Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/267

e-Konsel edisi 267 (8-11-2011)

Tanggung Jawab Konseling Pastoral

______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

EDISI 267/NOVEMBER 2011

DAFTAR ISI
BIMBINGAN ALKITABIAH: MANDAT KONSELING PASTORAL
TIP: TAHAP-TAHAP LATIHAN PRAKTIS KONSELING
INFO: DAPATKAN KUMPULAN BAHAN NATAL DI NATAL.SABDA.ORG

Shalom,

Konseling pastoral merupakan konseling yang dilakukan dengan tujuan
dan metode yang terarah. Dalam konseling pastoral, kita wajib
mengikutsertakan Tuhan dan membawa konseli untuk memiliki hubungan
pribadi yang lebih baik dengan Tuhan. Jika dalam edisi sebelumnya,
Anda sudah membaca tentang keunikan konseling pastoral, dalam edisi
ini, Anda dapat membaca tentang mandat konseling pastoral, serta
tahap-tahap latihan praktis konseling. Selamat menyimak dan
mempraktikkan.

Pemimpin Redaksi e-Konsel,
Sri Setyawati
< setya(at)in-christ.net >
< http://c3i.sabda.org/ >

            BIMBINGAN ALKITABIAH: MANDAT KONSELING PASTORAL
                   Diringkas oleh: Sri Setyawati

Mandat pelayanan konseling pastoral adalah "sustaining", artinya
menunjang, mendukung, menguatkan. Di gereja, gembala merupakan kawan
sekerja Allah dalam melakukan konseling pastoral. Salah satu tugas
seorang gembala dalam konseling pastoral adalah menguatkan (Yehezkiel
34:16 dan Matius 4:23).

Istilah konseling diambil dari kata "counselor" (Bahasa Inggris).
Dalam 1 Tawarikh 27:32, konselor berarti "Penasihat"; sedangkan dalam
Yesaya 9:5 berarti "Penolong, Penghibur, dan Penasihat". Sesudah
Perang Saudara di Amerika, akhir abad ke-19, konselor yang awalnya
diartikan sebagai penasihat dalam bidang hukum, selanjutnya diartikan
sebagai penolong klien lewat pendekatan psikologis dan psikiatri.

Akan tetapi, salah satu ahli Psikologi Konseling, Carl Rogers, menolak
pemahaman bahwa peranan konselor adalah sebagai penasihat. Menurutnya,
melalui nasihat-nasihat, konselor kurang menunjukkan hormat terhadap
subjektivitas konseli. Arah konseling hendaknya ditentukan oleh
konseli, bukan oleh konselor. Menurut Rogers, seorang ahli lainnya
mengatakan bahwa konselor berperan sebagai pendorong, yang memampukan
konseli untuk mengungkapkan dan memahami perasaan-perasaannya yang
sesungguhnya. Pandangan sensitif yang disebut Rogers, sebagian besar
diambil alih oleh para penganjur gerakan konseling pastoral, seperti
Seward Hiltner, Howard Clinebell, dll.. Hiltner dan Clinebell
meyakinkan para pemimpin Sekolah Teologi di Amerika Serikat, bahwa
para pendeta membutuhkan anggota-anggota jemaat yang bermasalah.
Meskipun mereka meminjam teori dari "Counseling Psychology" dan
"Psychiatry", mereka berusaha memberikan warna kepada ajaran dan
tulisan mereka yang khas Kristen. [1] Gambaran khas kekristenan itu
ditunjukkan melalui istilah "pastoral". Istilah pastoral berasal dari
kata Pastor (bahasa Latin) yang berarti "gembala", yaitu seorang yang
memelihara, merawat, dan memerhatikan domba-dombanya.

Seorang gembala seharusnya memerhatikan domba-dombanya. Namun,
pemahaman ini tidak berarti bahwa seorang gembala atau pendeta harus
selalu membicarakan hal-hal yang bersifat rohani. Gembala sebagai
konselor harus memikirkan kebutuhan-kebutuhan konseli dengan
perspektif seorang gembala atau perspektif menggembalakan (S.
Hiltner). Kebutuhan konseli harus menjadi prioritas utama. [2]

Ilmu penggembalaan merupakan bagian dari teologi. Ilmu penggembalaan
membahas tentang soal-soal pokok teologia: siapa Allah, bagaimana kita
mengembangkannya, bagaimana kita berpikir dan berbicara tentang Allah,
siapa manusia, serta bagaimana hubungan antara Allah dan manusia di
bumi.

Riet Bons-Storm dan Aart Martin van Beek, penulis buku konseling,
merumuskan bahwa "penggembalaan adalah perhatian bagi sesama kita dan
komunikasi dengan sesama manusia dalam perspektif perhatian Allah bagi
manusia dan komunikasi Allah dengan manusia".

Penggembalaan dilakukan agar konseli mampu mengenal dan menyelesaikan
masalahnya sendiri dalam perspektif kehadiran Allah. Dalam
penggembalaan, para gembala selalu mencoba melihat keterlibatan
interelasi atau keterkaitan semua aspek kehidupan manusia (rohani,
rasio, emosi, kemauan, dan fisik) yang saling memengaruhi. Aart Martin
van Beek menyebutnya sebagai kompleksitas hidup manusia (spiritual,
jiwa/ mental, sosial, dan fisik).

Konseling pastoral sebagai bagian dari penggembalaan selalu
mengikutsertakan kehadiran Allah melalui Roh Kudus, yang memerhatikan
manusia dalam mengenali masalahnya. Inilah yang membedakannya dengan
konseling psikologis/psikiatri. Faktor teologis ini ikut membentuk
para konselor pastoral untuk mengerti dan menafsirkan masalah konseli
melalui hubungan yang terjadi dalam konseling. [3]

Fungsi menguatkan (Yehezkiel 34:16) diharapkan benar-benar diberikan
kepada konseli, sehingga konselor benar-benar menjadi tanda kehadiran
Allah dalam seluruh masalah kebutuhan konseli baik fisik, emosional,
kemauan, rasional, dan rohani. Konselor berperan untuk menguatkan
konseli, agar melalui hubungan-hubungan yang terjadi, konseli
memperoleh kejelasan tentang permasalahannya, sehingga dia dimampukan
di dalam perspektif kehadiran Allah untuk menyelesaikan masalahnya
sendiri.

Seorang Teolog Pastoral Amerika Serikat, Seward Hiltner, menyebutkan:
"Praktik adalah kekuatan kita dalam konseling pastoral." Tentu saja
yang dia maksudkan bukan praktik tanpa teori, apalagi tanpa refleksi
teologis, tanpa keduanya konseling akan menjadi berat sebelah.

Edward Thurneysen (konselor dari Swiss) mengatakan bahwa konseling
yang kita jalankan ialah "Memproklamirkan firman Allah kepada setiap
pribadi dalam situasinya sendiri." Dengan memproklamasikan/mengabarkan
firman melalui dialog, konselor membantu konseli untuk menolong diri
sendiri. Sekali lagi, konseling pastoral berfungsi untuk menolong,
menemukan, mengerti, dan mencari realitas Allah, dalam situasi konkret
yang menyangkut kelima bidang gerak hidup manusia (fisik, emosi,
kemauan, rasio, dan rohani).

Menurut ilmu jiwa, di dalam diri manusia terdapat perasaan terluka,
beban, tekanan, dan kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi. Jika
luka, beban, dan kebutuhan yang tidak terpenuhi semakin banyak, maka
potensi di dalam diri orang tersebut semakin kecil. Saat potensi
seseorang mengecil atau hilang, dia akan mencari kekuatan pada orang
lain dan/atau masyarakat. Menurut E.P. Gintings, inilah pintu masuk
konselor untuk menguatkan orang tersebut melalui konseling pastoral,
dan memanfaatkan sumber-sumber penanggulangan masalah (inner
resources, daya batiniah) yang ada pada konseli, untuk menyelesaikan
masalah sekarang atau masa yang akan datang.

Gembala, pendeta, atau pelayan Kristen adalah orang yang dipercaya
anggota jemaat untuk mendengarkan apa yang mereka rasakan; tempat
mereka bisa membuka dirinya, mengatakan luka-luka atau beban-bebannya,
agar potensi mereka dikuatkan guna menghadapi masalah-masalah mereka.
Seorang teolog pernah berkata bahwa konseling pastoral adalah sarana
penyembuhan luka-luka. Tentu hal ini perlu kita analisis dan pahami
dalam percakapan-percakapan pastoral, sehingga dapat mempercepat
proses berkembangnya potensi seseorang yang digembalakan. Hal tersebut
bisa terjadi melalui proses mendengarkan konseli untuk membangun
relasi atau komunikasi. Dengan demikian, konseli merasa aman dan rela
membicarakan masalahnya, baik secara verbal maupun nonverbal.
Kemampuan untuk mendengarkan dengan penuh perhatian dan serius sangat
diperlukan, karena melalui proses tersebut konselor dapat memberikan
penyembuhan.

Acuan Pustaka:
1. Aart Martin van Beek, Ibid, Hlm. 6.
2. S. Hiltner dalam Aart Martin van Beek, Ibid, Hlm. 6.
3. E.P. Gintings, Manusia dan Masalahnya, Hlm. 127

Diambil dan diringkas dari:
Judul buku: Gembala dan Konseling Pastoral
Judul asli artikel: Mandat dan Cakupan Konseling Pastoral
Penulis: E.P. Gintings
Penerbit: Yayasan Andi, Yogyakarta 2002
Halaman: 27 -- 35

             TIP: TAHAP-TAHAP LATIHAN PRAKTIS KONSELING
                    Diringkas oleh: Sri Setyawati

Salah satu pelayanan yang harus ada di dalam gereja adalah konseling
pastoral. Untuk memberikan pelayanan konseling pastoral yang benar dan
terarah sesuai kebenaran Alkitab, konselor pastoral perlu memiliki
teori-teori konseling dan psikologi, sekaligus latihan-latihan
praktis. Berikut ini adalah tahap-tahap dalam latihan praktis
konseling.

1. Latihan Sensitivitas.

Latihan ini perlu dilakukan berulang-ulang, agar calon konselor
betul-betul peka terhadap dimensi-dimensi yang tersembunyi dari
setiap permasalahan yang dihadapinya. Konselor harus peka terhadap
perasaan di balik kata-kata, jalan pikiran klien, aspek-aspek yang
terkait dengan persoalan klien, situasi dan kondisi, inti dan akar
persoalan, kebutuhan klien yang sesungguhnya, dan
kesempatan-kesempatan yang Tuhan sediakan. Latihan ini membantu
konselor dalam mengenali kebenaran-kebenaran dari sumbangan psikologi
(mekanisme pertahanan yang dipakai dan gejala-gejala kejiwaan) dan
teologi (bagaimana kebenaran-kebenaran Allah dapat diterapkan dalam
situasi yang konkret dalam kehidupan). Latihan ini dapat diberikan
dalam bentuk diskusi kelompok (pembahasan kasus, diskusi, dan sharing)
dan analisis kasus (mencermati contoh kasus, tanya jawab, dan
diskusi).

2. Latihan Verbatim.

Verbatim adalah catatan lengkap kata per kata dalam percakapan
konseling. Latihan ini membantu konselor untuk membiasakan diri dengan
prinsip-prinsip dan disiplin konseling yang sehat. Dengan begitu,
mereka tidak berkata-kata semaunya sendiri dalam percakapan konseling,
tetapi berusaha mengubah dan memperbarui sistem komunikasi antara
konselor dengan konseli. Verbatim juga diperlukan untuk mengetahui
sejauh mana seseorang belajar konseling, sehingga calon konselor dapat
dibimbing dan ditolong secara lebih tepat. Namun demikian, calon
konselor tidak perlu mengesampingkan keunikan identitas pribadinya,
menyalin, dan memakai kata-kata, serta susunan kalimat orang lain;
yang terpenting dalam latihan ini ialah "prinsip pendekatan
konseling".

Fokus utama latihan ini adalah melatih kemampuan refleksi konselor,
yaitu kemampuan untuk menangkap perasaan di balik kata-kata konseli
dan merefleksikan dalam kata-kata yang jelas, sederhana, dan tepat.
Hal ini dilakukan agar konseli dapat mengenali diri sendiri, kondisi,
perasaan, cara berpikir, bahkan sikapnya terhadap hal-hal yang
dianggap sebagai masalahnya saat itu. Dengan mendapatkan refleksi yang
tepat, konselor dan konseli bisa masuk dalam proses konseling yang
sesungguhnya. Latihan verbatim dapat diberikan dalam 3 bentuk:
melengkapi verbatim -- calon konselor diberi 2-3 kasus untuk
dilengkapi, menganalisis verbatim -- calon konselor diberikan 2-3
contoh verbatim yang harus dinilai dan dianalisis, dan menyusun
verbatim -- latihan ini diberikan setelah calon konselor beberapa kali
mengerjakan latihan-latihan verbatim yang lain. Sebelum Anda menyusun
verbatim, calon konselor perlu merenungkan terlebih dulu apakah pokok
persoalan sebenarnya, menganalisis apa yang dianggap sebagai masalah
oleh konseli, dan bagaimana jalan keluarnya.

3. Latihan Mengklasifikasikan Kasus.

Dalam pertemuan pertama, konselor seharusnya bisa mengenali apakah
kasus ini menjadi tanggung jawabnya, menjadi tanggung jawab dari
profesional lain (dokter, psikiater, dsb.), atau kerja sama antara
keduanya, serta apakah kasus ini untuk jangka panjang atau pendek.
Untuk menghadapi konseli yang betul-betul membutuhkan pertolongan atau
ada motivasi lain, konselor perlu memiliki teori-teori dan
informasi-informasi tentang konseling. Tanpa hal itu, konselor sulit
untuk mengenali apakah kasus yang diberikan adalah kasus
"abnormalitas" yang seharusnya ditangani oleh dokter, perlu pengobatan
medis lebih dulu atau langsung dapat ditangani.

Jika dalam pertemuan pertama, konselor sulit untuk mengklasifikasikan
kasus, lakukan beberapa prinsip berikut.

a. Simpan praduga. Konselor yang baik tidak akan memaksakan dugaannya
untuk diakui sebagai persoalan konseli atau memanipulasi konseli
supaya membenarkan dugaannya.

b. Simpan nasihat-nasihat. Cobalah untuk menahan diri, jangan langsung
memberikan nasihat. Konselor harus menyadari bahwa tanpa bekal
pengetahuan teologi, Alkitab, dan psikologi yang cukup, tidak mungkin
ia bisa menjadi konselor yang baik, yang dapat memberi solusi dan
nasihat yang tepat.

c. Jelajahi persoalan konseli. Konselor tidak selalu tahu apa
persoalan konseli yang sebenarnya. Di satu sisi, konselor memunyai
banyak dugaan tentang "apa persoalan yang sebenarnya", yang harus
diuji kebenarannya. Di sisi lain, konselor juga diperhadapkan dengan
"sesuatu" yang menurut konseli adalah persoalannya, ini pun harus
diuji kebenarannya. Oleh karena itu, konselor harus menguji kebenaran
dugaan konseli dan menguji kebenaran dugaannya sendiri.

4. Latihan Menangani Kasus-Kasus Konseling yang Sesungguhnya.

Setelah mempelajari teori-teori dan melakukan latihan dengan
kasus-kasus buatan, calon konselor harus mencoba menangani
kasus-kasus yang sesungguhnya. Anda bisa bekerja sama dengan gereja
lokal untuk mendapatkan klien, menulis verbatim, mendiskusikan
verbatim, atau memberikan tugas penulisan karya tulis (paper) untuk
melengkapi pengetahuan suatu kasus.

Dalam setiap latihan, calon konselor harus dibiasakan menangani kasus
konseling dengan serius dan bertanggung jawab. Mereka perlu menetapkan
peraturan-peraturan konseling, membuat formulir pengumpulan data, dan
memakai "file system" untuk pengarsipan. Seorang konselor sebaiknya
menyediakan satu map khusus untuk setiap konseli. Cara ini dapat
menolong konselor mencapai kemajuan dalam perencanaan pelayanan
konseling selanjutnya.

5. Latihan Lanjutan.

Setiap calon konselor harus dibekali dengan latihan-latihan, supaya
dapat mengembangkan keterampilan dalam pelayanan konseling. Setiap
kasus yang akan Anda tangani adalah kasus yang unik, jadi tidak ada
satu pun teknik dan pendekatan konseling yang sempurna, yang dapat
dipakai untuk semua kasus. Oleh karena itu, setelah menguasai
prinsip-prinsip dasar konseling, Anda perlu mempelajari teknik-teknik
pendekatan yang sudah dikembangkan secara sistematis oleh para ahli
dan mendasarkannya pada firman Tuhan.

Latihan ini sangat penting, karena Tuhan menghendaki hamba-hamba-Nya
diperlengkapi dengan segala pengetahuan (2 Timotius 2:7; Daniel 1:17,
dsb.) untuk perbuatan-perbuatan yang baik (Kolose 1:10; Ibrani 13:21).

Diringkas dari:
Judul buku: Pastoral Konseling
Judul asli bab: Latihan Praktis Konseling
Penulis: Yakub B. Susabda
Penerbit: Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang 2000
Halaman: 177 -- 193

         INFO: DAPATKAN KUMPULAN BAHAN NATAL DI NATAL.SABDA.ORG

Bulan November telah tiba. Kami yakin Anda yang aktif di pelayanan
pasti sudah mulai berpikir untuk mempersiapkan Natal, bukan? Nah,
dengan gembira kami menginformasikan bahwa Yayasan Lembaga SABDA
(YLSA) telah menyediakan wadah di situs "natal.sabda.org" bagi setiap
pelayan Tuhan agar bisa saling berbagi bahan-bahan Natal dalam bahasa
Indonesia. Ada banyak bahan yang bisa didapatkan, seperti Renungan
Natal, Artikel Natal, Cerita/Kesaksian Natal, Drama Natal, Puisi
Natal, Tips Natal, Bahan Mengajar Natal, Blog Natal, Resensi Buku
Natal, Review Situs Natal, e-Cards Natal, Gambar/Desain Natal, Lagu
Natal, dan bahkan sarana diskusi tentang topik Natal.

Yang istimewa adalah situs "natal.sabda.org" dirancang sebagai situs
yang interaktif, sehingga pengunjung dapat mendaftarkan diri untuk
berpartisipasi aktif dengan mengirimkan tulisan, menulis blog,
memberikan komentar, dan mengucapkan selamat Natal kepada rekan
pengunjung lain. Jadi, tunggu apa lagi? Segera kunjungi situs
"natal.sabda.org". Mari berbagi berkat pada perayaan hari kedatangan
Kristus ke dunia 2000 tahun yang lalu ini dengan menjadi berkat bagi
kemuliaan nama-Nya.

==> http://natal.sabda.org/

Kontak: < konsel(at)sabda.org >
Redaksi: Sri Setyawati, Tatik Wahyuningsih, Mahardhika Dicky K., dan
         Davida Welni Dana
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/konsel >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org