Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/292

e-Konsel edisi 292 (8-5-2012)

Alkitab dan Bimbingan Konseling (BK)

______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

Edisi 292/Mei 2012

DAFTAR ISI
BIMBINGAN ALKITABIAH: ALKITAB SEBAGAI DASAR KONSELING
INFO: DAPATKAN BUNDEL BULETIN PARAKALEO!

Salam damai,

Alkitab merupakan buku pedoman utama bagi umat percaya, termasuk bagi
para konselor Kristen, baik yang memberikan konseling bagi jemaat,
masyarakat umum, maupun anak-anak sekolah. Di dalam melayani anak-anak
sekolah, alangkah pentingnya bila kita selalu menekankan kebenaran
alkitabiah untuk membentuk karakter anak sejak dini. Dengan memberikan
bimbingan konseling yang alkitabiah, niscaya anak-anak didik kita bisa
dituntun menjadi anak-anak panah yang siap melesat untuk menjadi
terang dan garam bagi dunia.

e-Konsel edisi ini secara khusus ditujukan bagi Anda yang sedang dan
akan terlibat dalam pelayanan bimbingan konseling. Harapan kami,
artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan bagi semua Pembaca
e-Konsel. Kiranya menjadi berkat!

Pemimpin Redaksi e-Konsel,
Sri Setyawati
< setya(at)in-christ.net >
< http://c3i.sabda.org/ >

         BIMBINGAN ALKITABIAH: ALKITAB SEBAGAI DASAR KONSELING
                     Diringkas oleh: Sri Setyawati

Ada dua pemikiran yang keliru tentang pengajaran konseling yang umum.
Pertama, pemikiran bahwa konseling itu seluruhnya pengajaran --
apabila seseorang memunyai suatu masalah, kita cukup mencari ayat-ayat
Alkitab yang cocok dengan masalah tersebut, kemudian mengkhotbahi
orang tersebut mengenai hal itu. Kedua, konseling hanya mencakup
sedikit pengajaran atau tidak sama sekali. Mereka yang berpegang pada
pemikiran ini berpendapat bahwa setiap orang mengetahui semua jawaban
bagi masalah mereka, dan bahwa konselor seharusnya cukup mengajukan
berbagai pertanyaan, mendengarkan, dan memberikan dukungan kepada
mereka. Dengan kata lain, mereka beranggapan bahwa apabila kita
membangun hubungan yang kokoh dengan konseli, maka para konseli akan
menemukan sendiri jalan keluar bagi permasalahan mereka, dan mengatasi
masalah tanpa menyuruh kita memberi tahu mereka apa yang harus
dilakukan.

Akan tetapi, pendekatan konseling seperti ini tidak alkitabiah, sebab
Kitab Suci menjelaskan bahwa pengajaran memegang peranan penting dalam
pertumbuhan rohani setiap orang, dan bahwa pengajaran itu tidak dapat
diabaikan dalam proses penyelesaian masalah. Maka, apabila kita
bermaksud menolong sesama untuk berubah, kita harus terampil dalam
pengajaran konseling alkitabiah, dan menjadikan pengajaran itu sebagai
bagian penting dari konseling kita.

Mengingat pengajaran adalah bagian penting dari konseling alkitabiah,
kita perlu mengetahui pengajaran macam apa yang diperlukan. Agar dapat
menyenangkan Tuhan dan bermanfaat bagi para konseli, pengajaran kita
harus memenuhi tiga persyaratan pokok, yaitu harus didasari oleh
Alkitab, harus akurat secara alkitabiah, dan harus pantas menurut
Alkitab. [e-Konsel edisi 292, secara khusus hanya akan membahas syarat
yang pertama, yaitu pengajaran harus didasari oleh Alkitab, Red.]

Maksud dari pengajaran harus didasari oleh Alkitab adalah semua
pengajaran yang kita tanamkan untuk menolong konseli dalam mencapai
perubahan harus dimulai dari Alkitab. Pengajaran harus didasarkan pada
Alkitab saja, dan jangan sekali-sekali hanya mengandalkan pemikiran
atau pengamatan manusia. Mengapa? Sebab Alkitab itu praktis,
komprehensif, patut dipercaya, dan benar-benar merupakan sumber
kebenaran yang memadai, sementara pengetahuan manusia tidak mampu
membahas semua masalah yang kita hadapi dalam hidup secara efektif.

a. Alkitab itu praktis. Alkitab bukan sekadar risalah teologis yang
menguraikan secara rinci berbagai doktrin yang esoteris -- melainkan
merupakan pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku (Mazmur 119:105).
Alkitab diberikan untuk mengajarkan cara menjalani hidup sehari-hari
yang menyenangkan bagi Tuhan; selain itu, juga diberikan untuk
menolong kita mengatasi berbagai masalah. "Alkitab adalah peta Tuhan
untuk memimpin manusia, untuk menjaga manusia agar tidak tenggelam ke
dasar laut, serta menunjukkan kepada manusia di mana tempat berlabuh,
dan bagaimana mencapainya tanpa menabrak batu-batu karang dan berbagai
penghalang." (Henry Ward Beecher)

b. Alkitab itu komprehensif. Kitab Suci seharusnya merupakan dasar dan
materi pengajaran kita dalam konseling, karena bersangkutan dengan
segala isu kehidupan yang perlu dipahami. Pengetahuan yang dibicarakan
oleh Petrus (2 Petrus 1:3) terbatas pada realita-realita yang
digambarkan dalam Kitab Suci; jadi ia bermaksud mengatakan bahwa
segala yang perlu diketahui agar dapat berhasil dalam hidup terdapat
dalam lembaran-lembaran firman Allah.

Kitab Suci memuat semua informasi yang perlu untuk "hidup dan
kesalehan", dan pendalaman isinya akan mendatangkan pahala berupa
pemahaman-pemahaman ke dalam pengalaman manusia yang paling rumit
sekalipun. Namun demikian, yang sering terjadi dalam konseling, yaitu
konselor berasumsi bahwa Alkitab tidak membicarakan masalah khusus
konseli; oleh sebab itu, konselor terlalu dini meninggalkan firman
Allah, dan berusaha mendapatkan masukan dari pemikiran-pemikiran
manusia. Apabila konselor semacam ini mau memulai dengan berasumsi
bahwa isi 2 Petrus 1:3 itu benar, tentu ia akan memandang masalah-
masalah yang rumit sebagai suatu tantangan, agar ia memperdalam
pemahamannya akan teologi dan bertumbuh dalam pengetahuannya tentang
bagaimana hal tersebut cocok dengan situasi-situasi tertentu.

c. Alkitab itu patut dipercaya. Alasan ketiga dari pengajaran kita
seharusnya hanya didasarkan pada Alkitab sebagai satu-satunya buku
yang berhubungan dengan masalah-masalah praktis dalam hidup, dan dalam
cara yang benar-benar dapat diandalkan dan patut dipercaya. Apabila
kita mengajarkan para konseli menggunakan Alkitab, kita dapat
mengetahui tanpa mempertanyakannya; apabila diterapkan, hal ini akan
mengubah hidup mereka ke arah yang lebih baik. Tidak ada sumber
informasi lain atau pemikiran lain yang dapat mengilhami keyakinan
semacam itu.

Renungkan ayat-ayat ini:

"Hukum-hukum Tuhan itu benar, adil semuanya." (Mazmur 19:10)

"Untuk selama-lamanya, ya Tuhan, firman-Mu tetap teguh di surga."
(Mazmur 119:89)

"Itulah sebabnya aku hidup jujur sesuai dengan segala titah-Mu."
(Mazmur 119:128)

"Dasar firman-Mu adalah kebenaran dan segala hukum-hukum-Mu yang adil
adalah untuk selama-lamanya." (Mazmur 119:160)

Baik ayat-ayat ini maupun ayat-ayat serupa mengajarkan kepada kita
bahwa segala sesuatu yang dikatakan oleh Alkitab itu benar. Namun,
ayat-ayat tersebut juga menghasilkan suatu epistemologi alkitabiah
yang mencurigai semua pernyataan mengenai sifat manusia atau kebenaran
rohani yang tidak diajarkan oleh Kitab Suci. Menurut epistemologi
tersebut, sebagai manusia, kita tidak dapat menemukan kebenaran mutlak
di luar penyataan khusus Tuhan. Suatu pengamatan atau pendapat yang
dikembangkan tanpa mengacu pada firman Tuhan mungkin benar, tetapi
kita tidak dapat memastikan bahwa pengamatan atau pendapat tersebut
benar, sebab kita sendiri adalah makhluk yang terbatas dan jatuh dalam
dosa. Mari kita pertimbangkan konsep ini lebih jauh.

1. Keterbatasan Manusia

Salah satu alasan mengapa kita tidak dapat mengetahui secara mutlak
segala yang berada di luar penyataan khusus Tuhan adalah karena kita
terbatas. Pengetahuan kita hanya sebatas yang dapat kita amati, dan
sebatas itu pula yang dapat kita pahami. Di samping itu, karena kita
tidak mengetahui segala sesuatu, maka kita tidak dapat mengetahui
dengan pasti segala sesuatu mengenai isu-isu terpenting dalam hidup
beserta maknanya, sebab kita mungkin akan selalu menemukan hal-hal
baru yang membuktikan bahwa apa yang kita ketahui itu keliru.

Pemikiran ini digambarkan oleh sebuah kisah tentang empat orang buta
yang sudah kita kenal. Mereka berjalan bersama-sama dan menubruk
seekor gajah. Keempat-empatnya menubruk benda yang sama, namun
keterbatasan pengamatan masing-masing membuat setiap orang buta
berpendapat bahwa benda tersebut adalah benda yang berbeda. Kita juga
dapat menarik kesimpulan yang keliru apabila kita hanya mengandalkan
pengamatan serta pemikiran sendiri tanpa mengacu pada firman Tuhan;
sebab seperti keempat orang buta tadi, kita hanya dapat memahami
sebagian saja dari keseluruhannya. Sebaliknya, Tuhan adalah tidak
terbatas dalam pengetahuan serta pemahaman-Nya (Yesaya 40:14; Yesaya
49:9-10).

Tuhan mengetahui akhir dari permulaan. Ia mengetahui masa lampau, masa
sekarang, dan masa akan datang. Ia mengerti setiap bagian dari kita
dan setiap bagian dari dunia kita secara sempurna. Dan Ia sudah senang
mengungkapkan kebenaran-Nya kepada kita dalam firman-Nya. Itulah
sebabnya, mengapa kita harus mengajari para konseli dari gudang
kebenaran yang memadai itu, dan tidak pernah meninggalkannya demi
gagasan-gagasan manusia yang amat sangat terbatas itu.

2. Jatuhnya Manusia

Manusia adalah makhluk-makhluk yang berdosa. Menurut Alkitab, pikiran
kita sangat dipengaruhi oleh dosa, sehingga meskipun kita telah
mengamati sesuatu secara cermat, kita cenderung salah menafsirkannya.
Pikiran kita yang penuh dosa cenderung menyelewengkan kebenaran, dan
satu-satunya cara supaya dapat berpikir dengan benar, yaitu membiarkan
Roh Kudus memperbarui pikiran kita (Roma 1:18-32, 12:2; Efesus 4:23).
Hal ini hanya dapat dicapai dengan belajar memandang kehidupan melalui
lensa Kitab Suci.

Keterbatasan dan keberdosaan kita membuat kita tidak mampu memastikan
kebenaran, kecuali bila Tuhan telah mengungkapkan-Nya kepada kita.
Kita tidak memiliki standar yang dapat digunakan untuk menilai benar
atau tidaknya sesuatu selain daripada firman Allah. Jadi, meski kita
bisa yakin bahwa apa pun yang kita ambil dari firman Tuhan dan kita
bagi para konseli itu benar, namun kita sebaiknya memunyai skeptisisme
yang sehat bagi segala teori atau wawasan yang tidak dimulai dari
Kitab Suci. Apabila tidak diajarkan oleh firman Tuhan, mungkin teori
atau wawasan tersebut keliru.

d. Alkitab itu memadai. Pengajaran kita dalam konseling seharusnya
hanya didasarkan pada Alkitab, karena "segala tulisan yang diilhamkan
Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan,
untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.
Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk
setiap perbuatan baik." (2 Timotius 3:16-17) Kedua ayat tersebut
jelas-jelas menyatakan bahwa kita memiliki segala yang kita perlukan
dalam firman Tuhan, yang menjadikan kita memadai atau lengkap. Kita
tidak perlu menjadi lebih daripada memadai; selain itu, kita tidak
dapat menambahkan apa pun pada soal kelengkapan. Seperti dituliskan
oleh J. C. Ryle, "Orang yang memiliki Alkitab dan Roh Kudus di
hatinya, memunyai segala sesuatu yang mutlak diperlukan untuk
membuatnya bijaksana secara rohani... Ia memunyai mata air kebenaran
yang terbuka di hadapannya, dan apa lagi yang dapat diinginkannya? Ya!
Walau ia terkurung seorang diri dalam penjara, atau dibuang ke sebuah
padang pasir, ... namun apabila ia memunyai Alkitab, berarti ia
memunyai sebuah pedoman yang sempurna, dan tidak menginginkan yang
lain."

Alkitab itu praktis, komprehensif, patut dipercaya, serta mencukupi.
Jadikanlah keinginan untuk mempelajarinya dengan penuh semangat,
merenungkannya dalam-dalam, serta menyampaikannya secara akurat
sebagai tujuan Anda. Selain itu, jangan sekali-sekali meremehkannya
dengan berasumsi bahwa Alkitab tidak membahas masalah tertentu; jangan
sekali-sekali meninggalkannya demi "kolam yang bocor, yang tidak dapat
menahan air" (Yeremia 2:13). Apabila kita setia mengikuti firman
Tuhan, maka Ia juga akan setia kepada kita dengan menguatkan pelayanan
kita, sehingga menghasilkan buah bagi kehidupan para konseli kita.

Diringkas dari:
Judul buku: Pengantar Konseling Alkitabiah: Pedoman Dasar Prinsip
            dan Praktik Konseling
Judul bab: Proses Konseling Alkitabiah
Judul asli artikel: Memberikan Pengajaran Melalui Konseling Alkitabiah
Penulis: Wayne A. Mack
Penerbit: Gandum Mas, Malang 2002
Halaman: 305 -- 311

Catatan: Anda dapat membaca artikel ini seutuhnya di situs C3I
< http://c3i.sabda.org/alkitab_sebagai_dasar_konseling >

               INFO: DAPATKAN BUNDEL BULETIN PARAKALEO!

Buletin Parakaleo berisi tulisan-tulisan dari penulis dan konselor
Kristen yang telah berpengalaman dalam bidangnya, seperti Yakub
Susabda, Esther Susabda, Paul Gunadi, dan Paul Soetopo. Buletin
Parakaleo ini diterbitkan oleh Departemen Konseling Sekolah Tinggi
Teologi Reformed Injili Indonesia sejak tahun 1984 hingga tahun 2007
[buletin ini sekarang sudah tidak terbit lagi]. Saat ini tersedia
bundel Buletin Parakaleo yang berisi 56 edisi (lengkap).

Jika Anda berminat untuk mendapatkan bundel buletin Parakaleo ini,
silakan mengisi form pemesanan di bawah ini. Pesanan Bundel Parakaleo
akan dikirim lewat pos ke alamat pemesan (mohon tulis alamat yang
lengkap).

Sebagai ganti biaya cetak dan ongkos kirim, pemesan bisa memberikan
sumbangan sukarela lewat transfer Bank:
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati

----------------> potong di sini <-------------------
FORM PEMESANAN BUNDEL PARAKALEO

Nama Pemesan:
Alamat lengkap:
Kota:
Kode Pos:
No. HP:
Email:

Jumlah yang dipesan: .... bundel (masing-masing berisi 56 edisi -- lengkap)

----------------> potong di sini <-------------------

Kirimkan kembali form ini dan bukti transfer ke:
==> konsel(at)sabda.org

Atau kirimkan data Anda lewat SMS ke: 088-1297-9100

Kontak: < konsel(at)sabda.org >
Redaksi: Sri Setyawati, Tatik Wahyuningsih
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/konsel >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org