Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/342 |
|
e-Konsel edisi 342 (11-6-2013)
|
|
______________________________e-KONSEL________________________________ Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ______________________________________________________________________ e-Konsel -- Pengetahuan bagi Konselor Awam Edisi 342/Juni 2013 Salam kasih, Tugas dan tanggung jawab pembimbingan atau konseling seharusnya tidak dibebankan pada pendeta atau majelis gereja saja. Setiap orang Kristen diberi mandat untuk saling menolong dalam meringankan beban sesama. Selain dalam hal memberikan bantuan secara material, hal ini juga termasuk memberikan bantuan dan dukungan secara moral dan spiritual. Untuk menjadi konselor pun, seseorang tidak harus menyelesaikan studi sarjana psikologi di perguruan tinggi. Asal ia mau belajar dan mengembangkan diri, serta banyak berlatih dalam mendampingi dan membimbing orang yang membutuhkan dukungan, ia bisa menjadi konselor yang efektif. Pada bulan Juni ini, e-Konsel menyiapkan berbagai artikel dan bahan bacaan yang dapat Anda gunakan untuk mempersiapkan diri terlibat dalam pelayanan konseling. Simaklah sajian kami dan selamat mempersiapkan diri untuk menolong sesama. Imanuel. Pemimpin Redaksi e-Konsel, S. Setyawati < setya(at)in-christ.net > < http://c3i.sabda.org/ > CAKRAWALA: KONSELOR SECARA UMUM Konselor tidak melulu seseorang yang memiliki ijazah perguruan tinggi. Kaum awam pun bisa dipersiapkan untuk menjadi seorang konselor. Apa saja yang harus diketahui dan dimiliki untuk menjadi seorang konselor? Berikut ini jawabannya. 1. Memiliki Pengetahuan Konseling Pengetahuan adalah segala sesuatu yang kita ketahui, pahami, dan mengerti. Sementara itu, pengetahuan konseling adalah apa yang diketahui, dipahami, dan dimengerti berkaitan dengan teori-teori konseling. Seorang konselor yang akan terlibat dalam pelayanan konseling pastoral harus terlebih dahulu memiliki pengetahuan konseling. Paling tidak, ia pernah ikut pelatihan konseling atau belajar secara mandiri. Ia secara autodidak menambah, mencari, dan mempelajari ilmu konseling dari berbagai sumber. Pengetahuan konseling menjadi dasar bagi pelayanan konseling. Tanpa itu, sukar untuk memberi pelayanan yang sebenarnya. Percakapan pun cenderung menjadi percakapan yang sarat nasihat. Mahasiswa teologi sendiri, ketika praktik konseling, masih sangat banyak yang langsung memberi nasihat kepada konseli. 2. Pengetahuannya Aplikatif Aplikatif artinya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Seorang konselor yang telah memiliki pengetahuan konseling seharusnya mampu menerapkan dan menggunakan ilmunya dalam praktik konseling. Jangan sampai berilmu, tetapi kurang mampu menerapkan. Kenyataannya, banyak orang berilmu, tetapi tidak pandai menerapkan ilmunya dalam praktik. Laksana orang belajar teori berenang. Ia sudah menguasai teori renang, tetapi ketika pergi ke kolam renang, ia tidak mampu berenang. Tidak demikian seorang konselor. Ilmu konselingnya harus mampu diaplikasikan dalam praktik konselingnya. Jadi, ia berilmu dan aplikatif. 3. Memiliki Kepekaan Peka artinya mudah merasa atau menerima sesuatu yang dilihat atau didengar ketika berbicara dengan orang lain. Ia mampu menangkap pesan lewat kata-kata yang didengar atau gerak-gerik tubuh dan mimik konseli. Konselor perlu memiliki kepekaan. Dengan kepekaan, konselor mudah merasakan kondisi konseli. Jika konseli memiliki kebutuhan, konselor dapat merasakan hal itu dalam batinnya. Kepekaan memungkinkan konselor memberikan respons dan reaksi yang tepat terhadap kondisi tertentu. 4. Memiliki Keyakinan Keyakinan adalah kepercayaan yang sungguh-sungguh kuat dan teguh terhadap hal yang dipercayai. Dalam hal ini, konselor memiliki keyakinan yang kuat dan teguh kepada Tuhan. Ia yakin Tuhan berkuasa atas hidup manusia. Karena itu, konseli yang bermasalah diyakini dapat berubah. Masalah yang membelenggunya dapat ditolong melalui proses konseling. Keyakinan ini meneguhkan konselor untuk tidak mudah putus asa dalam menolong konseli yang terlilit masalah cukup berat. 5. Memiliki Kematangan Matang artinya sudah sampai pada taraf perkembangan yang terbaik. Di sini, konselor telah memiliki kemampuan berpikir, kestabilan emosi, jiwa, dan kepribadian yang berada pada taraf yang baik atau matang. Konselor sebagai penolong harus lebih kuat dan tegar. Meskipun harus tetap diingat bahwa hubungan antara konselor dan konseli adalah hubungan kesejajaran dan kemitraan. Kematangan diri konselor memampukannya menghadapi masalah rumit. Ia tidak mudah goyah dan terpengaruh oleh hal-hal yang kurang baik. Ia memiliki prinsip yang kokoh dalam menjalankan pelayanan konselingnya. Oleh karena itu, kematangan diri penting dimiliki oleh konselor. 6. Menghargai Konseli Sebagai Makhluk Unik Setiap manusia itu unik. Tidak ada yang persis sama. Setiap orang pasti mempunyai ciri khusus yang membedakannya dari orang lain. Hal ini tercermin dari respons tiap-tiap orang ketika menghadapi masalah. Dalam proses konseling, konselor perlu menghargai keunikan konseli. Ia harus mampu melihat hal-hal yang berbeda dalam diri setiap orang. Konselor tidak boleh menyamaratakan semua konseli karena keunikan konseli justru memperkaya khazanah pemahaman konselor tentang uniknya ciptaan Tuhan. 7. Memiliki Rasa Tanggung Jawab Menolong Seorang yang berperan sebagai konselor harus peka dalam menolong konseli. Selain memiliki kepekaan, ia perlu menambahkan niat untuk tidak pernah membiarkan konseli bergulat sendirian dalam pergumulannya. Rasa terpanggil untuk cepat tanggap dalam menolong perlu tumbuh dalam sanubarinya. Ketika mendengar kabar atau melihat konseli mengalami sesuatu yang membutuhkan pertolongan, konselor tanggap merespons dengan mengambil langkah-langkah tertentu. Tidak pernah terbesit rasa malas, acuh tak acuh, kurang peduli, bosan, dan jenuh yang membelenggu dirinya. Jika hal itu terjadi, ia segera mengatasinya. 8. Tidak Mengambil Alih Masalah Konseli Budaya kita salah satunya adalah budaya memberi nasihat. Orang tua kerap memberi nasihat kepada anak. Anak-anak dikondisikan sebagai pendengar yang baik. Orang tua berperan sebagai orang yang banyak makan asam garam, alias sudah berpengalaman. Karena itu, mereka adalah penasihat-penasihat bagi anak-anaknya. Kerap kali juga, mereka menjadi penasihat bagi orang lain. Oleh sebab itu, nasihat sering kali terjadi dalam lingkungan hidup sehari-hari. Budaya ini juga terjadi dalam proses konseling. Konseli kerap begitu mudah meminta nasihat kepada konselor. Lalu, konselor yang kurang peka langsung menjawab dengan memberi nasihat. Kadang, tanpa diminta konseli pun, konselor langsung memberikan serentetan nasihat. Kalau demikian, percakapan konseling berubah menjadi percakapan nasihat. Tanggung jawab dan masalah konseli dialihkan ke pundak konselor yang akhirnya berperan sebagai pemberi solusi. Seharusnya, konselor tidak mengambil alih masalah dan memberi solusi. Konselor tidak mengubah percakapan menjadi kesempatan untuk memberikan nasihat-nasihat. Akan tetapi, percakapannya tetap mendorong konseli menemukan solusi berdasarkan bimbingan konselor. Kalau konseli minta nasihat, konselor dapat mengajak konseli untuk berpikir. Misalnya, konseli bertanya, "Pak, apa nasihat Bapak untuk saya dalam hal ini?" Konselor bisa menjawab, "Ibu, coba kita pikir sejenak, masalah utama di sini apa? Nah, untuk itu, sikap apa yang diperlukan?" Jadi, konselor mengajak konseli untuk mencari solusinya bersama-sama. Diambil dan disunting dari: Judul buku: Dasar-Dasar Konseling Pastoral Judul bab: Ciri-Ciri Konselor Efektif Penulis: Tulus Tu`u, S.Th, M.Pd Penerbit: ANDI, Yogyakarta 2007 Halaman: 42 -- 46 STUDI KASUS: KASUS MARTA Marta baru saja mengatasi persoalan yang sangat sulit. Ia segera menawarkan dirinya untuk bekerja di tempat konseling (counseling center). Ia mengatakan bahwa ia bersedia mengerjakan setiap tugas yang diberikan. Ia ingin mewakili organisasi di depan kelompok-kelompok wanita. Pembimbingnya berkata, "Marta, kami menghargai permintaanmu. Akan tetapi, engkau baru saja menghadapi persoalan yang serius. Engkau belum siap." Ia sangat kecewa. Ia gusar. Kegusarannya terhadap penolakan sementara itu hanya membuktikan dengan jelas bahwa ia belum siap. Pembimbing menerangkan hal ini kepadanya dan memakainya sebagai kesempatan untuk pelayanan "nouthetis" (menasihati) berikutnya. Mereka mengemukakan bahwa dengan reaksi Marta itu memperjelas bahwa ia harus banyak belajar mengendalikan dirinya. Pengalaman itu mengejutkan Marta. Kemudian, ia mengerti dan mengetahui betapa 1 Korintus 10:12 tepat baginya. Pelajaran itu sendiri memberikan perubahan yang sangat besar. Ia banyak ditolong oleh pengalaman itu sehingga ia mungkin dapat dipakai juga untuk pelayanan yang beraneka ragam. Namun, hal itu tidak diberitahukan kepadanya karena Marta memerlukan waktu untuk meneguhkan kemajuannya dengan menerapkan asas-asas nouthetis ini. Oleh sebab pembimbing nouthetis mengetahui bahwa persoalan-persoalan seseorang tidaklah unik dan tidak melebihi kekuatan orang itu untuk memecahkannya dalam Kristus, dan karena mereka mempunyai perjanjian Allah bahwa persoalan-persoalan itu tidak akan terus-menerus berlaku, maka mereka mendekati pembimbingan dengan harapan dan keyakinan. Sikap pembimbing mudah memengaruhi sikap orang yang sedang dibimbing. Perkataan Paulus yang menguatkan, sangat menolong baik secara langsung maupun tidak langsung. Klien sering mengomentari sikap pembimbingnya. Pada akhir masa bimbingan, sering kali mereka berkata, "Dahulu saya tidak mengerti mengapa engkau mempunyai pengharapan yang demikian besar, tetapi sikap itu sangat menolong selama saya menghadapi kesulitan." Sering pula berdasarkan perjanjian Paulus, sang pembimbing membangun harapan dengan cara memberitahukan bahwa ia mengerti persoalan mereka. Karena tidak ada persoalan yang unik, maka mereka mengikuti pola-pola yang telah diketahui oleh pembimbing. Apalagi jika seorang pembimbing mengetahui bahwa hatinya sendiri cenderung mengalah sama seperti setiap kegagalan yang dilihat pada orang yang ia bimbing. Terkadang, pembimbing dapat memberi tahu bahwa pembimbing pun telah mengerti dengan menceritakan suatu peristiwa atau contoh yang dapat menguji apakah kesimpulan mereka terhadap masalahnya tepat atau tidak, dengan mendengar respons orang itu. Hampir setiap kali, bila nadanya tepat, maka klien akan langsung memberi tanggapan secara terbuka, sebab sekarang mereka tahu bahwa orang lain juga pernah menghadapi persoalan yang sama dan bahwa pembimbing sungguh mengerti, pengertian mana yang memberinya pengharapan. Itulah yang dimaksudkan dalam 1 Korintus 10:13. Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul asli buku: Competent to Counsel Judul buku terjemahan: Anda pun Boleh Membimbing Judul bab: Persoalan-Persoalan yang Dihadapi Penulis: Dr. Jay E. Adams Penerjemah: Tidak dicantumkan Penerbit: Gandum Mas, Malang 1986 Halaman: 74 -- 75 STOP PRESS: PEMBUKAAN KELAS PESTA GURU SEKOLAH MINGGU (GSM) PERIODE JULI/AGUSTUS 2013 Anda guru sekolah minggu? Anda terbeban dalam pelayanan anak? Anda ingin terus diperlengkapi dalam melayani di sekolah minggu? Anda rindu mengembangkan talenta dalam bidang pelayanan anak untuk kemuliaan nama Tuhan? Yayasan Lembaga SABDA kembali membuka kelas Guru Sekolah Minggu (GSM) periode Juli/Agustus 2013 melalui program Pendidikan Studi Teologi Awam (PESTA) bagi Anda yang terlibat dan terbeban dalam pelayanan anak. Diskusi akan dilakukan melalui milis diskusi (email) dan akan berlangsung mulai tanggal 15 Juli -- 23 Agustus 2013. Daftarkan diri Anda sekarang juga ke Admin PESTA di < kusuma(at)in- christ.net >. Pendaftaran ditutup tanggal 10 Juni 2013. Jangan lewatkan kesempatan ini karena kelas terbatas hanya untuk 20 orang peserta saja. Tidak dipungut biaya! Untuk melihat materi yang akan dipelajari dalam kelas PESTA GSM ini, silakan mengakses URL berikut ini. ==> http://pesta.sabda.org/gsm_sil Kontak: konsel(at)sabda.org Redaksi: S. Setyawati, Santi T., dan Adiana Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-konsel/arsip/ BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |