Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/268 |
|
e-Konsel edisi 268 (15-11-2011)
|
|
______________________________e-KONSEL________________________________ Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen ______________________________________________________________________ EDISI 268/NOVEMBER 2011 DAFTAR ISI CAKRAWALA: PERLAWATAN ORANG SAKIT TELAGA: BAGAIMANA MENDAMPINGI ORANG SAKIT YANG MENJELANG AJAL ULASAN BUKU: GEMBALA DAN KONSELING PASTORAL Salam sejahtera, Dalam konseling pastoral, selain menguatkan konseli, seorang gembala atau pelayan Tuhan, seharusnya juga melakukan perlawatan/mengunjungi jemaat-jemaat yang sedang mengalami kelemahan fisik. Perlu kita ketahui bahwa di balik kunjungan yang kita berikan, ada kuasa yang bekerja dan hasil yang manis. Apa sebenarnya manfaat dari kunjungan gembala atau pelayan Tuhan bagi jemaat yang sedang mengalami kelemahan fisik? Bagaimana mendampingi orang-orang yang sedang mengalami kelemahan fisik? Redaksi e-Konsel sudah menyiapkan bahan untuk menjawab pertanyaan tersebut dalam edisi ini. Bahkan, di kolom terakhir, Anda juga bisa menyimak sebuah ulasan buku yang masih terkait dengan konseling pastoral. Segeralah menyimak sajian kami, selamat melayani. Pemimpin Redaksi e-Konsel, Sri Setyawati < setya(at)in-christ.net > < http://c3i.sabda.org/ > CAKRAWALA: PERLAWATAN ORANG SAKIT Dirangkum oleh: Sri Setyawati Orang sakit kerap kali berkeluh kesah, lebih-lebih kalau sakitnya sudah cukup lama. Yang cukup berat, kalau kondisi tubuhnya merosot pelan-pelan. Karena itu, keluh kesah, kekecewaan, putus asa, marah, tidak mau lagi berdoa, menumpuk menjadi satu. Tidak hanya yang sakit yang mengalami hal itu, tetapi juga keluarganya. Kemungkinan besar, mereka pun ikut hanyut dalam situasi itu. Salah satu bentuk konseling pastoral kepada mereka yang sedang dalam kelemahan fisik atau sakit adalah melakukan perlawatan pastoral kepada mereka, baik yang dirawat di rumah maupun di rumah sakit. Inti perlawatan pastoral adalah kita menjadi teman bagi orang yang sedang sakit dan menjadi rekan bagi keluarga pasien. Bantuan-bantuan yang bisa kita berikan adalah sebagai berikut: 1. Kunjungan Penyembuhan. Maksudnya melakukan suatu fungsi penyembuhan "holistik", dalam bentuk kesediaan kita untuk duduk di samping pasien dan mendengarkan dia mengungkapkan perasaan, keluhan, kemarahannya di hadapan kita. Singkatnya, kita menjadi media katarsis baginya atau tempat "mencurahkan hati" dari berbagai keluh-kesahnya. 2. Penguatan. Maksudnya mendampingi pasien atau keluarga yang merasa mendapat "beban", supaya mereka tidak mengalami stres berkepanjangan. Misalnya: bagaimana sikap kita saat berhadapan dengan pasien yang menjadi tidak percaya diri pascaamputasi kakinya karena kecelakaan lalu lintas? Setelah amputasi biasanya pasien merasa tidak sempurna/cacat dan tidak bersemangat/bergairah menjalani hidup. Untuk itu, kita harus mendorongnya untuk bangkit lagi supaya tetap memiliki pengharapan. Atau, bagaimana kita harus mendampingi seorang ibu yang dihantui oleh rasa bersalah/berdosa terus-menerus setelah melakukan aborsi, padahal dia melakukannya demi keselamatan nyawanya, karena ia mengidap penyakit lever. Contoh lain: bagaimana kita harus bersikap ketika mendampingi pasien yang mengalami penyakit terminal, yang merasa cemas dalam menjalani hari-harinya dalam ketidakpastian, atau yang ketakutan karena fakta kematian terbentang di hadapannya. 3. Pembimbingan. Melakukan penelaahan bersama (dengan pasien atau keluarganya) dengan tujuan memahami kasus-kasus yang dialami pasien, yang biasanya tidak ada hubungan dengan rumah sakit sekalipun, tetapi tetap perlu dibantu untuk ditangani. Contoh: konseli yang mengalami perceraian, hamil di luar nikah (dan ingin melakukan aborsi), dll.. Kehadiran kita sangat bermanfaat untuk membantu konseli dalam melihat konsekuensi-konsekuensi untuk mengadakan pertimbangan-pertimbangan moral. 4. Rekonsiliasi (Memperbaiki Hubungan). Pasien kerap kali memunyai perasaan telah menjadi beban bagi keluarganya, dan keluarga sendiri sering merasa bosan mendengar keluhan tersebut. Akibatnya, terjadi kerenggangan hubungan di antara pasien dan keluarganya. Untuk itu, pelayan perlawatan pastoral berperan sebagai media yang dapat "menyambung hati" antara kedua kubu tersebut. Kasus lain: pasien pengidap TBC, lever, AIDS, dan penyakit kelamin, kerap kali menjadi rendah diri (karena tahu penyakitnya itu termasuk kategori menular atau susah sembuh), maka pelayan perlawatan "Pastoral Care" perlu membantu pasien agar dapat memiliki kepercayaan diri lagi. Kemampuan Mendengarkan Syarat utama agar kita dapat menjalankan perlawatan pastoral adalah kemampuan mendengarkan pasien/konseli. Berikut ini, enam syarat yang harus dimiliki agar dapat mendengarkan secara efektif (bdk. Tulus Tu’u, Dasar-dasar Konseling Pastoral, Yogyakarta: Andi Offset, 2007). 1. Menatap wajah lawan bicara sebaik-baiknya. Perlu melakukan kontak mata, supaya orang yang diajak bicara merasa yakin sungguh didengarkan. 2. Menunjukkan minat. Maksudnya kita nampak antusias terhadap persoalan yang tengah diceriterakannya. 3. Memberi perhatian terhadap lawan bicara, tidak sibuk sendiri dengan HP atau kegiatan lain. Singkatnya menyingkirkan segenap gangguan yang ada. 4. Memahami segenap gejolak perasaan yang dialami oleh lawan bicara. 5. Berempati (memiliki keinginan dan kemauan pendengar untuk berada atau masuk dalam situasi/kondisi yang dialami lawan bicara). 6. Bersikap sabar, tenang, dan ramah, saat memberikan masukan/umpan balik. Lawatan pastoral sangat penting sebagai tanda keprihatinan, kasih, dan perhatian kepada anggota dan keluarga yang sedang bergumul itu. Kalau sakit masih agak baru, mungkin banyak orang yang ikut menengok; tetapi kalau sudah cukup lama, semakin jarang orang melawatnya. Oleh karena itu, gereja sebaiknya memiliki program untuk melawat orang-orang sakit ini. Mereka sangat membutuhkan kasih dan perhatian. Tidak perlu berbicara panjang lebar. Tidak perlu nasihat. Cukup harapan, peneguhan, doa, dan membaca firman Tuhan. Dirangkum dari: 1. Tu`u, Tulus. 2007. "Dasar-dasar Konseling Pastoral". Yogyakarta: Penerbit ANDI 2. _________. "Pastoral Care terhadap Orang Sakit". Dalam: http://igna.wordpress.com/2009/03/18/pastoral-care-terhadap-orang-sakit/ TELAGA: BAGAIMANA MENDAMPINGI ORANG SAKIT YANG MENJELANG AJAL Dokter perlu memberitahukan kepada pihak keluarga, bahwa pasien sudah tidak memiliki harapan untuk hidup lebih lama lagi. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan keluarga dan pasien itu sendiri. Jika pihak keluarga tidak diberi tahu mengenai keadaan pasien yang sebenarnya dan akhirnya sang pasien meninggal, maka dokter bisa saja disalahkan oleh pihak keluarga. Dokter tidak perlu menutupi keadaan pasien, jika memang yang bersangkutan sudah tidak bisa ditolong. Setelah mendiagnosis dan kelihatannya tidak ada harapan, sebaiknya dokter memberitahukan kebenarannya. Biasanya, reaksi pertama dari keluarga pasien adalah bingung dan mungkin tidak percaya. Mereka akan mencoba untuk bertanya lagi kepada dokter yang lain atau berobat ke tempat lain. Namun demikian, dokter sebaiknya tetap berusaha menjelaskan hasil pemeriksaan sedetail mungkin, dengan bahasa awam supaya dapat dimengerti. Di satu sisi, ada keluarga yang memang tidak siap untuk menerima kenyataan seperti itu. Mereka pun berpikir, "Masa suami saya atau istri saya itu harus pergi secepat itu?" Tapi kalau kenyataannya seperti itu, kita harus bisa memberikan penjelasan secara kedokteran atau secara ilmiah. Pasien juga harus diberi tahu karena dia yang memunyai tubuhnya. Dalam kode etik di Indonesia, seharusnya pasien dulu yang berhak tahu. Tapi pada kenyataan atau praktiknya, keluarga yang minta agar si pasien jangan diberi tahu. Dalam kondisi seperti ini, disarankan agar pasien tetap diberi tahu, karena dialah yang memiliki tubuhnya sendiri. Tentu saja dengan memilih waktu yang tepat, setelah hati si pasien disiapkan, dan dengan pendekatan yang baik. 1. Sebagai keluarga yang dekat dengan pasien, entah sebagai suami, istri, atau anak, kita terlebih dahulu harus bisa menerima keadaan. 2. Mengenai obat, biasanya kalau untuk meringankan rasa sakit (penstillen) si pasien pasti mau. 3. Untuk penyakit yang tergolong berat, kalau bisa pihak keluarga mendampingi sepanjang waktu. Pasien membutuhkan pendampingan terutama dari orang yang dia kasihi dan orang yang paling berarti, terutama pada saat-saat terakhir. 4. Beberapa cara untuk menolong orang yang menderita penyakit yang makin lama makin parah. Kalau dia orang Kristen, kita tetap bisa mendoakan dengan bersuara, bisa pegang tangannya, menyanyi untuk dia, dan membacakan firman Tuhan untuknya. Jadi, dia masih merasakan bahwa kita ini masih memerhatikan, dengan begitu dia akan dibangkitkan kembali. 5. Kalau ada anggota keluarga yang koma, mungkin kita sulit menghadapinya. Bagaimana kita berkomunikasi dengan orang yang koma? Sebetulnya kalau jantungnya masih berdetak, kita bisa membisikkan dan mengucapkan sesuatu yang mungkin masih bisa didengarnya atau diresponinya. Saat koma, pasien biasanya tidak bergerak, hanya reaksi pupil terhadap cahaya masih bagus. Tapi kalau jantungnya sudah tidak berdetak, dipasang alat bantu pun percuma. Kalau keadaan pasien sudah makin kritis, biasanya keluarga akan dipanggil untuk hadir, ini sangat berpengaruh pada dirinya. Karena si pasien akan merasakan dia tidak sendiri, bagi orang yang akan meninggal, yang paling sulit itu dia akan meninggalkan dunia ini sendirian. Kita harus mengingat, Tuhan kita adalah Tuhan yang hidup. Meskipun dokter mengatakan tidak ada harapan, kita tetap bersandar penuh pada Tuhan. Jadi, kita harus mencoba yang terbaik yang bisa kita lakukan, meskipun membutuhkan biaya yang banyak untuk merawat orang yang kita kasihi. Ada banyak pasien yang oleh dokter dikatakan tidak ada harapan, tapi sembuh karena Tuhan menyatakan mukjizat. 6. Kita bisa tahu bahwa pasien itu benar-benar sudah meninggal, misalnya dengan memeriksa nadinya sudah tidak ada, atau dari pupil matanya biasanya kalau sudah meninggal pasti melebar. Biasanya kalau pasien akan meninggal dunia, seorang dokter Kristen akan mengingatkan kembali tentang Kristus yang mati di kayu salib untuk menebus dosa. Juga berita Injil tentang rumah Bapa di surga. Diambil dan disunting seperlunya dari: Nama situs: TELAGA.org Alamat URL: http://telaga.org/audio/bagaimana_mendampingi_orang_sakit_yang_menjelang_ajal Judul transkrip: Bagaimana Mendampingi Orang Sakit yang Menjelang Ajal (T035B) Penulis: Dr. Yanti & Dr. Vivian Andriani Soesilo Tanggal akses: 10 Agustus 2011 ULASAN BUKU: GEMBALA DAN KONSELING PASTORAL Judul buku: Gembala dan Konseling Pastoral Judul asli: -- Penulis/Penyusun: E.P. Gintings Penerjemah: -- Editor: -- Penerbit: Yayasan ANDI, Yogyakarta 2002 Ukuran buku: 12 x 19 cm Tebal: 121 halaman ISBN: -- Buku Online: -- Download: -- Pada zaman modern seperti saat ini, semakin banyak orang di kota-kota atau sentra-sentra ekonomi yang merasakan ketidaktenteraman jiwa, termasuk jemaat gereja. Untuk itu, keberadaan seorang gembala gereja yang dapat membina jemaat khususnya dalam menolong mereka yang sedang mengalami masalah kerohanian atau mental kejiwaan sangat dibutuhkan. "Gembala dan Konseling Pastoral" berisi tulisan Pdt. DR. E.P. Ginting yang dimaksudkan sebagai pengantar konseling Kristen. Topik-topik yang dibahas di dalamnya antara lain: Konseling Pastoral, Kepribadian dalam Konseling Pastoral, Hubungan dalam Konseling Pastoral, Makna Komunikasi dalam Konseling Pastoral, dan lainnya. Setiap pembahasan disusun dengan tujuan agar para gembala dan pelayan Kristen lainnya mengenal dan semakin peka dengan masalah-masalah konseling dalam jemaat. Gembala harus memperlengkapi diri dengan interdisiplin ilmu-ilmu sosial, khususnya psikologi dan sosial, yang dapat membantu pelayanan konseling pastoral dalam memaklumkan firman Allah kepada setiap pribadi di dalam situasinya sendiri. Semua perlengkapan tersebut dapat ditemukan dalam setiap bab buku ini. Sekalipun buku ini membahas tentang konseling yang notabene sangat kompleks, penulis mampu mengungkapkan teori-teori dan penjelasan yang ada dengan sederhana dan begitu praktis. Metode penjelasannya pun mudah diikuti, meskipun masih banyak menggunakan istilah konseling yang mungkin asing bagi kaum awam. Kelebihan buku ini adalah adanya daftar kepustakaan yang mencantumkan banyak referensi buku yang menunjang sekaligus ayat-ayat pendukung dari Alkitab. Mengingat jam terbang penulis yang cukup tinggi karena pernah mengemban pelayanan sebagai pendeta, dosen, ketua PGI, dll.; buku ini dapat dikatakan bukan buku biasa namun kaya akan wawasan yang bersumber pada teori dan pengalaman penulis. Jadi, mengapa harus menunggu? Segera baca buku ini! Peresensi: Sri Setyawati Diambil dari: Nama situs: GUBUK Online Alamat URL: http://gubuk.sabda.org/gembala_dan_konseling_pastoral Tanggal akses: 25 Juli 2011 Kontak: < konsel(at)sabda.org > Redaksi: Sri Setyawati, Tatik Wahyuningsih, Mahardhika Dicky K., dan Davida Welni Dana (c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org > Rekening: BCA Pasar Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati < http://blog.sabda.org/ > < http://fb.sabda.org/konsel > Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |