Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/285 |
|
e-Konsel edisi 285 (20-3-2012)
|
|
______________________________e-KONSEL________________________________ Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ______________________________________________________________________ Edisi 285/Maret 2012 DAFTAR ISI CAKRAWALA: LIMA KENYATAAN TENTANG PERNIKAHAN TELAGA: SUAMI YANG MEMIMPIN DAN ISTRI YANG MENOLONG (I) ULASAN BUKU: DUA HATI BERSATU DALAM DOA Salam kasih, Setelah sepasang kekasih menjalin hubungan spesial dan merasa cocok, keputusan untuk menikah tentu menjadi langkah selanjutnya. Namun, meskipun sepasang kekasih sudah melewati masa berpacaran yang lama, masih saja ada banyak fakta tentang pasangan yang baru diketahui setelah menikah. Seperti apakah pernikahan itu? Apa peran suami dan istri yang benar dalam pernikahan? Dapatkan jawabannya melalui edisi ini dalam kolom CAKRAWALA dan TELAGA. Selanjutnya, Anda juga dapat menyimak Ulasan Buku tentang doa bersama pasangan. Kami berharap sajian kami ini semakin memantapkan hubungan Anda dengan pasangan dan membantu orang lain yang sedang mengalami masalah dengan suami/istri mereka. Selamat menyimak. Pemimpin Redaksi e-Konsel, Sri Setyawati < setya(at)in-christ.net > < http://c3i.sabda.org/ > CAKRAWALA: LIMA KENYATAAN TENTANG PERNIKAHAN Para pendeta dan konselor pernikahan berulang kali mendengar pernyataan yang tidak benar dari suami dan istri. Inilah lima kenyataan tentang pernikahan yang sering dipertengkarkan oleh masing-masing pasangan bila sedang tertekan. 1. Anda tidak menikah dengan orang yang salah. Biasanya seorang istri dengan cepat bertanya-tanya apakah ia menikah dengan orang yang tepat atau sang suami mulai berpikir bahwa ia melakukan kesalahan. Hal ini sering terjadi dalam masa penyesuaian, ketika harapan-harapan ideal dalam pernikahan diperhadapkan dengan kenyataan. a. Tenyata istriku tidak dapat memasak. b. Ternyata suamiku tidak mampu menyetel karburator. c. Kami memiliki pandangan yang berbeda dalam hal keuangan. d. Masing-masing menyadari bahwa pasangannya cepat tersinggung, keras kepala, mudah marah, atau tertekan. Oleh karena itu, Anda mulai berpikir bahwa Anda menikah dengan orang yang salah. Namun, kini bukan saatnya berpraduga. Anda telah menyatakan komitmen seumur hidup. Tanggung jawab Anda di hadapan Allah adalah tetap bersama dengan orang yang telah Anda nikahi (Matius 19:4-9; 1 Korintus 7:10-14). 2. Kegagalan suami memimpin bukan alasan bagi Anda. "Ya..." seorang wanita muda berkata dengan sungguh-sungguh, "Kalau saja suamiku memimpin sebagaimana seharusnya ia lakukan, segala sesuatu akan berjalan lancar. Namun ia tidak melakukannya, sehingga aku harus mengambil keputusan. Lalu ia mengkritik keputusan-keputusanku. Aku tidak dapat bertahan lebih lama lagi." Wanita itu benar di satu sisi. Suaminya seharusnya menjadi kepala rumah tangga. Ia harus memegang tampuk pimpinan, khususnya dalam hal-hal rohani. Namun, kegagalannya memimpin bukanlah alasan bagi sang istri untuk tidak taat. Tanggung jawab di hadapan Allah tetap menuntutnya menjadi istri yang penuh kasih, bertumbuh dalam iman, dan memiliki kecantikan batin (1 Petrus 3:1-6). Jika ia menggunakan kegagalan suaminya sebagai alasan bagi tingkah lakunya yang tidak baik, ia sama gagalnya seperti suaminya. 3. Kegagalan istri untuk tunduk bukan alasan bagi Anda. Beberapa suami membangun suatu alasan untuk menoleransi setiap kelemahan atau kegagalan -- mereka menyalahkan istrinya. a. "Ia terlalu alim. Ia mengoreksi setiap kali saya mencoba memimpin kebaktian keluarga. Karena kesalahannya itu, kami tidak pernah mengadakan kebaktian keluarga lagi." b. "Ia ingin membeli rumah ini. Lebih baik saya turuti karena itu akan menyenangkan hatinya. Salahnya sendiri kalau kami sampai mengalami kesulitan keuangan." Jika seorang pria mulai berbicara seperti ini, maka ia menolak untuk mengambil tanggung jawab dalam proses memutuskan apakah kebaktian keluarga perlu diadakan atau tidak. Memang benar istrinya memberi masukan, tetapi mungkin ia hanya ingin mempertahankan pendapatnya. Namun hal ini bukan alasan bagi sang suami. Ia harus berhenti menyalahkan istrinya dan mulai melakukan apa yang benar di hadapan Allah. 4. Seks bukan hal yang selalu dipikirkan suami. Kadang-kadang seorang istri yang bekerja keras dan sangat sibuk mulai berpikir bahwa suaminya hanya tertarik padanya jika kebutuhan seksnya dipenuhi. Perasaan ini dapat menjadi berat bila beberapa keadaan berikut ini benar-benar terjadi. a. Suami gila kerja. b. Istri harus merawat rumah yang besar. c. Suami jarang menolong anak-anak. d. Jadwal mereka berdua sangat padat. Memang benar bahwa suami Anda perlu diingatkan bahwa Anda memiliki kebutuhan lain selain kebutuhan fisik. Namun, mungkin Anda terlalu mengasihani diri sendiri dan membesar-besarkan masalah. Anda berdua harus mengadakan penyesuaian. Cobalah untuk tidak mendakwanya. Bicarakan perasaan Anda. Rencanakan suatu akhir pekan dengan piknik bersama dan jangan menunda. Masalah ini perlu diselesaikan sebelum menjadi lebih besar. 5. Penampilan bukan hal yang selalu dipikirkan istri. Kenyataan kelima tentang pernikahan adalah bahwa wanita lebih sering memikirkan penampilan. Namun, beberapa suami tidak percaya akan hal ini. Mereka membantah: a. "Ia selalu ingin membeli sesuatu yang baru untuk rumah kami." b. "Biasanya istriku butuh waktu yang cukup lama untuk memilih baju." c. "Ia berkata bahwa lemari dapur perlu diperbaiki, padahal bagi saya lemari itu masih cukup baik." d. "Persiapannya sebelum pergi sangat lama dan kami selalu terlambat!" e. "Ia senang belanja dan menghabiskan uang yang kudapat dengan susah payah hanya untuk membeli aksesori." Memang benar bahwa wanita membanggakan penampilan. Dibanding pria, mereka lebih sering memperlihatkan apa yang dipikirkan orang lain tentang mereka. Petrus berbicara terus terang kepada para wanita tentang bahaya bila terlalu menekankan penampilan luar, padahal seharusnya mereka memerhatikan "manusia batiniah yang tersembunyi" (1 Petrus 3:4). Namun suami-suami, mari kita hadapi masalah ini! Kita membutuhkan istri untuk menolong kita. Beberapa dari kita ceroboh. Jika kita jujur, kita akan mengakui bahwa kita senang dengan perhatian mereka terhadap hal-hal kecil. Diambil dari: Judul buku: Bagaimana Membangun Keluarga Bahagia (Seri Mutiara Iman) Penulis: Martin R. De Haan Penerbit: Yayasan Gloria, Yogyakarta 1996 Halaman: 26 -- 28 TELAGA: SUAMI YANG MEMIMPIN DAN ISTRI YANG MENOLONG (I) Ada banyak penyebab mengapa timbul masalah dalam pernikahan. Salah satunya adalah kegagalan suami dan istri berperan fungsi sesuai dengan desain yang telah ditetapkan Tuhan. Sebagaimana kita ketahui lewat Firman-Nya di Kejadian 2:18 dan Efesus 5:22-33, Tuhan menghendaki suami bertugas sebagai "kepala" yang memimpin istri dan istri sebagai "pendamping" yang menolong suami. Sebagai kepala yang memimpin, suami diminta Tuhan untuk "mengasihi" istri. Sebagai pendamping yang menolong, istri diminta Tuhan untuk "tunduk" kepada suami. Sayangnya, tidak selalu suami dan istri berfungsi sesuai peran yang ditetapkan Tuhan. Alhasil muncullah masalah dalam pernikahan. Berikut kita akan melihat bagaimanakah seyogianya suami memimpin istri dalam kasih dan bagaimanakah selayaknya istri menolong suami dalam ketundukan. Memimpin adalah mengarahkan: 1. Menjadi "panutan" yang layak dicontoh. Sangatlah penting bagi suami untuk hidup "berintegritas", yakni apa yang dikatakan sama dengan apa yang dilakukan. Sudah tentu apa yang dikatakan dan dilakukan haruslah sesuai atau mendekati standar kehidupan sebagaimana ditetapkan firman Tuhan. Sewaktu istri melihat kehidupan suami yang berintegritas, tidak bisa tidak, ia pun tambah "menghormati" suami. Ketika hormat sudah bertumbuh, rasa "percaya" pun bertunas. Alhasil istri lebih cepat dan lebih mudah "mendengarkan" arahan suami. Itu sebabnya, manakala suami ingin berfungsi sebagai pemimpin yang dapat mengarahkan istri, terlebih dahulu ia mesti mendemonstrasikan kehidupan yang berintegritas. 2. Mengedepankan kepentingan BERSAMA di atas kepentingan pribadi. Kita adalah makhluk yang "berkeinginan" dan berusaha untuk mewujudkan keinginan. Itu sebabnya, salah satu sumber gesekan dalam pernikahan adalah kegagalan kita "menyelaraskan" keinginan. Istri menghendaki berjalan ke arah kiri, sedang suami ingin mengambil jalan ke kanan. Untuk dapat mengarahkan istri, penting bagi suami menunjukkan kepada istri bahwa dalam pengambilan keputusan, ia telah berusaha sedapatnya untuk "memperhitungkan" keinginan istri. Singkat kata, suami baru dapat mengarahkan istri bila istri yakin bahwa suami berusaha memperjuangkan keinginannya pula. Jadi, bila suami ingin dapat mengarahkan istri, penting baginya untuk pertama-tama mengenali kebutuhan dan kondisi istri. Setelah mengetahui dengan jelas, berusahalah untuk mengikutsertakan faktor istri ke dalam perencanaan hidupnya. 3. Dapat bersikap tegas di dalam "kebenaran", bukan kemarahan. Terlalu banyak suami yang bersikap tegas kepada istri bukan di dalam kebenaran melainkan di dalam kemarahan. Terlalu sering suami bersikap kasar kepada istri bukan karena kebenaran, melainkan karena ketidaksukaan belaka. Bila suami ingin mengarahkan istri, ia harus mengetahui apa yang benar dan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Setelah itu, ia mesti menjadi orang pertama yang mengakui kesalahan atau kegagalannya hidup sesuai kehendak Tuhan. Bukan saja ia mengakuinya lewat perkataan, ia pun harus menunjukkannya lewat perbuatan yaitu ia terbuka untuk menerima teguran atau koreksi istri. Nah, di dalam keterbukaan dan kesediaannya menerima koreksi atau teguran istri, suami bersikap tegas di dalam kebenaran terhadap istri. Jika salah, beritahukanlah dan bila berdosa, tunjukkan dosanya. Namun, penting bagi suami untuk melakukannya dengan lemah lembut serta kerendahan hati, sebab ia pun manusia berdosa yang tidak luput dari kesalahan. Galatia 6:1 memberi panduan yang jelas kepada kita semua, "Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri supaya kamu jangan kena pencobaan.", 4. Membuktikan diri sebagai orang yang berhikmat di dalam hal-hal "kecil". Mustahil bagi suami untuk dapat memberi arahan kepada istri bila rekaman jejaknya sarat dengan kesalahan. Kadang-kadang inilah yang terjadi. Suami memaksakan kehendaknya kepada istri namun masalahnya adalah di masa lampau terlalu sering ia membuat kesalahan. Perhitungannya meleset dan perkiraannya keliru. Jadi, jika suami bersedia mengakui bahwa memang rekaman jejaknya tidaklah mendukung, janganlah tergesa-gesa mengeluarkan pendapat apalagi memaksakan kehendak. Sebaliknya, bermusyawarahlah dengan istri dan sedapatnya buatlah keputusan berdasarkan mufakat bersama. Diambil dari: Nama situs: TELAGA.org Alamat URL: http://telaga.org/audio/ suami_yang_memimpin_dan_istri_yang_menolong_i Judul transkrip: Suami yang Memimpin dan Istri yang Menolong I (T320A) Penulis: Pdt. Dr. Paul Gunadi Tanggal akses: 16 Januari 2012 ULASAN BUKU: DUA HATI BERSATU DALAM DOA Judul buku: Dua Hati Bersatu dalam Doa Judul asli: Two Hearts Praying as One Penulis/Penyusun: Dennis dan Barbara Rainey Penerjemah: -- Editor: -- Penerbit: Kairos, Jakarta 2006 Ukuran buku: 11,2 x 18 cm Tebal: 131 halaman ISBN: 979-3574-41-0 Buku Online: -- Download: -- Dalam pernikahan Kristen, salah satu fondasi yang harus didirikan untuk membangun keluarga adalah doa. Tanpa doa, mustahil bagi pernikahan Kristen untuk dapat mewujudkan dan mempertahankan kehidupan keluarga yang penuh damai sejahtera dan berkemenangan. Buku yang disusun oleh Dennis dan istrinya, Barbara Rainey, terbit untuk mengajak pasangan-pasangan Kristen untuk membangun mezbah doa keluarga. Dennis dan Barbara Rainey adalah pasangan suami istri yang begitu menaruh perhatian dengan masalah-masalah keluarga. Selain buku "Two Hearts Praying as One" yang diterjemahkan "Dua Hati Bersatu dalam Doa", mereka berdua juga memiliki buku lain, yaitu "Growing a Spiritually Strong Family" dan "Moments Together for Couples". Menurut buku ini, berdoa bersama pasangan terbukti memiliki kuasa yang besar untuk mengatasi setiap masalah yang kita hadapi. Buku ini mengingatkan kita bahwa doa bersama dapat membuat pernikahan menjadi semakin intim, pasangan mampu mengatasi konflik, pernikahan menjadi transparan dan terbuka, masing-masing pasangan tetap dekat dengan Tuhan dan pernikahan jauh dari perceraian. Buku ini menekankan bahwa berdoa dengan pasangan dapat memperkaya, meningkatkan, dan menguatkan kehidupan pernikahan dan keluarga Anda. Dengan berbekal pengalaman pernikahannya, Dennis dan Barbara membagikan penguraiannya lewat buku ini dalam 30 bab, beberapa di antaranya adalah Langkah Awal: Berbicara kepada Allah Bersama-sama, Berbicaralah kepada Allah dan kepada Pasangan, Berdoa di Tengah Konflik, Berdoa bagi Anak-anak Anda, Kiat-kiat dari Para Pasangan yang Berdoa Bersama, dan Berdoa bagi Keluarga dan Orang Lain. Penguraian isi dari buku ini sangat jelas dan singkat, selalu diakhiri refleksi dan doa bersama. Bahkan, penulis pun sudah menyiapkan contoh doa yang diucapkan suami dan istri. Lengkap. Buku ini dapat menjadi perenungan yang tepat bagi setiap pasangan Kristen untuk terus mengandalkan Tuhan, terlebih dalam hubungan pernikahan. Dengan berdoa bersama pasangan dan mendoakan pasangan, pernikahan kita kiranya dapat menjadi lilin yang berpijar bagi kemuliaan Nama Tuhan. Peresensi: Sri Setyawati Kontak: < konsel(at)sabda.org > Redaksi: Sri Setyawati, Tatik Wahyuningsih, dan Mahardhika Dicky K. (c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org > Rekening: BCA Pasar Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati < http://blog.sabda.org/ > < http://fb.sabda.org/konsel > Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |