Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/311 |
|
e-Konsel edisi 311 (17-9-2012)
|
|
______________________________e-KONSEL________________________________ Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ______________________________________________________________________ Edisi 311/September 2012 DAFTAR ISI CAKRAWALA: PENDIDIKAN UNTUK KEHIDUPAN EMOSIONAL DAN SEKSUAL TELAGA: PENDIDIKAN SEKS DALAM KELUARGA ULASAN BUKU: CINTA, SEKS, DAN KENCAN Salam sejahtera, Pendidikan pertama yang diterima seseorang diperoleh dari orang tuanya. Untuk mengajarkan kemampuan berbahasa, berhitung, mengenal benda-benda, dsb. tidak menjadi masalah bagi kebanyakan orang tua. Akan tetapi, saat harus memberikan pendidikan seks, orang tua biasanya mengalami kebingungan dan kesulitan. Tidak jarang orang tua memilih untuk tidak memberikan pendidikan seks kepada anak karena menganggap hal itu sebagai sesuatu yang tabu. Akibatnya, anak-anak mencari cara untuk mendapatkan pengetahuan tentang seks dari teman sebaya ataupun orang lain. Ini merupakan cara yang tidak tepat. Sebagai orang tua, calon orang tua, atau konselor, kita perlu mencari cara yang tepat dalam menyampaikan pendidikan seks kepada anak-anak. Apabila Anda sedang berada pada fase ini, tepatlah jika Anda membaca artikel yang kami sajikan berikut ini. Dapatkan gambaran tentang bagaimana sebaiknya memberikan pendidikan seks kepada anak. Jika Anda seorang konselor, ini juga bermanfaat sebagai pertimbangan dalam memberikan konseling kepada para konseli Anda. Selamat menyimak. Staf Redaksi e-Konsel, Berlian Sri Marmadi < http://c3i.sabda.org/ > CAKRAWALA: PENDIDIKAN UNTUK KEHIDUPAN EMOSIONAL DAN SEKSUAL Pendidikan untuk kehidupan emosional dan seksual berarti menolong seseorang untuk memiliki kepekaan terhadap orang lain, mau mendengarkan, mengasihi, memiliki hasrat dan kelembutan, serta mau bertanggung jawab. Pendidikan seks yang sejati membangkitkan hati dan menolong seseorang mencapai keefektifan yang matang. Pengalaman membangkitan hati memerlukan suatu tingkat pengenalan dengan figur orang tua yang berjenis kelamin sama dengan si anak (ayah dengan anak laki-laki dan ibu dengan anak perempuan). Anak laki-laki akan mencontoh hubungan ayah dengan ibunya. Cara sang ayah bersikap terhadap wanita, terutama istrinya, akan memberikan pendidikan seksualitas yang sangat kuat bagi putranya. Sampai batasan tertentu, hal serupa juga berlaku di keluarga yang anggota keluarganya mengalami cacat mental. Mereka akan bertindak seperti seorang asisten atau staf yang mereka sukai atau kagumi. Melalui hubungan-hubungan semacam inilah, dan juga melalui pengenalan dengan orang dewasa, seseorang sedikit demi sedikit menemukan identitas mereka sendiri. Pendidikan seks yang sesungguhnya terjadi di dalam suatu lingkungan masyarakat, keluarga, dan dalam hubungan antara pria dan wanita, yang di dalamnya gerakan-gerakan tubuh dan sentuhan mengekspresikan sukacita dan kelembutan. Pendidikan seks tidak terjadi melalui gambar-gambar yang tidak dikenal, yang memberikan informasi yang kurang menggambarkan kebenaran. Tentu saja, sangat penting untuk mengetahui anatomi tubuh, masa subur, hubungan antara tindakan seksual dan terbentuknya bayi. Namun, tidak baik untuk menunjukkan tindakan seksual dengan menggunakan gambar atau slide, yang celakanya dilakukan juga oleh beberapa orang, karena gambar-gambar ini berisiko membangkitkan seksualitas yang terputus dari suatu hubungan. Dalam dunia nyata, peran seorang pendidik adalah menolong remaja memahami dan menghargai fungsi-fungsi tubuh dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Ketika seseorang berpikir bahwa tubuhnya jelek, ini merupakan persoalan yang serius. Memberi konseling bagi pasangan tentu saja membutuhkan lebih banyak informasi yang tepat tentang bagaimana seorang pria dan wanita menjalani seksualitas mereka bersama-sama. Namun, penekanannya harus pada pentingnya mendengarkan dan menghormati perbedaan dalam diri pasangan. Pendidikan seks bukan sepenuhnya merupakan petunjuk praktis tentang apa yang harus dilakukan seseorang dan bagaimana melakukannya, sebagai dasar hubungan seksual yang harmonis, melainkan lebih sebagai suatu cara untuk menolong seseorang supaya merasa nyaman dengan seksualitas mereka sendiri. Hal ini mengimplikasikan sebuah pertumbuhan dalam kapasitas untuk melihat orang lain sebagai seseorang yang memiliki kebutuhan. Hal ini juga mencakup menolong orang untuk menghadapi tantangan dan kesulitan dalam hubungan. Bahkan, ini merupakan masa belajar untuk (mengenal) cinta sejati. Di l`Arche, saya memerhatikan bahwa sering kali orang yang paling membutuhkan pendidikan seks adalah para asisten. Mereka telah terpengaruh oleh media massa yang menyepelekan seksualitas dan tidak dapat memahami pentingnya seksualitas yang sebenarnya. Mereka tidak tega dengan jeritan kasih sayang dari orang-orang yang mengalami cacat mental; mereka tidak tahu bagaimana cara merespons/menanggapi perwujudan kelembutan atau, setidaknya, perwujudan seksualitas genital. Karena mereka sendiri tidak jelas akan hal ini, maka mereka tidak yakin apakah harus menyalahkan atau mengabaikan apa yang mereka lihat. Zaman sekarang, kita membutuhkan lebih dari sekadar kesehatan moral di area hubungan seksual. Kita juga memerlukan pemahaman yang dalam tentang antropologi, yang merupakan fondasi etika manusia dan kekristenan. Penting bagi kita untuk menolong orang lain memahami, betapa hubungan seksual tanpa komitmen yang benar akan merusak hati manusia dan bahwa seksualitas harus diorientasikan, diperbaiki, dan disatukan oleh cinta, yang keberadaannya membuat seksualitas menjadi manusiawi. Penting bagi kita untuk mempelajari bahwa seksualitas semacam ini, yang matang melalui pertumbuhan biologis dan fisik, berkembang secara harmonis dan yang disadari kematangannya dari pencapaian kematangan emosi, yang diwujudkan dalam cinta yang tidak egois dan mau berkorban. Bentuk pendidikan seks ini sama pentingnya bagi pria dan wanita yang mengalami cacat mental ringan. Bagi mereka, pengaruh film dan majalah kadang-kadang dapat menghancurkan. Media massa menstimulasi insting seksual mereka, membangkitkan khayalan-khayalan yang salah tentang "cinta". Hal ini lebih sulit bagi mereka karena hati mereka lebih rapuh daripada orang lain; juga lebih mudah menderita dan terpengaruh. Mereka harus mampu berbicara dengan seseorang mengenai pertanyaan-pertanyaan ini dan memahami apa yang harus dipertaruhkan dalam cinta sejati. Setelah itu, barulah mereka dapat membuat keputusan yang nyata. Di area konseling dan pendidikan ini, harus ada mediator yang memiliki kepekaan dan kebaikan yang besar untuk menghadapi berbagai penderitaan, kebingungan, dan rasa sakit. Larangan yang terlalu kaku, yang dikombinasikan dengan hukuman, dapat mengakibatkan rasa bersalah dan rasa takut yang lebih besar. Hal ini mungkin dapat memperburuk pencegahan atau semakin mendorong pencarian seks secara sembunyi-sembunyi dan mendorong seseorang untuk beralih ke dalam mimpi-mimpi erotisme. Seorang mediator juga harus mengetahui batasan-batasan perannya. Kita tidak harus mengetahui segala sesuatu. Kita harus menghormati ruang pribadi dan rahasia batin seseorang. Intervensi sebaiknya dilakukan saat Anda yakin bahwa orang lain dalam bahaya. Peraturan ini selalu sama: ciptakan hubungan yang penuh kepercayaan, yang memungkinkan adanya dialog dan yang dapat menghilangkan rasa takut sedikit demi sedikit. Memang benar bahwa terkadang butuh waktu yang panjang untuk membuat hubungan ini tercapai. Hubungan ini menuntut seseorang untuk siap berkomitmen selama periode waktu tertentu dan bersedia menerima tuntutan yang dinyatakan dalam komitmen semacam ini. Pengamalan otoritas dan larangan dalam dunia seksualitas benar-benar sulit. Bahkan, setiap pendidik atau mediator memiliki luka, kesulitan, kesengsaraan, dan pergumulan mereka sendiri-sendiri. Seorang mediator yang harus berjuang melawan kecenderungan homoseksual mungkin akan lebih keras, kurang simpatik, dan kurang memahami kecenderungan homoseksual orang lain. Kita mungkin sangat sulit untuk bersikap objektif dalam area seksualitas -- satu area yang dengan mudah dapat menonjolkan semua kebutuhan dan penderitaan seseorang. Orang-orang yang menginginkan seksualitas yang "bebas" bagi mereka sendiri mungkin mendorong orang lain kepada "kebebasan" yang sama, bukan karena hal itu dapat menolong mereka bertumbuh, melainkan untuk membenarkan dan membuktikan bahwa perilaku mereka benar. Tanpa kejelasan mengenai seksualitas dalam diri seseorang itu sendiri, tidak mungkin dia mendapatkan kejelasan dan kebenaran tentang seksualitas orang lain. Rasa takut terhadap seksualitas diri sendiri akan menyebabkan rasa takut pada seksualitas orang lain, oleh karena itu mengakibatkan kekerasan hati. Tanpa kebebasan untuk memaparkan seksualitas diri sendiri, maka bisa dipastikan akan ada kesalahpahaman terhadap seksualitas orang lain. Orang-orang yang tidak percaya pada kemungkinan pertumbuhan mereka sendiri di area ini, tidak akan percaya diri dengan pertumbuhan orang lain, malahan akan jatuh ke dalam visi yang legal dan statis. Orang-orang yang tidak mengetahui kelemahannya sendiri, tidak akan mampu mengembangkan kesabaran yang dibutuhkan untuk menolong orang lain untuk berkembang dan mengintegrasikan seksualitas mereka dalam hubungan mereka. (t/Berlian) Diterjemahkan dari: Judul asli buku: Man and Woman He Made Them Judul bab: Education and Its Demands Judul asli artikel: Education for Emotional and Sexual Life Penulis: Jean Vanier Penerbit: Darton, Longman and Todd Ltd, London 1985 Halaman: 44 -- 46 TELAGA: PENDIDIKAN SEKS DALAM KELUARGA Seks sebetulnya merupakan hal yang paling banyak memenuhi pikiran anak-anak remaja. Namun, mereka justru enggan membicarakannya. Pendidikan seks bukanlah pendidikan formal. Sebaiknya, kita mengajarkan pendidikan seks secara berkelanjutan, bertahap, dan informal kepada anak-anak kita. Seks di sini bukan saja yang berkaitan dengan moralitas, meskipun itu merupakan bagian penting yang harus kita bicarakan pada anak kita. Orang tua perlu membicarakan aspek fisik dari seks, sehingga anak-anak memunyai gambaran yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan seks dan kapan seks boleh dinikmati, serta siapa yang boleh menikmatinya. Bagi remaja, hal seksual bukan saja menjadi hal yang bersifat kognitif -- bersifat rasional yang harus dia ketahui -- melainkan merupakan hal yang benar-benar mulai memengaruhi kehidupan mereka secara menyeluruh. Dan, keinginan-keinginan untuk dekat dengan seseorang secara fisik itu mulai ada pada anak-anak remaja. Jadi, sebagai orang tua kita harus secara proaktif mengambil inisiatif. Mengapa kita perlu mengajarkan seks secara keseluruhan di rumah/keluarga? Sebab seks bukan saja perkara fisik atau anatomis, melainkan juga berkaitan dengan emosi dan kerohanian. Seks merupakan salah satu tindakan fisik yang disoroti Tuhan dan diatur oleh Tuhan secara langsung, maksudnya diikat oleh kaidah rohani. Akan tetapi, dunia cenderung mengajarkan seks sebatas masalah fisik dan pemuasan kebutuhan fisik. Seandainya dikaitkan dengan yang lebih bersifat rohani, dunia cenderung memberikan gambaran bahwa seks adalah untuk orang yang saling menyukai dan saling mencintai. Dengan kata lain, semakin hari seks semakin dilepaskan dari beberapa cengkeraman yang seharusnya mengatur dan melindunginya. Bahkan, seks semakin terlepas dari lembaga pernikahan dan lembaga komitmen. Peran terbesar orang tua adalah menekankan bahwa seks bukanlah semata-mata masalah kebutuhan fisik atau masalah saling mencintai. Jauh lebih agung dan lebih berat dari itu, seks merupakan masalah komitmen, yaitu masalah institusi pernikahan yang diakui masyarakat dan yang paling penting adalah diatur oleh Tuhan. Jika seks dilaksanakan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, hal itu menjadi dosa. Jika orang tua tidak mengajarkan pendidikan seks kepada anak, mereka akan berusaha mendapatkan informasi tersebut dari teman-teman, buku-buku, dan film-film. Kemungkinan besar, mereka tidak mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai seks dan kemungkinan hanya ditekankan pada seks sebagai sesuatu yang nikmat, tanpa ada lagi bobot moral, bobot pernikahan, dan komitmen di dalamnya. Diambil dan disunting seperlunya dari: Nama situs: TELAGA.org Alamat URL: http://www.telaga.org/audio/pendidikan_seks_dalam_keluarga Judul transkrip: Pendidikan Seks dalam Keluarga (T012A) Penulis: Pdt. Dr. Paul Gunadi Tanggal akses: 17 Juli 2012 ULASAN BUKU: CINTA, SEKS, DAN KENCAN Judul buku: Cinta, Seks, dan Kencan Judul asli: Love, Sex and Dating Penulis/Penyusun: Pdt. Ir Jarot Wijanarko Penerjemah: -- Editor: -- Penerbit: Suara Pemulihan, 2003 Ukuran buku: 14 x 21 cm Tebal: 85 halaman ISBN: -- Buku Online: -- Download: -- Penulis buku "Love, Sex & Dating" -- Pdt. Ir Jarot Wijanarko adalah ketua dan pendiri Yayasan Suara Pemulihan, pendiri dan komisaris utama MLM IFA, pendiri dan presiden direktur PT. Happy Holy Kids, penulis buku, ketua Yayasan Pulihkan Indonesia (tempat rehabilitasi narkotika), motivator, konselor, dan pemerhati masalah-masalah keluarga. Selain buku ini, buku-buku yang pernah ditulisnya antara lain: "Roh Suka Cita", "Pemulihan Suami Istri", "Mendidik Anak", dan "Spirit Of Excellence". Buku ini unik dan alkitabiah. Unik karena buku ini tidak mencantumkan alamat penerbit, kata pengantar, dan daftar isi seperti buku-buku pada umumnya, meskipun topik-topik yang akan dibahas diperlihatkan di lembar pertama. Bahkan, di bagian akhir disajikan tanya jawab seputar cinta, seks, dan kencan. Karena itu, saat membaca buku ini, kita seperti sedang berkonsultasi dengan seorang konselor. Alkitabiah karena penulisnya memaparkan penjelasan sesuai ajaran Alkitab. Dalam buku ini, selain mendapatkan penjelasan mengenai seks menurut Alkitab, kita juga diberi penjelasan tentang contoh penyimpangan seks, penyalahgunaan seks, dan bagaimana mengatasi dorongan seks. Satu hal yang disayangkan dari buku ini adalah adanya beberapa kesalahan ejaan. Sementara gaya bahasa dan cara penyampaiannya cukup terarah, sistematis, dan mudah dipahami. Buku ini juga terkesan simpel dan ringan. Walaupun buku ini berjudul "Love, Sex & Dating", ternyata topik yang dibahas bukan hanya membahas tentang cinta, seks, dan kencan. Penulis juga membahas tentang narkoba dan pemulihan dari kecanduan narkoba. Buku ini pantas dibaca oleh remaja-pemuda, orang tua, dan konselor untuk membantu diri sendiri, anak-anak, dan konseli dalam hal cinta, seks, dan kencan. Peresensi: Sri Setyawati Diambil dari: Nama situs: GUBUK Online Alamat URL: http://gubuk.sabda.org/cinta_seks_dan_kencan Tanggal akses 18 Juli 2012 Kontak: < konsel(at)sabda.org > Redaksi: Sri Setyawati, Tatik Wahyuningsih, dan Berlian Sri Marmadi Tim Editor: Davida Welni Dana, Berlian Sri Marmadi, dan Santi Titik Lestari (c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org > Rekening: BCA Pasar Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati < http://blog.sabda.org/ > < http://fb.sabda.org/konsel > Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |