dan menikahlah hanya dengan saudara seiman. Prinsip yang diajarkan dalam 1 Korintus 7:15, Matius 5:31-32, dan Matius 19:9 dapat diterapkan untuk kasus ini. Pertanyaan 7: Saya menceraikan pasangan saya karena alasan yang tidak alkitabiah dan/atau menikah lagi sebelum saya menjadi orang Kristen. Apa arti semua ini bagi saya? Jawaban: Ketika Anda menjadi orang Kristen, dosa masa lalu Anda telah dihapus dan Anda menerima awalan segar yang baru. Apa pun sejarah pernikahan Anda sebelum Anda diselamatkan, terimalah pengampunan dan pengudusan Allah. Mulai dari titik ini, Anda harus menghormati firman Allah terkait dengan pernikahan. Ingat 2 Korintus 5:17-18. Pertanyaan 8: Pasangan saya melakukan perzinaan (atau bentuk ketidaksusilaan seksual yang lain). Menurut Matius 5:32, saya memiliki dasar untuk bercerai. Apakah saya boleh bercerai karena saya dapat melakukannya? Jawaban: Satu cara untuk mempertimbangkan pertanyaan ini mungkin adalah dengan memikirkan semua bentuk perzinaan rohani yang kita, sebagai pengikut Kristus, lakukan terhadap Allah melalui dosa, kelalaian, penyembahan berhala, dan sikap apatis kita. Walaupun begitu, Allah tidak meninggalkan kita. Hati-Nya senantiasa mengampuni dan memperdamaikan kita kembali kepada-Nya ketika kita berbalik dan bertobat dari dosa kita. Kita dapat memperluas kasih karunia seperti ini kepada pasangan ketika mereka tidak setia, tetapi kini sudah bertobat. Ketidaksetiaan pernikahan memang benar-benar menghancurkan dan menyakitkan. Untuk membangun kembali sebuah kepercayaan tentu membutuhkan waktu. Berikan banyak waktu kepada Allah untuk memulihkan pernikahan yang koyak dan untuk memulihkan hati masing-masing pasangan sebelum berlanjut menuju perceraian. Pengampunan, rekonsiliasi, dan pemulihan pernikahan itu menghormati Allah dan membuktikan kasih karunia-Nya yang mengagumkan. Ingatlah Kolose 3:12-14. Catatan: Jawaban-jawaban tersebut hanya dimaksudkan sebagai suatu tuntunan untuk refleksi dan pembelajaran. Jawaban tersebut tidak ditawarkan sebagai sebuah pilihan untuk konseling yang alkitabiah dan baik. Jika Anda memiliki pertanyaan atau persoalan yang serius, atau menghadapi perceraian atau sedang mempertimbangkan untuk menikah lagi, saya menyarankan agar Anda mencari nasihat dari pendeta atau konselor Kristen Anda. Dan lagi, saya yakin bahwa banyak orang tidak akan setuju dengan cara pandang yang disampaikan dalam studi ini. Oleh karena itu, para pembaca harus menyelidiki Alkitab sendiri, meminta pimpinan Roh Kudus, dan mengikuti apa kata hati nurani mereka dalam hal ini. (t/S. Setyawati) Diterjemahkan dan disunting dari: Nama situs: About.com Christianity Alamat URL: http://christianity.about.com/od/faqhelpdesk/a/divorceremarria.htm Judul asli artikel: What Does the Bible Say About Divorce and Remarriage? Biblical Answers to FAQ`s About Divorce and Remarriage Penulis: Mary Fairchild Tanggal akses: 18 Juni 2013 STOP PRESS: BERGABUNGLAH DENGAN FACEBOOK E-KONSEL Bertolak dari kerinduan kami untuk memperlengkapi para konselor Kristen di Indonesia, Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org > menghadirkan komunitas Konselor di Facebook. Dalam komunitas ini, kami menghadirkan berbagai informasi tentang Publikasi e-Konsel, pertanyaan diskusi yang biasa dihadapi konselor dalam menolong konseli, dan berbagi pokok doa antarkonselor atau konseli. Anda berbeban berat dan ingin berkonseling dengan kami? Atau, rindu membantu sesama yang membutuhkan nasihat? Silakan bergabung dengan Facebook e-Konsel dengan alamat < http://fb.sabda.org/konsel >. Pastikan Anda semakin mantap dalam melayani sebagai konselor dengan terus membaca bahan-bahan yang kami bagikan. Selamat melayani. Kontak: konsel(at)sabda.org Redaksi: S. Setyawati, Santi T., dan Adiana Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-konsel/arsip/ BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |