Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/27 |
|
e-Konsel edisi 27 (1-11-2002)
|
|
><> Edisi (027) -- 01 November 2002 <>< e-KONSEL *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Daftar Isi: - Pengantar : Singleness - Cakrawala : Konseling untuk Orang yang Masih Lajang - Telaga : Kehidupan Lajang dari Perspektif Wanita (T69A) - Bimbingan Alkitabiah : Karunia Hidup Lajang - Surat : Terima Kasih atas Kirimannya *REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI* -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*- Hidup lajang (singleness) bukanlah suatu penyakit atau dosa. Ada alasan-alasan yang sangat baik, bahkan alkitabiah, yang menyebabkan beberapa orang memilih untuk hidup lajang. Tapi memang tidak dapat disangkal, masyarakat Timur khususnya, masih memiliki persepsi yang negatif terhadap orang yang tidak menikah dan memilih hidup lajang. Walaupun tidak tertulis, tuntutan untuk membina hidup rumahtangga dan memiliki keturunan seakan-akan sudah menjadi norma umum yang, suka atau tidak suka, harus diterima. Tuntutan-tuntutan masyarakat inilah yang seringkali membuat orang- orang yang hidup lajang mengalami tekanan-tekanan mental/emosional. Untuk itu, pada edisi ini, e-Konsel ingin menyajikan bahasan yang diharapkan dapat membuka wawasan kita lebih luas tentang masalah hidup lajang (singleness) supaya kita dapat mengubah cara pandang kita yang mungkin sebelumnya negatif untuk dapat menolong konsele yang kita layani. Kolom TELAGA juga akan melengkapi topik bahasan "singleness" ini khususnya tentang perspektif wanita terhadap hidup lajang. Sedangkan kolom Bimbingan Alkitab akan membahas salah satu karunia rohani khusus yang berhubungan langsung dengan topik kita ini, yaitu "Karunia Hidup Lajang". Kiranya melalui pembahasan ini, konselor dapat mengerti prinsip Alkitab tentang hidup lajang dengan lebih jelas. Dalam kasih-Nya, Tim Redaksi *CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA* -*- KONSELING UNTUK ORANG YANG MASIH LAJANG -*- "Melajang seringkali dipandang sebagai hal yang tidak biasa, kurang beruntung, tidak alami dan bahkan tidak diinginkan," ungkap seorang penulis artikel yang antusias. Lalu penulis itu melanjutkan bahwa pandangan itu sekarang telah berubah. Hidup melajang "bukan lagi merupakan cacat sosial". Pada kenyataannya, orang-orang yang masih lajang menikmati penerimaan sosial yang jauh lebih besar daripada sebelumnya .... Pernyataan hidup melajang telah dijunjung sejajar dengan pernyataan pernikahan, menjadikan status pernikahan murni sebagai masalah pilihan pribadi. Walaupun alasan kesejajaran ini menggembirakan, namun seringkali, saya menduga, bahwa pergumulan orang-orang yang masih lajang adalah hal-hal seputar kesepian, kemarahan, rasa bersalah, hubungan interpersonal, kepercayaan diri, seks di luar pernikahan, dan homoseksual. Sebagai konselor perlu menyadari hal-hal berikut ini: 1. Evaluasi Sikap Anda Sendiri Sehubungan dengan Hidup Melajang --------------------------------------------------------------- Belum lama berselang, sebuah gereja yang besar di daerah pinggiran telah mempekerjakan seorang pendeta untuk melayani para jemaat yang masih lajang. "Saya perlu suatu pekerjaan," kata pendeta itu. "Pekerjaan ini hanyalah sementara karena saya sebenarnya ingin sekali menjadi pendeta senior di gereja ini." Sikap seperti ini ditangkap dengan cepat, terutama oleh orang-orang lajang yang terbiasa menerima perlakuan seperti itu. Tidak ada konselor bisa menjadi efektif selama dia memiliki sikap yang negatif terhadap orang-orang lajang, berpikiran bahwa orang-orang lajang itu kedudukannya lebih rendah, atau menganggap bahwa kehadiran orang- orang lajang itu sebagai ancaman. Orang-orang lajang, seperti yang telah kita perhatikan, seringkali merasa canggung di gereja. Kebanyakan dari mereka merasa tidak diinginkan, merasa dibiarkan, atau kadang-kadang menjadi obyek dari praduga dan tekanan-tekanan yang tidak terlalu kentara. Ingat, tidak selamanya benar bahwa sebagian orang dewasa yang masih lajang mengalami kesepian, kalut dengan urusan mencari pasangan hidup, beresiko buruk, mempunyai kecanggungan sosial, takut untuk menjalin keakraban atau tanggung jawab, tidak dewasa secara rohani, mudah marah, atau mengasihi diri sendiri. Setiap orang lajang, sama seperti orang yang telah menikah, adalah seorang pribadi yang istimewa dan unik, baik dengan segala kekuatan pribadi dan kebutuhannya. Beberapa orang lajang mempunyai banyak permasalahan karena kelajangan mereka; sebagian yang lain tidak. 2. Menolong dengan Penerimaan ----------------------------- Konsele yang masih lajang perlu penerimaan yang suportif, telinga yang mau mendengar cerita mereka, dan kadang-kadang seseorang yang dapat memahami rasa sakit, kepahitan, dan pergumulan tanpa disalahkan. Saat seorang konsele yang lajang mengalami perasaan diterima, maka dia kemungkinan akan menjadi lebih jujur dalam menghadapi frustasi-frustasi seputar kelajangannya. Sebagai tambahan, kemungkinan mereka juga akan lebih terbuka untuk merenungkan ajaran alkitabiah bahwa hidup melajang juga merupakan panggilan Allah kepada beberapa orang. Bantulah konsele untuk melihat bahwa hidup melajang tidaklah masalah untuk selalu menjadi orang kedua atau terpuruk dalam penderitaan hidup dan merasa kurang lengkap. Jadilah orang yang cukup realistik untuk mengetahui bahwa kesendirian dan frustasi-frustasi yang dialami orang lajang memang biasa muncul. Sebaliknya, Anda kadang-kadang boleh mengingatkan para konsele bahwa menjadi orang lajang tidak perlu menghadapi problema- problema yang menimbulkan frustasi yang biasa dihadapi oleh orang- orang yang sudah menikah. Ketika permasalahan ini didiskusikan, berilah kesempatan kepada konsele untuk mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Ingat, bahwa kita tidak menyelesaikan permasalahan untuk para konsele, namun kita menyelesaikan permasalahan bersama-sama dengan konsele. 3. Dorong untuk Membuat Rencana Hidup yang Realistik ---------------------------------------------------- Sebagai tambahan untuk menghadapi permasalahan dan berurusan secara jujur, orang-orang yang hidup melajang dapat belajar untuk memperjelas rencana-rencana mereka bagi masa depan. Tidaklah salah untuk mengharapkan kehidupan pernikahan atau untuk menyadari adanya kemungkinan untuk menikah di masa mendatang, tetapi tidaklah sehat untuk membangun kehidupan di atas peristiwa-peristiwa yang belum pasti. Lebih dari itu, para individu khususnya orang-orang Kristen, harus belajar untuk mempersiapkan masa depan dan untuk hidup di masa kini. Bagi orang-orang lajang, hal ini termasuk menghadapi kenyataan bahwa pernikahan (atau menikah kembali) mungkin atau tidak mungkin menjadi suatu kenyataan. Hal ini membutuhkan perhatian dan pengembangan dari kemampuan dan keahlian seseorang, pertimbangan akan kehendak Allah dalam kehidupan seseorang, perencanaan untuk tujuan jangka panjang dan jangka pendek, dan tindakan untuk menjalankan rencana-rencana tersebut guna mencapai tujuan. Konselor dapat menolong untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan tersebut, memandu para konsele dalam memikirkan dan mewujudkan rencana mereka. Ada kalanya, orang lajang akan membutuhkan bantuan untuk permasalahan-permasalahan nyata seperti mencari pekerjaan, menyeimbangkan pengeluaran, atau menjalankan pekerjaan rumahtangga. Hal ini merupakan kebutuhan khusus bagi orang dewasa muda, orangtua tunggal, atau orang-orang yang baru saja kehilangan pasangannya. Dari semua hal tersebut, tujuannya pertama adalah untuk menerima dan mengatasi permasalahan tersebut, kemudian menuju ke arah untuk menolong orang-orang yang hidup lajang tersebut. 4. Dibimbing untuk Menjalin Hubungan Antar Pribadi -------------------------------------------------- Karena orang lajang tidak memiliki pasangan, dia harus dibantu untuk menjalin hubungan yang akrab yang terlepas dari pernikahan. Secara teori tampaknya mudah, tetapi penerapannya sangatlah sulit. John Fischer menyarankan dua prinsip untuk membantu orang-orang lajang dalam menjalin hubungan: menerima orang lain apa adanya tanpa berusaha untuk mengubah mereka, dan melibatkan diri dengan orang lain sebagai usaha untuk saling belajar dan berbagi. Namun saat seorang wanita lajang dan pria lajang berkomunikasi seperti tersebut, sesuatu yang biasa disebut Fischer sebagai "keanehan" mungkin akan muncul. Hal ini merupakan serangan halus yang secara perlahan-lahan menggerogoti jalinan karena orang-orang itu mulai ragu, "Apakah dia orangnya?" "Apakah ini yang disebut 'hubungan istimewa'? "Bagaimana jika saya nanti 'menggagalkannya'?" Jika ada ketakutan dan ketidakinginan untuk membicarakan pikiran tersebut secara terbuka, maka kedua orang itu akan merasa tidak enak, percakapan semakin sulit dilakukan, dan salah satu dari mereka (biasanya si pria) akan mundur. Untuk menghindari hal tersebut, Fischer menyarankan bahwa ketakutan-ketakutan itu dapat diatasi, jika pasangan itu secara terbuka setuju untuk melupakan kekuatiran mereka tentang pernikahan dan bahwa mereka dapat melanjutkan hubungan mereka yang nonromantis. Bagi orang Kristen, hal ini dapat diatasi dengan suatu sikap yang secara konsisten meletakkan hubungan itu di tangan Tuhan dan mau untuk dipimpin oleh-Nya, bahkan jika hal ini berarti bahwa pasangan ini harus berjalan ke arah yang berbeda. Para konselor harus membantu orang-orang lajang untuk menghadapi tidak hanya "keanehan" mereka tetapi juga tantangan-tantangan saat menjalin hubungan secara efektif dengan orang-orang dari beragam situasi. 5. Berikan Bantuan bagi Orangtua Tunggal ---------------------------------------- Kebanyakan orangtua, ada saatnya merasa jenuh dan frustasi dalam menjalankan tugasnya untuk membesarkan anak-anak, tetapi orangtua tunggal harus mengalami frustasi-frustasi itu sendirian dan membuat keputusan sendiri. Beberapa bukti menujukkan bahwa tekanan-tekanan yang dialami orangtua terutama lebih dirasakan oleh para ibu yang berperan sebagai orangtua tunggal. Banyak di antara ibu tersebut memiliki pendapatan yang tidak cukup, standar hidup yang rendah, dan permintaan-permintaan yang terlalu banyak menyita waktu mereka. Tekanan itu akan terasa berkurang jika ada tenaga pembantu dan teman-teman yang menberikan dukungan atau dorongan, namun para ibu tunggal empat kali lebih sering mencari pelayanan kesehatan mental bila dibandingkan dengan para ibu yang masih didampingi oleh suaminya. Para orangtua tunggal perlu memahami dan mengekspresikan perasaannya tentang bagaimana menghadapi masalah tanpa pasangannya dan seringkali membutuhkan panduan praktis dalam membuat keputusan. Orangtua tunggal kadang-kadang perlu diingatkan bahwa kesulitan hidup yang mereka hadapi, dirasakan juga oleh anak-anaknya. Statistiknya bervariasi di berbagai negara, tetapi di Amerika Serikat sekitar seperempat dari semua anak muda yang berumur di bawah 18 tahun dibesarkan oleh orangtua tunggal. Anak-anak ini membutuhkan perhatian, kasih, dan kontak dengan orang dewasa baik pria maupun wanita, serta kesempatan untuk terlibat bersama keluarga dari kedua orangtuanya yang dapat memberikan pandangan yang lebih luas tentang orang dewasa dan kehidupan keluarga. Komunikasi yang diwarnai dengan kejujuran, keterbukaan, ketulusan, dan kasih perlu dirasakan di rumah. Kadang-kadang gereja dan konselor Kristen menarik orang-orang lajang yang menderita gangguan emosi, takut untuk menjalin hubungan, suka mengeluh, atau cenderung untuk memanfaatkan gereja sebagai tempat untuk mencari pasangan dan pengasuh anak secara gratis, atau teman tidur sementara. Melayani orang-orang lajang, terutama orangtua tunggal, dapat menyerap banyak waktu, dan belum tentu dijamin keberhasilannya. Namun pemikiran itu dapat membatasi diri untuk memberikan konseling kepada orang-orang lajang. Membantu orang lain selalu melibatkan waktu dan resiko, namun kepuasan yang diterima sangatlah besar -- baik bagi konsele, konselor, gereja, dan Kerajaan Kristus. Kadang-kadang juga membantu bagi para orangtua tunggal untuk menjalin hubungan dengan para orangtua lain sehingga bisa saling terlibat dalam memberikan dukungan dan dorongan. Jika Anda mengadakan pertemuan-pertemuan informal dengan para pasangan yang sudah menikah, cobalah untuk menemukan orang-orang yang tidak merasa terganggu untuk menjalin hubungan dengan para orangtua tunggal. Dalam semuanya itu, tujuan dari pelayanan ini adalah menolong para konsele untuk percaya sepenuhnya kepada Allah, memenuhi kebutuhan mereka secara efektif, dan belajar untuk membesarkan anak-anak mereka dengan penuh kasih, disiplin dan pengertian. 6. Bantulah Orang untuk Menunggu -------------------------------- Menunggu tidaklah mudah, terutama di jaman yang serba cepat, penuh efisiensi, dan ketidaksabaran serta ketidaknyamanan ini. Ketika segala sesuatu tidak terjadi dengan cepat, tampaknya paling mudah adalah segera keluar dari permasalahan, membuat keputusan, dan melakukan tindakan yang mandiri. Namun, orang Kristen secara sukarela berada di bawah bimbingan ketuhanan Kristus -- Kristus yang tidak terburu-buru dan menginginkan kebaikan bagi orang-orang Kristen, seringkali membuat mereka menunggu. Dengan menunggu, kita akan belajar kesabaran, berurusan dengan dosa yang belum diakui atau permasalahan pribadi, dan berusaha untuk mengubah sikap kita. Menunggu tidak berarti bahwa kita hanya duduk-duduk saja dan tidak mengerjakan apa-apa. Kita bertindak hati-hati dan sesuai dengan kehendak Tuhan. Lalu kita percaya bahwa rencana-rencana Allah bagi kita akan tiba tepat pada waktu-Nya. Bagaimana hal itu bisa diterapkan oleh orang-orang lajang? Beberapa diantara mereka berdiam diri dan menunggu Allah menyediakan seorang pasangan baginya, dengan asumsi bahwa jika mereka sungguh-sungguh beriman dan telah menyenangkan Allah, maka Dia akan menyediakan hadiah yaitu seorang suami atau istri yang tepat. Allah tidak menentang pikiran tersebut. Para konsele yang masih lajang, sama seperti mereka yang telah menikah, harus didorong untuk mempercayai kebaikan Allah, menanti-nantikan Allah setiap hari, dan berusaha untuk belajar menerima kebaikan-Nya dalam setiap kehidupan kita. -*- Diterjemahkan dan diringkas dari sumber -*-: Judul Buku : Christian Counseling, A Comprehensive Guide Judul Artikel: Counseling Singles Penulis : Dr. Gary R. Collins, Ph.D. Penerbit : Word Publishing, 1988 Halaman : 368 - 372 *TELAGA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TELAGA* Kehidupan lajang adalah bagian hidup yang Tuhan berikan, porsi yang Tuhan telah tetapkan, yang di dalamnya mempunyai minus dan plusnya. -*- KEHIDUPAN LAJANG DARI PERSPEKTIF WANITA -*- ------- T: Pertanyaan yang saya ingin tanyakan adalah apa kira-kira alasan wanita itu hidup lajang? J: Ada sebagian karena mereka tidak mendapatkan jodoh yang cocok, mungkin tidak sesuai dengan selera mereka, dengan standar level yang mereka sudah tentukan dalam hati mereka sendiri. Ada juga karena kekurangan pria terutama yang berkerohanian baik, karena pada umumnya wanita menginginkan supaya pria lah yang menjadi kepala rumah tangga, yang memimpin, sebagai imam di rumah tangga. Jadi mereka menginginkan sekali bahwa apabila mereka menikah, mereka menginginkan seorang pria yang sungguh-sungguh bisa memimpin mereka di dalam hal kerohanian. ------- T: Apakah hidup lajang atau tidak menikah pada wanita itu sebenarnya merupakan sesuatu yang direncanakan? J: Saya rasa yang memutuskan untuk hidup melajang ada, saya tidak berani bilang tidak ada, cuma tidak terlalu banyak. Pada umumnya, wanita ingin menikah, mempunyai satu keluarga, membina keluarga yang manis dan baik. Saya kira pada umumnya begitu. ------- T: Kalau ada orang yang berkata bahwa karier itu adalah musuh dari perkawinan, bagaimana pendapat Bapak? J: Tidak selalu ... walaupun memang ada orang yang mungkin karena tuntutan tanggung jawab -- karena adik-adiknya yang masih kecil, harus membiayai sekolah, orangtua sudah meninggal dll. Karena rasa tanggung jawab, wanita ini bekerja terus dan lebih mementingkan kariernya, sampai akhirnya memang lupa. Jadi memang dapat menjadi bermusuhan dengan perkawinan itu sendiri. Tetapi kalau mau diakui secara jujur saya yakin, walaupun dia berkarier sedemikian rupa, keinginan untuk membangun sebuah rumah tangga pasti ada di dalam hatinya. ------- T: Nah, bagaimana wanita-wanita lajang menghadapi sikap masyarakat atau keluarga yang kadang-kadang curiga, mencemooh atau menganggap hal itu aneh? J: Sikapnya bisa bermacam-macam. Ada orang-orang yang kelihatannya happy-happy saja. Dia begitu menikmati status lajangnya karena rasanya tidak perlu pusing dalam pengambilan keputusan apa yang ia ingin lakukan, bekerja di bidang apa, atau mau pergi ke mana. Rasanya tidak perlu banyak urusan dibanding orang-orang yang sudah menikah, karena sebentar-sebentar harus telepon ke rumah menge-cek apa anaknya sudah minum susu atau belum. Tetapi di kalangan lain cukup banyak wanita lajang yang akhirnya memang stress dengan tuntutan orangtua atau keluarga. Dia cenderung menghindari pertemuan-pertemuan keluarga karena setiap kali kumpul ada yang menikah, ada yang ulang tahun. Keluarga biasanya menanyakan, "Kapan menyusul?", lalu "Mana calonnya?", itu memang hal yang dapat sangat membuat stres. ------- T: Bagaimana dengan wanita lajang yang punya kedudukan yang tinggi dan merasa hidup lebih baik daripada yang sudah menikah, bagaimana seharusnya ia bersikap di tengah-tengah keluarganya? J: Saya rasa hal ini tidak hanya menjadi masalah wanita lajang saja. Sama seperti orang-orang pada umumnya perlu belajar memahami posisi orang lain. Wanita lajang pun perlu memahami bahwa mungkin orang lain (yang menikah) memiliki hambatan sehingga tidak bisa seproduktif dia yang masih lajang. Orang yang sudah menikah bisa mempunyai kesulitan karena harus membagi waktu dengan keluarganya. Jadi kalau wanita lajang mempunyai sikap bisa menerima dan memahami kesulitan mereka yang sudah menikah, maka ia bisa menjadi orang yang menyenangkan juga. ------- T: Jadi apa saran Bapak bagi para wanita lajang, apa yang bisa mereka lakukan untuk mengisi kebutuhan emosionalnya? Sebab kesendirian itu harus menjadi bagian hidup yang sangat riil. J: Tetap menjalin relasi. Saya pikir memang kadang-kadang sulit. Mungkin dulu pernah bersahabat akrab dengan seorang teman, tapi kemudian teman akrabnya sudah menikah. Maka kadang-kadang mau tidak mau hubungan menjadi berubah karena temannya harus mengurus suami dan keluarganya sementara dia tetap sendiri. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa dia tetap bisa menjalin relasi dengan orang-orang lain juga. Misalnya, tetap terlibat dalam kehidupan sosial, mungkin pelayanan, persekutuan, hal-hal yang memang bisa membuat dia bisa mengaktualisasikan dirinya dan menjalin kehidupan sosialnya. Jangan justru malah menyendiri takut diomongin orang atau takut dipandang remeh. ------- T: Sebelum kita mengakhiri perbincangan ini mungkin Bapak ingin menyampaikan suatu kesimpulan. J: Saya akan bacakan dari Filipi 4:11 dan 12, "Sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan, aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan, dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku." Terus disambung di ayat 13, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." Yang bisa saya simpulkan dari pembicaraan kita di atas adalah: Pertama: kita perlu menerima keadaan kita. Jangan sampai kita merasa ada masalah dengan status lajang kita. Tidak apa-apa melajang, ini adalah bagian hidup yang Tuhan berikan kepada kita sampai saat ini, tidak tahu nantinya bagaimana, yang penting sampai saat ini inilah porsi yang Tuhan telah tetapkan, terimalah tanpa harus ada rasa bersalah. Kedua: kita mesti belajar mencukupkan diri. Sebab memang kehidupan lajang mempunyai nilai plus, yaitu mempunyai waktu lebih banyak dan tenaga lebih besar untuk bisa dicurahkan. Namun minusnya juga ada, seperti yang telah kita bahas sebelumnya. Nah, tugas kita adalah belajar untuk mencukupkan diri, tidak bersungut- sungut atau menyalahkan siapa-siapa, apalagi menyalahkan Tuhan tapi belajarlah mencukupkan yang kurang itu. -*- Sumber -*-: [[Sajian kami di atas, kami ambil dari isi salah satu kaset TELAGA No. T69A, yang telah kami ringkas/sajikan dalam bentuk tulisan.]] -- Jika Anda ingin mendapatkan transkrip seluruh kaset ini lewat e-Mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel@xc.org > -- Informasi tentang pelayanan TELAGA/Tegur Sapa Gembala Keluarga dapat anda lihat dalam kolom INFO edisi e-Konsel 03 dari URL: ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/003/ [01 Nov 2001] *BIMBINGAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* ALKITABIAH* -*- KARUNIA HIDUP LAJANG -*- Ada orang Kristen yang menikah, tapi ada juga yang tetap hidup membujang. Namun jelas bahwa ada lebih banyak orang yang menikah daripada yang membujang, sebab pernikahan merupakan rencana Tuhan untuk manusia. Banyak orang Kristen yang memilih hidup lajang (walaupun tidak semuanya) karena Tuhan telah memberikan kepada mereka karunia khusus untuk hidup lajang (the gift of celibacy). Allah telah menjadikan mereka sedemikian rupa sehingga dengan tetap hidup lajang mereka dapat melaksanakan kehendak-Nya dengan lebih baik. "Karunia hidup lajang adalah kemampuan istimewa yang diberikan oleh Allah kepada beberapa anggota dalam Tubuh Kristus untuk tetap hidup lajang dan menikmatinya; mereka tidak menikah dan dapat menanggung semua godaan-godaan seksual." Jika Anda saat ini hidup lajang dan dalam hati sanubari merasa bahwa Anda akan segera menikah bila ada kesempatan yang tepat, maka kemungkinan Anda tidak memiliki karunia hidup lajang. Jika Anda hidup lajang dan mengalami frustasi hebat karena dorongan-dorongan seksual yang tak tertahankan, maka boleh jadi Anda tidak memiliki karunia hidup lajang. Akan tetapi, jika kedua dorongan di atas tidak mengganggu Anda, bersukacitalah -- mungkin Anda telah menemukan salah satu karunia rohani Anda. Ayat Alkitab untuk hal ini terdapat dalam 1Korintus 7:7. Dalam ayat itu Rasul Paulus membicarakan keadaannya sendiri yang hidup lajang dan ia menyebutnya sebagai suatu "charisma", suatu karunia rohani. Pria dan wanita yang hidup lajang termasuk bagian dari rencana Allah untuk umat-Nya dan mereka harus diterima dan dihormati. Perhatikanlah bahwa tidak diperlukan karunia khusus untuk menikah, memiliki hubungan seksual, dan membina keluarga. Allah memang telah menciptakan semua manusia dengan berbagai alat tubuh dan kelenjar dan nafsu yang dibutuhkan untuk itu, termasuk orang Kristen. Itu sebabnya mereka perlu menikah dan itulah yang mereka lakukan. Hal inilah yang menyebabkan prinsip umum yang penting muncul berkaitan dengan karunia-karunia rohani: ada lebih banyak anggota Tubuh Kristus yang tidak membagikan karunia rohani khusus yang dimilikinya bila dibandingkan dengan mereka mau membagikannya. Lebih banyak orang Kristen yang tidak memiliki karunia hidup lajang daripada mereka yang memilikinya. Begitu juga lebih banyak orang Kristen yang tidak memiliki karunia menjadi pendeta daripada mereka yang memilikinya. Hal ini berlaku untuk karunia nubuat dan pemberitaan Injil dan pengajar dan kepemimpinan, dan barangkali juga untuk setiap karunia lainnya. Analogi tubuh jasmani yang ditandaskan Paulus dalam Roma 12:4 sebagai model yang dipakai agar kita dapat memahami karunia-karunia rohani telah menjelaskan hal ini. Kita tahu bahwa dalam tubuh kita sendiri sebagian besar anggotanya bukanlah tangan. Tubuh tidak seluruhnya adalah mata atau ginjal atau jari kaki atau gigi atau siku. Allah telah menetapkan bahwa kita memiliki dua mata dan ini sudah cukup guna melaksanakan tugas melihat bagi semua ratusan anggota lain dalam tubuh kita. Secara khusus Alkitab mengatakan bahwa tubuh tidak seluruhnya mata, karena jika demikian tubuh tidak dapat mendengar atau mencium (lihat 1Korintus 12:17). Hal yang sama berlaku untuk Tubuh Kristus. Sebuah sekte, yang dinamakan "Shakers", membuat kesalahan karena memberlakukan karunia hidup lajang untuk semua anggotanya -- mereka semua menaatinya dan mati secara alami sebagai suatu denominasi. Mereka tidak hanya memutuskan pertumbuhan biologis, tetapi pertumbuhan pergantian dan pertobatan merupakan kemungkinan paling jauh bagi mereka. Gaya hidup mereka tidak menarik banyak orang karena Allah tidak menjadikan banyak orang hidup seperti itu. Gereja Katolik telah menetapkan penerapan yang tidak alkitabiah dari karunia hidup melajang dengan menuntut semua rohaniwan mereka hidup lajang, baik bagi mereka memiliki karunia itu atau tidak. Masuk akal untuk menyimpulkan bahwa kurang dari 50% Tubuh Kristus diharapkan mempunyai suatu karunia khusus. Dugaan saya ialah bahwa kebanyakan persentase itu akan jauh lebih kurang dari 50%. Saya pernah mengadakan penyelidikan mengenai karunia untuk menjadi pemberita Injil (evangelist) dan menemukan bahwa jumlahnya sekitar 10%. Lebih banyak penyelidikan perlu diadakan untuk mengetahui bagian mana dari Tubuh itu yang mempunyai karunia-karunia lain supaya kita dapat mengerti dengan lebih baik profil dari sebuah jemaat rohani yang sehat. Pria dan wanita yang memiliki karunia hidup lajang mempunyai banyak kelebihan. Paulus menekankan hal ini dalam 1Korintus 7. Ia menyebutkan, misalnya, bahwa orang Kristen dengan karunia hidup lajang benar-benar dapat melayani Tuhan dengan lebih baik daripada orang-orang yang tidak memiliki karunia itu, sebab orang yang melajang tidak perlu kuatir tentang bagaimana caranya menyenangkan suami atau istri atau keluarga mereka (lihat 1Korintus 7:32-34). Saya telah mengalami kebenaran perkataan ini dalam pengalaman saya sendiri. Kebenaran ini menjadi lebih nyata setelah saya menjalin persahabatan pribadi dengan John Stott, seorang guru Alkitab, penulis, dan negarawan Kristen yang paling dihormati masa kini. John Stott dan saya menjadi anggota dari komisi eksekutif Panitia Lausanne untuk Penginjilan Dunia, jadi kami sering bertemu di berbagai bagian dunia, menikmati persekutuan satu sama lain dan saling membagikan banyak bidang yang kami minati bersama. John Stott mempunyai karunia hidup lajang. Karena hal ini secara khusus menarik perhatian saya, maka saya memperhatikan berbagai hal yang menguntungkan beliau dibandingkan dengan orang-orang yang menikah, seperti saya, yang tidak memiliki karunia itu. Misalnya, saya terbiasa untuk menelepon ke rumah bila saya sedang bepergian. Bila saya menelepon biasanya saya akan berbicara dengan dua putri saya yang ada di rumah dan kemudian dengan istri saya, Doris. Jika saya menghabiskan waktu terlalu banyak untuk bepergian, keluarga saya akan menyatakannya dengan cara yang ramah namun tegas. Bila di rumah, saya akan menyisihkan waktu untuk menikmati kebersamaan dengan keluarga saya. Saya akan membuat rencana makan siang di rumah, jika hari Sabtu saya akan bekerja di sekitar rumah dan pekarangan bersama mereka, menyisihkan waktu-waktu saya untuk acara olahraga dan rekreasi bersama, dan pada hari libur musim panas akan pergi berkemah bersama. Sementara saya sibuk melakukan semua acara keluarga itu, John Stott sedang menulis sebuah buku lain atau bepergian ke negera lain. Tidaklah mengherankan jika saya sama sekali tidak dapat menyamai hasil pekerjaannya. John Stott telah menulis begitu banyak buku sehingga beberapa toko buku Kristen mempunyai sebuah rak buku khusus untuk karya-karyanya. Apakah saya iri pada John Stott? Sama sekali tidak. Jika saya iri, saya tidak setia kepada pengajaran Alkitab mengenai karunia-karunia rohani. Saya sangat bersyukur kepada Allah atas sumbangsih John Stott bagi pembangunan jemaat Kristen dan bagi tugas penginjilan dunia. Bagaimana dengan saya? Saya tidak mau menukar istri dan keluarga saya dengan seratus rak khusus untuk buku-buku tulisan saya di berbagai toko buku Kristen! Sebaliknya, karena saya tidak memiliki karunia hidup lajang, maka tanpa istri saya dan apa yang ia sumbangkan bagi setiap segi kehidupan saya, maka pekerjaan yang saya usahakan untuk dilakukan bagi Tuhan tidak akan berhasil. Godaan untuk memproyeksikan karunia yang dimiliki jarang terdapat di antara orang-orang yang memiliki karunia hidup lajang. Satu-satunya orang yang saya tahu hidup membujang dan memproyeksikan karunianya ini kepada orang lain adalah Rasul Paulus sendiri. Dalam 1Korintus ia begitu bersemangat menceritakan keuntungan-keuntungan yang didapat dari hidup tak beristri (menurut banyak ahli Alkitab mungkin Paulus seorang duda pada waktu itu) sehingga ia berkata, "Namun demikian alangkah baiknya, kalau semua orang seperti aku;" (1Korintus 7:7). Akan tetapi, kemudian, dibawah ilham Roh, ia dengan cepat berbalik dan mengatakan bahwa hal itu dapat terjadi karena suatu karunia rohani. Satu segi lain dari karunia membujang yang perlu diperhatikan. Karunia hidup lajang adalah salah satu dari dua karunia yang tidak dapat berdiri sendiri. Dengan kata lain, tidak ada manfaatnya sama sekali hidup membujang, jika tidak ada tujuan lain yang menyebabkan kita tidak menikah. Hidup tanpa menikah seharusnya menjadikan seorang pria atau wanita menjadi lebih efektif dalam memakai karunia lain atau gabungan-karunia yang dikaruniakan Allah kepada seseorang. Karunia itu harus dimengerti dan digunakan dalam terang pengertian bahwa karunia itu dapat membantu seseorang untuk dapat mencapai apa yang dibutuhkan dalam Tubuh Kristus. -*- Bahan diedit dari sumber -*-: Judul Buku : Manfaat Karunia Roh untuk Pertumbuhan Gereja Judul Asli : Your Spiritual Gifts Can Help Your Church Grow Judul Artikel: The Gift of Celibacy // Karunia Hidup Lajang Penulis : Dr. C. Peter Wagner Penerbit : Gandum Mas Halaman : 63 - 67 *SURAT *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- DARI ANDA -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* SURAT* Dari: bruri tumiwa <berel_t@> >Saya berterima kasih, karena e-Konsel masih tetap mengingat saya >dengan mengirimi artikel walaupun saya tidak memberikan informasi >balasan sama sekali selama ini. Sekali lagi terima kasih dan >maafkan saya bila tidak memberikan informasi balasan selama ini, >tetapi yang jelas artikel yang diberikan dari e-Konsel ... >menguatkan saya dan telah juga diketahui oleh sahabat-sahabat saya >sekaligus mereka dikuatkan. > >Terima kasih, Tuhan Yesus Kristus memberkati kita dan e-Konsel >semakin dilimpahkan hikmat, kebijakan dan pewahyuan dari Allah Bapa >di Surga dalam menghadapi hari-hari yang semakin jahat ini. >Syalom, >Bruri T. Redaksi: Terima kasih atas kiriman email dan juga doanya. Kami berharap agar setiap terbitan e-Konsel bisa memberikan informasi yang bermanfaat bagi Anda dan sahabat-sahabat Anda. e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL STAF REDAKSI e-Konsel Yulia O., Lani M., Ka Fung PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS Yayasan Lembaga SABDA INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN Copyright(c) 2002 oleh YLSA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel@sabda.org> Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll. dapat dikirimkan ke alamat: <owner-i-kan-konsel@xc.org> *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-konsel@xc.org Berhenti: Kirim e-mail kosong: unsubscribe-i-kan-konsel@xc.org Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel ARSIP publikasi e-Konsel: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |