Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/320

e-Konsel edisi 320 (20-11-2012)

Mengadopsi Anak

______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

Edisi 320/November 2012

DAFTAR ISI
CAKRAWALA: ADOPSI ANAK DAN DAMPAKNYA
TELAGA: TELAGA MENJAWAB
ULASAN BUKU: PSIKOLOGI DAN ALKITAB

Salam sejahtera,

Adopsi sering kali menjadi solusi akhir bagi pasangan yang tidak 
dikaruniai anak. Sedikit banyak, pilihan ini dapat mengobati luka yang 
ditimbulkan oleh ketidakhadiran seorang anak dalam keluarga. Namun 
sayang, beberapa pasangan yang mengambil keputusan ini melupakan 
"kejutan-kejutan" yang mungkin akan ditimbulkan oleh seorang anak 
adopsi saat mereka beranjak remaja, yaitu ketika mereka mempertanyakan 
semua hal yang berkaitan dengan asal-usul dan jati diri mereka yang 
sebenarnya. Oleh sebab itu, orang tua perlu mempersiapkan ruang untuk 
menghadapi kemungkinan ini. Sajian kami kali ini menghadirkan artikel 
terkait dengan pilihan mengadopsi anak dan dampaknya serta masalah-
masalah anak adopsi, jawaban atas pertanyaan mengenai bagaimana 
memperlakukan anak adopsi, dan ulasan buku karya Larry Richards. 
Selamat membaca, Tuhan Yesus memberkati.

Staf Redaksi e-Konsel,
Berlian Sri Marmadi
< http://c3i.sabda.org/ >


               CAKRAWALA: ADOPSI ANAK DAN DAMPAKNYA
                   Diringkas oleh: Sri Setyawati

Agar orang tua dan anak adopsi tetap aman dan nyaman dalam menghadapi 
pertanyaan-pertanyaan orang, beberapa ahli menyarankan orang tua untuk 
menjelaskan status anak adopsinya. Selain itu, memberikan penjelasan 
terhadap pertanyaan-pertanyaan anak tentang asal anak, kelahirannya, 
proses reproduksi, dan adopsinya juga dapat menjawab rasa ingin tahu 
anak. Cobalah untuk menggali apa yang dipikirkan anak dan apa yang 
ingin diketahuinya, tetapi jangan membanjiri mereka dengan informasi. 
Berilah jawaban secukupnya.

Berikut adalah masa perkembangan anak dan masalah yang dihadapi sesuai usianya, menurut Ronny Diamond, Direktur Spence Chapin Adoption Resource Center.

1. Kanak-Kanak (1 -- 4 tahun)

Pada masa kanak-kanak, anak-anak adalah pemikir pemula dan daya 
tangkapnya masih sangat harfiah. Mereka belum mampu berpikir logis dan 
memahami hubungan sebab akibat. Mereka masih egosentris, melihat 
sesuatu hanya berdasarkan sudut pandangnya sendiri. Namun, inilah saat 
yang tepat untuk menceritakan tentang adopsi, tentang keberadaannya 
sebagai pusat perhatian, dan juga menceritakan bagaimana mereka dapat 
masuk dalam keluarga Anda. Meskipun arti adopsi belum sungguh-sungguh 
tertanam dalam usia ini, tetapi menceritakan tentang kebenaran 
statusnya tetap menjadi pilihan yang bijak.

Ceritakanlah bahwa anak adopsi dilahirkan dengan cara yang sama 
seperti anak-anak yang lain. Ia tumbuh dalam kandungan wanita lain, 
tetapi waktu itu wanita yang mengandungnya tidak siap atau tidak mampu 
untuk menjadi ibu. Anda sangat ingin menjadi orang tua, maka Anda 
mengadopsinya dan menjadikannya anak Anda selama-lamanya. Ceritakanlah 
juga saat-saat kelahirannya dan saat-saat mengadopsinya karena itu 
merupakan kejadian yang sangat mengagumkan. Tunjukkanlah padanya bahwa 
Anda sangat bahagia menanti kehadirannya di dalam keluarga Anda. 
Lakukanlah hal itu berulang-ulang karena anak pada masa ini memerlukan 
pengulangan cerita, untuk memahami konsep-konsep baru dan menyeluruh.

Pada tahap ini, jangan terlalu berharap anak dapat mengerti hanya 
dengan satu atau dua kali diskusi. Jalanilah setiap tahap karena 
perbincangan tentang adopsi adalah proses yang terus-menerus. Anda 
mungkin perlu mencontoh Mary Chavoustie (Chicken Soup in the Soul, 
Daily Inspirations for Women, 2005), yang rajin mencari informasi 
mengenai jawaban yang tepat bagi pertanyaan anak tentang statusnya 
yang disesuaikan dengan tahap perkembangan anak. Suatu malam, ketika 
Mary menyiapkan makan malam, anak adopsinya (3 tahun) memanggilnya 
sambil menahan tangis, "Mama, Sarah mengatakan kalau engkau bukan 
mamaku yang sebenarnya. Dia pasti salah. Bukankah begitu, Ma?" Mary 
berkata dengan pelan, "Sentuhlah tangan Mama. Apakah Mama nyata bagi 
kamu?" "Ya, Mama nyata!" kata si anak sambil tersenyum gembira. "Mama 
adalah Mamamu yang sesungguhnya, dan cinta Mama kepada kamu adalah 
sungguh-sungguh," kata Mary.

2. Anak-Anak Sekolah (5 -- 11 tahun)

Sekitar usia 6 atau 7 tahun, anak adopsi mulai dapat membedakan 
berbagai cara untuk membentuk sebuah keluarga. Dia dapat mengerti 
bahwa kebanyakan anak menjadi anggota dalam suatu keluarga karena 
dilahirkan dalam keluarga itu, dan beberapa anak menjadi anggota 
keluarga setelah dimasukkan ke dalam keluarga tersebut, inilah yang 
disebut adopsi. Di dalam benaknya, ada dua konsep yang jelas tentang 
orang tua -- yang melahirkan anak dan yang membesarkan anak.

Menurut penelitian David Brodzinsky, anak-anak usia 6 -- 8 tahun entah 
anak adopsi atau bukan, memiliki persamaan: cerdas, bahagia, populer, 
dan percaya diri. Akan tetapi, setelah mencapai usia 10 -- 12 tahun, 
anak adopsi mulai merasa "kehilangan" dan merasa berbeda dengan yang 
lain. Khususnya bagi anak adopsi yang berbeda warna kulit dengan orang 
tua angkatnya. Bahkan, dia lebih sering merasa marah dan sedih, serta 
semakin melihat ketidakpastian tentang dirinya sendiri.

Pada masa ini, anak adopsi mulai memahami lingkungan tempat mereka 
lahir dan tidak berniat untuk menjadi anak dari ibu biologisnya. Ada 
begitu banyak kata "mengapa" dalam benak si anak. Jika ibu biologisnya 
tidak memunyai uang yang cukup, MENGAPA ia tidak mencari pekerjaan? 
Jika ia berpikir bahwa anak tidak dapat diasuh dengan orang tua 
tunggal, MENGAPA ia tidak menikah? Jika ia tidak tahu cara menjadi 
seorang ibu, MENGAPA ia tidak minta seseorang untuk mengajarinya? Anak 
adopsi akan terus mencoba untuk mencari tahu alasan mengapa ibunya 
menyerahkannya ke panti asuhan atau orang tua angkatnya. Pada usia 
ini, anak merasa sedih karena ia tidak tahu siapa orang tua dan 
keluarganya yang sebenarnya. Di sisi lain, orang tua angkat mungkin 
juga bersedih karena ia tidak kunjung mendapatkan anak biologis.

Sebagai orang tua angkat, tolonglah anak untuk memahami kesedihan dan 
kebahagiaan sebagai hal yang wajar dalam kisah adopsinya. Dalam 
menanggapi perasaan ini, anak biasanya akan terbuka dan berbicara 
tentang perasaannya, menutupi dan menghindarinya, marah dan mengacau, 
dan berpikir bahwa adopsi bukanlah masalah besar. Maka dari itu, 
usahakanlah untuk tetap menjalin dialog terbuka dengan anak sehingga 
Anda mengerti seperti apa si anak melihat proses adopsi, dan Anda 
dapat memberi penjelasan lain jika anak memunyai konsep yang salah. 
Ingatlah bahwa pembahasan tentang adopsi akan terus berubah sesuai 
dengan tahap perkembangan fisik, emosi, dan kematangan intelektual 
anak. Bersabarlah!

3. Praremaja dan Remaja (12 -- 18 tahun)

Anak-anak praremaja dan remaja pada umumnya lebih suka menjaga jarak 
dengan orang tua dan mencoba mencari tahu identitas mereka secara 
mandiri. Nah, apabila anak tidak mendapatkan informasi yang cukup, 
orang tua perlu membantu anak remajanya untuk mendapatkan informasi 
yang lebih lengkap dan mengizinkan anak untuk bereksplorasi. Akan 
tetapi, eksplorasi terkadang bisa memunculkan konflik dalam keluarga. 
Maka dari itu, orang tua harus mengusahakan komunikasi yang terbuka --
menjelaskan tentang adopsi kepada anak sesuai dengan perkembangan 
usianya.

Yang terpenting adalah mendengarkan apa yang dikatakan anak, mengikuti 
perasaannya, dan selalu siap menolongnya ketika ia menghadapi 
tantangan. Proses membina hubungan yang menyenangkan dengan anak 
adopsi, sebaiknya Anda lakukan sejak anak tersebut hadir dalam 
kehidupan keluarga Anda. Selamat menikmati kebersamaan Anda dengan 
anak adopsi Anda. Tuhan Yesus memberkati.

Sumber:
Judul tabloid: Keluarga, Edisi 40, Tahun II -- 2008
Penulis: Dra. Srisiuni Sugoto, M.Si
Penerbit: PT. Anugerah Panca Media, Surabaya 2008
Halaman: 24

Diringkas dari:
Nama situs: Wanita
Alamat URL: http://wanita.sabda.org/adopsi_anak_dan_dampaknya
Penulis: Tidak dicantumkan
Tanggal akses: 28 Agustus 2012


                     TELAGA: TELAGA MENJAWAB

Konseli:
Saya memiliki 4 orang anak: sebut saja A (10 tahun), B (6 tahun), C (5 tahun) dan D (3 tahun). A dan B adalah anak angkat saya.

Cerita awalnya seperti ini: suami saya memunyai seorang adik angkat 
perempuan (mereka empat bersaudara laki-laki semua, sehingga orang 
tuanya mengangkat seorang anak perempuan). Adik perempuan ini hidup 
bebas sampai mengandung di luar nikah. Pada mulanya, ia ingin 
menggugurkan kandungannya, tetapi selalu gagal. Sampai akhirnya 
lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama A. Ibunya tidak mau 
memeliharanya, sehingga menjadi tanggung jawab suami saya karena dia 
anak pertama.

Tetapi ternyata menghadapi si A ini tidak mudah. Ia sulit diatur, suka 
melawan, susah makan, dan sebagainya. Saya merasa putus asa. Saya 
kadang ingin lari dan lepas dari dia, tetapi bagaimana? Kalau 
dikembalikan kepada orang tuanya, jelas tidak mungkin karena ibunya 
masih bermasalah, tetapi kalau dimasukkan ke panti asuhan saya juga 
tidak tega. Si A ini anak yang cuek dan dia tidak mau tahu tentang apa 
yang terjadi di sekitarnya. Tetapi kalau masalah komputer, yang sangat 
ingin dia ketahui, maka dia akan terus mencari tahu. Dia cepat sekali 
mengingat segala sesuatu sampai detail untuk hal yang diminatinya.

Menurut Bapak bagaimana saya harus menghadapi si A ini?

Kemudian, ibunya A memunyai anak lagi dari pria lain, di luar nikah 
lagi. Pada mulanya dia berjanji akan mengurus anaknya sendiri, namun 
setelah anaknya lahir yaitu si B, dia tidak mau merawatnya. Dan 
akhirnya, sayalah yang merawatnya.

Berbeda dengan si A, si B ini adalah anak yang penurut dan mudah 
diatur, sehingga saya lebih menyayangi si B dari pada si A. Tidak lama 
kemudian, saya mengandung dan melahirkan anak dari kandungan saya 
sendiri.

TELAGA:
Kami merasa kagum kepada Ibu yang telah menunjukkan kasih yang begitu 
besar kepada anak-anak tanpa orang tua. Kami menghargai kerelaan ibu 
merawat si A dan si B - suatu kerelaan yang menuntut harga pengurbanan 
yang tinggi.

Kami pernah membaca riset yang menunjukkan bahwa anak adopsi memang 
cenderung bermasalah, terutama anak laki-laki. Rupanya anak merasakan 
penolakan dari ibu kandung meski pada usia bayi. Itu sebabnya, anak 
adopsi cenderung merasa tidak aman dan membutuhkan perhatian yang 
besar. Ia pun cenderung "menguji" kesabaran orang tua, seolah ingin 
memastikan bahwa dia "diinginkan" alias tidak ditolak oleh orang tua 
angkatnya.

Ada dua hal yang dapat saya sarankan kepada Ibu. Pertama, Ibu dan 
suami perlu membicarakan perihal statusnya. Yang penting adalah Ibu 
mengomunikasikan komitmen dan kasih Ibu sebagai orang tua. Jangan 
sampai dia merasakan bahwa Ibu merawatnya sebagai kewajiban belaka. 
Pada usia belia ini, Ibu tidak perlu menceritakan asal-usul ibu 
kandungnya kecuali ia bertanya.

Kedua, si A memunyai pola pikir eksploratif, yang membuatnya sangat 
baik dalam hal "problem solving" yang penuh tantangan. Itu sebabnya, 
ia sangat berminat pada komputer. Namun, tampaknya pola pikirnya yang 
konkret, kurang abstrak. Akibatnya, ia lebih mudah belajar melalui apa 
yang dilihatnya daripada melalui apa yang didengarnya atau 
dibayangkannya. Itu sebabnya, ia memerlukan instruksi yang konkret. 
Kebanyakan anak seperti dia akan mengalami kesulitan belajar di sistem 
pendidikan Indonesia. Di sini sangat ditekankan kemampuan berpikir 
abstrak (melalui apa yang didengarkan dan dibayangkan). Sistem 
pelajaran di sini juga kurang memberi kesempatan kepada anak untuk 
bereksplorasi.

Jadi, si A cenderung tidak menyukai pelajaran sekolah, pada akhirnya 
berprestasi tidak baik. Itu sebabnya, ia makin membutuhkan tanggapan 
positif yang penuh penerimaan di rumah dan ia memerlukan pula kegiatan 
kompensasi yang menyenangkannya, seperti komputer. Yang harus Ibu 
lakukan adalah menurunkan tuntutan Ibu dan lebih memfokuskan pada 
tanggung jawab belajarnya saja. Hasilnya, tidak terlalu penting. Juga 
Ibu dapat memberinya banyak pujian atas kemahirannya memakai komputer. 
Hal ini akan menambah kepercayaan dirinya dan membuatnya merasa 
dihargai oleh Ibu.

Firman Tuhan dalam 1 Korintus 15:58 berkata, "Karena itu, saudara-
saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah 
selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan 
dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia."

Merawat si A adalah "pekerjaan Tuhan"! Biarlah Tuhan menghibur dan 
menguatkan Ibu.

Diambil dari:
Nama situs: TELAGA.org
Alamat URL: http://www.telaga.org/berita_telaga/tegas_pada_tempatnya
Tanggal akses: 30 Oktober 2012


               ULASAN BUKU: PSIKOLOGI DAN ALKITAB

Judul buku: Psikologi dan Alkitab
Judul asli: Psychology and The Bible
Penulis/Penyusun: Larry Richards
Penerjemah: --
Editor: --
Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1994
Ukuran buku: 12,5 x 18,5 cm
Tebal: 41 halaman
ISBN: --
Buku Online: --
Download: --

Pendidikan psikologi memang memberi andil dalam pelayanan konseling. 
Untuk menjadi konselor Kristen, kita tidak hanya menggunakan 
pengetahuan psikologi, namun juga menggunakan kebenaran Alkitab dalam 
menolong konseli. Buku "Psikologi dan Alkitab" karya Larry Richards 
ini memperlihatkan bahwa ada kaitan antara psikologi dan Alkitab. 
Beberapa topik yang dibahas dalam buku ini antara lain: aliran-aliran 
psikologi, apakah psikologi Kristen itu, apa pandangan Alkitab tentang 
kepribadian, gangguan syaraf yang menimbulkan khawatir dan perasaan 
bersalah, dan beberapa hal yang lain.

Para konselor Kristen perlu membaca buku ini untuk mengetahui 
bagaimana kita seharusnya menggunakan pengetahuan psikologis dan 
Alkitab dalam menolong konseli, sehingga mereka dapat menyelesaikan 
masalahnya sesuai dengan kebenaran Allah. Isi buku ini cukup memberi 
wawasan bagi kita mengenai hubungan psikologi dan Alkitab. Bahasa yang 
digunakan penulis juga mudah dipahami dan tidak menggunakan istilah-
istilah psikologi yang sulit. Buku ini juga bisa digunakan untuk 
membekali para calon konselor di gereja-gereja.

Peresensi: Sri Setyawati


Kontak: < konsel(at)sabda.org >
Redaksi: Sri Setyawati, Tatik Wahyuningsih, dan Berlian Sri Marmadi
Tim Editor: Davida Welni Dana, Berlian Sri Marmadi, dan Santi Titik Lestari
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/konsel >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org