Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/326 |
|
e-Konsel edisi 326 (8-1-2013)
|
|
______________________________e-KONSEL________________________________ Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ______________________________________________________________________ e-Konsel -- Kerohanian Konselor Edisi 326/Januari 2013 Salam sejahtera, Bukan hal yang mudah bagi seorang konselor untuk membimbing konseli. Cara konselor mengasihi, berpikir, berbicara, dan bertindak akan menjadi teladan bagi konselinya. Lalu, bagaimana seorang konselor bisa memberi teladan yang baik kepada konselinya? Simaklah artikel "Konselor yang Alkitabiah", yang bisa membuka wawasan Anda, terutama konselor, untuk melakukan tugas konseling dengan penuh tanggung jawab, baik kepada Tuhan maupun kepada konseli. Dalam edisi e-Konsel kali ini, kami memberikan tip untuk membedakan mana kehendak Allah dan mana yang bukan, terutama dalam membuat keputusan, yang tentunya akan sangat penting bagi Anda. Selamat menyimak, Tuhan memberkati. Staf Redaksi e-Konsel, Santi T. < http://c3i.sabda.org/ > BIMBINGAN ALKITABIAH: KONSELOR YANG ALKITABIAH Diringkas oleh: S. Setyawati Setiap orang Kristen dipanggil dan disiapkan oleh Allah untuk menjadi saluran kasih Allah dan perpanjangan tangan-Nya, untuk memberikan nasihat atau bimbingan. Bahkan, beberapa orang Kristen telah dipanggil secara khusus dan diberi karunia untuk membimbing orang lain yang mengalami masalah. Tuhan mengajar mereka dengan firman-Nya dan membimbing mereka di jalan-Nya sehingga mereka mampu mengajar dan mendorong orang lain untuk mengenal dan mengikut Allah. Orang semacam ini lebih dikenal dengan sebutan konselor. Seorang pembimbing/konselor alkitabiah bisa saja seorang pendeta atau jemaat yang diperlengkapi secara khusus. Seorang konselor Kristen harus bergantung kepada Allah, seperti yang dikatakan Paulus dalam 2 Korintus 3:4-6. Proses bimbingan (konseling) dan ciri-ciri pembimbing (konselor) saling berkaitan erat dalam Kitab Suci dan dalam praktiknya. Artinya, apa yang dilakukan seorang konselor memengaruhi dan dipengaruhi oleh bagaimana dan siapakah pembimbing sebenarnya. Oleh karena itu, sifat- sifat konselor secara pribadi lebih penting daripada teknik dan latihan konseling. Inti dari konseling adalah Kristus dan seorang konselor harus bergantung pada Kristus, Pengharapan akan kemuliaan. "Sampai kapan pun, penghayatan firman Allah jauh lebih mendasar untuk menolong orang daripada psikologi," kata Frank Minirth, seorang dokter jiwa. Ia juga mengatakan bahwa seorang pemimpin Kristen atau pendeta yang menghormati firman Allah dan firman Allah yang bekerja di dalamnya, dapat menolong orang-orang yang datang kepadanya. Ia juga menegaskan bahwa "tingkat keberhasilan" mereka secara proporsional lebih tinggi daripada para profesional lain. Setiap konselor yang alkitabiah harus bertanggung jawab dengan kehidupannya sendiri di dalam Tuhan sehingga ia dapat berpikir, berbicara, bertindak, dan mengasihi sesuai dengan teladan Yesus Kristus. Berikutnya, ia harus menjadi teladan bagi orang lain seperti nasihat Paulus kepada Timotius dalam 1 Timotius 4:12. Namun demikian, ia harus tetap menyadari bahwa dirinya tidak kebal terhadap cobaan dan tidak boleh merasa lebih baik daripada konselinya. Seorang konselor alkitabiah harus terus memohon pertolongan dari Roh Allah, untuk memberikan roh kelemahlembutan dan kebergantungan kepada-Nya dalam menolong konseli, seperti yang tertulis dalam Galatia 2:20. Seorang konselor rohani sepatutnya hidup dalam kasih Allah dan bersedia membantu konseli untuk menanggung beban serta menolongnya bertumbuh dalam Tuhan. Tindakan semacam ini melebihi kehangatan dan empati manusia, serta dapat menciptakan suasana yang baik bagi Roh Kudus untuk bekerja di dalam diri konseli. Hal ini dapat menolong konseli untuk bertumbuh dan berbuah, serta semakin mengenal Allah melalui konselor. Pembimbing dan Iman, Pengharapan, dan Kasih (1 Korintus 13:13) Konselor yang alkitabiah memerlukan iman bahwa Allah sanggup mencukupkan segala kebutuhannya, untuk menolong konseli menuju keutuhan -- memandang Allah untuk memperoleh bimbingan dan kekuatan, bertumbuh dalam iman, dan hidup dalam Roh. Seorang konselor Kristen akan mudah bimbang dalam memberikan konseling jika ia tidak memiliki iman dalam firman Tuhan, kuasa Allah yang mengubahkan, dan tujuan Allah bagi setiap pribadi. Demikian juga bila konselor tidak memiliki pengharapan untuk bertumbuh dan berbuah. Ia akan mudah patah semangat dan lemah dalam berbuat baik. Apalagi jika konselor tidak memunyai kasih, ia tidak akan lagi menjadi konselor, tetapi menjadi kritikus. Sama seperti orang benar akan hidup oleh iman, hendaklah konselor alkitabiah pun memberi konseling oleh iman dan melayani dalam pengharapan. Selain terus mengingat bahwa Allah itu benar dan setia dalam segala hal, serta tidak ada yang mustahil bagi Dia, seorang konselor harus bergantung dan mengajarkan kebenaran yang terdapat dalam Roma 8:28-29, "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak- Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara." Dengan memandang kepada Allah dan mengingat bahwa masalah- masalah yang Tuhan izinkan terjadi dalam kehidupan manusia adalah untuk mendewasakan imannya dalam proses menyerupai Yesus Kristus, seorang konselor akan dimampukan untuk memberikan keberanian dan pengharapan kepada konseli, untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya. Sebenarnya, masalah bisa menjadi penghalang sekaligus pendorong bagi pertumbuhan seseorang. Itu tergantung bagaimana seseorang menanggapinya. Meskipun mungkin awalnya ia mengidentifikasi dirinya kepada konseli dengan belas kasihan, konselor harus melihat melampaui keadaan dan mencari kemungkinan untuk pertumbuhan dan perubahan. Dengan begitu, konselor membantu konseli untuk menggunakan kesempatan dalam setiap keadaan, mengambil manfaat dari keadaan/hal- hal yang tidak menyenangkan, tetap beriman di tengah kekacauan, dan menang dalam situasi yang merugikan. Sesungguhnya, segala hal dalam hidup ini dapat dipakai Allah untuk membawa orang-orang menuju kedewasaan penuh dalam Kristus. Konselor perlu menolong konseli untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk itu, konselor perlu bertanya bagaimana Allah dapat menggunakan masalah yang dihadapi konseli secara kreatif, sehingga bukan hanya masalahnya saja yang diatasi, melainkan juga ia sendiri bertumbuh semakin menyerupai Yesus dalam proses tersebut. Pada dasarnya, konseling Kristen semata-mata adalah tindakan kasih. Jadi, proses konseling Kristen harus didasari oleh kasih. Apabila konselor tidak mengasihi konseli, mana mungkin ia bisa menjadi saluran kasih karunia Allah kepada konseli? Kolose 3:12-17 adalah nasihat yang bisa ditujukan kepada para konselor. Lalu, bagaimana mengekspresikan kasih kita kepada konseli? Kasih dapat ditunjukkan melalui pandangan mata, perhatian, dan sentuhan yang lembut (khusus untuk konselor dan konseli yang berjenis kelamin sama). Sesungguhnya, kasih yang murni bukanlah sesuatu yang dipelajari dengan rumus-rumus tertentu. Asalkan konselor mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan serta mengasihi sesama seperti dirinya sendiri, maka kasih yang murni akan nyata dengan sendirinya. Kasih Allah akan menyentuh hati konseli saat kasih itu mengalir melalui konselor. Kasih yang dinyatakan konselor kepada konseli seharusnya muncul dari hubungan kasih antara konselor dan Tuhan Yesus. Hal ini akan menolong konselor untuk tidak mudah menyerah/patah semangat jika konseling berjalan agak lambat, dan tidak sakit hati jika konseli menunjukkan kemarahan atau kritik kepadanya. Inilah yang ditanyakan oleh Yesus kepada Petrus dalam Yohanes 21:15. Yesus bertanya sebanyak tiga kali. Ia juga menasihati Petrus bahwa untuk menjadi gembala, ia harus mengasihi Yesus lebih dari siapa pun dan lebih dari kehidupan itu sendiri. Demikian juga seharusnya seorang konselor Kristen. Yesus memerintahkan kita untuk saling mengasihi (Yohanes 15:21). Kasih Yesus adalah keseimbangan dari kemurahan dan kebenaran. Jika konselor hidup dalam kasih yang alkitabiah, niscaya ia akan peka terhadap kebutuhan konselinya. Ia akan mampu mengomunikasikan kasih dengan menyediakan diri untuk mendengar, mengidentifikasi diri dengan konseli, berusaha mengerti, dan mengajarkan kebenaran yang bermanfaat bagi konseli. Siapa pun dan bagaimanapun keadaan konseli, konselor tetap mampu memperlakukan konseli dengan hormat dan menghargainya seperti nasihat Paulus dalam Filipi 2:3-4. Kasih yang murni memerlukan waktu, penyerahan, keterlibatan, dan pengabdian diri (Yohanes 10:11). Jadi, oleh karena konseling alkitabiah berbeda dengan konseling sekuler yang "berorientasi" pada imbalan materi dengan penjadwalan pertemuan yang ketat, konselor Kristen tidak dapat menangani banyak konseli sendirian. Oleh karena itu, pelayanan konseling ini harus dikerjakan bersama-sama dengan anggota tubuh Kristus yang lain. Diringkas dari: Judul asli buku: How To Counsel From Scripture Judul buku terjemahan: Bimbingan Berdasarkan Firman Allah Judul bab: Pembimbing dan Perubahan Penulis: Martin dan Deidre Bobgan Penerjemah: Dra. Tan Giok Lie Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1996 Halaman: 114 -- 120 TIP: MEMBEDAKAN MANA KEHENDAK ALLAH DAN MANA YANG BUKAN Diringkas oleh: S. Setyawati Untuk membuat keputusan dan membedakan antara kehendak Tuhan dan keinginan diri sendiri tentu memerlukan pertolongan Roh Kudus. Selain itu, kita harus mempraktikkan kehidupan pribadi yang baik dan berdisiplin, serta harus dilatih setiap hari. Artinya, kita harus mempelajari Alkitab setiap hari dan banyak bergumul dengan Tuhan. Dan, kita tidak dapat mengerti semangat dan hal-hal spesifik dari Alkitab jika kita hanya membacanya sambil lalu. Kita juga tidak boleh mengambil beberapa ayat untuk mendukung suatu ajaran atau pola tertentu. Berikut beberapa langkah yang dapat Anda lakukan untuk dapat membedakan antara kehendak Allah dan yang bukan. 1. Praktikkan kehidupan berdisiplin dalam segi emosional. Emosi dan intuisi merupakan petunjuk-petunjuk yang berharga tentang apa yang sedang terjadi di dalam diri kita, yang terkadang menunjuk pada apa yang diinginkan Tuhan. Perhatikan dan tanganilah hal-hal tersebut dengan cepat berdasarkan perasaan, bukan berdasarkan apa yang Anda ketahui merupakan jalan pintas untuk masuk ke dalam delusi atau angan-angan yang sering kali menipu. Walaupun demikian, alangkah baiknya jika kita lebih banyak merenungkan firman Tuhan dan berdiam diri di hadapan-Nya dengan teratur, sehingga kita dapat melatih diri untuk memiliki emosi dan perasaan hati yang peka terhadap kehendak Tuhan, tidak peduli bagaimanapun perasaan Anda. Semakin kita konsisten dalam berbagai tekanan, semakin kita mudah membedakan antara suara Allah dan perasaan kita. 2. Ambillah keputusan yang bijak. Kemampuan untuk membedakan didapatkan dari kebiasaan kita memupuk disiplin setiap hari, mempraktikkan kemampuan untuk membedakan, dan memberi diri dikritik (Ibrani 5:14). Selain itu, tingkatkan keaktifan kita untuk dapat membedakan (Amsal 2:1-5). 3. Milikilah sikap curiga yang sehat terhadap kemampuan untuk membedakan yang kita miliki, terutama terhadap perasaan Anda. Saat kemampuan membedakan kita semakin bertumbuh, semakin berkuranglah kemungkinan bagi kita untuk merasa yakin seratus persen bahwa sesuatu itu adalah kehendak Allah atau sekadar serangkaian tindakan terbaik (Amsal 11:2). Jadi, jika kita dapat mengandalkan kemampuan kita secara mutlak untuk membedakan sesuatu, maka kita sudah tidak perlu lagi memercayakan diri kepada Allah. 4. Percayalah bahwa Allah lebih besar daripada kesalahan kita. Setelah kita menaati petunjuk Allah, Ia akan mengeluarkan kita dari kekacauan yang kita buat. Namun, kadang-kadang Tuhan akan mengajar kita melalui kesedihan yang kita alami karena kecerobohan kita. Jika kita yakin bahwa kita berada di dalam kehendak moral-Nya dan telah menggunakan hikmat sebaik-baiknya, Anda bisa tenang. 5. Hindarilah penasihat rohani dan teman yang tidak pintar dan tidak berdisiplin. Kita semua tidak bisa membedakan kehendak Allah tanpa kedisiplinan. Oleh karena itu, janganlah menerima nasihat seseorang yang tidak berdisiplin dalam berdoa, mempelajari Alkitab, pekerjaan, dan suasana hatinya. 6. Janganlah memercayai kemampuan membedakan kehendak Allah dari orang yang perkataannya menimbulkan perselisihan dan kekacauan. Ini merupakan ciri lain dari realitas yang objektif. Janganlah mendengarkan nasihat seseorang yang justru membuat banyak pihak terpecah-belah, serta tidak meyakinkan dan membangun (Amsal 11:12, 12:18, 26:24-25, Matius 7:15-16, dan Yakobus 3:13-18). Diringkas dari: Judul asli buku: A Compact Guide to the Christian Life Judul buku terjemahan: Kompas Kehidupan Kristen Judul bab: Kehidupan di dalam Dunia Judul asli artikel: Membuat Keputusan dengan Memperhatikan Kehendak Allah Penulis: K. C. Hinckley Penerjemah: Gerrit J. Tiendas Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung Halaman: 142 -- 145 Kontak: konsel(at)sabda.org Redaksi: S. Setyawati, Santi T., dan Doni K. Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-konsel/arsip/ BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |